Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

OLEH

KELOMPOK 4
KELAS B

ELLA AWALTANOVA (1107111628)


JENIAL S (1207113582)
HASRUL (1207136571)
DEDE SAPUTRA (1207154399)
RISKI ADI MULYA (1207136454)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Upaya
Pemberantasan Korupsi.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapat banyak bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak.Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam menyusun
makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang mungkin tidak
penulis sadari.Namun diharapkan makalah ini dapat menjadi tamnbahan ilmu dan
wawasan bagi semua yang membacanya.

Pekanbaru, 3 Desember 2012

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia dalam dewasa ini sedang mengalami kasus-kasus yang beruntun


terjadi. Kasus tersebut tidak hanya berasal dari masyarakat, namun juga dari
pemerintah Indonesia. Salah satu dari kasus tersebut adalah kasus korupsi.
Sehingga dengan kasus tersebut maka terjadilah hiruk pikuk di masyarakat
Indonesia dan juga dunia.
Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan sumber daya publik untuk
memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok. Korupsi tidak hanya terjadi di
negara Indonesia, tetapi juga di negara-negara di dunia. Tindakan tersebut pada
umumnya banyak dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan yang
menyalahgunakan jabatannya.
Hasil survei (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC)
menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90),
Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi negara
terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik tingkat legislative, yudikatif, maupun
eksekutif untuk memberantas korupsi, maka timbul suatu pernyataan bahwa
korupsi telah membudaya di negara Indonesia. Salah satu solusi dari tindakan
tersebut adalah sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Pendidikan Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk
pemberantasan korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, maka dilakukan kajian
pendeskripsian korupsi dan upaya-upaya yang dilakukan untuk pemberantasan
korupsi sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu strategi pemberantasan
korupsi di Indonesia.

1.2. Tujuan
1. Mengenali tindakan-tindakan korupsi yang terjadi di Indonesia
2. Meruuskan dan mencari solusi dari tindakan-tindakan korupsi yang terjadi
di Indonesia
3. Membudidayakan anti korupsi kepada generasi muda melalui pendidikan
nasional
BAB II
ISI

2.1. Pengertian Korupsi


Banyak pendapat dari para ahli mengenai pengertian korupsi. Pendapat-
pendapat tersebut pada hakekatnya mempunyai arti yang sama namun dirangkai
dalam bahasa yang berbeda.
Menurut Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala
salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatan kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Menurut
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah
dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga
yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam
keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi
adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisahan keuangan pribadi dengan
masyarakat.
2.2. Korupsi di Indonesia
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan
pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama
tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi
di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi
setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya
pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke
tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
Operasi Budhi dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
Operasi Tertibyang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi
yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya
supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-
lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi
praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai
kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan
langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya pencegahan praktek korupsi juga
dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, dimana masing-
masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali
dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan
memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing,
terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan
secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan
internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang
dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).
Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat
(LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan,
terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Beberapa LSM yang aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan praktek korupsi
yang dilakukan penyelenggara negara antara lain adalah Indonesian Corruption
Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi
Indonesia (MTI).
Gambar 2.1. Peringkat Korupsi Beberapa Negara di Asia Tahun 2006
Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi
di atas sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan
peraturan perundang-undangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baik internal
maupun eksternal, bahkan keterlibatan LSM. Namun, kenyataannya praktek
korupsi bukannya berkurang malah meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan
Indonesia kembali dinilai sebagai negara paling terkorup di Asia pada awal tahun
2004 dan 2005 berdasarkan hasil survei dikalangan para pengusaha dan pebisnis
oleh lembaga konsultan Political and Economic Risk Consultancy (PERC).
Hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong
menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara 12
negara Asia. Predikat negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir
menyentuh angka mutlak 10 dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi
atau terkorup). Pada tahun 2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas
negara terkorup di Asia. Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan
hasil survei yang dilakukan PERC, yaitu India (8,9), Vietnam (8,67), Thailand,
Malaysia dan China berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang
terbersih. Sebaliknya, negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah Singapura
(0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan.
Rentang skor dari nol sampai 10, di mana skor nol adalah mewakili posisi
terbaik, sedangkan skor 10 merupakan posisi skor terburuk. Ini merupakan survei
tahunan yang dilakukan oleh PERC untuk menilai kecenderungan korupsi di Asia
dari tahun ke tahun. Dalam hal ini PERC bertanya kepada responden untuk
menilai kondisi di mana mereka bekerja sekaligus juga untuk menilai kondisi
negara asalnya masing-masing. Metode ini digunakan agar dapat menghasilkan
data perbandingan antar negara (cross-country comparison), sehingga survei ini
dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi bagaimana persepsi terhadap suatu
negara berubah seiring waktu.

2.3. Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi


Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi
dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang
paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin
meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun
nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan
emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah penguasa yang
korup dan derita rakyat. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk
bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat
gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif
dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam
usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
2.4. Upaya dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan (preventif).
2. Upaya penindakan (kuratif).

3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.


4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

2.6.1. Upaya Pencegahan (Preventif)


Upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan korupsi adalah :
a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal
dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.

c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tang-gung jawab yang tinggi.

d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada


jaminan masa tua.

e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang


tinggi.

f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab
etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.

g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.

h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi


pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta
jawatan di bawahnya.

2.6.2. Upaya Penindakan (Kuratif)


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat
dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov
Rusia milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga
melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda
DKI Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara
sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

2.6.3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa


a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol
sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan


desa hingga ke tingkat pusat/nasional.

d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan


peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.

e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan


aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat
luas.

2.6.4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)


a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang
meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia
dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat
melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-
Soeharto yg bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI
yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang
membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan
bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia
berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah
2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan
Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan,
Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan
Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari kajian teori dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan sumber daya publik untuk
memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok
2. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di
Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis
politik, sosial, kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi.
3. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.
4. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya
penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya
edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat).
3.2. Saran
1. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi
di Indo-nesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
2. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X.


Jakarta: Erlangga
Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial. Jakarta. Edisi Baru. CV. Rajawali Press.
Lubis, Mochtar. 1977. Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri. Jakarta. Bhratara.
Karya Aksara.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta. Penerbit
Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai