Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada :
dr. Evita Wulandari, Sp. M

Disusun Oleh :
Eka Fitri Maharani
20100310070

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN

JOURNAL READING

Disusun Oleh:
Eka Fitri Maharani
20100310070

Telah disetujui dan dipresentasikan pada April 2016

Mengetahui,
Dokter pembimbing

dr. Evita Wulandari, Sp. M

I.

DATA JURNAL

1. Nama Penulis

: A M Kidd, S H McKenzie, I Steven, C Cooper, R Lanz, dan


kelompok peneliti Ketotifen Australia

2. Judul Tulisan

: Efektifitas dan Keamanan Tetes Mata Ketotifen pada


Pengobatan Konjungtivitis Alergi Musiman (SAC)

3. Jurnal Asal: Department Dokter Keluarga; The University of Sydney, Royal Australian
College; Departemen Ophtalmologis Novartis Ophthalmics AG, Bulach, Switzerland
4. Isi Jurnal

Latar belakang : ketotifen memblok reseptor histamin H1, menstabilkan sel mast, dan mencegah
akumulasi eosinofil. Pada beberapa mekanisme farmakologi memberikan alasan untuk menilai
efektifitas dan keamanan tetes mata ketotifen 0.025% pada subjek dengan konjungtivitis alergi
musiman dalam pengaturan lingkungan.
Metode : Penelitian ini merupakan double mask, acak, dan multicenter yang dilakukan di Australia.
Subjek secara acak ditugaskan memakai larutan tetes mata ketotifen fumarate 0.025%, plasebo
(sebagai pembawa), atau larutan tetes mata levobastine hydrocloride 0.05%, dipakai dua kali sehari
pada setiap mata selama 4 minggu. Penilaian subjek dilakukan pada kunjungan follow up (hari ke
5-8) dan pada kunjungan terakhir (hari ke 25-31). Variabel utama efektifitas adalah tingkat
responden, berdasarkan penilaian umum terhadap subjek pada kunjungan follow up.
Hasil : terapi dilakukan pada 519 subjek. Dari hasil follow up, hasil penilaian responden tentang
efektifitas terhadap subjek secara signifikan lebih besar pada ketotifen kelompok (49.5%)
dibanding dengan kelompok plasebo (33.00%) pada subjek dengan diagnosis positif alergi serbuk
sari (pollen) (p=0.02). Penilaian peneliti terhadap tingkat responden juga menunjukan bahwa
ketotifen lebih unggul dibanding plasebo (p=0.001). Hasil ketotifen lebih baik dibanding
levocabastine (p<0.05) untuk meringankan tanda dan gejala dari SAC, baik pada follow up
maupun kunjungan terakhir. Jenis dan frekuensi efek samping yang hampir sama pada seluruh
kelompok terapi.
Kesimpulan : Pada pengaturan lingkungan, larutan tetes mata Ketotifen Fumarate 0.025% memiliki
toleransi dan efektifitas yang lebih baik dalam meringankan tanda dan gejala SAC. Secara
konsisten ketotifen memperlihatkan efektifitas paling baik dibandingkan plasebo maupun
levocabastine. Hasil ini mengindikasikan bahwa tetes mata ketotifen merupakan pilihan yang baik
pada kondisi ini.

Konjungtivitis alergi musiman (SAC), atau hay fever conjungtivitis, adalah suatu reaksi
hipersensitivitas terhadap alergen udara tertentu, terutama serbuk sari. Dengan prevalensi
diperkirakan 15-20%,1

SAC adalah bentuk tersering alergi pada mata, mempengaruhi

dewasa maupun anak. Meskipun komplikasi yang serius melibatkan kornea jarang terjadi,
tanda dan gejala SAC mungkin mengakibatkan rasa sangat tidak nyaman.3 Berbagai tanda
pada mata bervariasi mulai dari gatal, kemerahan sampai bengkak, lacrimasi berlebih dan
dicharge mucous.2 3

Respon alergi awal pada SAC merupakan hasil dari alergen yang dimediasi perlekatan
immunoglobulin (Ig) E pada permukaan sel mast konjungtiva. Hal ini menyebabkan
degranulasi sel mast dan pengeluaran beberapa mediator termasuk histamine, tryptase,
leukotriene, sitokin, dan faktor pengaktifan platelet.4 5 Histamin menstimulasi ujung saraf dan
mendilatasi pembuluh darah, menyebabkan gatal dan kemerahan. Demikian pula, faktor
aktivasi platelet mendilatasi pembuluh darah dan mengumpulkan eosinofil pada satu bagian,
menghasilkan kemerahan dan bengkak, juga respon alergi memanjang. Karena menghindari
alergen umumnya sulit pada SAC, seringkali hal ini memerlukan penanganan terapi yang
efektif dan berkelanjutan.
Ketotifen memiliki 3 mekanisme farmakologi tersendiri yang muncul sebagai efek anti alergi:
menghambat reseptor histamin H-1, menstabilkan sel mast, dan mencegah pengumpulan
eosinofil.6 Ketotifen fumarate (Zaditen/Zaditor, Novartis Ophtalmics), adalah salah satu
derivat benzocycloheptathiophene, tetes mata yang digunakan dua kali sehari yang
dikembangkan untuk mengurangi tanda dan gejala SAC.
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektifitas dan keamanan dari larutan tetes mata
ketotifen 0.025% dengan plasebo dan suspensi tetes mata levocabastine 0.05% (Livostin),
sebuah penghambat reseptor histamin H1, pada pengaturan lingkungan.

SUBJEK DAN METODE


Pemilihan populasi subjek
Subjek direkrut melalui media promosi. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi adalah lakilaki atau wanita berumur 12 tahun atau lebih dan menderita SAC, yang telah didagnosis pada
riwayat penyakit dahulu, diagnosa positif radioallergosorbent test (RAST), adanya gatal pada
mata yang sedang hingga berat, dan setidaknya satu dari tanda dan gejala bilateral,
konjungtiva hiperemis, kemosis konjungtiva, edema palpebra, dan lakrimasi.
Subjek dengan ketentuan berikut di-ekslkusi; adanya bentuk lain dari konjungtivitis alergi,
konjungtivitis infektif, riwayat mata kering, adanya kondisi mata yang dapat mempengaruhi
variabel percobaan atau kondisi lain dengan larangan pengobatan. Subjek yang melekukan
operasi mata dalam 3 bulan percobaan, atau menggunakan kortikosteroid sistemik atau
okular, atau stabilisator sel mast dalam 2 minggu pengacakan, atau adanya pengobatan mata
lainnya dalam 3 hari pengacakan juga dikeluarkan dari penelitian. Terapi sistemik bersamaan
untuk alergi dan terapi lokal untuk mata (termasuk air mata buatan atau saline normal) selain
obat

dalam

percobaan

tidak

diizinkan

selama

penelitian.

Terapi

topikal

(tetes/semprotan/inhaler hidung, inhaler oral) untuk rinitis alergi dan atau gejala asma

diizinkan sejak kunjungan follow up (hari ke 5-8) sampai kunjungan terakhir penelitian (hari
ke 25-31).
Protokol penelitian, lembat informasi, lembar persetujuan, dan rilis media tentang kampanye
perekrutan subjek penelitian ditinjau dan disetujui oleh komite etik General Practitioners
Royal Australian College, the Central Sydney Area Health Service, the ATC Departement of
Health and Community Care, and the University of Sydney. Penelitian dilakukan sesuai
standar praktik klinis yang baik, dan penulisan lembar persetujuan diperoleh dari semua
subjek sebelum memulai prosedur penelitian.
Study design
Penelitian double mask, secara acak, pararel, plasebo terkontrol pada percobaan multisenter
menggunakan levocabastine sebagai kontrol aktif. Penelitian dilakukan oleh dokter umum
dengan dukungan dari konsultan dokter mata di tujuh regional di Australia.
Subjek yang memenuhi secara acak (RANCODE versi 3.6, IDV Datenanalyse und
Vesuchsplanung, Gauting, Germany) pada salsah satu dari tiga perlakuan; larutan tetes mata
ketotifen fumarate 0.025%, plasebo (larutan tetes mata vehicle) atau suspensi tetes mata
levocabastine HCL 0.05%. terapi diberikan dua kali sehari pada masing-masing mata selama
4 minggu. Kemasan semua obat pada bentuk yang serupa.
Ukuran hasil
Variabel Efektivitas Primer
Variabel efektifitas primer adalah tingkat responden, sebagaimana dinilai oleh subjek. Subjek
diminta untuk menilai keseluruhan efek terapi pada gejala menggunakan lima poin skala
bertingkat (Tabel 1). Nilai 0 atau 1 (efektifitas sangat baik atau baik memperingan gejala
sebagain atau seluruhnya) digunakan untuk mendefinisikan responden, dan analisa primer
pada kunjungan follow up, diselenggarakan hari 5-8.
Variabel Efektifitas Sekunder
Pada kunjungan follow up, peneliti juga menilai respon dari pengobatan. Penilainan ini
berdasarkan efek terapi pada tanda dan gejala, dan menggunakan lima titik poin yang sama
seperti yang digunakan subjek (Tabel 1). Tingkat responden juga dinilai pada kunjungan
terakhir, dilakukan antara hari ke 25-31.
Pada setiap kunjungan, gejala pada mata (gatal, berair) dinilai oleh subjek, tanda pada mata
(kemerahan, edema palpebra, kemosis) dinilai oleh peneliti, menggunakan gradasi ordinal
kromatik (tabel 2). Sebuah penilaian ada/tidaknya discharge mukus. Tambahan nilai
individu, nilai komposit untuk tanda dan gejala pada mata juga dikalkulasikan. Setiap hari
selama penelitian, subjek membuat catatan harian yang berisi keparahan gejala alergi pada

mata. Jumlah hari bebas gejala, didefinisikan sebagai hari terapi dimana gejala alergi pada
mata tidak ada pada penilaian gejala umum pada subjek, yang dikalkulasikan dari catatan
harian subjek.

Toleransi dan Keamanan


Penilaian toleransi berdasarkan data efek samping yang diperoleh yang diperoleh dari
informasi subjek sukarela dan dari pertanyaan dokter atau perawat untuk subjek pada setiap
kunjungan. Ketidaknyamanan pada mata lainnya tercatat sebagai kejadian yang merugikan.
Tabel 1 Penilaian subjek tentang efektivitas umum terhadap gejala*
Nilai

Perubahan gejala

Deskripsi
Lengkap maupun hampir lengkap penurunan gejala alergi pada
0
Sangat baik
mata
1
Baik
Adanya kelegaan dari penurunan gejala alergi pada mata
2
Cukup
Beberapa pengurangan gejala alergi pada mata
3
Buruk
Tidak ada penurunan gejala alergi pada mata
4
Kemunduran
Gejala alergi pada mata memburuk
* peneliti menilai keberhasilan umummenggunakan skala ini, kecuali tanda alergi pada mata juga
bagian dari penilaian. Nilai 0 atau 1 digunakan unruk mendefinisikan responden.
Tabel 2 Penilaian gejala dan tanda individu
Nilai
Gatal*
0
1
2
3
4
Air mata*
0
1
2
3
Kemerahan #
0
1
2

Gejala
Tidak ada
Sensasi menggelitik intermiten melibatkan lebih dari sudut dalam mata
Gatal ringan yang terus-menerus (bisa terlokalisasi) tidak sampai menggosok
mata
Gatal yang menyebabkan subjek ingin menggosok matanya
Snangat gatal yang menyebabkan ingin menggosok mata
Tidak ada
Ringan (mata terasa sedikit berair)
Sedang (perlu sesekali mengusap mata)
Berat (air mata mengalir di pipi)

Tidak ada (pembuluh darah normal)


Ringan (beberapa pembuluh darah terinjeksi di atas normal)
Mata merah secara difus dengan pembuluh darah berdilatasi tapi masih bisa
dilihat
3
Berat (mata merah yang intens dengan dilatasi pembuluh darah konjungtiva
yang sulit dinilai
Palpebra bengkak #
0
Tidak ada
1
Ringan (palpebra bengkak kecil)
2
Sedang (pembengkakan nyata palpebra atas dan bawah)
3
Berat (kelopak mata membengkak)

Kemosis #
0
Tidak atau atau tidak tervisualisasi
1
Terlihat jelas, konjungtiva terangkat terutama area limbus
2
Membengkaknya konjungtiva
* dinilai oleh subjek; #dinilai oleh peneliti.

Metode statistik
Dari 150 ukuran subjek dikalkulasikan memberikan kekuatan 80% untuk melihat perbedaan
tingkat respon sekecil 16%, pada level signifikan mencapai 5% dalam dua uji sisi.
Terapi dibandingkan antara ketotifen dan plasebo serta antara ketotifen san levocabastine.
Untuk analisa mata kanan dan kiri dilakukan secara terpisah, pada mata dengan nilai lebih
tinggilah yang terpilih. Jika nilai gejala sama pada kedua mata, mata kirilah yang dipilih
untuk dianalisa. Tingkat responden, serta gejala dan tanda dianalisa menggunakan regresi
logistik untuk data binar dan ordinal, masing-masing. Analisa termasuk pengobatan sebagai
efek utama dan disesuaikan untuk kovariat dasar dan pusat. Tingkat signifikansi 5%
digunakan dengan dua sisi pengujian; beberapa analisa dibuat tanpa koreksi.
Efektivitas dianalisa sebagai maksud untuk mengobati (ITT) dan per protokol populasi (PP).
Sejak hasil dari RAST melibatkan faktor waktu, subset dari populasi ITT termasuk untuk
analisa efektivitas untuk menginterpretasi yang lebih baik dari data. Pada RAST positif,
populasi ITT dari subjek dinaggap kelompok yang paling tepat untuk mengevaluasi variabel
efektivitas primer karena mereka dikonfirmasi terdiagnosis SAC. Namun, pada praktik medis
diagnosa SAC biasanya dibuat tanpa konfirmasi laboratorium. Oleh karena itu, popilasi ITT
dan PP, yang merupakan pendekatan yang paling konservatif, juga dianalisa. Populasi ITT
didefinisikan sebagai keseluruhan subjek yang diacak, mendapat pengobatan pada penelitian,
dan memiliki satu penilaian keberhasilan diawal. Populasi PP didefinisikan sebagai subjek
dengan menyelesaikan percobaan tanpa penyimpangan besar dari prosedur protokol.
Toleransi dan keamanan dinilai untuk semua subjek yang mendapatkan minimal satu dosis
pengobatan pada penelitian.

Gambar 1 Profil percobaan


Hasil
Dari 753 subjek yang disaringm, 519 diantaranya diacak dan menerima terapi, 466
menyelesaikan kunjungan follow up (hari ke 5-8), dan 348 menyelesaikan kunjungan akhir
hari ke (25-31; gambar 1). Demografi subjek (tabel 3) dan kepatuhan terapi (93.3-94.3%)
yang serupa disemua kelompok perlakuan.
Tingkat responden dan keseluruhan respon terapi
Penilaian subjek
Pada kunjungan follow up, tingkat responden, dinilai oleh subjek, yang secara signifikan
lebih besar pada ketotifen dibandingkan plasebo pada RAST positif populasi ITT (p=0.02;
tabel 4). Keunggulan numerik ketotifen dibanding placebo dibuktikan pada populasi PP
(P=0.06). Pada populasi ITT (termasuk subjek dengan RAST negatif atau hilang), peluang
relatif ketotifen lebih unggul dibanding plasebo namun perbedaannya tidak signifikan (Tabel
4). Peluang relatif mendung ketotifen ibandingkan dengan levocabastine pada semua analisa
populasi. Keseluruhan respon terapi, dinilai oleh subjek pada kunjungan follow up untuk
populasi positif ITT RAST diperlihatkan pada Gambar 2. Keseluruhan respon terapi bernilai
signifikan mendukung ketotifen dibanding plasebo (p=0.005).

Tabel 3 Demografi gejala


Karakteristik
Jenis kelamin, No (%)
Male
Female
Asal etnis, No (%)
Eropa
Pulau pasifik
Aborigin
Asia
Asia tenggara
Oriental
Lainnya
Warna iris, No (%)
Coklat / merah tua
Hijau
Biru
Abu-abu
Lainnya
Usia rata-rata (SD) (tahun)

Ketotifen
(n=172)

Plasebo
(n=173)

Levocabastine
(n=174)

95 (55.2)
77 (44.8)

82 (47.4)
91 (52.6)

88(50.6)
86 (49.4)

149 ( 86.6)
3 (1.7)
1 (0.6)
10 (5.8)
5 (2.9)
1 (0.6)
3 (1.7)

153 (88.4)
2 (1.2)
0 (0.0)
6 (3.5)
4 (2.3)
2 (1.2)
6 (3.5)

155 (89.1)
2 (1.1)
1 (0.6)
5 (2.9)
7 (4.0)
5 (1.0)
2 (1.1)

77 (44.8)
23 (13.5)
46 (26.9)
12 (7.0)
13 (7.6)
46.3 (17.0)

71 (41.0)
17 (9.8)
67 (38.7)
13 (7.5)
5 (2.9)
47.9(16.5)

74 (42.5)
16 (9.2)
67 (38.5)
9 (5.2)
8 (4.6)
49.5 (17.4)

Penilaian peneliti
Pada kunjungan follow up, penilaian peneliti terhadap respon terapi memperlihatkan hasil
signifikan pada subjek yang diterapi ketotifen dibandingkan subjek dengan plasebo dalam
ITT (p=0.002), ITT RAST positif (p=0.01), dan pada kelompok PP (p=0.005; tabel 4).
Respon terapi secara keseluruhan pada kunjungan follow up untuk ITT RAST positif,
menurut penilaian peneliti diperlihatkan pada Gambar 2B dan mendukung ketotifen
dibanding plasebo secara signifikan (p=0.003).
Meskipun penilaian peneliti pada kelompok ITT mendekati signifikan mendukung ketotifen
dibanding lovocabastine (61.6% : 51.7%; p=0.053), di sana tidak ada perbedaan signifikan
tingkat responded antara ketotifen dan plasebo serta ketotifen dan levocabastine pada
kunjungan akhir.
Gejala dan tanda pada mata
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelompok terapi pada awal. Pada kunjungan
follow up, nilai rata-rata gejala dan tanda untuk kelompok ITT secara signifikan lebih
mendukung ketotifen dibanding plasebo dan levocabastine (Tabel 5). Mengenai gejala dan
tanda mata pada individu, ketotifen secara signifikan lebih unggul dibanding plasebo dan
levocabantine dalam menurunkan lakrimasi dan kemerahan (Tabel 5).

Tabel 4 Penilaian responden*** pada kunjungan hari ke 5-8


Analisa
Penilaian subjek
(RAST positive
ITT1**)
Penilaian
peneliti
(RAST positive
ITT1**)
Penilaian subjek
(ITT)
Penilaian
peneliti (ITT)
Penilaian subjek
(PP)
Penilaian
peneliti (PP)

Kelompok terapi
Ketotifen (n = 109)
Placebo (n = 106)
Levocabastine (n = 107)
Ketotifen (n = 109)
Placebo (n = 106)
Levocabastine (n = 107)

% responden
49.5
33.0
41.1
53.2
32.1
45.8

Ketotifen (n = 163)
Placebo (n = 165)
Levocabastine (n = 166)
Ketotifen (n = 163)
Placebo (n = 165)
Levocabastine (n = 166)
Ketotifen (n = 85)
Placebo (n = 78)
Levocabastine (n = 75)
Ketotifen (n = 85)
Placebo (n = 78)
Levocabastine (n = 75)

47.9
39.4
38.6
50.3
38.2
41.0
50.6
35.9
41.3
56.5
34.6
46.7

Add relatif* Nilai p*


1.99
1.43

0.02
0.20

2.49
1.39

0.001
0.24

1.41
1.46

0.13
0.09

1.66
1.45

0.02
0.09

1.83
1.48
2.51
1.58

0.06
0.30
0.005
0.16

RAST : Radio-allergosorbent test; ITT : intent to treat; PP : Per protocol


*** Persentasi subjek memperlihatkan respon baik dan sangat baik. ** target populasi * Respon
ketotifen dibandingkan dengan plasebo dan levocabastin. Nilai p tidak dikoreksi pada analisa
multipel.

Berdasarkan catatan harian subjek, ketotifen lebih unggul dalam menurunkan gejala dan
tanda termasuk gatal, kemerahan, dan lakrimasi yang dinilai sejak awal terapi dan ditandai
pada 4 hari pertama terapi (Gambar 3). Nilai rata-rata untuk kemosis, pembengkakan
palpebra, dan discharge mukus secara umum rendah, dan perbedaan pada masing-masing
terapi tidak signifikan. Pada kunjungan terakhir, analisis ITT menunjukan hasil signifikan
menurunkan gejala dan tanda dengan ketotifen dibandingkan levocabastine, dengan nilai ratarata gejala dan tanda masing-masing 2.56 dan 3.34 (p=0.02).
Hasil analisa kelompok PP hampir sama dengan kelompok ITT, dengan ketotifen
memperlihatkan efektifitas yang lebih baik secara konsisten pada semua terapi.
Hari bebas gejala
Selama penelitian, analisa ITT menunjukan bahwa jumlah rata-rata hari bebas gejala pada
ketotifen secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan plasebo (11.6 : 8.67 hari;
p=0.02). Jumlah rata-rata hari bebas gejala pada levocabastine (10.34 hari) berada diantara
plasebo dan ketotifen.

Pada analisa PP didapatkan hasil yang hampir sama.

Keamanan
Sebanyak 231 subjek melaporkan ada 412 efek samping dengan atau tanpa hubungan dengan
terapi pada penelitian, dimana 80 kasus diantaranya gejala pada mata dan 332 lainnya diluar
gejala mata. Secara keseluruhan terapi bisa ditoleransi dengan baik, baik jenis maupun
frekuensi dari efek samping yang terjadi hampir sama pada seluruh kelompok percobaan
(Tabel 6), dan mayoritas efek samping (76.7%) adalah gejala ringan dan sedang. Namun, data
angka drop out karena efek samping lebih rendah pada ketotifen (8.6%; n=15). Berdasarkan
hal ini perbedaan tiap kelompok percobaan tidak signifikan berdasarkan efek samping setiap
subjek.
Tabel 5 Nilai tengah tanda dan gejala di populasi ITT pada kunjungan hari ke 5-8

Tanda dan gejala


Kemerahan
Gatal
Lakrimasi
Kemosis
Edema palpebra
Discharge
Nilai komposit

Ketotifen
(n=163)
0.80
1.29
0.64
0.26
0.40
0.16
3.54

Nilai tengah*
Plasebo
(n=163)
0.93
1.37
0.84
0.34
0.51
0.23
4.15

Levocabastine
(n=166)
0.92
1.43
0.89
0.30
0.45
0.20
4.18

Nilai p**
Ketotifen v
Ketotifen v
plasebo
levicabastine
0.03
0.04
0.57
0.26
0.02
0.02
0.10
0.32
0.22
0.84
0.11
0.20
0.03
0.03

*Nilai lebih tinggi mengindikasikan gejala lebih parah. ** Nilai o tidak dikoreksi pada analisa
multipel

Empat efek samping serius yang dicatat selama penelitian, adalah dua hal yang berhubungan
dengan mata pada kelompok plasebo (fotofobia persisten dan konjungtivitis dengan ulkus
kornea) dan dua efek samping yang tidak berhubungan dengan mata pada kelompok ketotifen
(rawat inap masing-masing karena nyeri perut dan pneumotorax spontan). Keempat efek
samping tersebut dinilai oleh peneliti tidak berhubungan dengan terapi pada penelitian.
Diskusi
Dalam populasi target subjek dengan SAC yang dikonfirmasi dengan test diagnostik
(kelompok ITT RAST positif), ketotifen lebih unggul secara signifikan dibanding plasebo
pada penilaian efektifitas umum oleh subjek. Hal ini dikonfirmasi oleh penilaian peneliti,
yang memperlihatkan respon terapi lebih baik dan tingkat responden lebih tinggi secara
signifikan pada ketotifen dibanding plasebo pada analisa semua kelompok. Selain itu, nilai
gejala dan tanda pada mata pada kelompok terapi ketotifen lebih disukai dibanding kelompok
plasebo dan levocabastine.

SAC bisa memburuk tanpa pengobatan dan periode akut bisa hanya dalam hitungan hari.
Oleh karena itu, waktu yang utama untuk menilai efektivitas diambil antara hari ke 5-8 terapi.
Sejak terapi dimulai sampai kunjungan ini, efek ketotifen adalah yang paling terlihat.
Perbedaan terapi kurang terlihat pada kunjungan terakhir (hari ke-25 31), sebagian
responden tetap dengan episode SAC jangka pendek.

Subjek yang berhenti karena efek samping lebih sedikit pada ketotifen dibanding kelompok
plasebo dan levocabastine. Ketotifen memiliki tingkat keamanan dan toletansi yang baik,
efek samping pada mata maupun diluar mata hampir sama dengan kelompok plasebo.
Setting penelitian ini memberikan informasi penting berkaitan dengan efektivitas, keamanan
dan kenyamanan tetes mata ketotifen pada lingkungan praktik medis. Setting penelitian ini
telah digunakan untuk mengevaluasi efek anti alergi pada beberapa formulasi lainnya.
Namun, pada tiype alergi musiman dan cuaca ini, dipengaruhi variasi hari terhadap paparan
alergen dan tingginya variasi intersubjek. Selain itu, efek plasebo pada pembawaan tetes mata
mungkin menyulitkan untuk memperlihatkan manfaat terapi yang signifikan. Untuk
mengatasi beberapa masalah berkaitan dengan pengaturan penelitian, baik kontrol negatif
(plasebo) maupun positif (levocabastine) yang termasuk dalam validasi internal. Pada
peneltian tertentu, kepatugan merupakan hal penting pada semua kelompok terapi, catatan
subjek sangat diandalkan dan perlu sangat lengkap.
Tabel 6 efek samping yang sering muncul pada saat terapi, terlepas dari hubungan sebab akibat.
Nilainya (%) dari subjek.
Efek samping
Ocular
Pandangan kabur
Rasa terbakar
Rasa terbakar setelah
instilasi
Konjungtivitis
Nyeri
Kelainan palpebra
Gatal
Dry eye
Fotofobia
Non ocular
Nyeri kepala
Rinitis
Faringitis
Reaksi alergi
Rash

Ketotifen (n=172)

Plasebo (n=173)

Levocabastine (n=174)

2 (1.2)
1 (0.6)
0 (0.0)

3 (1.7)
1 (0.6)
0 (0.0)

2 (1.1)
3 (1.7)
3 (1.7)

1 (0.6)
2 (1.2)
2 (1.2)
2 (1.2)
3 (1.7)
2 (1.2)

2 (1.2)
3 (1.7)
4 (2.3)
2 (1.2)
1 (0.6)
2 (1.2)

4 (2.3)
2 (1.1)
1 (0.6)
3 (1.7)
1 (0.6)
1 (0.6)

28 (16.3)
9 (5.2)
3 (1.7)
3 (1.7)
5 (2.9)

28 (16.2)
6 (3.5)
8 (4.6)
6 (3.5)
2 (1.2)

25 (14.4)
10 (5.7)
5 (2.9)
2 (1.1)
3 (1.7)

Meskipun efektifitas ketotifen fumarate pada SAC telah diperlihakan pada penelitian model
konjungtiva alergi, hasil dari penelitian ini mengkonfirmasi bahwa efektivitas dari ketotifen
meluas ke masalah klinis. Efek terapi ketotifen diduga merupakan hasil dari berbagai
mekanisme farmakologi. Ketotifen addalah obat yang bekerja sebagai reseptor antagonis
histamin H1 dan menstabilisasi sel mast. Selanjutnya ketotifen menghambat infiltrasi,
aktivasi dan degranulasi eosinofil dan faktor jangka panjang lainnya, seperti efek faktor

aktivasi trombosit. Berbagai aksi ketotifen mungkin memberikan efek tambahanketika


dibandingkan dengan agen anti alergi mekanisme tunggal. Dengan demikian, ketotifen
diperlihatkan sebagai kelompok yang memiliki outcom lebih baik dibanding levocabastine
pada gejala lakrimasi, kemerahan, dan nilai ganda untuk gejala dan tanda pada mata. Juga ,
kelompok ketotifen

memiliki nilai signifikan yang tinggi pada hari bebas gejala

dibandingkan dengan plaseo, mengindikasikan penurunan gejala dan tanda pada episode SAC
akut, ketotifen dapat mencegah kekambuhan.
Kesimpulan
Pada penelitian ini diperlihatkan bahwa pada lingkungan penelitian larutan tetes mata
ketotifen fumarat 0.025% efektif untuk menurunkan gejala dan tanda SAC, dan mencegah
kekambuhan. Ketotifen secara signifikan memperlihatkan efektivitas yang baik dibandingkan
plaseco dan levocabastine. Dengan keamanan dan toleransi yang baik ketotifen dapat
meningkatkan kepatuhan, mengarah pada kontrol yang lebih efektif pada gejala dan tanda
SAC.

Daftar pustaka
1. Weeke ER. Epidemiology of hay fever and perennial allergic rhinitis. Monogr Allergy
1987;21:120.
2. Abelson MB, George MA, Garofalo C. Differential diagnosis of ocular allergic disorders.
Ann Allergy 1993;70:95109.
3. Allansmith MR, Ross RN. Ocular allergy. Clin Allergy 1998;18:113.
4. Leonardi A. Pathophysiology of allergic conjunctivitis. Acta Ophthalmol Scand
1999;228(Suppl):2123.
5. Leonardi A. Role of histamine in allergic conjunctivitis. Acta Ophthalmol Scand
2000;230(Suppl):1821.
6. Grant SM, Goa KL, Fitton A, et al. Ketotifen. A review of its pharmacodynamic and
pharmacokinetic properties, and therapeutic use in asthma and allergic disorders. Drugs
1990;40:41248.
7. Blumenthal MN, Schwartz RH, Kaiser H. Nedocromil sodium 2% ophthalmic solution for the
treatment of ragweed pollen seasonal allergic conjunctivitis. Ocul Immunol Inflamm
2000;8:15967.
8. Donshik PC, Pearlman D, Pinnas J, et al. Efficacy and safety of ketorolac tromethamine 0.5%
and levocabastine 0.05% a multicenter comparison in subjects with seasonal allergic
conjunctivitis. Adv Ther 2000;17:94102.
9. Giede C, Metzenauer P, Petzold U, et al. Comparison of azelastine eye drops with
levocabastine eye drops in the treatment of seasonal allergic conjunctivitis. Curr Med Res
Opin 2000;16:15363.
10. Abelson MB. Comparison of the conjunctival allergen challenge model with the
environmental model of allergic conjunctivitis. Acta Ophthalmol Scand 1999;228(Suppl):38
42.
11. Gomes PJ, Welch DL, Abelson MB. Evaluation of the efficacy and safety of ketotifen
fumarate in the allergen challenge model [ARVO Abstract]. Invest Ophthalmol Vis Sci
2000;41:S926, [Abstract 4926.]

12. Abelson MB, Schaefer, K. Conjunctivitis of allergic origin: immunologic mechanisms and
current approaches to therapy. Surv Ophthalmol 1993;38(Suppl):11532.
13. Nabe M, Miyagawa H, Agrawal DK, et al. The effect of ketotifen on eosinophils as measured
at LTC4 release and by chemotaxis. Allergy Proc 1991;12:26771.
14. Devillier P, Arnoux B, Lalau KC, et al. Inhibition of human and rabbit platelet activation by
ketotifen. Fundam Clin Pharmacol 1990;4:19.

Anda mungkin juga menyukai