Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glaukoma Sekunder


2.1.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuar, dan dapat menyebabkan kebutaan secara permanen.3,4,5

Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang didasari oleh


adanya penyakit mata lain.1 Glaukoma sekunder juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor
seperti inflamasi, trauma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia.2

2.1.2 Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah katarak.


Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis Afrika dibandingkan etnis
kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah 4:1. Glaukoma berpigmen terutama pada
etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih sering dijumpai glaukoma sudut tertutup.3

2.1.3 Faktor risiko

Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut tertutup), miopi


(glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma dalam keluarga), dan
ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya adalah migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes
melitus, peredaran darah dan regulasinya (darah yang kurang akan menambah kerusakan),
fenomena autoimun, degenerasi primer sel ganglion, dan pascabedah dengan hifema / infeksi.4

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 6:

1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala simpleks ini agak lambat
yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan.
Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Gambaran patologik utama
pada glaukoma sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk
pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis
Schelmm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan
drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :


Akut
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD) oleh iris perifer. Hal ini
menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat.
Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan
anatomik BMD.

Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO berlangsung
singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi
terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD berupa pembentukan sinekia anterior
perifer.

Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak pernah
mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami sinekia anterior perifer
yang semakin meluas disertai peningkatan bertahap dari TIO.

2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital lainnya.
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang lain atau
penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :

Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma fakolitik dan
fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom eksfoliasi).
Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang disertai
prolaps iris)
Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan bilik
mata depan post-operasi katarak, blok pupil post operasi katarak).
Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu yang lama.

4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit.

Gambar 2. Klasifikasi Glaukoma

2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh mekanisme sudut

terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai dengan bentuk kelainan klinis yang

menjadi penyebabnya. Efek peningkatan tekanan intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh

perjalanan waktu dan besar peningkatan intraokuler.8

Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik diduga

disebabkan oleh:
1. Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf

pada pupil saraf optik.

2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik.

3. Ekskavasio papil saraf optik

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion

difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan

berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai pembesaran

cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga.5

Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa

Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu fokolitik atau

fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau ke belakang. Trauma tumpul

lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa., antara lain. 5,6

Glaukoma pada subluksasi ke depan :

Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan glaukoma karena terjadinya hambatan

pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata depansehingga

menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan mata depan. Subluksasi ini juga dapat

mendorong iris ke depan sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan

perlengketan di sudut tersebut yang kedua-duanya dapat menyebabkan glaucoma.

Glaukoma pada subluksasi ke belakang :

Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada badan siliar

akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan siliar.Rangsangan ini

menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang dapat menimbulkan glaukoma.


Glaukoma pada luksasi ke depan :

Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini menutup

jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

Glaukoma pada luksasi ke belakang :

Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini menutup jalur

keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana protein lensa dan

makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma fakolitik. Protein lensa

yang terlepas dari kapsulnya dapat menyebabkan iridosiklitis, hai ini disebut glaukoma

fakotoksik.

2.1.6 Tatalaksana

Pengobatan glaukoma sekunder et causa dislokasi lensa

Dapat diberikan obat-obat anti glaukoma

Bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi perifer

Operasi pengeluaran lensa merupakan cara untuk menghilangkan penyebab utamanya dan

hal ini merupakan pengobatan yag paling berhasil

2.2 Dislokasi Lensa


2.2.1 Definisi
Dislokasi lensa atau Ektopia lentis adalah suatu kondisi lensa mata yang mengalami
kesalahan letak karena zonula Zinni melemah atau rusak. Zonula Zinni merupakan ratusan
string seperti serat yang memegang lensa yang tersuspensi dalam posisi dan memungkinkan
untuk berubah bentuk untuk penglihatan dekat atau jauh. Lensa mengalami dislokasi dan
berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang depan, bebas mengambang di vitreous atau
langsung pada retina. Kelemahan zonula Zinni menyebabkan pergeseran lensa. Lensa menjadi
lebih bundar dan mata menjadi lebih miopik.12,13,14
2.2.2 Etiologi

Ektopia lentis dapat disebabkan berbagai macam faktor antara lain trauma, gangguan
metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria, kelainan resesif dengan defek mental dan
cirri skeletal. Lensa biasanya bergeser ke bawah), sindrom tertentu (sindrom Marfan, kelainan
dominan dengan abnormalitas skeletal dan jantung dan resiko diseksi aneurisma aorta. Lensa
biasanya bergeser ke arah atas), Sindrom Weill-Marshecani, katarak hipermatur, peradangan
uvea, tumor intraokuler, tekanan bola mata yang tinggi seperti pada buftalmus.13,14

Gambar 2.5. Pasien dengan ektopia lentis et pupil pada gambar A dan pada gambar B pasien
sama yang telah dilatasi pupil tampak jelas dislokasi lensa inferior.

2.2.3 Klasifikasi

Dislokasi lensa dapat diklasifasikan berdasarkan luksasi anterior dan luksasi posterior.
Bila zonula Zinnii putus sebagian maka lensa akan mengalami subluksasi dan bila seluruh
zonula Zinnii putus maka lensa akan mengalami luksasi kedepan (luksasi anterior) atau luksasi
ke belakang (luksasi posterior).14,15

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinni sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan
pada zonula Zinni yang rapuh seperti pada Sindrom Marfan. Pada subluksasi kadang kadang
penderita tidak memberikan keluhan kecuali keluhan myopia atau astigmat. Hal ini disebabkan
karena zonula Zinni putus sebagian maka lensa bebas mencembung. Selain itu dapat pula
ditemukan penurunan penglihatan diplopia, monokular dan iridodonesis (iris tremulans). 14,15
1. Luksasi Anterior
Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh zonula putus disertai
perpindahan letak lensa ke depan akan memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan yang
mendadak. Akibat kedudukan lensa di dalam bilik mata depan akan terjadi gangguan
pengaliran humor akuous sehingga terjadi serangan glaukoma kongestif. Pasien akan mengeluh
rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan akan
ditemukan edema kelopak, injeksi siliar, edema kornea dengan pupil lebar disertai terlihatnya
lensa di dalam bilik mata depan.14,16

2. Luksasi Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan
kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli 4. Pasien akan mengeluh
adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu lapangan pandang. Mata
ini akan menunjukkan gejala afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 10.0 D untuk
jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada di polus
posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik
ataupun uveitis fakotoksik.14,16

2.2.4 Gejala

1. Dislokasi parsial yang asimptomatik


2. Miopia atau astigmat
3. Penurunan penglihatan, diplopia monokular dan iridodonesis (iris tremulans).

2.2.5 Pemeriksaan

Pemeriksaan oftalmologikus yang penting untuk ektopia lentis adalah:

1. Pemeriksaan Visus

Ektopia lentis berpotensi melemahkan visus. Ketajaman visus bervariasi dengan tingkat
malposisi lensa. Ambliopia adalah penyebab umum dari visus menurun pada ektopia lentis
bawaan dan dapat dicegah dan diobati.17
2 .Pemeriksaan Okular Eksternal

Perhatian terhadap anatomi orbital adalah penting untuk mengevaluasi kelainan


herediter (misalnya, enophthalmos dengan penampilan miopati wajah terlihat pada pasien
dengan sindrom Marfan). Ukur diameter kornea (megalokornea dikaitkan dengan sindrom
Marfan).

3. Pemeriksaan senter / slit lamp

Pada pemeriksaan dengan senter / slit lamp akan terlihat pada bagian zonula Zinni yang
terlepas, bilik mata dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian zonula Zinni yang utuh
terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan mencembung pada bagian ini.
Perubahan akibat subluksasi akan memberikan penyulit glaukona atau penutupan pupil oleh
lensa cembung.17

4. Retinoskopi dan refraksi

Retinoskopi dengan hati-hati dan refraksi adalah penting, sering menemukan miopia
dengan silindris. Keratometri dapat membantu memastikan tingkat astigmat kornea.17

2.2.6 Penatalaksanaan

1.Koreksi Optik

Koreksi optik dari kesalahan refraksi yang disebabkan oleh dislokasi lensa seringkali
sulit. Tergantung pada sejauh mana dislokasi, pasien dapat melihat lebih baik dengan koreksi
miopia dengan astigmatik tau koreksi aphakic. Dengan subluksasi sangat ringan, pasien hanya
mungkin miopia dan setelah dikoreksi visus mungkin baik. Dan jika ada pasien glaukoma
penyulit harus diatasi dahulu.18

2. Lensektomi

Lensektomi adalah proses koreksi penglihatan untuk orang penderita ektopia lentis,
yaitu dalam prosedurnya lensa mata akan dihapus dan diganti dengan lensa buatan khusus
denga kemampuan fokus yang jelas. Hal ini digunakan untuk koreksi yang sangat tinggi, atau
ketika operasi laser tidak dianjurkan. Setiap mata dikoreksi pada hari bedah yang berbeda.18

4. Implantasi Lensa Phakic


Lensa yang digunakan untuk refraksi adalah Lensa Phakic.
Adapun metode implantasi Lensa Phakic yaitu memasukkan lensa tambahan ke mata, baik di
depan iris mata atau hanya di belakangnya. Lensa intraokular Phakic terbuat dari bahan lembut,
lentur, mirip dengan bahan yang digunakan untuk membuat lensa kontak lunak.18

2.2.7 Komplikasi

1. Glaukoma Sekunder
2. Uveitis Posterior
3. Kebutaan

2.2.8 Prognosis

Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi yang terkait
sekunder, prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad bonam. Pasien yang memiliki trauma
terkait ektopia lentis mungkin memiliki komplikasi yang lebih mengancam jiwa lainnya
(tergantung pada beratnya trauma)18.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam et al. Glaucoma. Last update July 2005. Available from:


http://www.urac.org/adams/glaucoma.html
2. Anonyma. Glaucoma : Introduction to Glaucoma & Medical Management of Glaucoma.
Section 10. USA. American Academy of Ophtalmology. 2002.
3. Anonyma. Drug Treatment for Glaucoma. Last update July 2005. Available from: http://
www.agingeye.com/glaukoma/drug.html
4. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Pharmacology. 1st Edition. Philadelphia.
Elsevier Saunders. 2003.
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.
6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008.
7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition. USA. McGraw-
Hill. 2003.
8. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. Alih
Bahasa : Jan Tambajong & Brahm U. Pendit. Jakarta. Widya Medika. 2001.
9. Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, halaman 135-137 & 219-225, Abadi Tegal,
Jakarta.
10. Gordon, S., 2004 Mechanism of Secondary Glaukoma from uveitis,
http/www.thehighligts.com.
11. James,Bruce dkk. 2005. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga
12. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco: MD
Association, 2012
13. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American Academy
of Ophthalmology. 2002.
14. Jarrett WH II. Dislocation of the lens. A study of 166 hospitalized cases. Arch
Ophthalmology. Sep 1987;78(3):289-96. [Medline].

15. Nirankari MS, Chaddah MR. Displaced lens. Am J Ophthalmol. Jun 1967;63(6):1719-
23. [Medline].

16. Nelson L. Ectopia lentis in childhood. J Pediatr Ophthalmol Strabismus. Jan-Feb


2008;45(1):12. [Medline].
17. Omulecki W, Wilczynski M, Gerkowicz M. Management of bilateral ectopia lentis et
pupillae syndrome.Ophthalmic Surg Lasers Imaging. Jan-Feb 2006;37(1):68-71.

18. Konradsen T, Kugelberg M, Zetterstrm C. Visual outcomes and complications in surgery


for ectopia lentis in children. J Cataract Refract Surg. May 2007.

Anda mungkin juga menyukai