Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada


korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga atau
triwulan kedua. Namun, apabila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu akan
didiagnosa sebagai abortus imminens.3 Nama lain dari solusio plasenta adalah
abruption plasentae, ablation plasentae, premature separation of the normally
implanted placenta.1.3 Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya
mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila
terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.5
Plasenta dapat terlepas seluruhnya: solusio plasenta totalis, atau sebagian:
solusio plasenta parsialis atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang sering
disebut ruptura sinus marginalis. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya
plasenta dapat menyelundup ke luar dibawah selaput ketuban yaitu pada solusio
plasenta dengan perdarahan tersembunyi; atau kedua-duanya; atau perdarahannya
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban.2

Gambar 2. 1 Solusio Plasenta (Placental abrubtion)6

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya


mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:4.7
1. Ringan: perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang: Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat: Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

2.2 Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh
kehamilan. Ada juga literatur yang menyebutkan 1 diantara 50 persalinan.
Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk
solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan. Slava dalam penelitiannya
melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan.
Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena
adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.8.9
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1
kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu
dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1
dalam 750 persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering
didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat
menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy
di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio
plasenta. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita
selalu terlambat datang ke rumah sakit; atau, tanda-tanda dan gejalanya terlampau
ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.4.8.10
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus
kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan.
4
No Penyebab Perdarahan Sampel %
1 Solusio Plasenta 141 19
2 Laserasi/Ruptura uteri 125 16
3 Atonia Uteri 115 15
4 Koagulopati 108 14
5 Plasenta Previa 50 7
6 Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkreta 44 6
7 Perdarahan Uterus 44 6
8 Retained Placenta 32 4

Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat


pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan
dalam masa kehamilan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD.
DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus
solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.4.11

2.3 Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, walaupun
beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya, seperti umur ibu yang tua,
multiparitas, Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 16,3 % solusio plasenta
disertai penyakit hipertensi menahun,15,5 % pre-eklamsia, 1,2 %, trauma, tali
pusat yang pendek, tekanan pada vena kava inferior, dan defisiensi asam folik,
ketuban pecah sebelum waktunya, kebiasaan merokok, penyalahgunaan kokain.
Faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta antara lain:

A. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut
mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya
hipertensi pada ibu. Morgan dkk(1994) mendapatkan bahwa wanita hipertensi
cenderung mengalami solusio yang lebih berat. Ananth dkk.(1999) melaporkan
peningkatan insiden solusio tiga kali lipat pada hipertensi kronik dan empat kali lipat
pada preeklamsi berat.1.4.12.13
B. Faktor trauma
Trauma eksternal diperkirakan berperan hanya pada 3 diamtara 207 kasus
solusio plasenta yang menyebabkan kematian janin di parkland Hospital. Dari
penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang
terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, urut, dan lain-lain) merupakan
penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta.5
C. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Pritchard dkk
(1991) juga memperlihatkan bahwa insiden lebih tinggi pada wanita dengan
paritas tinggi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti
dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. 12.13
Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta
pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.1.4.14
D. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa
terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya
umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi hipertensi menahun.1.3.4.14
E. Leiomioma uteri
Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusi plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma. Rice dkk(1989) melaporkan bahwa 8 diantara 14 wanita dengan
mioma retroplasenta mengalami solusio plasenta, pada empat kasus janin
meninggal.1.12

F. Faktor pengunaan kokain


Erkaitan dengan peningktan mencolok frekuensi solusio plasenta . Dalam
sebuah laporan mengenai 50 wanita yang menyalahgunakan kokain selama selama
hamil, terjadi 8 kelahiran mati akibat solusio plasenta. Penyalahgunaan kokain
dilaporkan Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun,
hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada
ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%. 15

G. Faktor kebiasaan merokok


Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio
plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini
dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas
dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam
penelitiannyamelaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40%
untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan. 15.16
H. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.1.11.15.17
Adapun pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan
uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.12

2. 4 Patogenesis.
Solusio plasenta diawali oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua
kemudian terpisah , meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke miometrium.
Akibatnya, proses ini pada tahap yang awal memperlihatkan pembentukan hematom
desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta
yang berada didekatnya.1.4.19
Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom
subkhorionik.17

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit


mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu,
serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot
uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu
dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik
akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di
dinding uterus.1.14
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar
melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion,
atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila
ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya
disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat
secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna
biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat
tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi)
uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya
akan terjadi perdarahan post partum yang hebat. 1.14
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat
pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia.
Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang
tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.14

2.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas
pengelompokannya menurut gejala klinis:
A. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak
tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan
adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitam-hitaman. 4.7.14

