Anda di halaman 1dari 12

EVIDENCE BASED CASE REPORT

KELOMPOK 8

COMPARATION OF GRISEOFULVIN AND KETOCONAZOLE


HEPATOTOXICITY EFFECT IN TINEA CAPITIS PATIENT WITH
HEPATITIS

Disusun oleh :

Chitra Aulia Arnanda

Muhammad Rifky Ilhami

Tedi Mulyana

Tessa Swesty Islamia

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2019
Lembar Pengesahan Laporan
Evidence Based Case Report

Diajukan sebagai syarat kelulusan blok pre-clerkship

Disusun oleh :
Chitra Aulia Arnanda
Muhammad Rifky Ilhami
Tedi Mulyana
Tessa Swesty Islamia

Cirebon, Agustus 2019


Tutor

dr. Frista Martha, Sp.DV


Latar Belakang
Tinea kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans) adalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata karena
spesies Microsporum dan Trichophyton 1. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi
bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis yang
lebih berat, yang disebut kerion. Tinea kapitis merupakan kelainan kulit yang
sering terjadi pada anak yang berumur 3-14 tahun 2.
Pengobatan tinea kapitis pada kasus anak biasanya dalam sediaan bentuk
liquid, seperti Griseofulvin dengan tablet microsize maupun ultramicrosize dan di
minum bersama susu atau es krim karena absorbsinya dipercepat dengan
makanan. Pemberian pertama untuk 2 minggu kemudian dilakukan pemeriksaan
2-3
lampu Wood, KOH dan kultur . Bila masih ada yang positif maka sebaiknya
dosis dinaikkan. Bila hasil negatif maka obat diteruskan sampai 6 minggu dan bila
hasil kultur negatif terbaik diteruskan 4-6 minggu. Efek samping griseofulvin
jarang dijumpai yang merupakan keluhan utama, ialah sefalgia yang didapati pada
15% penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus
gastrointestinal ialah mual, muntah, dan diare. Obat tersebut juga bersifat
fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar. Selain itu, obat per oral yang
juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada
kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak
200 mg per hari selama 10 hari hingga 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketakonazol bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari 10 hari 3.
Berbagai penelitian, seperti studi kasus, observasional, desain longitudinal
(kontrol kasus dan kohort), dan juga uji klinis telah dilakukan untuk mencari
pengobatan medis terbaik untuk tinea kapitis dengan efek samping minimum dan
tidak bersifat hepatotoksik. Meskipun setiap penelitian menghasilkan berbagai
klinis parameter dan laboratorium, semuanya memiliki hasil yang sama yaitu obat
yang bersifat hepatotoksik. Beberapa indikator utama, yang sering dihasilkan
dalam penelitian adalah peningkatan enzim hati, ekspresi gen, dan kerusakan sel
hati. Hingga saat ini, telah ada 2 tinjauan sistematis dan / atau publikasi meta-
analisis yang dibuat untuk membandingkan griseofulvin dan ketokonazol pada
pasien dengan kasus infeksi jamur. Namun, masih belum ada publikasi resmi
tentang laporan kasus berbasis bukti (EBCR) terkait dengan terapi terbaik untuk
tinea kapitis yang memiliki efek samping hepatotoksik yang paling minimum.
Selain itu, tidak ada tinjauan sistematis dari tinjauan sistematis dan meta-analisis
dalam satu studi. Kami pikir, 2 tinjauan sistematis dan/ atau meta-analisis yang
diterbitkan ini akan sangat berguna jika dapat digabungkan dalam satu ulasan
tunggal.
Laporan merupakan laporan kasus yang dibuat menggunakan ulasan
sistematis dan/ atau meta-analisis, yang membandingkan terapi tinea kapitis antara
menggunakan griseofulvin dan ketokonazol yang memiliki efek samping
hepatotoksik yang paling minimum. Laporan kasus ini lengkap dan tepat yang
disertai dengan bukti ilmiah berdasarkan tinjauan sistematis dan desain meta-
analisis. Oleh karena itu dapat memperoleh perbandingan antara bukti dan kasus
lapangan (aplikasi untuk pasien).
Rumusan masalah dalam studi laporan kasus ini adalah; terapi mana yang
akan memberikan efek samping hepatotoksik yang paling minimum yang lebih
baik untuk pasien tinea kapitis antara griseofulvin dan ketokonazol? Untuk
menjawab pertanyaan ini, kami menggunakan studi literatur sistematis untuk
tinjauan sistematis dan publikasi meta-analisis dan aplikasi langsung pada pasien
dalam kasus ini. Inilah yang kami sebut desain laporan kasus berbasis bukti
(EBCR). Pendekatan ini jarang digunakan pada publikasi ilmiah di Indonesia,
sehingga diharapkan dapat melengkapi data laporan kasus tentang terapi terbaik
untuk tinea kapitis. Selain itu, laporan ini dapat memberikan wawasan baru untuk
pengobatan tinea kapitis di Indonesia dan di seluruh dunia.
Kasus
Seorang pasien anak laki-laki berusia 7 tahun diantar oleh kedua
orangtuanya ke polilinik kulit RSUD. Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala
sejak 2 minggu lalu. Selain gatal, kulit kepal pasien terlihat bersisik. Semakin hari
keluhan tersebut semakin parah. Riwayat penyakit dahulu diketahui bahwa 1
bulan yang lalu pasien menderita penyakit hepatitis A. Pada pemeriksaan fisik
status generalis dalam batas normal. Status lokalis ditemukan macula eritema
disertai skuama. Pada pemeriksaan dengan lampu wood ditemukan warna kuning
kehijauan. Dokter mendiagnosa pasien dengan tinea capitis. Kemudian dokter
akan memberikan terapi obat anti fungal. Obat anti fungal yang tersedia di apotek
RSUD tersebut adalah obat Griseofulvin dan ketoconazole. Orang tua pasien
bertanya, apakah pemberian obat anti fungal tersebut memiliki efek terhadap
fungsi hati pasien? Mengingat pasien tersebut sedang pemulihan dari penyakit -
hepatitis A.

Diskusi
Evidence based medicine merupakan strategi yang dibuat berdasarkan
pengembangan teknologi informasi epidemologi klinik ditujukan untuk dapat
menjaga dan mempertahankan keterampilan pelayanan medik dokter dengan basis
bukti medis yang terbaik, baik dalam penentuan etiologi, diagnostik, tatalaksana
atau penentuan prognosis. Beberapa jenis penelitian dapat memberikan informasi
yang baik mengenai tatalaksana. Bukti terbaik yang dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai tatalaksana terbaik dan terbaru. Systematical
review merupakan salah satu metode yang menggunakan review, telaah, evaluasi
terstruktur, pengklasifikasian, dan pengkategorian dari evidence base yang telah
dihasilkan sebelumnya. Kelebihan Systematical review ialah menggunakan
metode ilmiah yang sistematis sehingga minimal terjadinya bias, serta hasilnya
jelas dan dapat dipertanggung jawabkan
Rumusan masalah (Foreground)
Bagaimana efek dari obat Ketokonazol dan Griseofulvin terhadap fungsi
hati?

PICO

P I C O
Pasien anak laki- Terapi obat anti  Griseofulvin Fungsi Hati
laki usia 7 tahun Fungal  Ketokonazol
dengan diagnosis
Tinea capitis

Penelusuran Ilmiah
Untuk menjawab pertanyaan diatas, kami melakukan pencarian artikel di
situs PubMed dengan beberapa kata pencarian berupa “Tinea capitis” AND
“Griserofulvin” AND “Ketoconazole” AND “Liver function” namun tidak
ditemukan hasil. Kemudian kami memperluas kata kunci pencarian dan membagi
menjadi “azole” AND “Liver Injury” dan “Griseofulvin” AND “Liver Injury”
tanpa menyertakan “tinea capitis” dalam pencarian. Kemudian ditemukan total
108 artikel yang relevan dengan kata pencarian. Dan dipersempit menjadi 9
karena tahun terbit lebih dari 5 tahun. Kemudian dipersempit lagi menjadi 5
karena 4 lainnya tidak fokus menjawab mengenai kerusakan hati kemudian 2 di
exclude karena penelitian tersebut berfokus kepada ekspresi gen dan 1 lagi
penelitian dilakukan pada hewan . sehingga hasil akhir didapatkan 2 artikel yang
sesuai untuk kasus diatas.
Pencarian artikel dengan keyword “azole”
AND “Liver Injury” dan “Griseofulvin” AND Pencarian artikel dengan keyword berupa

“Liver Injury” tanpa menyertakan “tinea “Tinea capitis” AND “Griserofulvin” AND

capitis” = 108 artikel (Pubmed) “Ketoconazole” AND “Liver function” = 0


artikel (Pubmed)

Kemudian dipersempit dengan


4 artikel di eksklusi (tidak fokus
pencarian sesuai 5 tahun terakhir = 9
menjelaskan mengenai kerusakan hati)
artikel (Pubmed)

2 artikel di eksklusi (focus


menjelaskan mengenai ekpresi gen) 5 artikel

Menjadi 3 artikel, lalu 1 artikel di


eksklusi dikarenakan penelitian 2 artikel

dilakukan ke hewan

Bagan 1. Alur penelusuran ilmiah

Penilaian Bukti Ilmiah


Dalam menilai bukti ilmiah dari 2 jurnal tersebut, kami menggunakan
panduan dari Centre for Evidence-Based Medicine (CEBM) Universitas Oxford,
Inggris dalam melakukan clinical appraisal dari studi terapi. Berikut aspek yang
ditanyakan:
1. Apakah hasil dari tinjauan valid?
2. Apakah pemilihan terapi untuk pasien dilakukan secara acak?
3. Apakah kelompok sama pada awal penelitian dimulai?
4. Selain dari terapi yang dialokasikan, apakah kedua kelompok diberi perlakuan
yang sama?
5. Apakah semua pasien yang dimasukan kedalam penelitian dicatat? Dan apakah
mereka dianalisi dalam kelompok yang sesuai dimana mereka diacak?
6. Apakah tindakan objektif atau apakah pasien dan dokter tidak mengetahui
pengobatan yang diterima?

Berikut adalah hasil clinical appraisal pada jurnal ilmiah yang diteliti.

Tabel 1. Hasil Clinical Appraisal Penelitian


No Penelitian Poin 1 Poin 2 Poin 3 Poin 4 Poin 5
1. Bongomin F et al, 2018 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak
2. Ioannis et al, 2017 Ya Ya Ya Ya Ya

Ringkasan Studi
Studi Desain Lokasi & Subjek Intervensi Hasil
Bongomin F RCT Lokasi: Pasien Pasien mengalami
et al, 2018 Wythenshawe diberikan perbaikan yang signifikan
Hospital, Manchester terapi yang ditunjukkan dengan
University NHS isavukonazol kenaikan berat badan,
Foundation Trust, selama 11 pengurangan infeksi
Manchester M23 9LT, bulan jamur yang ditunjukkan
UK pada pencitraan CT,
pengurangan kadar IgG
Subjek : Aspergillus yang
Pasien laki-laki signifikan dari 90 menjadi
berusia 55 tahun 22 mg/L. Namun pada
keturunan angola pemeriksaan
dengan aspergillosis laboratorium, ALT
paru kronis (CPA) mengalami peningkatan
dari 34 U/L menjadi 238
U/L, aspartat transferase
(AST) mengalami
peningkatan dari 22 U/L
menjadi 145 U/L, ALP
menangalami peningkatan
dari 431 U/L menjadi 851
U/L.
Kyriakidis I RCT Lokasi : Arthrodesis Di Taiwan terdapat 28 dari
et al, 2017 University of 52 pasien yang diberi
thessaloniki, General ketokonazole mengalami
Hospital AHEPA, Drug Induced Liver
Thessaloniki, Greece Injuries.
Peredaran dari obat
Subjek : golongan tri azole di
Pasien dengan infeksi Taiwan ditarik karena
jamur berpotensi menimbulkan
hepatotoksik.
Griseovulfin merupakan
pilihan utama untuk Tinea
capitis pada anak karena
tidak ada efek samping
seruis pada penerima obat.

Penjelasan Studi
No. Judul P I C O
1 Late-onset Pasien laki-laki Terapi - Peningkatan
isavuconazole- berusia 55 tahun isavukonazol Enzim hati
induced liver keturunan selama 11
injury angola dengan bulan
aspergillosis
paru kronis
(CPA)

2 Clinical Pasien dengan Pemberian Griseofulvin, Ketokonazole


hepatotoxicity infeksi jamur obat antifungal Ketoconazole memiliki efek
associated hepatotoksik
with antifungal yang lebiih
agents tinggi
dibandingkan
Griseofulvin.

Felix Bongomin et al mempelajari penggunaan isavuconazole jangka panjang


terhadap Drug Induced Liver Injury (DILI). Studi ini menunjukkan bahwa
penggunaan isavuconazole terhadap pria 55 tahun keturunan Angola pada terapi
jangka panjang selama 11 bulan untuk pengelolaan aspergillosis paru kronis yang
sebelumnya mengalami TB paru menunjukkan penurunan kadar IgG Aspergillus
serum yang signifikan dari 90 mg/L menjadi 22 mg/L. Namun, terjadi
peningkatan enzim hati seperti alanin transferase (ALT) dari 34 U/L menjadi 238
U/L, aspartate transferase (AST) dari 22 U/L menjadi 145 U/L, alkalin
phosphatase (ALP) dari 431 U/L menjadi 851 U/L dengan kadar bilirubin
totalnya tetap dalam batas normal hal ini menunjukkan bahawa pasien
terdiagnosis DILI sehingga pengobatan dihentikan. Durasi pengobatan yang lebih
lama dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko cidera hati yang diinduksi oleh
agen anti jamur 4.
Kyriakidis Ioannis et al yang mempelajari tentang hepatotoksisitas secara
klinis yang terkait dengan agen anti jamur. Penelitian ini menunjukkan 28 dari 52
pasien dengan penyakit infeksi jamur yang diberi ketokonazol dalam penggunaan
jangka panjang mengalami Drug Induced Liver Injury dan 3 dari 509 pada pasien
tinea kapitis yang diberi pengobatan griseofulvin mengalami peningkatan enzim
hati yang artinya griseofulvin memiliki efek hepatotoksisitas yang rendah 5.

Kesimpulan
Dalam laporan kasus (EBCR) ini, kami melaporkan pasien sedang
menderita penyakit hepatitis A dan membutuhkan terapi antifungal karena
penyakit tinea kapitis yang menyertainya. Pasien membutuhkan obat antifungal
dengan hepatotoksisitas minimum, sehingga mencegah penurunan fungsi dan
kerusakan sel hati. Dari penilaian kritis yang berfokus pada 3 meta-analisis yang
dikumpulkan sebelumnya dari PubMed dengan kriteria tertentu, kami
menyimpulkan bahwa griseofulvin memiliki efek samping hepatotoksik yang
paling minimum dibandingkan dengan ketokonazol terutama dalam penggunaan
jangka panjang.
Dalam kalimat singkat, kami memilih griseofulvin dibandingkan
ketokonazol untuk pengobatan tinea kapitis pada pasien ini. Selanjutnya perlu
diteliti lebih lanjut mengenai efek samping lainnya dari kedua obat tersebut
terhadap pasien yang memiliki penyakit penyerta.
DAFTAR PUSTAKA

1. Christopher C, Kibbler RB, Neil AR, Susan H, Donna M, Rohini JM. Medical
Mycology. England: Oxford; 2018.
2. Clayton YM, Moore MK. Superficial Fungal Infection. Dalam : Harper J;
Oranje A, Prose N. editors. Textbook of Pediatric Dermatology. 2nd ed.
Massachusetts. Blackwell Publishing, 2006 : p 542-56.
3. Katzung BG, Master SB, Trevor AJ. Farmakologi dasar dan klinik edisi 12.
Jakarta: EGC; 2014.
4. Bongomin, F. Gonzer, IR. Lorden C. Lite Onset Isavuconazole Induced Liver
Injury. The National Aspergillosis Centre. 22:11-13.
5. Kyriakidis, I. Tragiannidis, A. Munchen, S. Clinical hepatotoxicity associated
with antifungal agents. Institute for Pharmaceutical and Medicinal Chemistry.
16 (2): 149–165.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai