Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL

Randomized Comparative Trial of efficacy of


paracetamol, ibuprofen and paracetamol‑ibuprofen
combination for treatment of febrile children

Pembimbing :

dr. Argo Pribadi, Sp. A, M. Kes.

Disusun oleh :

Khairifa Adlina Razie

1102015115

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan jurnal
dengan judul “Randomized Comparative Trial of efficacy of paracetamol,
ibuprofen and paracetamol‑ibuprofen combination for treatment of febrile children”
dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka memenuhi salah satu tugas
sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu penyakit dalam
di Rumah Sakit Umum Dr. Drajat Prawiranegara Serang.

Dalam menyelesaikan tugas jurnal ini, saya mengucapkan terima kasih


kepada dr. Argo Pribadi, Sp. A., M. Kes. selaku pembimbing dalam penyusunan
jurnal dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.

Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan


menerima kririk dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita
semua.

Serang, Mei 2019

Khairifa Adlina Razie

Penyusun

1
ABSTRAK

Latar belakang masalah: Parasetamol dan ibuprofen banyak digunakan untuk


demam pada anak-anak sebagai monoterapi dan sebagai terapi kombinasi. Belum
terbukti jelas mana perawatan yang lebih unggul. Oleh karena itu, Penelitian ini
direncanakan untuk membandingkan efektivitas parasetamol, ibuprofen dan
kombinasi parasetamol-ibuprofen untuk pengobatan anak dengan demam.

Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas parasetamol, ibuprofen dan kombinasi


parasetamol-ibuprofen dalam menurunkan demam pada anak.

Metode: Penelitian dilakukan secara blind, random, komparatif. Uji klinis paralel
dilakukan kepada 99 anak dengan demam yang memiliki rentang usia 6 bulan
hingga 12 tahun. Subjek kemudian dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
menerima parasetamol 15 mg/kgBB, kelompok kedua ibuprofen 10 mg/kgBB, dan
kelompok ketiga diberi kombinasi parasetamol dan ibuprofen, dosis tunggal
melalui oral. Kemudian semua pasien dilakukan follow-up dengan interval 1, 2, 3,
dan 4 jam setelah dosis diminum dengan menggunakan termometer timpani.

Hasil: Setelah 4 jam pemberian obat, secara signifikan, suhu timpani rata-rata lebih
rendah pada kelompok kombinasi dibandingkan dengan kelompok parasetamol (P
<0.05); Namun, perbedaannya tidak signifikan secara klinis (<1°C). Tingkat
penurunan suhu tertinggi ada pada kelompok kombinasi. Jumlah anak afebris 4 jam
pasca dosis tertinggi pada kelompok kombinasi. Perbedaan antara kombinasi dan
parasetamol signifikan untuk jam pertama (P = 0.04). Penurunan suhu tertinggi
tercatat dalam 1 jam pemberian obat di semua kelompok. Tidak ada efek samping
serius yang terjadi pada kelompok mana pun.

Kesimpulan: Kombinasi parasetamol dan ibuprofen lebih cepat mereduksi suhu


dibandingkan parasetamol atau ibuprofen saja. Jika pengurangan suhu lebih cepat
adalah tujuan terapi yang diinginkan, penggunaan kombinasi parasetamol +
ibuprofen dapat dianjurkan.

Kata Kunci: anak, terapi kombinasi, demam, ibuprofen, parasetamol

2
PENDAHULUAN

Demam atau yang disebut dengan pyrexia/ hipertermia adalah gejala medis
yang biasa ditemukan karena adanya elevasi suhu dari suhu normal, yaitu antara
36.5 – 37.5℃. Demam biasa ditemukan pada anak. Untuk mengurangi risiko
terjadinya kejang pada demam, orang tua biasa mengurangi kegelisahan pada anak
dan juga menurunkan suhu. Pilihan untuk mengurangi demam pada anak termasuk
meminum cairan dingin, berpakaian ringan, menggunakan spons hangat, dan
meminum obat antipiretik seperti parasetamol dan ibuprofen.

Parasetamol dan ibuprofen telah menunjukkan memiliki efektivitas yang


lebih besar daripada plasebo, dan ibuprofen lebih besar efektivitasnya daripada
parasetamol dalam mengobati demam. Namun, dalam beberapa ulasan literatur
menyimpulkan bahwa parasetamol lebih baik digunakan karena kecilnya efek
samping yang ditimbulkan dibandingkan dengan ibuprofen. Ibuprofen memiliki
keunggulan dosis yang lebih jarang (setiap 6 – 8 jam vs setiap 4 jam untuk
parasetamol) dan durasi kerjanya yang lebih lama membuatnya menjadi alternatif
yang cocok untuk parasetamol.

Paracetamol dan ibuprofen memberikan efek pada poin yang berbeda di


jalur pirogenik. Karena itulah tindakan sinergis dapat mungkin terjadi. Orang tua
dan pekerja kesehatan mengobati demam pada anak dengan menggunakan
ibuprofen dan parasetamol. Pemberian kedua obat tersebut secara bersamaan
dengan kombinasi dosis tetap atau terpisah memang sudah banyak dilakukan, tetapi
bukti perbandingan efektivitas antara kombinasi dengan yang terpisah masih
kurang. Saat ini, the Cochrane systematic review sedang meringkas semua literatur
yang ada mengenai keefektivan parasetamol, ibuprofen, dan kombinasi kedua obat
ini sedang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
membandingkan keefektivitas dosis tunggal parasetamol, ibuprofen dan kombinasi
antar keduanya dalam pengobatan demam pada anak.

METODE

Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian blind, randomized, parallel group, multiple arm
comparative, single dose trial yang dilakukan di departmen pediatri dari rumah
sakit pendidikan tersier. Sebelum penelitian, persetujuan didapatkan dari Komite
Etik Institusional dan informed consent didapatkan dari orang tua atau wali legal
sebelum skrining pasien dilakukan.

Kriteria Inklusi
Anak usia 6 bulan – 12 tahun, jenis kelamin laki-laki atau perempuan, dan memiliki
suhu ≥38℃ dengan pengukuran suhu menggunakan temperatur timpani.

3
Kriteria Eksklusi
Pasien mendapatkan obat antipiretik 6 jam sebelum penelitian, mempunyai riwayat
hipersensitivitas terhadap obat yang dipakai dalam penelitian, pasien dengan infeksi
yang mengancam nyawa, pasien meningitis, pasien dengan pembuluh darah
collapse, kelaianan darah, selulitis atau infeksi kulit lainnya, suspek cacar air,
immunosuppressed patients, jaundice akut, gejala perdarahan aktif gastrointestinal,
koagulopati, penyakit atau kelainan ginjal kronik, gagal jantung atau hepar,
dehidrasi, sedang dalam pengobatan warfarin, heparin, atau obat anti hipertensi
lain, asma yang membutuh obat pencegahan regular dan memiliki berat badan
kurang dari 7 kg. Pasien yang dalaam pengobatan apapun yang dapat mengganggu
jalannya penelitian tidak diperbolehkan mengikuti penelitian.

Kriteria Withdrawal
Setiap kejadian efek samping, penyakit serius atau kondisi medis lainnya yang
terlihat oleh peneliti/ dokter yang merawat, dimana keikutsertaan yang
berkelanjutan tidak menimbulkan efek yang baik terhadap subjek, keputusan dari
wali legal/ pasien untuk menarik diri dari penelitian, jika subjek ditemukan
melanggar protokol atau jika pasien tidak kooperatif selama penelitian, pasien yang
membutuhkan penggunaan obat tertentu atau intervensi yang dapat mengganggu
jalannya penelitian, dan jika kejang demam / kejang terjadi pada anak selama
penelitian.

Sampel
Banyaknya sampel yang direncanakan adalah 30 pasien dalam setiap kelompok
dengan kekuatan 90% dan dengan kemungkinan variabilitas 1.18°C berdasarkan
studi sebelumnya oleh McIntyre dan Hull. Perbedaan yang relevan secara klinis
untuk perubahan dari suhu dasar selama periode 4 jam dipertimbangkan sebagai
1°C. Peneliti mengambil attrition rate 10% berdasarkan hukum Lassagna. Sampel
akhir ditetapkan menjadi 33 pasien untuk masing-masing kelompok uji (Total 99).

Prosedur Penelitian
Usia, jenis kelamin, berat badan, diagnosis primer, perlakuan yang diterima dan
riwayat terperinci dicatat dalam Formulir Catatan Kasus untuk anak yang
menghadiri departemen rawat jalan anak dan datang dengan demam sebagai salah
satu gejala yang muncul. Para peserta, yang memenuhi kriteria inklusi /
pengecualian dirawat di bangsal anak. Peserta dialokasikan oleh peneliti yang tidak
dibutakan ke salah satu dari tiga kelompok pengobatan sesuai pengacakan grafik.
Urutan pengacakan disembunyikan oleh peneliti yang tidak dibutakan dan
pemberian obat dilakukan tanpa kehadiran peneliti yang dibutakan. Peneliti yang
dibutakan merupakan peneliti yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penelitian
kecuali pengacakan dan pemberian obat. Berdasarkan hasil pengacakan komputer,
pengacakan blok digunakan untuk menetapkan tiga rangkaian ke 33 subjek di
masing-masing kelompok dengan rasio 1: 1: 1.

4
Intervensi
Paracip® Syrup, (Cipla Pharmaceuticals Ltd.) botol 60 ml mengandung 100 mg / 5
ml parasetamol dan Ibugesic® Syrup (Cipla Pharmaceutical Ltd.) botol 60 ml
mengandung 125 mg / 5 ml ibuprofen. Obat penelitian diberikan sebagai dosis oral
tunggal setelah menghitung dosis dalam mililiter. Hasil perhitungan dosis
didapatkan, ibuprofen 10 mg / kg atau parasetamol 15 mg / kg atau keduanya
ibuprofen dan parasetamol, dengan bantuan kalibrasi gelas ukur dengan 60 ml air.
Dosis obat diulangi jika anak muntah dalam 1 jam setelah pemberian obat. Obat
disimpan dalam suhu ruangan. Hanya peneliti yang tidak dibutakan yang
mendapatkan akses terhadap obat penelitian.

Termometer timpani lebih sensitif dalam pengukuran suhu tubuh,


dibandingkan dengan termometer konvensional dan nyaman untuk pasien karena
membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mengukuran suhu. Oleh karena itu,
suhu timpani diukur dengan bantuan termometer timpani pediatrik (Swan-DX
6603®). Suhu timpani dicatat sebelum obat diberikan dan kemudian setiap jam
hingga 4 jam setelah dosis. Peneliti memilih 4 jam sebagai titik akhir efektivitas
obat berdasarkan penelitian sebelumnya. Beberapa anak dapat membutuhkan
pengulangan antipiretik di 4 jam. Selain itu, tujuan studi utama peneliti adalah
untuk melihat penurunan suhu timpani dari suhu awal pada akhir 4 jam setelah
pemberian obat. Suhu dasar diukur tiga kali untuk memastikan ketepatan
termometer.

Penilaian Hasil
Titik akhir primer untuk keefektivitas obat adalah penurunan suhu timpani dari
suhu awal diakhir 4 jam setelah pemberian obat.

Poin akhir sekunder adalah penurunan persentase suhu dari awal hingga 4 jam
setelah dosis, proporsi anak dengan afebris pada 1, 2, 3 dan 4 jam setelah dosis,
timbulnya efek samping selama periode 4 jam sebagaimana dicatat oleh para
peneliti dan kausalitas dinilai dengan bantuan Algoritma Naranjo.

Analisa Statistik
Data dianalisis menggunakan analisis varian untuk variabel demografis dan analisis
hasil utama berdasarkan analisis per protokol pada set kasus yang valid, yaitu, set
pasien yang berpartisipasi dalam penelitian sebagaimana dimaksud. Waktu untuk
suhu turun hingga 37.5°C dibandingkan dengan menggunakan tes peringkat log.
Jumlah pasien yang mengalami efek samping dan jumlah pasien yang suhunya
turun 1°C atau lebih pada 4 jam, masing-masing dibandingkan menggunakan χ2
tes. Semua uji statistik yang dilakukan adalah uji statistik dua sisi (two tailed)
dengan signifikansi ditentukan oleh referensi ke level 5%.

5
HASIL

Total subjek yang ada dipenelitian ini adalah 99 anak yang diteliti dari Juli 2009
hingga November 2010. Alur bagan untuk penentun subjek pada penelitian ini apa
pada Figur 1. Dari 99 pasien yang mengikuti penelitian ini, total 93 pasien yang
dapat menyelesaikan hingga tuntas.

Variabel Demografik Dasar


Variabel dasar dari 3 kelompok yang diteliti, antara lain usia, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, dan suhu awal, dibandingkan (Tabel 1). Tabel 2 menjelaskan
distribusi diagnosis klinik dalam 3 kelompok, seperti keadaan umum, ISPA, dan
malaria. Tabel 3 menjelaskan rata-rata penurunan suhu timpani dibandingkan
dengan suhu awal diakhir jam ke 4 setelah pemberian dosis. Terdapat perbedaan
yang nyata antara ketiga kelompok (P = 0.013). Penurunan suhu terbesar ada pada
kelompok kombinasi parasetamol-ibuprofen, sedangkan penurunan suhu terkecil
ada pada kelompok parasetamol. Hasil uji post-hoc multiple comparison antara
ketiga kelompok menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara
kelompok kombinasi dengan kelompok parasetamol (P = 0.03), dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara kelompok ibuprofen dengan kelompok kombinasi (P
= 0.167) atau antara parasetamol dengan kelompok ibuprofen (P = 0.102).

Figur 2 memperlihatkan penurunan suhu pada jam ke 1, 2, dan 3 setelah


dosis diberikan. Peneliti mengambil penurunan suhu pada jam ke-4 sebagai nilai
100% untuk masing-masing obat. Penurunan jam ke-4 pada parasetamol adalah
sebesar 1.58% dari total penurunan suhu, sedangkan ibuprofen dan kombinasi
adalah sebesar 6.52% dan 7.21% untuk masing-masing kelompok. Perbedaan
penurunan suhu pada kelompok parasetamol dan kombinasi tidak begitu nyata (P =
0.58). Selama 4 jam observasi, kelompok kombinasi mempunyai persentase
tertinggi pasien afebris dan terdapat perbedaan statistik yang nyata pada jam ke-1
(P = 0.04) antara kelompok parasetamol dan kelompok kombinasi (Figur 3).

Tidak ada efek samping yang berat atau serius yang tercatat dari kelompok
manapun selama penelitian ini berlangsung. Pada kelompok parasetamol, 2 dari 30
subjek mengalami efek samping dengan tingkat keparahan sedang hingga ragu-ragu
hubungannya dengan pengobatan yang diberikan. Satu subjek mengalami muntah
dan satu lainnya mengalami nyeri atau sakit abdomen. Dalam kelompok ibuprofen,
3 dari 32 subjek mengalami efek samping dengan tingkat keparahan sedang yang
mungkin dapat berhubungan dengan pengobatan yang diberikan. Efek samping
yang dialami 3 subjek tersebut antara lain: mual, nyeri/sakit pada abdomen, dan
satu subjek mengalami ruam makulopapular pada kulit. Dalam kelompok
kombinasi terdapat 4 subjek dari 31 yang mengalami efek samping, antara lain
muntah, yang mana hubungan efek samping tersebut dengan obat yang diberikan
diragukan, 2 subjek mengalai nyeri/ sakit pada abdomen, dan satu subjek

6
mengalami ruam pada kulit. Efek samping ruam pada kulit tersebut memeliki
tingkat keparahan sedang dan hubungan dengan pengobatan mungkin ada.

DISKUSI

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan membandingkan efektivitas


antipiretik dan keamanan dosis tunggal parasetamol, ibuprofen, dan kombinasi
parasetamol-ibuprofen pada anak demam. Sejauh ini hanya ada beberapa percobaan
yang membandingkan kombinasi parasetamol + ibuprofen dengan dua obat ini
diberikan sendiri. Sementara beberapa penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan
klinis yang signifikan antara parasetamol, ibuprofen, dan kombinasi parasetamol-
ibuprofen. Penelitian yang membandingkan efek antipiretik dari tiga rejimen
pengobatan yang berbeda pada anak, ibuprofen, kombinasi parasetamol-ibuprofen,
atau ibuprofen yang diikuti oleh parasetamol yang dilakukan dalam pengamatan
selama 6 jam menunjukkan bahwa pengobatan kombinasi dengan perubahan dosis
antara ibuprofen dan parasetamol, menghasilkan antipiresis yang lebih besar dari
ibuprofen yang diberikan sendiri pada 4 – 6 jam. The Cochrane systematic review
menyimpulkan bahwa literatur perbandingan efektivitas parasetamol, ibuprofen
dan kombinasi antara kedua yang tersedia saat ini masih tetap berjalan. Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan untuk efektivitas antipiretik parasetamol, ibuprofen dan
kombinasi parasetamol-ibuprofen pada anak di India.

Penurunan suhu 4 jam sejak suhu awal adalah 1,48°C untuk parasetamol,
1,87°C untuk ibuprofen dan 2,19°C untuk kombinasi parasetamol-ibuprofen.
Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok parasetamol
dan kelompok kombinasi (P = 0,003), tetapi tidak pada kelompok parasetamol dan
kelompok ibuprofen (P = 0,102) atau antara ibuprofen dan kelompok kombinasi (P
= 0,167). Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dari Erlewyn ‑
Lajeunesse et al. yang melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelompok kombinasi dan parasetamol tetapi tidak antara kelompok kombinasi dan
ibuprofen serta antara ibuprofen dan parasetamol 1 jam setelah dosis. Temuan ini
juga dilaporkan oleh Hay et al. Namun, temuan pada penelitian ini berbeda dari
penelitian sebelumnya, yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
kombinasi dan kelompok ibuprofen. Perbedaannya bisa terjadi karena tindak lanjut
yang lebih lama setelah pemberian dosis.

Sebuah penelitian di Eropa menunjukkan bahwa ibuprofen dosis tunggal


menghasilkan pengurangan suhu yang lebih cepat dan juga memiliki tingkat
efektivitas yang lebih tinggi secara statistik daripada kelompok parasetamol di 4
jam setelah dosis. Hal yang sama dilaporkan dalam tinjauan sistemik.

Dalam penelitian kami, perbedaan penurunan suhu antara dua kelompok


meskipun signifikan secara statistik namun tidak secara klinis, yaitu kurang dari
1°C (0,71 ° C). Sebuah penelitian oleh McIntyre dan Hull juga melaporkan tidak

7
adanya perbedaan yang signifikan secara klinis dalam hal pengurangan suhu antara
parasetamol dan ibuprofen pada 4 jam setelah dosis. Bahkan, efek antipiretik
parasetamol lebih cepat menurun dibandingkan dengan ibuprofen atau kombinasi
keduanya. Dalam ulasan sistemik terbaru oleh Purssell yang menganalisis tujuh uji
coba terkontrol secara acak yang membandingkan kemanjuran atau keefektifan
dosis kombinasi parasetamol dan ibuprofen, baik bersama-sama atau secara
terpisah, dengan kedua obat itu saja, disimpulkan ada sedikit manfaat dari
menggabungkan parasetamol dan ibuprofen. Namun, penelitian kami dilakukan
sebelum ulasan ini tersedia pada saat kontroversi tentang keunggulan terapi
kombinasi masih aktif.

Penurunan suhu tertinggi tercatat pada jam ke-1 pemberian obat di semua
kelompok; dalam ketiga kelompok lebih dari 50% dari total penurunan suhu terjadi
pada jam ke-1 setelah pemberian obat. Penemuan ini sesuai dengan hasil Carabaño
Aguado et al., 2005 yang menemukan bahwa tingkat suhu maksimum pengurangan
dicapai selama 60 menit pertama setelah obat diberikan dan penurunan suhu
terbesar 1 jam pasca dosis tercatat pada kelompok ibuprofen dibandingkan dengan
kelompok parasetamol. Persentase tertinggi pasien demam setiap saat diamati di
kelompok kombinasi paracetamol-ibuprofen dibandingkan dengan ibuprofen dan
parasetamol sendiri, tetapi perbedaannya adalah tidak signifikan secara statistik.
Persentase pasien afebris pada kelompok ibuprofen lebih tinggi dari kelompok
parasetamol yang berbeda dari penelitian sebelumnya, yang mana hasil jumlah anak
afebris yang sama.

Tidak ada peserta yang mengalami efek samping yang parah atau serius.
Semua efek samping ringan dan memiliki hubungan yang mungkin atau diragukan
hubungannya dengan pengobatan dan tidak memerlukan perawatan. Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara ketiga kelompok dalam hal ini (P
= 0,71). Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Perrott et al. dan Walson et al.
Keamanan kombinasi parasetamol dan ibuprofen untuk dosis ganda mungkin
memerlukan studi lebih lanjut. Persentase anak pada kelompok kombinasi
menunjukkan peningkatan secara umum daripada kelompok parasetamol atau
ibuprofen, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antar
kelompok.

Wilson et al., dalam penelitian mereka melaporkan pasien dengan suhu awal
yang lebih tinggi menunjukkan penurunan yang jauh lebih besar daripada pasien
dengan suhu yang lebih rendah. Begitu juga pada penelitian ini, kelompok yang
memiliki suhu awal ≥39°C menunjukkan penurunan suhu yang lebih besar (2,18 ±
0,92) dibandingkan dengan kelompok dengan suhu awal <39°C (1,69 ± 0,94), yang
secara statistik signifikan (P = 0,02).

8
Penelitian ini adalah penelitian yang random, peneliti blind, percobaan yang
sangat sederhana namun efektif dan penilitian ini juga memiliki attrition rate yang
rendah karena adanya tindak lanjut yang adil secara ilmiah dan logis selama periode
follow-up. Dalam penelitian ini, suhu yang diukur adalah suhu timpani, yang mana
lebih sensitif dan nyaman daripada suhu aksila. Usia untuk inklusi dijaga agar 6
bulan hingga 12 tahun. Penelitian ini juga mengevaluasi efektivitas dan
peningkatan antipiretik pada keadaan umum pasien yang cenderung mencerminkan
praktik umum.

Pada penelitian ini, peneliti memberikan dosis berdasarkan berat badan


tetapi ini bukan praktik klinis biasa. Karena kedua obat tersebut tersedia secara
umum, praktis secara umum adalah obat sesuai usia. Kami telah mengevaluasi efek
dari dosis tunggal yang diberikan secara oral, tetapi efek pemberian dosis ganda
dapat berbeda baik dari segi kemanjuran dan keamanan. Penelitian ini
membandingkan kombinasi parasetamol dan ibuprofen dengan masing-masing obat
secara individual karena kedua obat ini sudah sering diresepkan secara umum,
cocok untuk farmakokinetik dan farmakodinamik apabila digunakan secara
bersamaan.

Double blind design akan lebih ideal tetapi karena lebih rumit dan tidak
mungkin diterima oleh peserta maka desain blind pada salah satu peneliti dilakukan.

KESIMPULAN

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa kombinasi parasetamol-ibuprofen secara


statistik lebih unggul dari parasetamol sebagai antipiretik pada anak, tetapi tidak
dibandingkan dengan ibuprofen. Namun, perbedaan suhu lebih dari 4 jam antara
kombinasi dengan kelompok parasetamol, walaupun secara statistik signifikan,
tidak dapat dianggap signifikan secara klinis (<1°C). Kombinasi parasetamol-
ibuprofen mungkin memiliki manfaat klinis lebih dari ibuprofen atau parasetamol
saja dalam praktik klinis sehari-hari hanya apabila penurunan suhu tubuh yang
cepat adalah tujuan terapi dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai