Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Movement disorders atau gangguan gerakan merupakan sekelompok penyakit


sistem saraf pusat dan kondisi neurologis yang mempengaruhi kecepatan, kelancaran,
kualitas, dan kemudahan dalam pergerakan. Kelancaran gerak yang abnormal atau
kecepatan gerak yang abnormal (disebut diskinesia) mungkin melibatkan gerakan yang
berlebihan atau involunter (hiperkinesia) atau gerakan volunter yang melambat
(hipokinesia). Movement disorders meliputi kondisi-kondisi berikut: parkinsonism,
ataksia, distonia, korea, mioklonus, penyakit Parkinson, tik, sindrom Tourettes, tremor,
dan penyakit Wilson. Gangguan gerak sebagian besar terkait dengan gangguan yang
terjadi di ganglia basalis.1
Movement disorders dapat bersifat simtomatis atau sekunder terhadap berbagai
patologis. Gangguan metabolik dapat mempengaruhi sistem ekstra-piramidalis oleh
berbagai mekanisme dan secara klinis dapat bermanifestasi pada gangguan gerak,
diantaranya adalah gagal ginjal. Terdapat hubungan kompleks dan bidirectional antara
gagal ginjal dan movement disorders, dan yang tersering adalah keadaan uremia.2,3
BAB II
PENYAJIAN KASUS

A. Anamnesa
1. Identitas
Nama : Tn. S
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pengacara
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 20 Februari 2017
Tanggal Keluar : 8 April 2017
2. Keluhan Utama
Gemetaran tangan dan kaki
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki, 58 tahun dengan keluhan tangan dan kaki gemetar yang
dirasakan 7 hari setelah masuk rumah sakit. Pasien dirawat di RS dengan
keluhan sesak nafas dan didiagnosa CHF NYHA II, CKD stage V, anemia,
dan hidronefrosis bilateral. Keluhan gemetaran pada kaki dan tangan pasien
dirasakan terus-menerus tanpa disadari oleh pasien, gemetaran juga terjadi
saat pasien tidur/istirahat. Gemetaran digambarkan oleh keluarga pasien
seperti gerakan spontan, cepat, seperti mengejut dan tidak teratur. Gemetaran
semakin lama semakin kuat. Satu minggu beirikutnya pasien mengalami
kejang tiba-tiba saat pasien sedang makan. Kejang digambarkan mulut merot
ke samping dan pasien sadar. Pasien belum pernah kejang sebelumnya.
Pasien juga mengalami susah tidur dan mulai sering lupa serta sering
mengucapkan kata-kata yang sama secara berulang/meracau.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan baru dirasakan pasien saat dirawat di RS, pasien belum pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien pernah dirawat di RS
sebelumnya 4 bulan yang lalu dengan diagnosa gagal ginjal, riwayat HT (+),
DM (-), riwayat penyakit jantung (+).
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat gemetaran pada kaki dan tangan (-), riwayat HT (+).

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Status gizi : Kesan baik
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi napas : 26 x/menit
Suhu : 36,8C
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL
(+/+)
THT : Perbesaran KGB (-), deviasi trakea (-), JVP 5+3 cmH2O
Jantung : Bunyi jantung SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Sonor, suara napas vesikuler (+/+), rh (-/+), wh(-/-)
Abdomen : Bising usus normal, timpani, nyeri ketok CVA (+/+)
Ekstremitas : Akral hangat, CTR < 2 detik, edem

2. Status Neurologis
GCS : E4V5M6
Motorik : 5555/5555,5555/5555
Sensorik : +/+, +/+
Sistem Otonom : Miksi (+), BAB (+)

Refleks Fisiologis :Biseps (+2/+2), Triseps (+2/+2), Patella


(+2/+2), Achilles (+2/+2).
Refleks Patologis :Babinski (-/-), Hoffman-Tromner (-/-),
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+), Brudzunski I,II (-),
Kernigs sign (-), Lasegue sign (-).
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Henoglobin 7,2 g/dl
Leukosit 6.800 /uL
Trombosit 155.000/uL
Hematokrit 20,1%
Eritrosit 2,53 106/uL
Ureum 344,4
Creatinin 8,1

