Anda di halaman 1dari 11

I.

Bakteri Mycobacterium tuberculosis

1.1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Scizophyta

Kelas : Scizomycetes

Ordo : Actinomycetales

Famili : Mycobacteriaceae

Marga : Mycobacterium

Jenis : Mycobacterium tuberculosis

1.2. Morfologi

Ukuran dari bakteri Mycobacterium tuberculosis cukup kecil yaitu 0,5-4

mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau

agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai

lapisan luar yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini

agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna

dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam

(BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin.

Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan

gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak atau dapat mati apabila

terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono, 2011).


Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikan sebagai bakteri gram

positif atau bakteri negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa,

warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi

iodium. Oleh sebab itu bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam.

Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari

dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik menghasilkan suatu kapsul atau

spora dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid

kira-kira setinggi 60%. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan

dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan

permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.

Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan

dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium

tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag (Indah, 2010).

1.3. Ekologi

Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati

pada 6C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar

matahari lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat


bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat

bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat

hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20C selama 2

tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara

lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini

dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur

dalam 2-10 menit (Hiswani M.Kes, 2010).

Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun

dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini

dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat

dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk

berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali (Hiswani M.Kes,

2010).

1.4. Penanaman/ Kultur

Suhu optimum untyk tumbuhnya bakteri ini adalah 37oC (Suhu tubuh),

tidak tumbuh pada 25 oC atau lebih 40oC. Media padat yang biasa dipergunakan

adalah Lowenstein-jensen (Depkes RI, 2008).

1.5. Sifat dan daya tahan

Mycobacterium tuberculosis dapat mati jika terkena cahaya matahari

langsung dalam 2 jam. Karena kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultra violet.

Mycobacterium tuberculosis mudah menular, mudah mempunyai daya tahan

tinggi dan mampu bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Oleh

karena itu, dalam jaringan tubuh kuman ini dapat do dormant (tidur), tertidur lama
selama beberapa tahun. Basil yang ada dalam percikan dahak dapat bertahan

hidup 8- 10 hari (Depkes RI, 2008).

II. Penyakit Tuberculosis (TBC)

2.1. Etiologi

Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh

micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan

ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman

lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-

paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari

asal lemak (lipid) yang membuatkuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan

terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu

melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi(Depkes

RI, 2002).

2.2.Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis

Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan yaitu tuberkulosis paru

dan tuberkulosis ekstra paru.

a. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu

sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru

paru ini merupakan satusatunyabentuk dari TB yang mudah tertular. Berdasarkan

hasil pemeriksaan dahak secaramikroskopis, TB paru dibagi menjadi dua yaitu TB

paru dengan BTA positif dan TB paru dengan BTA negatif. Yang dimaksud

dengan TB paru dengan BTA positif adalah bila terdapat sekurang-kurangnya2


dari 3 spesimen 14 dahak SPS hasilnya BTA positif atau dapat juga pada

pemeriksaan dahak didapatkan hasil BTA positif denganfoto toraks juga

menunjukan ada gambaranTB paru. Selain itu, dikatakan BTA

positifbiladidapatkan hasil pada pemeriksaan dahak SPS terdapat BTA positif dan

pada biakan juga didapatkan kuman TB positif. Sedangkan TB paru dengan BTA

negatif merupakan TB paru yang tidak memenuhi definisi dari TB paru

positif,yaitu terdapat paling tidak pada pemeriksaan dahak 3 kali didapatkan hasil

negatif, foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis,dan apabila

setelah pemberian antibiotik obat anti tuberkulosis (OAT)tidak ada perbaikan,

selain itu perlu pertimbangan dokter untuk pengobatanya. Berdasarkan riwayat

pengobatan,TB paru dibagi menjadi enam yaitukasus baru, kasus kambuh (relaps),

kasus setelah putus berobat (default), kasus setelah gagal (failure, kasus pindahan

(transfer in)dan kasus lain. Pasien yang digolongkan menjadi kasus baru adalah

pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah menelan OAT kurang

dari satu bulan (4 minggu). Pasien dikatakan kasus kambuh apabila pasien

tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan

telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian didiagnosis kembali

dengan BTA positif (apusan atau kultur). Sedangkan dikatakan kasus setelah

putus berobat(defaul) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan

atau lebih dengan BTA positif. Ada lagi kasus setelah gagal (failure), yaitu pasien

yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi 15 positif

pada bulankelimaataulebihselamapengobatan.Selain itu,juga ada kasus pindahan

(transfer in) yaitu pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatan. Yang terakhir adalah kasus lain yaitu

merupakan kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas dalam hal ini termasuk

juga kasus kronik yang pada pemeriksaan BTA masih positif setelah menjalani

pengobatan ulangan (Depkes RI, 2011).

b. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang

menyerang organ tubuh lain, selain paruparu seperti pleura, kelenjar limpe,

persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf pusat dan pusat. Pada

dasarnya penyakit TBC ini tidak pandang bulu karena kuman ini dapat menyerang

semua organ organ dari tubuh.

2.3. Mekanisme TBC

Tempat masuk kuman Mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi

tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang

mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai

suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus

dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya

di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini

membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat

tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah

hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang

akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia

seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis

bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-

lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid

dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi

membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang

mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan

gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan

komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi

pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam

bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari

dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat

terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke

laring, telinga tengah atau usus. Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun

tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat

dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga

tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan

bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini

dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan

dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar

melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar
betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang

dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal

sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran

ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak

organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh

(Price dan Wilson, 2005).

2.4. Faktor penyebab TBC

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kejadian Penyakit TBC Untuk

terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:

status sosial ekonomi, status gizi, umur jenis kelamin, dan faktor toksis untuk

lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :

1. Faktor Sosial ekonomi

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan

perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekrja yang buruk dapat memudahkan

penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC,

karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan

memenuhi syarat syarat kesehatan.

2. Status Gizi.

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan

lain lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan

terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang

berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak anak.

3. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif (15-50 ) tahun. Dewasa ini dengan terjadinyatransisi demografi

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut

lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan

terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru.

4. Jenis Kelamin.

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi padajenis pada jenis kelamin

lakilaki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalamperiode

setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-paru, dapat

disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang

disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan

persalinan. Pada jenis kelamin laki laki penyakit (Hiswani, 2004)

III. Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

1. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak(droplet nuclei) Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

2. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

3. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

4. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan

oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut

(Asti, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Asti, Retno Werdhani. 2005. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi

Tuberkulosis. DepartemenIlmu Kedokteran Komuitas, Okupasi dan

Keluarga . FKUI.

http:staff.ui.ac.id/internal/0107050183/material/PATO_DIAG_KLAS.Pdf

Diakses pada Hari Rabu Tanggal 31 Mei 201 pukul 13.37

Depkes RI, 2002. Pedoman Penanggulangan Nasional TBC. Jakarta;

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI, 2008. Pedoman Penanggulangan Nasional TBC. Jakarta;

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI, 2011. Pedoman Penanggulangan Nasional TBC. Jakarta;

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Hiswani, 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit infeksi yang masih Menjadi

masalah Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera

Utara. http//library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hismani12.pdf Diakses

pada Hari Rabu Tanggal 31 Mei 201 pukul 13.37


Price, S.A dan Wilson, LMC. 2005. Tuberkulosis paru dalam Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, bagian 1, edisi 1. Jakarta;

Kedokteran EGC

Widoyono. 2011. Penyakit tropis (Epidemiologi, penularan, pencegahan dan

pemberatasannya). Jakarta; Erlangga

Anda mungkin juga menyukai