Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. L
Umur : 20 tahun
Alamat : Gebang, kab. Cirebon
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 2 Februari 2020

Nama Suami : Tn. H


Umur : 20 tahun
Alamat : Gebang, kab. Cirebon
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 2 Februari 2020

1.2 ANAMNESIS
 Tanggal Pemeriksaan : 2 Februari 2020
 Keluhan Utama : Mulas dan keluar air-air dari jalan lahir
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 2 Februari 2020 pukul 01:10 WIB atas rujukan dari
Puskesmas Gebang diantar oleh bidan dengan G1P0A0 gravida preterm 34
minggu dengan KPD >24 jam dan prematur kontraksi. Saat datang ke
Rumah Sakit, pasien mengeluhkan mulas sejak jam 11:00 pagi dan keluar
2

air-air dari jalan lahir sejak jam 10.00 pagi SMRS, keluar air-air dirasakan
tiba-tiba saat pasien bangun dari tempat tidur, air yang keluar banyak dan
menyembur seperti balon air pecah berwarna jernih dan tidak berbau.
Keluhan tidak disertai dengan keluarnya lendir, tidak ada darah. Gerakan
janin dirasakan aktif. Pasien mengaku malamnya sempat bersenggama
dengan suaminya dan dalam 1 minggu terakhir melakukan senggama
sebanyak 2 kali. Tidak ada keluhan lain seperti keputihan, pusing,
perasaan berdebar, mual, muntah, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati,
BAK (+) BAB (+) seperti biasa. Karena keluhan tersebut pasien
memeriksakan diri ke PONED Gebang kemudian dirujuk ke RSUD Waled
Kabupaten Cirebon. Sebelum dirujuk, pasien sudah diberi amoxicillin
1x500tab per oral pada pukul 23:30 WIB dan Paracetamol 1x500mg oleh
bidan.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Penyakit Hepar : Disangkal
- Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : Disangkal
- Riwayat Penyakit DM : Disangkal
- Riwayat Penyakit Hipertensi : Disangkal
- Riwayat Trauma : Disangkal
- Riwayat Alergi : Disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat Penyakit Hipertensi : Disangkal
- Riwayat Penyakit DM : Disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
- Riwayat Tumor atau Kanker : Disangkal
 Riwayat Pribadi dan Sosial :
Riwayat merokok dan meminum alkohol disangkal
 Riwayat Operasi :
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi
3

 Riwayat Menstruasi :
Pasien mengaku menstruasi pertama kali saat usia 12 tahun dengan
siklus haid yang teratur 28 hari, lama 5 hari dengan 2-3 pembalut per hari.
- HPHT : 24 Juli 2019
- HPL : 1 April 2020
 Riwayat Obstetri :
Belum memiliki riwayat obstetri sebelumnya.

- Riwayat abortus : disangkal


- Riwayat infeksi nifas : disangkal
- Riwayat penyulit kehamilan : disangkal
 Riwayat Ginekologi :
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal.
 Riwayat ANC :
- Pemeriksaan kandungan sudah dilakukan di bidan.
- Riwayat imunisasi TT belum pernah dilakukan.
- Pasien mengaku melakukan USG hanya satu kali di Puskesmas
gebang saat usia kehamilan 6 bulan., didapatkan hasil : presentasi
kepala, ketuban cukup, taksiran berat janin 761 gram
 Riwayat KB :
Pasien belum menggunakan alat kontrasepsi
 Riwayat Pernikahan :
Pasien sudah menikah selama 2 bulan dengan satu kali pernikahan.
Pertama kali menikah pasien berusia 20 tahun.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Composmentis
 Tinggi badan : 152 cm
 Berat badan : 64 kg
4

 Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 36,7° C

a. Status Generalis
 Kepala – Normocephal, chloasma gravidarum (-), rambut
Leher : berwarna hitam dan tidak mudah rontok
Mata : simetris, ca -/-, si -/-
Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies
(-), gusi berdarah (-)
Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
 Thorax Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
: Cor : BJ I = BJ II regular, M(-) G(-)
 Abdomen Cembung gravida, BU (+), nyeri tekan (-), striae
: (-), jejas (-)
 Ekstremitas Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2detik
:

b. Status Obstetrikus
 Pemeriksaan fisik luar
- TFU : 29 cm
- DJJ : 139x/menit, reguler
- His : 1x10’x10”
 Palpasi
- Leopold I : TFU 29 cm, presentasi bokong
- Leopold II : Bagian punggung janin teraba di kanan (puka), dan
bagian kecil janin teraba di kiri ibu, DJJ :
139x/menit
- Leopold III : teraba bulat keras, Presentasi kepala
5

- Leopold IV : sudah masuk PAP (divergen)


 Pemeriksaan fisik dalam
- V/V : Tidak ada kelainan
- Pemeriksaan Inspekulo : Tampak
cairan berwarna jernih
keluar dari ostium uteri eksternum
- VT : Dinding vagina licin,
portio tebal dan
lunak, letak serviks di tengah, Ø 1 cm,
ketuban (-) sisa sedikit keruh, kepala di
H-1
- Bishop Score :6
 Pembukaan serviks : (1)
 Pendataran serviks : (1)
 Penurunan kepala : (1)
 Konsistensi serviks : (2)
 Posisi serviks : (1)
- Tes Lakmus (Nitrazin) : (+) Kertas lakmus merah berubah
menjadi
biru
- Tes pH :8

1.4 RESUME
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 2 Februari 2020 pukul 01:10 WIB atas rujukan dari Puskesmas
Gebang diantar oleh bidan dengan G1P0A0 gravida preterm 34 minggu
dengan KPD >24 jam dan prematur kontraksi. Saat datang ke Rumah Sakit,
pasien mengeluhkan mulas sejak jam 11:00 pagi dan keluar air-air dari jalan
lahir sejak jam 10.00 pagi SMRS, keluar air-air dirasakan tiba-tiba saat
pasien bangun dari tempat tidur, air yang keluar banyak dan menyembur
seperti balon air pecah berwarna jernih dan tidak berbau. Keluhan tidak
6

disertai dengan keluarnya lendir, tidak ada darah. Gerakan janin dirasakan
aktif. Pasien mengaku malamnya sempat bersenggama dengan suaminya dan
dalam 1 minggu terakhir melakukan senggama sebanyak 2 kali. Tidak ada
keluhan lain seperti keputihan, pusing, perasaan berdebar, mual, muntah,
pandangan kabur, dan nyeri ulu hati, BAK (+) BAB (+) seperti biasa. Karena
keluhan tersebut pasien memeriksakan diri ke PONED Gebang kemudian
dirujuk ke RSUD Waled Kabupaten Cirebon. Sebelum dirujuk, pasien sudah
diberi amoxicillin 1x500tab per oral pada pukul 23:30 WIB dan Paracetamol
1x500mg oleh bidan.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
penyakit pada keluarga, dan riwayat operasi. Pasien juga menyangkal pada
riwayat mengkonsumsi alkohol maupun merokok. Pasien mengaku bahwa
pertama kali menstruasi saat usia usia 12 tahun dengan siklus yg teratur
selama 28 hari, lama 5 hari dengan 2-3 pembalut per hari. Pada riwayat
ginekologi pun disangkal oleh pasien, karena pasien tidak memiliki riwayat
kanker, kista, mioma, maupun perdarahan diluar siklus menstruasi. ANC
sudah dilakukan di Puskesmas Gebang, imunisasi TT belum dilakukan dan
melakukan USG saat usia kehamilan 6 bulan didapatkan hasil presentasi
kepala, ketuban cukup, taksiran berat janin 761 gram. Pasien belum pernah
menggunakan KB. Pasien mengaku sudah menikah selama 2 bulan, saat
menikah pasien berusia 20 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu 36,7 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 29 cm, DJJ
139x/menit reguler, his 1x10’10”. Pada pemeriksaan leopold I ditemukan
presentasi bokong, leopold II bagian punggung janin teraba di kanan, dan
bagian kecil janin teraba di kiri ibu, leopold III presentasi kepala, leopold IV
divergen. Pada pemeriksaan dalam ditemukan V/V tidak ada kelainan,
Pemeriksaan inspekulo tampak cairan berwarna jernih keluar dari ostium uteri
eksternum. VT didapatkan dinding vagina licin, portio tebal lunak,
pembukaan 1 cm, ketuban (-), sisa sedikit keruh, letak serviks di tengah,
7

kepala H-1, didapatkan bishop score dengan nilai 6. Tes lakmus didapatkan
hasil positif, kertas lakmus merah berubah menjadi biru dan dengan pH 8.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
-Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 2 Februari 2020 di RSUD Waled :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 12,0 12,5-15,5 gr%
Hematokrit 36 36-48 %
Trombosit 268 150-400 Mm3
Leukosit 11,2 4-10 mm3
MCV 91,0 82-98 mikro m3
MCH 30,4 >27 Pg
Eritrosit 3,94 3,8-5,4 Mm3
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 2-4 %
Neutrofil Batang 1 3-5 %
Neutrofil Segmen 77 50-80 %
Limfosit 17 25-40 %
Monosit 5 2-8 %
Imunoserologi
VDRL Non Reactive Non Reactive -
HBsAg Non Reactive Non Reactive -
TPHA Negative Negative -

1.6 DIAGNOSIS
G3P2A0 gravida preterm 34 minggu kala 1 fase laten dengan ketuban pecah
dini >24 jam dan prematur kontraksi

1.7 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Observasi KU, TTV, DJJ, dan kemajuan persalinan
- Usulan pemeriksaan Cardiotocography (CTG)
- Usulan pemeriksaan USG
- Konsul dokter Sp.OG
8

Medikamentosa
- IVFD D5% 500cc/8 jam
- Ceftriaxone 1gr iv
- Dexamethasone 1 amp
- Nifedipine 10mg
1.8 PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia ad Bonam
 Ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9

Ketuban Pecah Dini (KPD)


A. Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan
inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau
bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara
klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering
disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah
dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan
bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2

B. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator
ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
10

lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat
uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
1) Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah
cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila
terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis,
endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah
dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam
pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2) Defisiensi vitamin C dan Fe
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan
kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar
vitamin C dalam darah ibu.
Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan
mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan
anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume
30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34
minggu.2
3) Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu
11

sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana


terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan
sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya
adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-
Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.2
4) Faktor umur dan paritas
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi
persalinan. Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah
antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia seseorang
sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena
organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya
dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi
cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan
sebelumnya. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah
mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran
yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD
pada kehamilan berikutnya.2
5) Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah
persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat. Rendahnya
pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak
mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.2
6) Faktor-faktor lain (Inkompetensi serviks, Perokok, Riwayat KPD
Sebelumnya)
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan
menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat
12

tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur


pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Inkompetensia serviks adalah istilah
untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim
(serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.2
Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan
ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Rokok
mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk
karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.
Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan-
gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko
lahir mati yang lebih tinggi.
Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.
Faktor-faktor lain, seperti : tekanan intrauterine yang meningkat
(gemelli, koitus), hidramnion, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH
vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
13

Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini


mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Serviks inkompeten.
b. Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
c. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.5

C. Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus
KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya,
menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang,
sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya
sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas
pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-
7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas
dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7
hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD
prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban
pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan
insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada
24 jam.2
14

D. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.6

Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti


penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9
yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP).
TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas
yang sama dengan TIMP-1.2
15

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan


oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif
lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan
bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang
tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks
ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban
pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang
meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian
ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan
struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih
rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Terdapat beberapa macam bakteri yang dihubungkan
dengan persalinan preterm dan ketuban pecah dini yaitu : Gardrenella
vaginalis, Mycoplasma homnis, Chlamydia, Ureaplasma urealyticum,
Fusobacterium, Trichomonas vaginalis, Klebsiella pneumoniae,
Escherichia coli dan Hemophilus vaginalis. Beberapa flora vagina
termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas
vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi
oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada
sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
16

produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga


berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis
bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan
prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis
terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.
Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang
berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai
saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan
ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2
dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan
prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining
klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika
temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih
dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2
b. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah
dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon
relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan
MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran
17

hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban


belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2
c. Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama
disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel
yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis
merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2
d. Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran.
Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2
18

Gambar. 2.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2

E. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :4
1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah
ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri
maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20
minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan
19

dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir.


Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
2) Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel
cairan ket uban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk
kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5 Tiga tanda penting yang berkaitan
dengan ketuban pecah dini adalah :
a) Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
b) Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
c) Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada
objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput
ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru
(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya
lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning)
dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio
lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari
kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap
Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.7
3) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian
presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam
masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.8
20

4) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada KPD, antara
lain :
a. Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru.
b. Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
c. USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
d. Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi
intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan
meningkat.
e. Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi
kematangan paru janin.4

F. Penatalaksanaan
Terdapa 2 prinsip penatalaksanaan pada KPD :10
a) Konservatif
Dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada bayi maupun janin), pada
umur kehamilan 28-34 minggu, dirawat selama 2 hari.10
Rawat di rumah sakit, selama perawatan dilakukan :10
a. Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi
 Ibu : Suhu >38o takikardi ibu, leukositosis, tanda-tanda
infeksi intra uterin, rasa nyeri pada Rahim, sekret
vagina purulen
 Janin : Takikardi janin
b. Pengawasan timbulnya tanda persalinan
c. Pemberian antibiotika p.o (Cefadroksil 2x500 mg. Eritromisin
4x500 mg) selama 3-5 hari atau antibiotika spectrum luas lain yang
sensitif
21

d. Pemberian tokolitik dengan syarat tidak ada infeksi secara


klinis
atau laboratoris
e. Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin
f. Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan
pematangan
paru
Menurut sumber lain terapi konservatif dapat dilakukan :2
1. Rawat di Rumah Sakit
2. Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
3. Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi
dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.2,9

b) Aktif
Indikasi dilakukan penatalaksanaan aktif :10
22

 Pengelolaan aktif pada KPD dengan


umur kehamilan 20-<26
minggu dan >34 minggu
 Ada tanda-tanda infeksi
 Timbulnya tanda tanda persalinan
 Gawat janin
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5; lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5; induksi persalinan, partus pervaginam.2,9

Ketuban Pecah Dini


(KPD)
23

Umur Kehamilan

20 - < 28 minggu 28 – 34 minggu ≥ 34 minggu

Aktif Konservatif rawat 2 hari Aktif

Tanpa komplikasi lain His (+), Infeksi (+)

Pulang dengan saran : Aktif


- Tidak melakukan
coitus/irigasi vagina
- Segera kontrol bila ada
tanda-tanda
infeksi/gerak janin
berkurang

PNC tiap minggu


sampai 34 minggu

Gambar. 2.3. Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.7,10

G. Komplikasi
1) Persalinan Prematur
24

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.


Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1,8
2) Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1,8
3) Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin
sedikit air ketuban, janin semakin gawat.1,8
4) Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1,8

Premature Kontraksi
A. Definisi
25

Prematur kontraksi adalah kontraksi reguler yang timbul pada usia


kehamilan 20-37 minggu dan menyebabkan kemajuan waktu persalinan.
Prematur kontraksi atau biasa disebut dengan persalinan palsu dapat
menimbulkan kontraksi yang tidak nyaman dan berdurasi lebih lama, hal
ini dapat memberi kesan bahwa waktu persalinan telah dimulai. Kejadian
persalinan palsu dapat menjadi tanda adanya gangguan janin, sehingga
untuk menghindari kematian pada janin perlu dilakukan persalinan lebih
dini. Kontraksi prematur pada uterus adalah tanda pertama dari persalinan
prematur, yang diikuti oleh perubahan progresif pada serviks seperti
penipisan dan dilatasi.11 Penurunan aktivitas oksitosin dalam uterus fibroid
gravid dapat meningkatkan konsentrasi oksitosin, dan merupakan
predisposisi kontraksi prematur.14 Prematur kontraksi memiliki
kemungkinan untuk menimbulkan risiko prematuritas dan menambah
keterikatan serta membuat seorang wanita harus bersiap menjadi ibu
prematur.12
Kontraksi Braxton Hicks terjadi karena perubahaan keseimbangan
estrogen, progesteron, dan memberikan rangsangan oksitosin. Ibu berusia
tua saat hamil (≥35 tahun) pengeluaran estrogen dan progesteron makin
berkurang, sehingga oksitosin menimbulkan kontraksi yang lebih sering,
sebagai his palsu.13 Usia reproduksi sehat dikenal dengan usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah umur 20-30 tahun, dimana kehamilan ibu
dengan usia di bawah 20 tahun berpengaruh kepada kematangan fisik dan
mental dalam menghadapi persalinan. Rahim dan panggul ibu seringkali
belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan dan keselamatan janin dalam kandungan. Selain itu
mental ibu belum cukup dewasa sehingga, sangat meragukan pada
keterampilan perawatan diri ibu dan bayinya.12
Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga
kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan
progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst
posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya
26

persalinan. Oleh karena itu makin tua frekuensi kontraksi makin sering.
Oksitosin diduga bekerja bersama atau melalui prostaglandin yang makin
meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15. Di samping itu
faktor gizi ibu hamil dan ketegangan otot rahim dapat memberikan
pengaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim.17
Kontraksi palsu atau kontraksi Braxton Hicks terjadi dengan
kondisi otot-otot rahim mengalami penegangan yang membuat otot perut
ikut mengencang, apabila dilakukan sentuhan pada bagian tersebut akan
terasa keras. Perasaan nyeri pada perut juga kemudian akan terasa dan
menjalar ke tubuh bagian bawah. Pada umumnya kondisi ini hanya
berlangsung 2-3 menit.17
Penyebab kontraksi prematur, yaitu overdistensi berlebihan otot
rahim dan selaput ketuban, perdarahan di bawah selaput ketuban, dan
akibat adanya infeksi dan peradangan di dalam rahim ibu hamil. Proses
infeksi ini biasanya telah terjadi dalam beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan sebelum terjadinya tanda-tanda kelahiran prematur. Infeksi
air seni tanpa keluhan sering dihubungkan dengan pecahnya ketuban
prematur (asimptomatik bakteriuria).17

B. Etiologi
Kontraksi memiliki tujuan utama untuk mempersiapkan otot-
otot uterus untuk kontraksi sejati menjelang persalinan. Kontraksi sejati
akan memengaruhi uterus dan servix sehingga servix menjadi memendek
dan meregang menjelang persalinan. Hal tersebut tidak terjadi pada
kontraksi Braxton Hicks. Pemicu timbulnya kontraksi Braxton Hicks, yaitu
:16
 Dehidrasi
Hal ini dapat membuat spasme pada otot sehingga kontraksi akan
timbul. Kontraksi Braxton Hicks akan dapat diredakan dengan
penanganan dehidrasi yang adekuat.
 Aktivitas, hal ini seperti olahraga (berjalan atau berlari)
 Mengangkat beban yang berat
27

 Bayi dalam kandungan yang sangat aktif bergerak


 Sentuhan pada abdomen
 Berhubungan seksual
 Stres yang berlebihan
Adapun perbedaan kontraksi Braxton Hicks dengan kontraksi sejati
sulit untuk dibedakan apabila menjelang akhir minggu kehamilan apabila
kontraksi tersebut mengarah ke gejala perut terasa tegang. Beberapa hal
yang dapat membantu untuk membedakan kontraksi tersebut, yaitu durasi,
frekuensi, dan derajat nyeri. Biasanya pada kontraksi Braxton Hicks akan
didapatkan beberapa indicator, diantaranya:16
 Timbul sekitar 5-10 menit dalam beberapa waktu
 Kontraksi timbul secara tidak konstan
 Kontraksi akan menghilang dengan perubahan posisi badan
 Kontraksi timbul kuat pada awal lalu melemah seiring berjalannya
waktu
 Biasanya pertama kali dirasakan pada abdomen bagian bawah

C. Epidemiologi
Prematur kontraksi menginisiasi sebuah persalinan prematur yang
pada akhirnya berujung pada kelahiran prematur. Kejadian persalinan
prematur secara global meliputi 5-7% dari semua kelahiran, dengan negara
berkembang yang memiliki proporsi paling besar. Persalinan prematur di
Indonesia menyebabkan neonates pada 16-18% dari total kelahiran hidup.

D. Faktor Risiko
1. Karakteristik Pasien:
 Status sosio-ekonomi rendah
 Usia ibu
 Riwayat persalinan prematur- 4 x lebih besar berisiko prematur
 Pekerjaan dan aktivitas tinggi
 Merokok – lebih dari 10 batang sehari
28

 Penggunaan obat bius/kokain


2. Penyakit selama kehamilan
 Infeksi saluran kemih
 Hipertensi
 Asma
 Hipertiroidism
3. Distensi uterus berlebihan:
 Kehamilan multiple
 Diabetes
 Perdarahan antepartum
 Tindakan bedah pada ibu selama kehamilan

E. Penegakan Diagnosis
 Anamnesis: ditemukan tanda adanya His
 Pemeriksaan fisik (pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam):
pembukaan serviks, monitor kontraksi
 Pemeriksaan penunjang: transvaginal USG (melihat panjang
serviks), fetal fibronectin

F. Diagnosis
Braxton Hicks: his palsu, tidak regular, tidak nyeri, tidak
menimbulkan perubahan pada serviks, kontraksi hilang dengan reposisi
pasien.

G. Patofisiologi
Kontraksi Braxton Hicks dianggap memainkan peran dalam
mengencangkan otot rahim dalam persiapan untuk proses kelahiran.
Terkadang kontraksi Braxton Hicks disebut sebagai "latihan untuk
persalinan." Kontraksi Braxton Hicks tidak menyebabkan dilatasi pada
serviks tetapi mungkin berperan dalam pelunakan serviks.
29

Kontraksi otot uterus yang intermiten juga dapat berperan dalam


meningkatkan aliran darah ke plasenta. Darah yang kaya oksigen mengisi
ruang intervillous uterus di mana tekanannya relatif rendah. Kehadiran
kontraksi Braxton Hicks menyebabkan darah mengalir ke pelat korion di
sisi janin dari plasenta. Dari sana darah yang kaya oksigen memasuki
sirkulasi janin.

H. Penatalaksanaan
1. Rawat Konservatif
2. Tokolitik : Disarankan sebelum 34 minggu kehamilan. Tujuan utama
terapi tokolitik adalah untuk menunda persalinan selama 48 jam untuk
memungkinkan glukokortikoid bekerja maksimal dalam mengurangi
RDS atau sindrom gangguan pernapasan dan untuk transfer dalam
rahim ke pusat tersier.
Salbutamol, isoksuprine, nifedipine, terbutalin
Nifedipine 3x20mg
3. Antibiotik profilaksis: Diberikan jika membran ketuban pecah
4. Steroid : Terindikasi pada wanita dengan resiko persalinan prematur
sebelum 36 minggu termasuk PPROM (Preterm Premature Rupture Of
Membrane) untuk mempercepat kematangan paru- paru janin :
Dexamethasone 2x4mg, 2 hari

DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2013. Hal: 229-232
30

2. Soewarto, S. 2013. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
3. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
4. Medina, Tanya M. and Hill, Ashley D. Preterm Premature Rupture of
Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:659-
64.
5. Myers VS. Premature rupture of membranes at or near term. In: Berghella V.
Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine.
Informa heathcare. Informa UK Ltd, 2007.
6. Bergehella V. Prevention of preterm burth. In: Berghella V. Obstetric
evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa
heathcare. Informa UK Ltd, 2007.
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature Birth. In: Williams Obstetric. 25rd Ed. McGrawHill Medical, New
York, 2018.
8. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds)
Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-
60.
9. Jazayeri, Allahyar. Premature Rupture Of Membranes. Medscape. [Online]
2017. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/
10. Panduan Praktis Klinis Obstretri dan Ginekologi. Bandung : Dep./SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD RSUP. DR. Hasan
Sadikin. 2018.
11. Anu MS, Kunjibettu S, Archana S, Dei L. Management of premature
contractions with shatavaryadi ksheerapaka basti - c case report. AYU
Journal. 2019. 38(3): 148-152.
31

12. Handelzalts JE, Krissi H, Levy S, Freund Y, Carmie N, Ashwal E, Peled Y.


Personality, preterm labor contractions, and psychological consequences.
2015. Arch Gynecol Obstet. 293(3):575-82.
13. Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi 2. Jakarta
(ID): EGC. 2012.
14. Milazzo GM, Catalano A, Badia V, Mallozzi M, Caserta D. Myoma and
myomectomy: poor evidence concern in pregnancy. J Obstet Gynaecol Res.
43 (12): 1789–1804.
15. Siregar. Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post
Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung
Morawa Tahun 2013. Jurnal Ilmiah PANNMED. 9 (1).
16. Suprabha K, Anu M.S dkk, Management of Premature Contraction with
Shatavaryadi Kseheerapaka Basti. A-case report. 2018. Diakses tanggal 25
Desember 2019. [Downloaded free from http://www.ayujournal.org on
Tuesday, October 9, 2018, IP: 5.142.70.59]
17. Hakimi. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
C.V Andi Offset. 2010.

Anda mungkin juga menyukai