Oleh :
dr. Ratna Sari Ritonga
1
Efektivitas Antipiretik Pada Anak-anak: Parasetamol Dibanding Ibuprofen dan Terapi
Kombinasi
Diterjemahkan dari
Altaf Ahmad Bhat, Syeikh Mushtaq, Farhana Mohammad, Seema Khan, Rukaya Akther, Iqra
Bhat, Dr. Saleem Jahangir
SKIMS, Srinagar
ABSTRAK
Anak demam selalu menjadi perhatian bagi dokter tetapi hal tersebut merupakan
kondisi yang menyedihkan untuk orang tua. Temperatur yang tinggi pada anak-anak tidak
hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga membutuhkan evaluasi. Obat-obatan antipiretik
untuk anak dengan demam adalah andalan pengobatan sebelum seseorang dapat melanjutkan
untuk evaluasi. Metode lainnya untuk mengurangi suhu tubuh dengan menasihati orang tua
tentang penggunaan kompres seluruh tubuh, penggunaan pakaian yang minimal, penggunaan
kipas setelah petugas kesehatan meresepkan antipiretik, dengan cara tersebut dokter dapat
mengurangi ketidaknyamanan yang terkait dengan suhu yang tinggi dan dapat meminimalkan
kemungkinan terjadinya kejang demam. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi
efektivitas dua obat yang paling banyak tersedia dan paling umum digunakan di pasaran yaitu
parasetamol, ibuprofen dan kombinasi kedua obat tersebut. Banyak penelitian sebelumnya
yang telah mengevaluasi efektivitas obat-obatan tersebut secara terpisah tetapi di sini kami
membandingkan efek obat secara terpisah dan secara kombinasi dengan dosis tetap pada suhu
tubuh antara 1 dan 6 jam setelah pemberian obat pada tiga kelompok yang berbeda. Tujuan: -
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan aktivitas antipiretik parasetamol,
ibuprofen dan formulasi dosis tetap keduanya. Metodologi: -Anak-anak yang datang di
departemen rawat jalan dan unit gawat darurat Rumah Sakit Anak dengan keluhan demam
mendadak dan suhu tercatat antara 1010F hingga 1040F diikutsertakan dan dilakukan alokasi
dengan komputer secara acak untuk tiga kelompok yang berbeda. Suhu aksila dengan
termometer air raksa dan rata-rata tiga pembacaan dicatat sebelum pemberian obat (jam ke-0)
dan kemudian pada jam ke-1, jam ke-2, ke-4 dan ke-6, Penurunan suhu fahrenhait selama enam
2
jam dicatat. Pada kelompok 1, diberikan parasetamol dengan dosis 15mg/kg, kelompok 2
diberikan ibuprofen dosis 10mg/kg, dan kelompok 3 digunakan kombinasi parasetamol
(10mg/kg) dan ibuprofen (5mg / kg). Tidak ada metode penurunan suhu lainnya yang
disarankan untuk orang tua, anak-anak dengan demam tinggi dijaga di bawah pengawasan ketat
selama enam jam di unit gawat darurat rumah sakit. Hasil: -Penelitian diselesaikan dengan
sebanyak 462 anak-anak dari kelompok usia 12 bulan hingga 72 bulan, terdaftar melalui
komputer menghasilkan alokasi 154 di setiap kelompok, sebanyak 189 adalah perempuan dan
273 adalah laki-laki. Informed consent diperoleh dari orang tua. Analisis statistik dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Data kuantitatif dianalisis menggunakan "student
t tets" dan rata-rata efek obat pada satu jam dan 6 jam diukur dan dibandingkan, signifikansi
statistik diukur sebagai nilai p. Pada kelompok A, sebanyak 75 anak adalah perempuan dan 79
laki-laki, kelompok B ibuprofen sebanyak 57 perempuan dan 97 laki-laki. Pada kelompok C
kombinasi sebanyak 97 anak laki-laki dan 57 perempuan. Semua 462 pasien yang diikutsertkan
pada penelitian mengambil satu dosis obat penelitian pada saat datang dan suhu dicatat sebelum
dianalisis. Perbedaan rata-rata perubahan suhu dari awal antar terapi terjadi selama enam jam
pertama. Selama penelitian, suhu turun menjadi 99,5oF selama enam jam untuk 117/154 (76%)
pasien pada kelompok parasetamol dan 147/154 (95%) pasien pada kelompok ibuprofen dan
153/154 (99%) pada kelompok C. Dan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
antara kelompok perlakuan dalam distribusi waktu sampai suhu turun di bawah 99oF (median
waktu 2 jam) selama 1-6 jam untuk parasetamol, ibuprofen dan kelompok kombinasi; p = 0,25).
KATA KUNCI: Pireksia, Parasetamol (asetaminofen), Ibuprofen, Anak-anak
PENDAHULUAN
Obat antipiretik telah digunakan selama beberapa dekade pada orang dewasa dan juga
anak-anak untuk tatalaksana pireksia. Karena demam merupakan penyakit pada masa kanak-
kanak yang umum terjadi, obat antipiretik adalah pilihan pertama yang tersedia dan paling
banyak digunakan. [1] Suhu tinggi pada anak-anak selalu membuat orang tua tertekan, dan oleh
karena itu dokter harus memilih obat antipiretik yang aman dan manjur pada anak-anak dengan
demam yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada tahun 1986 Komite Keselamatan Obat
menyarankan dokter untuk tidak meresepkan aspirin secara rutin untuk anak di bawah 16 tahun
[2,3]
karena kemungkinan hubungannya dengan terjadinya sindrom Reye. Hal tersebut
menyebabkan parasetamol sebagai satu-satunya antipiretik yang tersedia. Parasetamol telah
digunakan secara luas, obat ini memiliki catatan keamanan yang baik, terdapat laporan terbaru
yang menunjukkan margin keamanan dosis terapi pada bayi dan anak-anak yang jauh lebih
3
[4,5]
rendah daripada yang sebelumnya diapresiasi. Ibuprofen digunakan pada pengobatan
arthritis juvenil dan sebagai antipiretik yang efektif. [6] Ibuprofen digunakan sebagai alternatif
parasetamol. [7,8]
PEMBAHASAN
Suhu yang tinggi selalu menjadi perhatian bagi orang tua. [9] Pada kelompok usia anak-
anak, demam merupakan suatu tanda buruk infeksi dan membutuhkan evaluasi serta
penggunaan antipiretik tidak memengaruhi lamanya penyakit atau hasilnya.[10,5] Suhu yang
tinggi pada populasi muda memerlukan evaluasi dan pengobatan yang tepat, perhatian terhadap
kenyamanan anak-anak dan pengurangan kekhawatiran bagi orang tua telah menjadikan
penggunaan antipiretik sebagai pilihan pertama pada tatalaksana demam.[11] Oleh karena itu,
obat antipiretik yang digunakan harus bersifat aman dan efektif. Aspirin ditarik sebagai
antipiretik setelah kaitannya dengan terjadinya sindrom Reye di Amerika Serikat, parasetamol
banyak digunakan sebagai antipiretik pada anak-anak, banyak penelitian yang mendukung
keamanan dan kemanjurannya yang setara dengan ibuprofen dan formulasi kombinasi dosis
[2]
tetap (fixed dose combination) Pada tahun 1990, ibuprofen tersedia untuk digunakan pada
anak-anak sebagai antipiretik. Obat ini merupakan agen anti-inflamasi nonsteroid dan dengan
demikian dapat memiliki efek buruk pada sistem pencernaan dan ginjal serta tidak membantu
[12,13]
pada pasien asma. Ibuprofen digunakan pada anak-anak untuk pengobatan arthritis
juvenil dan penelitian menunjukkan bahwa ibuprofen aman dan efektif dengan beberapa efek
[10,11]
samping yang dilaporkan. Ibuprofen adalah NSAID dengan sifat antipiretik yang kuat
[14,15]
juga telah diketahui dengan baik, Pada penelitian ini, tujuan utama kami adalah untuk
4
mengevaluasi efek obat terhadap suhu tubuh dalam hal penurunan suhu dari catatan awal saat
presentasi hingga suhu tubuh awal selama enam jam setelah pemberian obat. Pada titik akhir
penelitian tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik untuk perubahan kondisi klinis.
Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antar kelompok dalam jumlah pasien
dengan efek samping. Sebagai kesimpulan, ibuprofen dan parasetamol dalam dosis yang
digunakan terbukti sama-sama efektif dan ditoleransi dengan baik dalam pengobatan demam
pada anak-anak sebagai formulasi kombinasi dosis tetap. Pengobatan tersebut memiliki
keamanan yang serupa.
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa obat secara terpisah dan kombinasi dosis tetap dari
dua obat yang sama (parasetamol dan ibuprofen) di mana secara statistik efektif dalam
mengurangi suhu tubuh pada satu jam dan enam jam interval setelah pemberian obat tidak lebih
bermanfaat jika dibandingkan satu sama lain. Kombinasi tetap dari kedua obat tidak memiliki
signifikansi statistik (p> 0,005) bila dibandingkan dengan obat secara terpisah pada kelompok
A dan kelompok B. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan parasetamol sama
efektifnya dengan ibuprofen (P <0,005) atau kombinasi keduanya dan hal tersebut harus
menjadi pilihan pertama untuk pengobatan antipiretik pada anak-anak.
5
Daftar pustaka
1. Rylance GW, Woods CG, Cullen ME. Use of drugs by children. BMJ, 1988; 297:
445-7.
2. Tarlow M. Reye's syndrome and aspirin. BMJ, 1986; 292: 1543-4.
3. Mcintyre J, Hull D. Comparing efficacy and tolerability of ibuprofen and paracetamol
in fever, 1996; 164-167.
4. Penna A, Buchanan N. Paracetamol poisoning in children and hepatotoxicity. Br J
Clin Pharmacol, 1991; 32: 143-9.
5. Purssell E, Purssell E, Griffiths P. Treating fever in children : paracetamol or
ibuprofen? 2014; (July 2002). doi:10.12968/bjcn.2002.7.6.10477.
6. Model WHO, Medicines E. Use of ibuprofen in children , focusing on comparative
analgesic and antipyretic efficacy and safety, 2011; March 2009:1-8.
7. Amdekar YK, Desai RZ. Antipyretic activity of ibuprofen and paracetamol in children
with pyrexia. Br J Clin Pract, 1985; 39: 140-3.
8. Marriott SC, Stephenson TJ, Hull D, Pownall R, Smith CM, Butler A. A dose ranging
study of ibuprofen suspension as an antipyretic. Arch Dis Child, 1991; 66: 1037-41.
9. Kluger MJ. Is fever beneficial? Yale J Biol Med, 1986; 59: 89-95.
10. Anonymous. Management of childhood fever [Editorial]. Lancet, 1991; 338: 1049-
50.
11. Hay AD, Redmond NM, Costelloe C, et al. Paracetamol and ibuprofen for the
treatment of fever in children : the PITCH randomised controlled trial, 2009; 13(27):
doi:10.3310/hta13270.
12. Anonymous. Ibuprofen vs acetaminophen in children. Med Lett Drugs Ther, 1989;
31: 109-10.
13. Szczeliik A. Anti-inflammatory drugs and asthma. Intern Med, 1984; 4(3): 6-9.
14. Kauffman RE, Sawyer LA, Scheinbaum ML. Antipyretic efficacy of ibuprofen vs
acetaminophen. Am J Dis Child, 1992; 146: 622-5.
15. Sidler J, Frey B, Baerlocher K. A double-blind comparison of ibuprofen and
paracetamol in juvenile pyrexia. BrGClin Pract (Symp Suppl), 1990; 70(22): 22-5.
6
TELAAH KRITIS
KAJIAN STRUKTUR PENULISAN MAKALAH
1. Judul
“Effective Antipyretic in Children: Paracetamol v/s Ibuprofen and Combination
Therapy”
Sesuai, karena :
Menarik
Informatif dan menggambarkan isi penelitian
Jumlah kata tidak terlalu panjang
Sesuai, karena :
Nama penulis ditulis tanpa gelar sesuai dengan kaidah jurnal
Nama institusi dan alamat institusi jelas
Waktu publikasi dicantumkan
Situs internet untuk korespondensi dicantumkan
3. Abstrak
Sesuai, karena :
Abstrak terstruktur
Cukup informatif, mencantumkan latar belakang, metode penelitian, dan hasil
Terdapat singkatan yang sudah baku dan lazim digunakan
Kata kunci disebutkan
Kurang tepat, karena :
Abstrak terlalu panjang, yaitu lebih dari 250 kata (534 kata)
7
4. Pendahuluan
Terdiri dari 1 paragraf, kurang dari 1 halaman
Dalam pendahuluan dicantumkan latar belakang penelitian
Didukung oleh sumber pustaka yang relevan, namun sumber pustaka terlalu lama
5. Metode
Jenis penelitian : eksperimental
Tempat penelitian : di poliklinik rawat jalan RS
Waktu penelitian : tidak di jelaskan di dalam jurnal
Populasi : anak yang datang ke poliklinik rawat jalan
Sampel : anak-anak yang datang ke poliklinik rawat jalan dengan demam mendadak
dan suhu antara 101℉ sampai dengan 104℉ (462 anak)
Teknik pengambilan sampel : 462 anak yang memenuhi kriteria di alokasikan kedalam
3 kelompok secara acak dengan menggunakan computer.
Kriteria inklusi : anak yang datang ke poliklinik rawat jalan dengan demam mendadak
dan suhu antara 101℉ sampai dengan 104℉, dan bersedia untuk diukur suhu nya di
jam 1, 2, 4 dan 6 setelah pemberian obat dengan informed consent dari orangtua.
Kriteria eksklusi : tidak dijelaskan dalam penelitian
Persetujuan etik : tidak dijelaskan dalam penelitian
Informed consent : Orangtua menandatangani informed consent tertulis sebelum
mengikuti penelitian
Analisis statistik :
Statistical analysis dengan menggunakan SSSP software
Data kuantitatif dianalisis dengan Uji Student t test digunakan untuk
membandingkan rerata (SD) data yang terdistribusi normal.
Nilai p < 0.05 dianggap signifikan secara statistik
6. Hasil Penelitian
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk teks dan tabel :
Tabel 1 : Karakteristik demografi dasar peserta penelitian, perbandingan hasil dari
3 pemberian regimens
Penulisan tabel tepat karena :
Terdapat judul tabel
8
Judul tabel tidak diakhiri dengan titik
Penulisan tabel kurang tepat karena:
Tidak terdapat judul table setelah nomor tabel
Tabel cukup informatif
Dijabarkan karakteristik dasar dari peserta penelitian
Hasil penelitian yang penting sebagai berikut:
Selama penelitian, suhu turun menjadi 99,5oF selama enam jam untuk 117/154 (76%)
pasien pada kelompok parasetamol dan 147/154 (95%) pasien pada kelompok
ibuprofen dan 153/154 (99%) pada kelompok terapi kombinasi.
Dengan demikian penelitian ini telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistik antara kelompok perlakuan dalam distribusi waktu sampai
suhu turun di bawah 99oF (median waktu 2 jam) selama 1-6 jam untuk parasetamol,
ibuprofen dan kelompok kombinasi; p = 0,25).
7. Diskusi
Dalam diskusi, peneliti menjelaskan hal-hal yang relevan dengan penelitian
Dibahas hubungan hasil dengan teori atau penelitian terdahulu
Peneliti mengemukakan dan membahas efek samping terapi
Peneliti memberikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
8. Kesimpulan
Parasetamol dan ibuprofen dalam dosis yang digunakan terbukti sama-sama efektif dan
ditoleransi dengan baik dalam pengobatan demam pada anak-anak, sebagai formulasi
kombinasi dosis tetap. Pengobatan tersebut memiliki keamanan yang serupa.
9
TELAAH KRITIS PENELITIAN
1. Apakah penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian yang terfokus dengan jelas?
Ya, pertanyaan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektifitas pemberian terapi
paracetamol, ibuprofen dan formulasi dosis tetap keduanya.
3. Apakah metode yang digunakan untuk seleksi subjek penelitian dijabarkan dengan
jelas?
Pada penelitian ini subjek penelitian adalah 462 anak yang berusia 12-72 bulan, yang
mendatangi poliklinik rawat jalan anak dan unit gawat darurat dengan keluhan demam
mendadak dengan suhu 101 oF sampai 104 oF.
10
9. Apakah hasil penelitian dapat diterapkan di tempat saya?
Ya. Penelitian ini dapat diterapkan di tempat saya.
11
EVIDENCE BASED MEDICINE
12
- Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistic antara kelompok
perlakuan
VALIDITY
1. Apakah observasi dipengaruhi oleh bias?
Ya. Pada penelitian ini dapat terjadi bias observasi karena salah instrumen yang digunakan
untuk menilai temperature dengan menggunakan thermometer raksa pada axilla yang mana
instrumen ini dibaca tergantung pemeriksa.
13
alokasi 154 di setiap kelompok, sebanyak 189
adalah perempuan dan 273 adalah laki-laki.
Selama penelitian, suhu turun menjadi 99,5oF
selama enam jam untuk 117/154 (76%) pasien pada
kelompok parasetamol dan 147/154 (95%) pasien
pada kelompok ibuprofen dan 153/154 (99%) pada
kelompok terapi kombinasi.
Dengan demikian penelitian ini telah membuktikan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik antara kelompok perlakuan dalam
distribusi waktu sampai suhu turun di bawah 99oF
(median waktu 2 jam) selama 1-6 jam untuk
parasetamol, ibuprofen dan kelompok kombinasi; p
= 0,25).
3. Apakah lokasi studi Penelitian ini dilakukan di Poliklinik rawat jalan
menyerupai lokasi anda RS di India. Kriteria inklusi termasuk semua pasien
bekerja atau tidak? yaitu untuk pasien anak-anak yang datang di poli
Jawaban: rawat jalan anak dan unit gawat darurat Rumah
Ya Sakit dengan keluhan demam mendadak dan suhu
tercatat antara 1010F hingga 1040F
4. Apakah kemaknaan statistic Distribusi variabel penelitian disajikan secara
maupun klinis deskriptif dalam tabel 1.
dipertimbangkan atau Analisis data disajikan dalam bentuk tabel.
dilaporkan?
Jawaban:
Ya
5. Apakah tindakan terapi yang Parasetamol dan ibuprofen terdapat di RS
dilakukan dapat dilakukan
ditempat anda bekerja atau
tidak?
Jawaban:
Ya
14
6. Apakah semua subyek Semua subjek dalam penelitian ini diperhitungkan
penelitian diperhitungkan dalam kesimpulan, yang mana subjek
dalam kesimpulan? diklasifikasikan berdasarkan jenis terapi yang
Jawaban: diberikan.
Ya Tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik antara kelompok perlakuan dalam
distribusi waktu sampai suhu turun di bawah 99oF
(median waktu 2 jam) selama 1-6 jam untuk
parasetamol, ibuprofen dan kelompok kombinasi; p
= 0,25).
IMPORTANCY
1. Seberapa besar efek dan kepentingan klinis dari penelitian ini?
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas antipiretik parasetamol, ibuprofen
dan kombinasi obat tersebut.
APPLICABILITY
1. Apakah hasil penelitian dapat diterapkan pada pasien yang dihadapi?
Ya. Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada pasien yang saya hadapi karena pasien
dengan demam banyak dijumpai di lingkungan saya.
2. Apakah karakteristik pasien saya sangat berbeda dengan penelitian ini hingga hasil
penelitian tidak dapat diterapkan?
Karakteristik pasien tidak jauh berbeda sehingga hasil penelitian dapat diterapkan
15
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kritisi jurnal didapatkan dari 6 pertanyaan memiliki jawaban “Ya”
sebanyak 6 pertanyaan dan “Tidak” sebanyak 0 pertanyaan, dan tidak diketahui 0 pertanyaan
sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul “Effective Antipyretic in Children:
Paracetamol v/s Ibuprofen and Combination Therapy” ini layak dibaca, dan dapat
diadaptasikan di RS.
Validity
Telaah Validity
RAMMBO Worksheet Jawaban sesuai Worksheet
Terapi
1. Recruitment Apakah subjek Ya,
mewakili ?
2. Allocation Apakah penem- Ya,
patan I & C diacak “ Randomization and procedures. After
dan disembunyikan ? successful ZES implantation (stent length ≥30
sehingga kelompok- mm), patients were allocated randomly in a 1:1
kelompok I & C ratio to triple antiplatelet group (aspirin,
sebanding pada awal clopidogrel, and cilostazol, triple group: n
percobaan ? =250) or dual antiplatelet therapy (aspirin,
clopidogrel, and placebo, dual group: n =249)
using an interactive web response system.
Stratified and block randomization was
performed according to participation sites. A
matching box of 100 mg cilostazol and placebo
(tablet identical to cilostazol) were prepared
with a patient allocation number.”
3. Maintenance Apakah kelompok- Ya,
kelompok ( Methods, pg. 1265-1266 )
memperoleh A matching box of 100 mg cilostazol and
kointervensi yang placebo (tablet identical to cilostazol) were
sama ? apakah ada prepared with a patient allocation number.
kecukupan tindak From at least 24 h before the procedure and
lanjut? thereafter, all patients received aspirin (loading
16
dose of 200 mg, followed by 200 mg daily
indefinitely) and clopidogrel (loading dose of
300 mg, followed by 75 mg daily for at least 12
months). Patients also received a loading dose
of 2 study tablets (cilostazol 200 mg or matching
placebo, 2 tablets) within 1 h after the
procedure, followed by cilostazol 100 mg twice
daily or placebo 1 tablet twice daily for 8
months.”. “ Follow-up. Repeat coronary
angiography was performed at 8 months after
stenting. Clinical follow-up visits were
scheduled at 30, 120, and 240 days and at 1
year. At every visit, physical examination,
electrocardiogram, drug compliance, cardiac
events, and angina recurrence were monitored.
Drug compliance was assessed using a
compliance questionnaire. Laboratory and
clinical assessment of adverse drug side effects
were performed at every visit.”
4. Measurement Apakah subjek dan Ya,
Blinding penilai disamarkan (Methods, pg. 1266 )
Outcome terhadap perlakuan “ QCA analysis. Pre-procedure, post-procedure,
yang diterima and follow-up angiograms obtained after
dan/atau apakah intracoronary nitroglycerin administration were
pengukurannya submitted to a core analysis center (Asan
objektif? Medical Center, Seoul, Korea). Digital
angiograms were analyzed using an automated
edge detection system (CASS II, Pie Medical,
Maastricht, the Netherlands). QCA
measurements were obtained for both in-stent
and in-segment (stented segment and margins 5
mm proximal and distal to stent). Patterns of
restenosis were assessed using the Mehran
classification”
“ IVUS imaging and analysis. IVUS imaging
was performed after intracoronary
17
administration of 0.2 mg nitroglycerin using
motorized transducer pullback (0.5 mm/s) and a
commercial scanner consisting of a 30-MHz
transducer within 3.2-F imaging sheath
(SCIMED, Boston Scientific Scimed Inc.,
Freemont, California). Quantitative volumetric
IVUS analysis was performed by a core
laboratory (Asan Medical Center, Seoul,
Korea). Using computerized planimetry, stent,
lumen, and intimal hyperplasia (stent minus
lumen) areas were measured every 1 mm within
the stented segment; volumes were calculated
using Simpson’s rule”
“All adverse clinical events
were assessed by an independent events
committee blinded
to treatment groups.”
Importancy
Telaah Importancy
Worksheet Jawaban sesuai Worksheet
Terapi
Apakah kemaknaan statistik & Ya,
kemaknaan klinis dari hasil ( Result, pg. 1267-1268 )
penelitian tergambar dengan The in-stent (0.56 ± 0.55 mm vs. 0.68 ± 0.59 mm, p =
baik? 0.045, absolute reduction: 0.12, 95% CI: 0.02 to 0.22)
and in-segment (0.32 ± 0.54 mm vs. 0.47 ± 0.54 mm, p
= 0.006, absolute reduction: 0.15, 95% CI: 0.04 to
0.42) late loss were significantly lower in the triple
group than in the dual group. In-stent and in-segment
18
minimum lumen diameter was larger in the triple
group than in the dual group. Consequently, in-stent
restenosis (10.8% vs. 19.1%, relative risk: 0.57, 95%
CI: 0.35 to 0.91, p = 0.016) and in-segment restenosis
(12.2% vs. 20.0%, relative risk:
0.61, 95% CI: 0.39 to 0.96, p = 0.028) was
significantly lower in the triple group than in the dual
group.
ischemic-driven TLR (5.2% vs. 10.0%, relative risk:
0.52, 95% CI: 0.27 to 0.99, p = 0.042) and ischemic-
driven TVR (5.2% vs. 10.4%, relative risk: 0.50, 95%
CI: 0.26 to 0.95, p = 0.029) were significantly lower in
the triple versus the dual group.
Pengukuran apa yang digunakan Instent restenosis :
dan seberapa dampak EER10,8%
perlakuannya? CER19,1%
(EER.CER,RRR,ARR,NNT?) RR 0.57
ARR 8,3 %
RRR 41 %
NNT 12
( RR 0,57 ; 95 % CI: 0,35-0,91; p=0,016 )
Insegment restenosis :
EER12,2%
CER20,0%
RR 0.61
ARR 7,8 %
RRR 39 %
NNT 12
( RR 0,61; 95 % CI : 0,39-0,96; p=0,028 )
Ischemic Driven TLR :
EER 5,2 %
CER 10 %
RR 0,52
ARR 4,8 %
RRR 48 %
NNT 20
19
( RR 0,52; 95 % CI : 0,27-0,99; p=0,042 )
Ischemic Driven TVR :
EER 5,2 %
CER 10,4 %
RR 0,5
ARR 5,2 %
RRR 50 %
NNT 19
( RR 0,5; 95 % CI : 0,26-0,95; p=0,029 )
Headache :
EER 4,4 %
CER 0,8 %
RR 5,5
ARI 3,6 %
NNH 27
Gastrointestinal trouble :
EER 2,4 %
CER 0,8 %
RR 3
ARI 1,6 %
NNH 62
Mungkinkah dampak terjadi Tidak,
karena kebetulan? in-stent restenosis (10.8% vs. 19.1%, relative risk:
P-value ? 0.57, 95% CI: 0.35 to 0.91, p = 0.016)
Interval kepercayaan (CI)? in-segment restenosis (12.2% vs. 20.0%, relative
risk: 0.61, 95% CI: 0.39 to 0.96, p = 0.028)
ischemic-driven TLR (5.2% vs. 10.0%, relative risk:
0.52, 95% CI: 0.27 to 0.99, p = 0.042 )
ischemic-driven TVR (5.2% vs. 10.4%, relative risk:
0.50, 95% CI: 0.26 to 0.95, p = 0.029) were
significantly lower in the triple versus the dual group.
Applicability
20
No. Telaah Applicability Jawaban
1. Apakah PICO Jurnal yang diperoleh sesuai PICO pertanyaan klinis Ya
2. Apakah pasien anda cukup mirip dengan pasien dalam penelitian ? Ya
3. Apakah Intervensi / Indikator / Indeks dalam penelitian ini dapat
Ya
diterapkan untuk manajemen pasien di lingkungan anda ?
4. Apakah outcomes penelitian ini penting bagi pasien anda ? Ya
5. Apakah potensi manfaat lebih besar / Indikator / potensi merugikan bila
Ya
intervensi / indikator / indeks ini diaplikasikan pada pasien anda ?
6. Apakah hasil penelitian ini dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai serta
Ya
harapan pasien anda ?
I. Kesimpulan
1. Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal tersebut Valid
2. IMPORTANCY dalam penelitian tersebut tergambar dalam jurnal.
3. Hasil penelitian yang dilaporkan dalam jurnal tersebut bersifat Aplicable untuk pasien.
21