D. Diagnosis
1. Diagnonis klinis: Myoclonus multifocal, asterixis, kejang parsial sederhana
2. Diagnosis topis: Ganglia Basalis
3. Diagnosis etiologi: Movement disorders et causa CKD on HD, Enselofati
uremicum, epilepsi simtomatik
E. Tatalaksana
1. THP 2x2 mg
2. Fenitonin 3x100 mg
3. Asam Folat 2x1
4. Vitamin B12 2x1
F. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidalis atau ganglia basalis meliputi striatum (nukleus
kaudatus dan putamen), globus pallidus interna dan eksterna, nukleus subtalamikus
substansi nigra pars retikulata dan kompakta, dan nukleus ventrikulus talamus. Ganglia
basalis merupakan salah satu bagian dari sirkuit kortikal-subkortikal yang lebih besar,
yang berasal dari seluruh korteks dan berkaitan dengan ganglia basal dan thalamus
(Gambar 1). Sirkuit ganglia basal-talamokortikal tersusun dalam suatu jaras fungsional,
secara garis besar dibagi menjadi sirkuit motorik, asosiatif, dan limbik, yang bekerja
secara independen satu sama lain.4
Sehubungan dengan fungsi dan peran sistem ekstrapiramidal, maka berbagai
neurotransmiter turut berperan. Neurotransmiter tersebut meliputi:5
- Dopamin, bekerja pada jalur nigrostriatal dan pada sistem mesolimbik dan
mesokortikal tertentu
- GABA berperan pada jalur/neuron-neuron striatonigral
- Glutamat, bekerja pada jalur kortikostriatal
- Zat-zat neurotransmiter kolinergik digunakan pada neuron-neuron talamostriatal
- Substansi P dan metenkefalin terdapat pada jalur striopalidal dan strionigral
peptidergik
- Kolesistokinin dapat ditemukan bersama dopamin dalam sistem neuronal yang
sama
Gambar 1. Anatomi Ganglia Basalis6
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada
dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang
otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan
yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan
gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.5
Gerakan otot tubuh dikendalikan oleh korteks motorik, jalur motorik utama
sebagai sistem piramidal berjalan dari korteks motorik ke medulla spinalis. Kemudian
lower motor neuron membawa perintah dari medulla spinalis ke otot untuk melakukan
gerakan. Sistem piramidalis ini bekerja dipengaruhi oleh sistem ekstrapiramidal, dimana
disini termasuk ganglia basalis yang terdiri dari striatum (tersusun atas Putamen dan
Nukleus Kaudatus), globus palidus (internus dan eksternus), dan nukleus subtalamikus.
Sistem ekstrapiramidal menghambat gerakan tergantung pada tonus innervasi dopamine
pada striatum. Gerakan normal ditentukan oleh produksi dopamine yang memadai dari
substansia nigra yang mensarafi striatum. Sinyal gerakan dari korteks motorik dan
kembali ke korteks motorik melewati jalur balik. Keluaran (output) dari sirkuit motorik
keluar lewat globus palidus internus dan substansia nigra pars rentikularis. Selanjutnya
output ini menuju jalur talamo korteks. Ada dua jalur di dalam sistem ekstrapiramidal
yang keluar dari striatum, yaitu jalur langsung (direct) dan jalur tak langsung (indirect).
Jalur direct dari korteks-striatum diteruskan langsung ke globus palidus internus, dan
jalur ini bersifat inhibitorik. Dalam kondisi normal, keluaran dari globus palidus
internus bersifat inhibitorik namun dapat berubah tergantung hasil akhir kekuaan jalur
langsung dengan jalur tak langsung. Alur indirect dari korteks motorik-striatum
melewati globus palidus eksternus dan nukleus subtalamikus baru kemudian ke globus
palidus internus. Jalur ini bersifat eksitatorik.5,7

