Anda di halaman 1dari 21

Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Nama : Tn. SH Ruang : ICU


ANAMNESIS Umur : 64 Tahun Kelas : 4
1. IDENTITAS
Nama : Tn. SH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 64 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pakis Arum RT 02/01 Bruno Purworejo
Status : Menikah
Masuk RS : 27 Januari 2016

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Lemas
Keluhan Tambahan : Mual, pusing dan mual.
Riwayat Penyakit Sekarang :
4HSMRS :
Pasien mengeluh lemas, demam, muntah >5x dalam sehari, nafsu makan menurun, BAK
sedikit berwarna seperti teh. BAB normal, sesak napas (-), nyeri perut (-).
HMRS :
Pasien mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Pasien tidak BAK 1hari. Kulit hingga
mata pasien menjadi kuning sejak satu hari sebelumnya. Pasien masih mengeluh lemas,
nyeri pada betis. Pasien mulai tidak nyambung diajak bicara. Sampai pasien tidak sadar.
Lalu pasien dibawa ke RS.
Tidak di dapatkan nyeri perut, BAB berwarna kuning (-).
Hari ke-3 perawatan:
Pasien mengatakan sesak napas dan lemas, BAK pasien sedikit. Pasien tampak pucat. Lalu
dilakukan cuci darah dan transfusi darah. Kesadaran pasien mulai stabil dan baik.
Hari ke-5 perawatan:
Dari hasil laboratoriun pasien didapatkan IgM leptospira positif. Pasien lalu dipindahkan
ke ICU. Pasien masih mengeluh lemas, mual, muntah serta pegal-pegal. Nafsu makan
menurun. BAK sedikit. Kulit hingga mata pasien kuning.

Anestesi | 1
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya, riwayat diabetes mellitus (-)
hipertensi (-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa dikeluarga (-) Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), Asma
(-), alergi (-).

Riwayat Personal Sosial


Pasien adalah seorang petani yang kesehariannya bekerja di ladang dan perternakan.
Lingkungan sekitar kurang terawat. Terdapat banyak rawa-rawa maupun tanah tak terurus.
Disekitar peternakan banyak hidup tikus.
Di daerah sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang sakit dengan gejala serupa.

Anamnesis Sistem
Sistem Saraf Pusat : Demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran (+).
Sistem Kardiovaskular : Nyeri dada (-) palpitasi (-).
Sistem Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-).
Sistem Gastrointestinal : BABcair(-), lendir(-), darah(-), mual(+), muntah(+),
kembung(-).
Sistem Urogenital : BAK sedikit.
Sistem Musculoskeletal : Kaku (-), Nyeri otot (+)
Sistem Integumentum : Kulit kering (-), kulit tampak kuning (+).

PEMERIKSAAN Nama : Tn. SH Ruang : ICU


JASMANI Umur : 64 Tahun Kelas : 4
PEMERIKSAAN UMUM
Status Generalisata
Kesan umum : Lemah, afebris
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI : 22,89

Vital Sign
Anestesi | 2
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Tekanan Darah : 116/80 mmHg


Heart rate : 73 x/menit, cukup, kuat, regular
Suhu badan : 36,4
Pernafasan : 23 x/menit

Pemeriksaan Kepala
Mata : Sklera ikterik (+/+), konjuntiva anemis (+/+), pupil isokor 3mm/3mm
Telinga : Simetris, discharge (-), nyeri tekan (-)
Hidung : Deformitas (-), discharge (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (+), lidah kotor (-)
Faring : Hiperemis (-),
Leher : pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.

Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Palpasi : Tidak ada ketinggalan gerak dada
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, Rhonki -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba SIC 5 midclavivula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Benjolan (-), sikatrik (-)
Auskultasi : Peristaltik / BU (+) normal
Perkusi : Timpani di 4 kuadran
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit kembali dengan cepat, hepar dan
lien tidak teraba
Pemeriksaan Ekstremitas
Eksremitas atas : Edema (-) akral hangat (+) kelemahan otot (-) tremor (-) CRT<2detik.
Eksremitas bawah : Edema (+) akral hangat (+) kelemahan otot (-) tremor (-) CRT<2detik.

Organ genital

Anestesi | 3
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Tidak ada keluhan, ON DC urine jernih berwarna seperti teh, oliguria.


Sistem integumentum
Kulit tampak kuning di seluruh tubuh.