B. Solusio plasenta sedang


Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi
belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit
perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan
gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-
bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar
didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat. 4.7.14
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan (defance musculaire) dan
sangat nyeri disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karena itu palpasi
bagian-bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan Fundus Uteri lebih tinggi
daripada yang seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah didalam
rahim pada Kategori concealed hemorrhage. Perdarahan pervaginam tampak tidak
sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah
terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal. 4.7.14
2.6 Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Berikut ini adalah komlikasi
pada ibu yang disebabkan oleh plasenta yang terlepas:
A. Syok hemoragik
Syok hemoragik disebabkan oleh pengurangan volume sirkulasi darah
perifer yang absolut dan berlama-lama dan disertai dengan hipoperfusi jaringan.
Telah dinyatakan bahwa syok yang terjadi pada pasien dengan solution plasenta
biasanya dikarenakan kehilangan darah uang menyebabkan hipovolemia yang
berkepanjangan. Hasil akhir dari hipotensi yang berlama-lama adalah asfiksia
pada ibu dan fetus; olehkarena itu, penatalaksanaan sementara adalah menambah
kekurangan volume intravascular secepat mungkin dan membantu perfusi jaringan
yang efektif. Cairan kristaloid harus diberikan sampai darah yang cocok tersedia.
Terapi cairan kristaloid awal, harus diberikan 2-3 kali kali untuk mengatasi
perdarahan. Syok hemoragik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
tertinggi pada ibu dengan solusio plasenta yang berat. Walaupun pada beberapa
pasien dapat meninggal dikarenakan kerusakan pada ginjal dan kelenjar hipofisis,
kematian terbanyak dikarenakan syok hemoragik atau kelebihan volume cairan.4
B. Koagulopati generalisata
Koagulopati generalisata merupakan kelainan pembekuan darah yang
terjadi pada solusio plasenta. Secara klinis menunjukkan gambaran perdarahan
dari membrane mukosa, perdarahan dari vena punksi atau jaringan subkutan,
uterus hemoragik, atau ketidakmampuan menghentikan perdarahan pada waktu
pembedahan. Kelainan pembekuan ini biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia yang terjadi kira-kira 10%. Lama-kelamaan pasien akan jatuh
kedalam DIC. DIC ditemukan pada beberapa kasus solusio plasenta yang
berasosiasi dengan kematian janin atau perdarahan massif. Fenomena yang sering
terjadi dapat berupa consumption coagulopathy yang menyebabkan fibrinolisis
sekunder.4
C. Nekrosis iskemik pada organ jauh.
Kerusakan pada ginjal merupakan komplikasi dari solusio plasenta berat
yang paling sering didokumentasikan, biasanya berupa nekrosis tubular akut,
nekrosis korteks bilateral, atau keduanya. Hal ini dikarenakan suplai darah yang
tidak adekuat dan hipoksia yang disebabkan perdarahan hipovolemik atau
obstruksi sekunder dikarenakan deposit di arteriole yang berasal dari DIC. Dapat
juga berkembang menjadi oliguria bahkan anuria. Kunci utama pencegahan
iskemik pada renal adalah mengurangi kekentalan darah yang hipovolemia dengan
terapi cairan untuk melawan syok hipovolemik. Selain ginjal, organ yang sering
terkena nekrosis adalah hati, kelenjar renal, kelenjar hipofisis.4
D. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini dikarenakan efek dari thrombin (yang diproduksi karena
kerusakan pembuluh darah yang dikarenakan perdarahan desidua dan/atau
inflamasi) dan juga disebabkan enzim proteolitik (matrix metalloproteinase-1).
Peningkatan jumlah thrombin akan memacu penghancuran membrane fetus.
Peningkatan aktivitas enzim matrix metalloproteinase-1 di korioamnion sebelum
matur akan mengganggu integritas membrane dan kemudian memicu terjadinya
ketuban pecah dini.4 Komplikasi pada fetus dan neonatus yaitu angka kematian
pada fetus dan neonatus semakin meningkat sebesar 20%-40%. Tetapi belakangan
ini angka kematian semakin menurun dikarenakan peningkatan kualitas
penanganan neonates dan obstetrikus. Penyebab kematian terbesar adalah anoksia
fetus, exsanguinasi, dan prematuritas. Kebanyakan, hampir 20% solusio plasenta
terjadi pada umur kehamilan 28-32 minggu, dan 20% dari kasus tersebut terjadi
sebelum umur 28 minggu.4
E. Fetal distress
Fetal distress adalah gangguan pada janin dapat terjadi pada masa
antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam
bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin peningkatan tahanan
vaskular pada pembuluh darah janin. Disebut gawat janin bila ditemukan bila
denyut jantung janin diatas 160 / menit atau dibawah 100 / menit, denyut jantung
tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.3
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah keterbatasan pertumbuhan
intrauterine, malformasi sistem saraf pusat, serebral palsy, asfiksia perinatal,
perdarahan intraventrikel, leukomalasia periventrikuler, dan perdarahan
periventrikuler yang ekstensif.4
2.7 Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.
Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan
plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau
dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio
plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh
lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati
yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui
sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.1.4
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta
klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya
pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik
mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai
uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan
syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut
ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.17
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta
antaraain:
A. Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit. Perdarahan pervaginam yang
sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah
segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman. Pergerakan anak mulai
hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat
anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam. Dan juga
ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain yang dapat ditemukan
pada anamnesis.14.18
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pasien tampak gelisah, sering mengerang karena kesakitan, terlihat
pucat, sianosis dan berkeringat dingin. 14.18
2. Palpasi
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
Temuan yang sangat khas pada pemeriksaan fisik yaitu uterus tegang
dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus)
baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan di tempat plasenta
terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus)
tegang. 14.18
3. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya
hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian. 14.18.20
C. Periksaan Dalam
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Jika didapatkan sudah
terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun di luar his. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.18
D. Periksaan Umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok.14.19.20 Hb pasien menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-
match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).3
E. Pemeriksaan plasenta.
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau
darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut
hematoma retroplacenter.10
F. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan daerah terlepasnya plasenta,
janin dan kandung kemih ibu, darah retroplasencta dan tepian plasenta.20.21

Gambar 2.3 Perdarahan retroplasenta yang terbentuk pada solusio plasenta

2.8 Diagnosis Banding


2.9 Tatalaksana
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu:
A. Solusio Plasenta Ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.4
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin
jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas),
maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria,
bilajanin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat
persalinan.2.23
B. Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin
dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan
berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi
darah harus segera diberikan.14 Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke
dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan
dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-
mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang
bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah
mengalami gangguan.1.2.20
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita
umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada
penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.18
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada
penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.18 Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak
berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun
sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria. Apoplexi uteroplacenta (uterus
couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan
tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan. 10.15

2.10 Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau
preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya
solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus
solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut
disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.3.10
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami
kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat
berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang,
keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus,
lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari
2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin.3.10

Anda mungkin juga menyukai