Neuron di striatum mengandung dua jenis reseptor dopamine, yaitu D1 dan D2.
D1 terletak di jalur direct, sedangkan D2 di jalur indirect. Efek dopamine terhadap jalur
direct lewat reseptor D1 adalah eksitatorik, sedangkan terhadap jalur indirect melewati
jalur D2 adalah inhibitorik.5
Sirkuit motorik kelompok inti-inti ganglia basalis berhubungan satu sama lain
menggunakan neurotransmitter yang berbeda-beda. Striatum menerima saraf aferen:5
- Dari korteks motorik, menggunakan glutamate
- Dari substansia nigra, menggunakan dopamine
- Dari pedikulo pontis, menggunakan asetilkolin
Saraf eferen dari striatum keluar ke jalur direct dan indirect menggunakan GABA
sebagai neurotransmitternya. Saraf eferen dari globus palidus eksternus ke nukleus
subtalamikus menggunakan GABA, selanjutnya dari nukleus subtalamikus menuju
substansia nigra pars Retikularis dari globus palidus internus menggunakan glutamate.
Output dari globus palidus internus atau substansia nigra pars Retikularis menuju ke
thalamus menggunakan GABA dan seterusnya. Thalamus ke korteks motorik dan
seterusnya ke medulla spinalis menggunakan glutamate.57
Gerakan motorik dalam keadaan normal, oleh karena adanya keseimbangan antara
saraf-saraf eksitatorik dengan saraf inhibitorik dan keseimbangan neurotransmitter.
Ketidakseimbangan akan menimbulkan hiperaktifitas dari salah satu terhadap yang lain,
sehingga muncul sindroma atau gejala yang sesuai.5
Gangguan pada ekstrapiramidal dapat menimbulkan gerakan otot involunter, yaitu
gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak
otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan
efek defisit fungsional primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder berupa
gejala positif.8
Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu
menimbulkan dua jenis sindrom yaitu:8
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik: asetilkolin menurun, dopamine meningkat
Tonus otot menurun
Gerak involunter/ireguler
Dapat ditemukan pada: korea, atetosis, distonia, ballismus
2. Sindrom hipokinetik-hipertonik: asetilkolin meningkat, dopamine menurun
Tonus otot meningkat
Gerak spontan/asosiatif menurun
Gerak involunter spontan
Dapat ditemukan pada: parkinson
Gejala negatif dapat berupa:8
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala
ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Gangguan sikap postural
Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan pada
penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak
dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh bila
berputar dan didorong.
Gejala positif dapat berupa:8
1. Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Korea
Distonia
Hemiballismus
2. Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas
secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan
mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau
lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda
cogwheel.

B. Movement Disorder
1. Definisi
Movement disorder atau gangguan gerak merupakan sindrom neurologis
yang menyebabkan adanya kelebihan atau kekurangan gerakan volunter dan
gerakan otomatis, yang tidak berhubungan dengan kelemahan atau spastisitas.
Istilah yang sering digunakan yaitu hyperkinesia (kelebihan gerakan), dyskinesia
(unnatural movements), dan abnormal involuntary movements. Kelemahan gerakan
disebut sebagai hypokinesia (penurunan amplitudo gerakan) dan akinesia
(hilangnya gerakan). Istilah-istilah ini digunakan secara bergantian.9

2. Jenis-jenis gerakan involunter


a. Parkinsonism
Etiologi dan patogenesis
Penyakit progresif ini disebabkan oleh degenerasi neuron di dalam
substansia nigra dan sedikit lebih luas pada globus palidus, putamen, dan
nukleus kaudatus. Degenerasi neuron substansia nigra yang mengirimkan
akson ke korpus striatum mengakibatkan berkurangnya pelepasan
neurotransmiter dopamin di dalam korpus striatum. Hal ini mengakibatkan
hipersensitivitas reseptor dopamin pada neuron-neuron postsinaps di dalam
striatum.10
Selain penyakit parkinson idiopatik suatu kondisi neurodegeneratif , ada
pula parkinsonisme bentuk simtomatik yang disebabkan oleh lesi
struktural/inflamasi susunan saraf pusat, atau oleh pengaruh toksik. Dengan
demikian, parkinsonisme dapat terjadi misalnya pada terapi (neuroleptik,
antiemetik, antagonis kalsium, obat antihipertensi yang mengandung reserpin)
serta pada ensefalitis, lesi iskemik, intoksikasi, dan gangguan metabolik.7
Jika manifestasi parkinsonisme yang khas timbul bersamaan dengan defisit
neurologis lain yang menunjukkan disfungsi struktur saraf pusat lain selain
ganglia basalia, dikatakan terdapat sindrom Parkinson plus. Ada beberapa
sindrom parkinson plus, contohnya parkinsonisme, paralisis bola mata
vertikal, dan kaku kuduk yang jelas membuat trias klinis yang khas pada
sindrom Steele-Richardson-Olszewski, juga dikenal sebagai kelumpuhan
supranuklear progresif. Sebaliknya, disfungsi otonom berat, instbilitas
postural, dan defisit yang melibatkan komponen sistem saraf pusat lain
(misalnya tanda-tanda traktus piramidalis) terlihat pada atrofi multipe sistem.7
Manifestasi Klinis7
Hilangnya aferen dopaminergik pada striatum menyebabkan penurunan
gerakan volunter (akinesia), tonus otot yang terus menerus meningkat dan
tegang (rigiditas), gerakan osilasi pada frekuensi 4-6 Hz saat ekstremitas
pada keadaan istirahat (resting tremor), dan instabilitas postural.
b. Korea
Pada sindrom ini, pasien menunjukan gerakan-gerakan involunter, cepat,
menghentak, ireguler, dan tidak berulang.10
1) Korea Huntington
Etiologi dan patogenesis
Penyakit Huntington adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal
dominan dengan onset tersering pada masa dewasa. Penyakit ini disebabkan
oleh sebuah defek pada gen kromosom 4. Gen ini mengkodekan protein
huntingtin yang fungsinya masih belum diketahui. Kodon GAG yang
mengkodekan glutamin diulangi lebih banyak daripada normal. Penyakit ini
mengenai pria dan wanita dengan frekuensi yang sama.10
Pada penyakit ini, terjadi degenerasi neuron-neuron yang mensekresi
GABA, substansi P dan asetilkolin di jaras inhibisi striatonigra. Degenerasi
ini mengakibatkan neuron-neuron di substansia nigra yang mensekresikan
dopamin menjadi lebih aktif sehingga jaras nigrostriata menginhibisi nukleus
kaudatus dan putamen.10
Manifestasi klinis
Penyakit Huntington secara klinis ditandai oleh gerakan involunter
berdurasi singkat yang mengenai beberapa kelompok otot, yang umumnya
terjadi secara acak (korea atau hiperkinesia koreiformis). Pasien pada
awalnya mencoba untuk menggabungkan gerakan cepat ini dengan perilaku
motorik volunter, sehingga pengamat dapat tidak menyadari bahwa benar-
benar terdapat gerakan involunter dan pasien justru tampak kaku dan gelisah.
Namun, seiring dengan progresivitas penyakit hiperkinesia menjadi semakin
berat dan sulit untuk ditekan. Kedutan pada wajah timbul seperti
menyeringai, dan pasien semakin sulit untuk mengistirahatkan tungkainya,
atau sulit untuk mempertahankan lidah pada posisi protrusi selama lebih dari
beberapa detik (sehingga disebut lidah chameleon atau lidah trombon).
Gangguan ini disertai oleh disartria da disfagia yang semakin memberat.
Gerakan involunter yang mengganggu menjadi semakin jelas dengan stres
emosional dan berhenti hanya pada saat tidur.7 Pada fase lanjut penyakit ini,
hiperkinesia menurun dan menimbulkan rigiditas. Pada beberapa kasus,
peningkatan tonus otot. Kemampuan kognitif pasien juga menurun, yakni
terdapat demensia progresif.4 Pemeriksaan CT scan menunjukkan pembesaran