RINGKASAN ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


- Seorang laki-laki, 64 tahun datang dengan penurunan kesadaran.
- Kesadaran pasien membaik, kini sudah composmentis.
- Pasien mengeluh mual, muntah dan pegal-pegal. BAK sedikit berwarna seperti teh.
Nafsu makan menurun serta seluruh tubuh berwarna kuning.
- Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah. Tanda vital: TD 116/80 mmHg,
Nadi 73x/menit, Suhu 36,4C, pernafasan 23x/menit.

DIAGNOSIS & Nama : Tn. SH Ruang : ICU


RENCANA TERAPI Umur : 64 Tahun Kelas : 4
RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan DRO
Pemeriksaan seroimunologis Leptospira
HASIL PEMERIKSAAN
Hasil
Hematologi Satuan Nilai Normal
27.01.16 29.01.16 31.01.16 01.02.16
Hb 4,8 5,8 6,3 9,5 g/dL 13,2 17,3
AL 24,6 21,8 9,5 7,3 *103/uL 3,8 10,5
HCT 16 18 18 28 % 40 52
Eritrosit 1,5 1,9 2,1 3,2 *106/uL 4,40 5,90
AT 168 156 113 113 *103/uL 150 400
MCV 105 95 93 88 fL 80 100
MCH 32 31 30 30 Pg 26 34
MCHC 30 33 33 34 g/dL 32 36
Diff. Count
Netrofil 68,00 59,20 71,30 86,10 % 50 70
Limfosit 18,80 27,10 14,30 6,10 % 25 40
Monosit 12,40 12,30 10,60 7,00 % 28
Eosinofil 0,40 0,30 3,60 0,70 % 2.00 4.00
Basofil 0,40 1,10 0,20 0,10 % 01
HbsAg - Negative
GDS 162 mg/dL 70-120
Ureum 367,6 266,0 413,0 190,8 mg/dL 10-50
Creatinin 11,44 7,45 13,96 7,49 mg/dL 0,60 1,10
SGOT 169 128 29 U/L 0 50
SGPT 72 76 25 U/L 0 50
Kalium 4,86 1,9 2,1 4,85 mmol/L 3,5 5,3
Anestesi | 4
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Natrium 134,7 156 113 136,8 mmol/L 135,0 148,0


Chlorida 97,8 95 93 98,9 mmol/L 98.0 107,0
Gol. darah O
Bil total 6,49 mg/dL 0,1 1,0
Bil direk 4,14 mg/dL 0 0,4
Bil indirek 2,38
Sero imunologi
IgM Leptospira + lemah Negatif

DIAGNOSIS
o Leptospira
o Renal failure acute on chronic
o Anemia

Status pasien :
S : Lemas, mual, muntah, nafsu makan menurun, pegal-pegal.
O:
B1 : Clear, spontan, RR : 23 x/menit, nasal canul O2 2liter/menit
B2 : T : 116/80 mmHg, N : 73 x/menit, t : 36,4, akral hangat
B3 : GCS 15, E4V5M6
B4 : On DC Urine : 300cc (cairan masuk 2100cc) urine jernih warna seperti teh.
B5 : Supel, BU + Normal
B6 : edema pada ekstermitas bawah

Diagnosa : Problem pada pasien :


Leptospirosis Penurunan kesadaran
Anemia Gagal ginjal
Renal Failure Hepatitis
Hepatitis Oliguria
Leukositosis
Terapi :

NaCl 0,9%
30*65 = 1650cc/24 jam
Minum cukup

Inj. Ceftriaxon 2x500mg

Anestesi | 5
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Inj. Lasik 4x1Amp

Inj. Omeprazol 2x1

Asam Folat 3x1tab

Urhadex 2x1tab

Anestesi | 6
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

LEPTOSPIROSIS
A. PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh biasanya


disebabkan oleh Leptospira interrogans serovar icterohaemorrhagiae tetapi dapat disebabkan
oleh serovar-serovar lain. Spektrum penyakit yang disebabkan oleh leptospira sangat luas,
mulai dari infeksi subklinis hingga sindrom infeksi multiorgan yang berat dengan tingkat
kematian yang tinggi. Sindrom ikterik leptospirosis dengan gagal ginjal, pertama kali
dilaporkan lebih dari 100 tahun yang lalu oleh Adolf Weil di Heidelberg. (1)
Penyakit ini umumnya menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja
tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan dan militer. Ancaman ini berlaku pula bagi
mereka yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau di sungai seperti berenang.(2)
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis adalah
kondisi selokan buruk, keberadaan sampah dalam rumah, keberadaan tikus didalam dan
sekitar rumah, kebiasaan tidak memakai alas kaki, kebiasaan mandi/mencuci di sungai,
pekerjaan berisiko dan tidak ada penyuluhan tentang leptospirosis.(4)
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika,
namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan
seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmot, atau binatang-binatang pengerat lainnya
seperti tupai, musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Penyakit ini bersifat musiman, di
daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur
karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira,
sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.(5)
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia,
Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Lampung,, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. (5)
B. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, flekibel,
panjangnya 5 15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um.(2, 5)
Leptospira dibagi menjadi dua spesies, L. interrogans, yang merupakan strain
patogen, dan L. biflexa strain saprofit yang dapat diisolasi dari lingkungan. Karakteristik L.
Anestesi | 7
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

biflexa yang berbeda dari L. interrogans yaitu pertumbuhan pada suhu 13 C, dapat tumbuh di
medium yang mengandung 8-azaguanine (225 mg/ml), dan ketidakmampuan L. biflexa untuk
tumbuh dalam 1 M NaCl.(2)

Hasil scan mikrograf elektron dari L. interrogans serovar icterohaemorrhagiae strain RGA pada membran filter
0,2 mm.(2)

C. PATOGENESIS
Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh pejamu melalui abrasi pada kulit, kulit basah
dan terendam air, membran mukosa yang intak atau konjungtiva, paru-paru (jika menghirup
cairan tubuh dalam bentuk aerosol), atau melalui plasenta selama kehamilan. Organisme
virulen dalam tubuh pejamu yang rentan mendapatkan akses cepat ke aliran darah melalui
limfatik, mengakibatkan terjadinya leptospiremia, yang kemudian dapat menyebar ke seluruh
organ. Masa inkubasi biasanya 5-14 hari, tetapi dapat lebih dari 72 jam hingga berbulan-bulan
lamanya.(7)
Setelah infeksi, leptospira muncul dalam darah dan menyerang hampir semua
jaringan dan organ. Oleh respon imun, leptospira dibersihkan dari tubuh. Namun, sebagian
leptospira dapat menetap di tubulus ginjal dan dapat ditemukan dalam urin selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan. (3)
Selama infeksi akut, leptospira berkembang biak di endotelium pembuluh darah,
yang mengakibatkan kerusakan vaskular dan vaskulitis. Manifestasi klinis utama dari
penyakit ini diyakini sebagai akibat sekunder dari mekanisme ini, yang dapat mempengaruhi
hampir semua sistem organ: (7)
Di ginjal, nefritis interstisial, nekrosis tubular, gangguan permeabilitas kapiler, serta
hipovolemia, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Keterlibatan hati ditandai dengan nekrosis centrilobular dan proliferasi sel Kupffer,
dengan disfungsi hepatoseluler.

Anestesi | 8
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Keterlibatan paru disebabkan kerusakan vaskular interstisial dan alveolar yang dapat
mengakibatkan perdarahan. Komplikasi ini dianggap sebagai penyebab utama
kematian pada leptospirosis.
Kulit dipengaruhi oleh kerusakan epitel vaskular.
Keterlibatan otot rangka adalah sekunder untuk edema, vakuolisasi myofibril, dan
kerusakan pembuluh darah.
Kerusakan pada sistem pembuluh darah secara keseluruhan dapat menyebabkan
kebocoran kapiler, hipovolemia, dan syok. Banyak pasien dengan leptospirosis dapat
mengalami Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Hemolytic Uremic
Syndrome , Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), dan vaskulitis.
Trombositopenia menunjukkan perjalanan penyakit cukup parah dan harus diawasi
adanya tanda-tanda perdarahan
Manusia bereaksi terhadap infeksi leptospira dengan memproduksi antibodi khusus
anti-Leptospira. Serokonversi mungkin terjadi 5-7 hari setelah onset penyakit namun kadang-
kadang dapat lebih dari 10 hari. Antibodi IgM biasanya muncul lebih awal dari antibodi IgG,
dan umumnya tetap terdeteksi selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun pada titer
rendah.(3)
Diyakini bahwa antibodi spesifik serovar dapat melindungi pasien terhadap reinfeksi
dengan serovar yang sama, jika titer dari antibodi spesifik tersebut cukup tinggi. Tetapi
antibodi yang dipicu oleh infeksi serovar tertentu tidak dapat melindungi tubuh dari infeksi
serovar lainnya.(3)
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinis
yang sering muncul pada leptospirosis yaitu demam, menggigil, sakit kepala, meningismus,
anoreksia, mialgia, conjunctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, ruam kulit, dan fotofobi. (5)
Pada awal penyakit, dapat ditemukan peteki pada kulit. Kemudian pada tingkat
penyakit yang lebih berat, dapat terjadi ikterus dan purpura. Dapat pula ditemukan
conjunctival suffusion yang ditandai dengan kemerahan pada konjungtiva yang menyerupai
konjungtivitis. Ini merupakan respon inflamasi terhadap organisme yang masih tersisa di
humor aqueous.(7)
Nyeri tekan otot dapat terjadi bersamaan dengan myositis pada awal infeksi. Ini akan
sangat menonjol dalam otot paraspinal dan betis, tetapi dapat melibatkan otot apapun. Pada

Anestesi | 9
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

pemeriksaan neurologis dapat ditemukan tanda-tanda meningitis, termasuk kaku leher,


rigiditas tubuh, dan fotofobia. Pada awal penyakit, kekakuan pada leher otot sebenarnya dapat
menunjukkan gejala awal meningismus.(7)
Pada awal perjalanan penyakit hasil pemeriksaan paru masih dalam batas normal.
Insiden keterlibatan paru terdapat hingga 70%. Pada tingkat penyakit yang berat, dapat
ditemukan tanda-tanda konsolidasi akibat perdarahan alveolar, dengan manifestasi utama
adalah dyspnea dan hemoptisis. Di beberapa negara keterlibatan paru menjadi penyebab
utama kematian terkait leptospirosis.(7)
Penderita leptospirosis dapat mengalami gangguan ginjal mulai dari yang ringan
sampai terjadinya gagal ginjal. Ini berdasarkan nilai uji kreatinin, kerusakan ginjal dinilai
dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) sebagai indikator. Dari 22 orang sampel, didapatkan
LFG normal sebanyak 2 orang (6,25%), kelompok dengan kerusakan ginjal dengan LFG
ringan sebanyak 6 orang (18,75%), penurunan LFG yang sedang sebanyak10 orang (31,25%)
sama jumlahnya dengan kelompok penurunan LFG berat, dan kelompok yang mengalami
gagal ginjal sebanyak 4 orang (12,50%).(8)
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas, yaitu fase leptospiremia dan
fase imun.(5)
1. Fase leptospiremia : Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di
frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai
nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai
menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada
sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran.
2. Fase imun : Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam
yang mencapai 40 C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan
berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Conjunctiva
injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomonis untuk
leptospirosis.

E. DIAGNOSIS
Diagnosa leptospirosis berdasarkan WHO Guidelines, yaitu kriteria Faine dengan
melihat manifestasi klinis yang ada, serta faktor epidemologi dan data laboratorium. Diagnosa

Anestesi | 10
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

dapat ditegakkan jika skor A+B = 26 atau lebih; atau A+B+C = 25 atau lebih. Skor 20-25
yaitu ragu-ragu, belum dapat dikonfirmasikan sebagai leptosIIIIILLpirosis(9)

Temuan pemeriksaan fisik tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan waktu
timbulnya gejala. Pada awal penyakit, sering ditemukan demam hingga 40C dan takikardi.
Hipotensi, oliguria, dan auskultasi dada yang abnormal dapat menunjukkan tingkat penyakit
yang berat. Demam biasanya dapat reda dalam waktu 7 hari.(7)
Leptospirosis dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium secara langsung,
maupun tidak langsung. Secara langsung, dilakukan isolasi dari agen kausatif dan identifikasi
antigen Leptospira spp. dalam jaringan dan cairan tubuh dengan menggunakan kultur,
imunofloresens, maupun Polymerase Chain Reaction (PCR). Secara tidak langsung yaitu
dengan mendeteksi antibodi spesifik dalam serum, misalnya tes enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Metode ini tidak dapat mengidentifikasi serovar tertentu
yang menjadi penyebab leptospirosis. Imunofloresens indirek, yaitu Microscopic
Agglutination Test (MAT) merupakan metode yang tepat untuk mengetahui serovar leptospira
yang menginfeksi.(6)
Diagnosis pasti leptospirosis berdasarkan pada isolasi organisme dari pasien atau
adanya peningkatan titer antibodi dalam tes aglutinasi mikroskopik (Microscopic
Agglutination Test, MAT). Dalam kasus dengan bukti klinis yang kuat, titer antibodi 1:200-
1:800 (tergantung apakah kasus tersebut terjadi di daerah endemik rendah atau tinggi) dapat
Anestesi | 11
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

menunjukkan positif leptospirosis. Kenaikan titer empat kali lipat atau lebih dapat terdeteksi
dalam serum pada fase akut. Respon antibodi dapat dipengaruhi oleh pengobatan yang
dimulai secara dini. Prosedur serologis standar yaitu MAT, yang menggunakan strain
leptospiral hidup, dan ELISA. Tes ini biasanya hanya tersedia dalam laboratorium khusus
dan digunakan untuk penentuan titer antibodi dan untuk identifikasi tentatif dari serogrup
tertentu. (10)
Selain MAT dan ELISA, tes cepat (rapid test) dengan berbagai nilai diagnostik telah
dikembangkan. Rapid test ini terutama menggunakan aglutinasi (lateks) atau metodologi
ELISA, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang wajar.
Leptospira dapat diisolasi dari darah dan / atau cairan serebrospinal selama sakit 10
hari pertama dan dari urin sejak minggu pertama. Kultur menjadi positif setelah 2-4 minggu,
dengan kisaran 1 minggu sampai 6 bulan. Kadang-kadang kultur urin tetap positif selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah dimulainya penyakit. Untuk isolasi leptospira dari
cairan tubuh atau jaringan, digunakan media Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris
(EMJH), medium Fletcher, atau medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium
untuk kultur, karena leptospira dapat tetap hidup dalam darah dengan antikoagulasi (heparin,
EDTA, atau sitrat) hingga 11 hari pada suhu kamar. Isolasi leptospira penting karena
merupakan metode satu-satunya untuk mengidentifikasi serovar yang menginfeksi.
Pemeriksaan bidang-gelap dari darah atau urin sering mengakibatkan misdiagnosis sehingga
tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik.(10)

F. PENATALAKSANAAN
Beberapa penelitian mengenai penggunaan antibiotik untuk pengobatan leptospirosis
menunjukkan bahwa penisilin dan doksisiklin dapat menjadi agen berguna. Pengobatan harus
dimulai sedini mungkin, walaupun pengobatan dimulai setelah 4 hari pertama sakit masih
efektif. Dalam kasus ringan, pengobatan oral dengan tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin, atau
amoksisilin harus dipertimbangkan. Untuk kasus leptospirosis yang parah, pemberian
intravena penisilin G, amoksisilin, ampisilin, atau eritromisin dianjurkan. Sebuah studi
menunjukkan tidak menemukan perbedaan efikasi yang signifikan antara ceftriaxone dan
penisilin untuk pengobatan leptospirosis berat, dalam hal komplikasi atau tingkat kematian.
Studi lain membandingkan sefotaksim parenteral, penisilin G, dan doksisiklin untuk
pengobatan leptospirosis berat. Di antara 264 pasien dengan leptospirosis, telah dikonfirmasi
oleh pengujian serologis atau kultur, tingkat mortalitas adalah 5%. Tidak ada perbedaan yang

Anestesi | 12
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

signifikan antara antibiotik berkaitan dengan tingkat kematian, penurunan suhu badan hingga
suhu normal, atau waktu untuk mencapai hasil laboratorium kembali normal. Dengan
demikian doksisiklin, cefotaxime, ceftriaxone adalah alternatif yang memuaskan terhadap
penisilin G untuk pengobatan leptospirosis berat.(10)
Ada beberapa tindakan pencegahan yang efektif untuk leptospirosis. Saat ini, tidak
ada vaksin manusia tersedia terhadap leptospirosis. Leptospirosis manusia dapat dikontrol
dengan mengurangi prevalensi pada hewan liar dan domestik. Meskipun sedikit yang bisa
dilakukan pada hewan liar, leptospirosis pada hewan domestik dapat dikendalikan melalui
vaksinasi dengan sel utuh inaktif atau persiapan membran luar.(10)
Dalam sebuah studi, penggunaan Doxycycline (200mg oral per minggu) dapat
digunakan untuk kemoprofilaksis, terutama bagi orang-orang orang-orang yang melakukan
perjalanan di daerah beresiko tinggi leptospirosis. Selain itu, orang-orang yang melakukan
perjalanan di daerah endemis leptospirosis-harus diberitahu bahwa mandi mungkin berbahaya
di daerah yang mungkin terinfeksi tikus.(11, 12)
Beberapa wabah telah dikaitkan dengan minum air yang terkontaminasi, sehingga
pemurnian air harus dilakukan. Pencegahan dan tindakan pengendalian harus difokuskan
pada sumber infeksi. Kontrol vektor rodent sebaiknya melalui penggunaan rodentisida dan
peningkatan higienis dapat mengurangi risiko penularan leptospirosis. Kebersihan Kerja
(dalam selokan, petani, dan kelompok risiko tinggi lainnya) yang mencakup penggunaan
sepatu tahan air dan sarung tangan sangat penting untuk mencegah leptospirosis pada
manusia. Kelompok-kelompok kerja serta wisatawan petualangan juga harus diberitahu
bahwa lecet kulit harus dilindungi karena dapat menjadi portal masuk untuk infeksi. Cara lain
yang sangat penting untuk pencegahan penyakit adalah sistem drainase yang tepat sehingga
dapat tehindar dari sanitasi yang buruk. Tindak pencegahan sangat penting, terutama di
negara-negara berkembang.(11)

Anestesi | 13
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

G. KEGAWATAN DAN KOMPLIKASI


1. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguria atau poliuria dapat timbul 4-10 hari
setelah gejala leptospirosis terlihat.3 Terjadinya gagal ginjal akut pada penderita
leptospirosis melalui 3 mekanisme:1
a. Invasi/ nefrotoksik langsung dari leptospira Invasi leptospira menyebabkan
kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek langsung dari migrasi leptospira
yang menyebar hematogen menuju kapiler peritubuler kemudian menuju jaringan
interstitium, tubulus, dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah
hanya efek migrasi atau efek endotoksin leptospira.
b. Reaksi imunologi Reaksi imunologi berlangsung cepat, adanya kompleks imun
dalam sirkulasi dan endapan komplemen dan adanya electron dence bodies dalam
glomerulus, membuktikan adanya proses immune-complex glomerulonephritis dan
terjadi tubulo interstitial nefritis.
c. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain iskemia ginjal
Hipovolemia dan hipotensi sebagai akibat adanya:
Intake cairan yang kurang
Meningkatnya evaporasi oleh karena demam
Anestesi | 14
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

Pelepasan kinin, histamin, serotonin, prostaglandin, semua ini akan


menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran
albumin dan cairan intravaskuler.
Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel menyebabkan permeabilitas sel dan
vaskuler meningkat.
Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan menyebabkan
vasokonstriksi.
Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan
viskositas darah meningkat.
Iskemia ginjal, glomerulonefritis, tubulo interstitial nefritis, dan invasi kuman
menyebabkan terjadinya nekrosis gagal ginjal akut.
2. Gagal hepar akut
Di hepar terjadi nekrosis sentrilobuler fokal dengan proliferasi sel Kupfer disertai
kolestasis. Terjadinya ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain karena kerusakan sel hati, gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi
bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah, terjadinya perdarahan pada
jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan kadar bilirubin, proliferasi sel
Kupfer sehingga terjadi kolestatik intra hepatik.5
3. Gangguan respirasi dan perdarahan paru
Adanya keterlibatan paru biasanya ditandai dengan gejala yang bervariasi,
diantaranya: batuk, dispnea, dan hemoptisis sampai dengan Adult Respiratory Distress
Syndrome ( ARDS ) dan Severe Pulmonary Haemorrhage Syndrome ( SPHS ). Paru
dapat mengalami perdarahan dimana patogenesisnya belum diketahui secara pasti.
Perdarahan paru terjadi diduga karena masuknya endotoksin secara langsung sehingga
menyebabkan kerusakan kapiler dan terjadi perdarahan. Perdarahan terjadi pada
pleura, alveoli, trakeobronkial, kelainan berupa kongesti septum paru, perdarahn
alveoli multifokal, dan infiltrasi sel mononuklear.9 Pada pemeriksaan histologi
ditemukan adanya kongesti pada septum paru, oedem dan perdarahan alveoli
multifokal, esudat fibrin. Perdarahan paru dapat menimbulkan kematian pada
penderita leptospirosis.10
4. Gangguan kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi,
miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi dari gangguan

Anestesi | 15
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

kardiovaskuler ini sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat
berupa gagal jantung kongestif yang fatal. Selama fase septikemia, terjadi migrasi
bakteri, endotoksin, produk enzim atau antigen karena lisisnya bakteri, akan
meningkatkan permeabilitas endotel dan memberikan manifestasi awal penyakit
vaskuler.12
5. Pankreatitis akut
Sebenarnya pankreatitis akut adalah komplikasi yang jarang ditemui pada pasien
leptospirosis berat. Pankreatitis terjadi karena adanya nekrosis dari sel-sel pankreas
akibat infeksi bakteri leptospira (acute necrotizing pancreatitis). Selain itu, terjadinya
pankreatitis akut pada leptospirosis bisa disebabkan karena komplikasi dari gagalnya
organ-organ tubuh yang lain (multiple organ failure), syok septik, dan anemia berat
(severe anemia).10

H. PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. (5)

Anestesi | 16
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

PEMBAHASAN
Pasien ini didiagnosis dengan Leptospirosis karena pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik ditemukan tanda dan gejala leptospirosis dengan hasil pemeriksaan serologi positip
leptospirosis. Dari anamnesis pada pasien ini ditemukan tanda-tanda yang mengarah ke
penyakit leptospirosis berat karena sesuai dengan teori dengan adanya keluhan demam, kulit
dan matanya menguning, nyeri disekujur tubuh terutama pada kedua kakinya, muntah, mual,
tidak dapat kencing kurang lebih dua hari. Dan pasien termasuk dalam kelompok beresiko
tinggi dengan adanya tikus banyak dirumah pasien dan pekerjaan pasien sebagai petani.
Pada umumnya infeksi leptospirosis pada pemeriksaan fisik didapatkan; demam, nyeri
tekan otot gastrocnemius, bradikardia, hepatomegali, conjunctival injection. Namun, pada
pasien ini tidak didapatkan tanda tersebut. Pada pemeriksaan darah lengkap penderita sesuai
dengan gambran leptospirosis dengan ditemukan adanya leukositosis dimana bila leukosit
dengan neutrofilia maka akan sangat mungkin leptospirosis, pada kasus berat dapat terjadi
trombositopenia. Kedua hal ini terjadi pada pasien, adanya leukositosis dengan neutrofilia dan
trombositopenia, meskipin tidak mencolok nilainya. Pada pasien terjadi peningkatan SGOT
dan SGPT karena terjadinya gangguan hati, terjadi juga peningkatan bilirubin dimana
bilirubin direk lebih tinggi dari bilirubin inderek akibat kolestasis sesuai dengan gambaran
leptospirosis. Pada pemeriksaan faal ginjal didapatkan peningkatan nilai BUN, Ureum,
kreatinin dan asam urat yang menunjukkan sudah terjadi kerusakan dari ginjal sesuai dengan
keadaan pasien.
A. Apakah penderita
Sakit kepala mendadak Ya 2/0
Conjunctival suffusion tidak
Demam Ya 2/0
Demam 38C tidak
Meningismus tidak
Meningismus, nyeri otot, conjunctival suffusion bersama-sama tidak
Ikterik Ya 1/0
Albuminuria atau azotemia tidak
Faktor-faktor epidemiologi
Riwayat dengan kontak binatang pembawa leptospira, pergi ke Ya 10/0
hutan, rekreasi, tempat kerja, diduga atau diketahui kontak dengan

Anestesi | 17
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

air yang terkontaminasi


Berdasarkan hasil laboratorium pemeriksaan serologi
Serologik (+) dan daerah endemik
Serum tunggal (+) titer rendah
Serum tunggal (+) titer tinggi
Serum sepasang (+), titer meningkat
Serologik (+) dan bukan daerah endemik
Serum tunggal (+) titer rendah
Serum tunggal (+) titer tinggi
Serum sepasang (+), titer meningkat Ya 25/0
Jumlah
Sumber : Faine S (1982)
Berdasarkan kriteria di atas, dapat ditegakkan pasien Presumtive leptospirosis, dengan
A+B+C lebih dari 25.
Pada leptospirosis yang berat dapat terjadi kelainan pada jantung yang terlihat pada
EKG namun pada pasien ini EKG dalam batas normal. Pada leptospirosis foto thoraks dapat
normal, dapat pula terjadi terjadi edema dan pendarahan yang mengakibatkan terjadinya
haemorrhagic lobar pneumonia.
Diagnosis pasti dari leptospirosis ditegakkan dengan ditemukannya bakteri pada
biakan darah, air kemih atau cairan serebrospinal atau dengan ditemukannya antibodi
terhadap bakteri di dalam darah serta dari serologi. Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan
serologi IgM anti leptospirosis positif sehingga pasien sudah dapat didiagnosis pasti infeksi
leptospirosis.
Pada Weil disease yang merupakan leptospirosis berat adalah ditemukanya ikterus,
tanda-tanda gangguan ginjal dan diathesis hemorrhagic dengan adanya trombositopenia dan
sesuai dengan kondisi pasien saat baru masuk. Pemeriksaan pada pasien sudah menunjukan
bahwa pasien ada pada tahap leptospirosis berat (weil disease), atau dengan kata lain pasien
mengalami kegawatan leptospira.
Pada kasus leptospirosis berat atau Weil diseases diperlukan rawat inap bahkan rawat
diruang intensif untuk memantau perkembangan yang terjadi karena gagal ginjal, diathesis
hemorrhagic, meningitis ataupun gangguna kardiovaskular yang dapat terjadi. Diberikan O2
melalui nasal kanul sebanyak 2 lt/menit untuk mencukupi saturasi O2. Pasien dengan
hematemesis dipuasakan dan dilakukan gastric cooling melalui NGT setiap 2 jam dengan

Anestesi | 18
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

tujuan terjadinya vasokontriksi lokal sehingga pendarahan bisa berkurang. Diberikan infuse
NS : D% : Aminovel untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan hipoalbumin yang
sedang dipuasakan. Namun, pada pasien ini tidak terjadi hematemesis. Kebutuhan nutrisi
pasien bisa tercukupi dari intake makanan. Pada pasien dilakukan penyesuaian terapi cairan
agar tidak berlebihan dalam tubuh sehingga kita bisa mencegah edema.
Indikasi dilakukanya HD cito mengacu pada kriteria klinis keadan umum yang buruk
(encephalopati uremikum, perikarditis uremikum, edema paru refrakter, overload cairan,
anuria > 5 hari) dan kriteria laboratorium asidosis metabolic (pH 200 mg/dl, hiperkalemia
>7mEq/L. (Umar, 2009) Pada pasien ditemukan adanya kadar ureum yang mencapai >300
mg/dl.
Pemberian antibiotik ceftriaxone 2gr/IV per hari sebagai terapi awal karena pemberian
antibiotik pada leptospirosis perlu cepat untuk mencegah komplikasi. Namun pemberiannya
kurang tepat pada dosisnya karna mempengaruhi kerja ginjal. Pada pasien ini ginjalnya sudah
terganggu sehingga perlu dipertimbangkan menurunkan dosisnya. Sedangkan Asam Folat
diberikan untuk membantu proses pembekuan darah.
Pemberian urdahex pada pasien ini ditujukan untuk mengurangi tingkat kejenuhan
empedu. Namun, kontraindikasinya adalah pada pasien dengan gagal ginjal. Sementara pada
pasien ini gagal ginjal belum teratasi. Maka sebaiknya pemberiannya ditunda terlebih dahulu
sampai kondisi ginjal memungkinkan.

Anestesi | 19
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

KESIMPULAN
Penegakan diagnosa pada pasien ini sudah cukup tepat. Hal inidilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang cukup menonjol pada
pasien ini adalah kegagalan fungsi hati dan kegagalan fungsi ginjal. Terapi yang diberikan
pada pasien ini berupa hemodialisa emergensi. Hal ini dilakukan sebagai koreksi kegawatan
pasien yang sudah mengalami penurunan kesadaran karena adanya zat-zat toksik dalam darah
yang lebih dari normal, diantaranya adalah ureum dan kreatinin. Disertai dengan peningkatan
bilirubin.
Pada penanganan pasien ini sudah tepat dan cepat. Sehingga kondisi pasien yang
sudah ada pada batas penyakit berat bisa ditangani dan diselamatkan.

Anestesi | 20
Presentasi Kasus Leptospira Eka Fitri Maharani - 20100310070

DAFTAR PUSTAKA
1. Andreoli, Thomas et al. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Hartanto, Huriawati et al
(editors). Jakarta : EGC; 2002. p. 2155
2. Levett PN. Leptospirosis. Clin Microbiol Rev. 2001;14:296-326.
3. WHO. Human Leptospirosis: Guidance For Diagnosis, Surveillance And Control. WHO
World Health Organization Library. 2003:1-7.
4. Priyanto A, Hadisaputro S, Santoso L, Gasem H, Adi S. Faktor-Faktor Risiko Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis. Magister Epidemiologi Undip. 2006.
5. Zein U. Leptospirosis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 2807-11.
6. Burriel AR. Leptospirosis: An Important Zoonotic Disease. Applied Microbiology and
Microbial Biotechnology. 2010:687-93.
7. Gompf SG. Leptospirosis. Medscape Reference; 2012 [Feb 11 2013]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/220563-overview.
8. Amin I, Rusli B, Hardjoeno. Kadar Kreatinin dan Bersihan Kreatinin Penderita
Leptospirosis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory.
2007;13(2):53-5.
9. Dutta T, Christopher M. Leptospirosis An Overview. JAPI. 2005;53:545-51.
10. Leptospirosis. In: Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Logo, Jamesonn, et al., editors.
Harrison's Principles Of Internal Medicine. 17th ed: McGraw-Hill Companies; 2008. p.
3385-94.
11. Zavitsanou A, Babatsikou F. Leptospirosis: Epidemiology And Preventive Measures.
Health Science Journal. 2008;2(2):75-82.
12. Brett-Major DM, Lipnick RJ. Antibiotic Prophylaxis for Leptospirosis. Cochrane
Database of Systematic Reviews. 2009(3).

Anestesi | 21

Anda mungkin juga menyukai