ventrikulus lateralis yang terjadi akibat degenerasi nukleus kaudatus.10
2) Korea Sydenham
Korea Sydenham adalah penyakit pada anak yang ditandai dengan
gerakan-gerakan involunter yang cepat dan ireguler pada eksremitas, wajah,
dan badan. Kondisi ini diebabkan oleh demam rematik. Struktur antigen
bakteri streptokokus mirip dengan struktur protein di membran neuron striata.
Antibodi penjamu tiddak hanya mengikat antigen bakteri tetapi juga
menyerang membran neuron-neuron ganglia basalis. Hal inimenimbulkan
gerakan-gerakan koreiform, yang bersifat sementara dan sembuh sempurna.10
c. Balismus
Gangguan pergerakan yang jarang ini disebabkan oleh lesi nukleus
subtalamikus. Kerusakan ini menimbulkan gerakan menyentak/melempar
beramplitudo besar pada ekstremitas, yang dimulai dari sendi proksimal. Pada
sebagian besar kasus gangguan ini hanya terjadi satu sisi saja (hemibalismus),
kontralateral terhadap lesi.7
d. Atetosis
Atetosis terdiri dari gerakan-gerakan yang lambat, bergelombang, dan
menggeliat yang hampir selalu mengenai segmen-segmen distal ekstremitas.
Degenasi globus palidus terjadi akibat pemutusan sirkuit yang melibatkan
nuklei basalis dan korteks serebri.10
e. Distonia
Distonia ditandai dengan kontraksi otot involunter berdurasi lama yang
menimbulkan gerakan aneh dan postur ekstremitas yang bengkok. Seperti
jenis gagguan pergerakan lain yang disebabkan oleh lesi ganglia basalis,
distonia memburuk dengan konsentrasi mental atau stres emosional dan
membaik saat tidur. Pada interval ketika distonia tidak timbul, tonus otot pada
gerakan pasif ekstremitas yang terkena cenderung menurun.7
Pada beberapa variasi distonia, distonia yang terbatas pada satu
kelompok otot disebut distonia fokal. Contohnya meliputi blefarospasme,
penutupan mata involunter secara paksa akibat kontraksi muskulus
orbikularis okuli, da tortikolis spasmodik, yaitu leher terputar distonik.
Distonia generalisata, yang terdiri dari berbagai tipe, mengenai semua
kelompok otot tubuh dengan derajat yang bervariasi. Pasien yang mengalami
distonia generalisata paling sering terganggu oleh disartria dan disfagia yang
berat yang biasanya membentuk bagian dari sindroma: pasien bicara seperti
terburu-buru dan sulit dimengerti.7
Penyebab tepat abnormalitas fungsional pada ganglia basalia yang
menyebabkan distonia saat ini masih belum dipahami.7
f. Tics
Tics adalah gerakan involunter yang sifatnya berulang, cepat, singkat,
stereotipik, kompulsif, dan tak berirama, dapat merupakan bagian dari
kepribadian normal.11
Jenis-jenis tics meliputi:
1) Tics sederhana, misalnya kedipan mata dan tics fasialis. Biasanya dijumpai
pada anak yang cemas atau pada umur yang lebih tua dan dapat hilang
secara spontan.
2) Tics konvulsif atau tics herediter multipleks (sindrom Gilles de la
Tourette). Dijumpai pada anak dengan tics sederhana yang kemudian
berkembang menjadi multipleks. Penderita biasanya mengalami hambatan
dalam pergaulan.
g. Tremor
Tremor adalah suatu gerakan osilasi ritmik, agak teratur, berpangkal pada
pusat gerakan tetap dan biasanya dalam suatu bidang tertentu. Tremor
meliputi tremor fisiologik dan patologik. Tremor patologik meliputi
resting/static tremor, ataxic/intenttion tremor, dan postural/action tremor.11
1) Tremor fisiologik
Tremor pada jari-jari, tangan, dan kaki yang timbul pada waktu
seseorang yang mengalami stres.
2) Resting/static tremor
Ditemukan pada sindrom parkinson, dengan frekuensi 6-10 kali perdetik,
mengenai sendi pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangeal. Tremor ini
timbul pada waktu anggota gerak dalam keadaan istirahat. Dilengkapi dengan
gerakan oposisi telunjuk dan ibu jari secara ritmik, diebut pill rolling.
3) Ataxic/ intention tremor
Tremor ini timbul pada saat melakukan gerakan dan tremor akan terjadi
secara maksimal pada saat gerakan tangan mendekati sasaran. Tremor jenis
ini merupakan akibat gangguan serebelum.
4) Postural/action tremor
Tremor ini timbul pada waktu anggota gerak melakukan gerakan dan
kemudian dipertahankan dalam posisi tertentu.

Gambar 3. Tremor12
h. Mioklonus11
Mioklonus adalah kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak
disadari dan bersifat mendadak, mengakibatkan gerakan yang dapat dilihat
pada tempat/sendi yang bersangkutan.
Gerakan otot ini biasanya tidak berirama, tidak sinkron, multipleks,
spontan, atau dengan rangsang sensorik, dan kadang-kadang dapat bersifat
lokal atau ritmik.
Gerakan abnormal mioklonus timbul akibat lesi atau kelainan pada SSP
oleh karena gangguan metabolik, lesi fokal atau gangguan struktur SSP, dan
familial.

Gambar 4. Tanda klinis dari gerakan involunter12


BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki, 58 tahun dengan keluhan tangan dan kaki gemetar yang dirasakan
7 hari setelah masuk rumah sakit. Pasien dirawat di RS dengan keluhan sesak nafas dan
didiagnosa CHF NYHA II, CKD stage V, anemia, dan hidronefrosis bilateral. Keluhan
gemetaran pada kaki dan tangan pasien dirasakan terus-menerus tanpa disadari oleh
pasien, gemetaran juga terjadi saat pasien tidur/istirahat. Gemetaran digambarkan oleh
keluarga pasien seperti gerakan spontan, cepat, seperti mengejut dan tidak teratur.
Gemetaran semakin lama semakin kuat. Satu minggu berikutnya pasien mengalami
kejang tiba-tiba saat pasien sedang makan. Kejang digambarkan mulut merot ke
samping dan pasien sadar. Pasien belum pernah kejang sebelumnya. Pasien juga
mengalami susah tidur dan mulai sering lupa serta sering mengucapkan kata-kata yang
sama secara berulang/meracau. Keluhan baru dirasakan pasien saat dirawat di RS,
pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien pernah dirawat
di RS sebelumnya 4 bulan yang lalu dengan diagnosa gagal ginjal, riwayat HT (+), DM
(-), riwayat penyakit jantung (+).
Komplikasi neurologis dari gagal ginjal, diantaranya dapat terjadi enselofati
uremikum dan movement disorders seperti yang terjadi pada pasien kasus ini. Terdapat
hubungan kompleks dan bidirectional antara gagal ginjal dan movement disorders, dan
yang tersering adalah keadaan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinis dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal, dimana
terjadi retensi sisa pembuangan metabolisme protein, yang ditandai dengan
peningkatan kadar ureum diatas 50 mg/dl. Uremia lebih sering terjadi pada Gagal Ginjal
Kronis (GGK), tetapi dapat juga terjadi pada Gagal Ginjal Akut (GGA) jika penurunan
fungsi ginjal terjadi secara cepat. Enselofati uremicum adalah ganngguan otak organik
yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Pada kasus ini pasien
merupakan penderita gagal ginjal dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
dengan kadar ureum yang tinggi (344,4) yang menunjukkan keadaan uremia.13,14
Patofisiologi enselofati uremicum sangat kompleks dan sulit untuk dimengerti.
Akumulasi metabolit, gangguan hormonal, gangguan metabolisme intermediet dan tidak
seimbangnya neurotransmiter eksitatori dan inhibitori diidentifikasi sebagai faktor-
faktor yang berkontribusi. Gagal ginjal mengakibatkan akumulasi sejumlah substansi
organik yang kemungkinan bertindak sebagai neurotoksin uremikum, tetapi tidak
terdapat satupun metabolit tunggal yang semata-mata menjadi penyebab uremia. Gejala
biasanya berkurang oleh dialisis atau transplantasi ginjal. Akumulasi komponen gunidin
dapat berkontribusi pada manifestasi enselofati uremikum, meliputi kejang (epilepsi
simptomatik) dan gangguan kognitif. Komponen tersebut meliputo guanidin, asam
guadinosuksinat, metilguanidin, kreatinin ditemukan tinggi kadarnya dalam serum,
CSF, dan otak pada pasien uremia. Beberapa penelitian invitro dan penelitian hewan
menunjukkan bahwa komponen-komponen tersebut memiliki efek eksitatori,
kemungkinan melalui aktivasi reseptor NMDA dan inhibisi dari transmisi GABA.
Abnormalitas pada pompa ionik juga berkontribusi. Peningkatan horomon paratiroid
pada gagal ginjal dan menyebabkan abnormalitas metabolisme kalsium-fosfat pada
uremia. Peningkatan kalsium di otak dapat menyebabkan abnormalitas neurotransmisi.15
Movement disorders pada pasien gagal ginjal dapat terjadi akibat enselofati
uremikum (Gambar 5). Asterixis dan myoclonus multifocal merupakan karateristik
pergerakan abnormal yang dominan pada keadaan uremia. Asterixis atau flapping
tremor merupakan gerak involunter, kegagalan berulang untuk mempertahankan posisi
tertentu dan dapat dimunculkan dengan meminta pasien untuk mempertahankan lengan
pasien yang diluruskan ke depan, dengan siku atau pergelang tangan ekstensi dan jari-
jari yang terbuka. Pada beberapa detik kemudian, fleksi-ekstensi (flapping) jari-jari pada
sendi metacarpophalangeal dan fleksi-ekstensi pergelangan tangan muncul dengan
interval iregular. Pergerakan ini cepat dan tidak berirama, tetapi jika dalam keadaan
gross lapses of posture, gerakan ini akan sulit dibedakan dari tremor postural. Selain
itu, fenomena yang sama dapat terjadi pada tungkai bawah.3
Myoclonus sering terjadi pada pasien uremia dan terdiri dari gerakan tiba-tiba,
jerk, kontraksi seperti terkejut (shock-like contraction), tidak berirama, dan asimetris.
Myoclonus secara klasik bermanifestasi sebagai myoclonus multifokal dan umumnya
merupakan tanda gangguan metabolik berat. Pada pasien uremia, asterixis dan
myoclonus dapat terjadi pada waktu yang bersamaan dan otot-otot menjadi intens
berfasikulasi, sehingga dikenal sebagai uremic twitching.16,17 Pada kasus ini pasien
Tn. S keluhan gemetaran terlihat seperti gerakan spontan, cepat, seperti mengejut dan
tidak teratur.
Movement disorders pada pasien uremia biasanya muncul berhubungan dengan
terganggunya kesadaran dan hanya setelah gejala-gejala seperti fatigue, apatis, dan
hilangnya konsentrasi terjadi. Manifestasi neurologis lain meliputi gangguan memori,
tidur, emosi dan gait unsteadiness. Gangguan lain yang dapat terjadi seperti gangguan
persepsi dan ilusi dapat terjadi dan dapat berlanjut ke halusinasi visual dan agitasi. Pada
kasus ini pasien menunjukkan gejala apatis, mudah hilang konsentrasi, gangguan
memori: pasien menjadi sering lupa dengan kejadian-kejadian yang baru berlangsung,
gangguan tidur, gangguan emosi: pasien menjadi mudah marah dengan hal-hal kecil,
dan terkadang suka berbicara sendiri dan berhalusinasi visual.16
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Tn. S, 58 tahun dengan keluhan tangan dan kaki gemetar didiagnosa Movement
disorder ec. CKD on HD Enselofati uremicum, epilepsi simtomatik dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Swierzewski SJ. Movement Disorders. September 2014. Diunduh dari:


http://www.healthcommunities.com/movement-disorders/overview-of-
movement-disorders.shtml, 13 April 2017.
2. Alarcon F, Gimenez-Roldan S. Systemic diseases that cause movement
disorders. Parkinsonism and Related Disorders. 2005;11:118.
3. Poewe W, Jankovic J. Movement disorders in neurologic and systemic disease.
Cambridge: Cambridge University Press; 2014.
4. Aninitha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi, Buku 1. Departemen Neurologi
FK UI; 2017.
5. Supadmadi. Penyakit Parkinson. Dalam: Departemen Saraf RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta. Pengenalan dan penatalaksanaan kasus-kasus neurologi.
Jakarta: Penerbit Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto, 2008, h. 73-8.
6. Jones HR, Srinivasan J, Allam G, Baker R. Netters Neurology. 2nd Edition.
US: Saunders; 2011.
7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi ke-4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012, h. 292-308.
8. Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat, 2013.
9. Fahn S, Jankovic J, Hallett M. Principles and Practice of Movement Disorders.
2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2011.
10. Snell RS. Neuroanaomi klinik Ed 5. Jakarta; EGC: 2006. h. 350-360.
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku Ajar Neurologi Klinis.
Yogyakarta; UGM: 2008. h. 219-243
12. Ondo WG.,Young R. Gait and Movement Disorder. American Academy of
Neurology. 2013.
13. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2012.
14. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC;
2010.
15. Brouns R, Deyn PPD. Neurological complications in renal failure: a review.
Clinical Neurology and Neurosurgery. 2004: 107; 116.
16. Aminoff MJ. In: Raskin NH, editor. Neurology and general medicine.
Philadelphia: Churchill Livingstone; 1995. p. 30319.
17. Burn DJ, Bates D. Neurology and the kidney. J Neurol Neurosurg-Psychiatry
1998;65(6):81021.

Anda mungkin juga menyukai