Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

Tumor Rekti
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah RSUD Saras Husada Purworejo

Disusun Oleh :
Dita Anissa Fitriani
20100310173

Pembimbing :
dr. Syamsul Burhan Sp. B

SMF Bedah
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Karsinoma Rekti

Telah disetujui pada Februari 2015

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

dr. Syamsul Burhan, Sp. B

BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma rekti adalah suatu keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma
rekti termasuk kasus keganasan yang sering terjadi pada daerah kolon dan rektum akibat
gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali. Insidens kanker kolorektal di Indonesia
cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002, kanker kolorektal menduduki
peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria. Sedangkan pada wanita kanker
kolorektal menempati peringkat ketiga dari semua kasus kanker.
Karsinoma rekti atau kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat
sebagai penyakit mematikan di dunia. Diagnosis karsinoma rekti pada umumnya tidaklah sulit,
tetapi kenyataannya penderita sering terdiagnosis pada stadium lanjut sehingga pembedahan
kuratif seringkali tidak dapat dilakukan. Padahal jika penderita telah terdeteksi secara dini
menderita karsinoma rekti sebelum stadium lanjut, kemungkinan untuk sembuh dapat mencapai
50%. Pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher sebenarnya merupakan sarana diagnosis yang
palin tepat, dimana 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur.
Tingginya angka kematian akibat karsinoma rekti mendorong upaya untuk menurunkan
angka kematian tersebut. Upaya yang dilakukan adalah dengan mendeteksi karsinoma rekti
secara dini. Dengan harapan pemeriksaan colok dubur selalu dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Angka kemungkinan untuk bertahan hidup selama 5 tahun pada
pasien dengan karsinoma rekti stadium dini adalah sebesar 58,9% sampai 78,8% dan angka ini
akan berkurang seiring dengan meningkatnya stadium yaitu hanya sebesar 7% pada karsinoma
rekti stadium akhir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Rektum

Secara anatomis, rektum berada setinggi vertebrae sakrum ke-3 sampai garis anorektal.
Secara fungsional dan endoskopis, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan spinchter. Bagian
spinchter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fascia coli
dari fascia supra ani. Bagian ampula terbentang dari vertebra sacrum ke-3 sampai diafragma
pelvis pada insersio muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar antara 10-15cm dengan
keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian yang terluas yaitu
ampula. Pada manusia, dinding rectum terdiri dari 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa,
muskularis (sirkuler dan longitudinal), serta lapisan serosa.

Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan
inferior. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis interna dan berjalan ke
arah cranial ke dalam vena mesenterika inferior untuk selanjutnya melalui vena lienalis dan
menuju vena porta. Vena ini tidak memiliki katup, sehingga tekanan dalam rongga perut atau
intraabdominal sangat menentukan tekanan di dalam vena tersebut.
Rectum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sementara.
Biasanya rectum ini kosong karena feses disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
descendens. Jika kolon descendens penuh dan feses masuk ke dalam rektum, maka akan ada
keinginan untuk buang air besar. Mengembangnya dinding rectum karena penumpukan material
di dalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar dimana
penyerapan air kembali dilakukan sehingga pengerasan feses akan terjadi.

B. Etiologi Karsinoma Recti


Etiologi karsinoma rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui
penyebabnya. Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah poliposis familial,
defisiensi imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan kolitis. Faktor predisposisi penting
lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah
selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi. Diet rendah
serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora dan perubahan degradasi
garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini
bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi

karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat,
akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

C. Patofisiologi Karsinoma Recti


Dinding rectum terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan mukosa, sub mukosa, muskularis,
dan serosa. Lapisan mukosa merupakan lapisan pertama dimana di lapisan ini terjadi absorbsi
nutrisi, lemak, serta protein dari makanan. Lapisan kedua adalah lapisan sub mukosa. Lapisan
ini kaya akan pembuluh darah yang membantu dalam pendistibusian nutrisi yang telah diabsorbsi
ke organ vital lainnya. Lapisan ketiga adalah muskularis yang membantu makanan agar
terdorong di dalam intestine dan lapisan yang paling luar adalah lapisan serosa.
Kanker kolorektal biasanya dimulai dari benjolan atau tumor jinak di lapisan mukosa.
Dengan adanya faktor resiko yang dibawa oleh individu, tumor jinak itu akan terus mengalami
perumbuhan dan perkembangan. Normalnya, sel-sel epitel pada mukosa rectum akan mengalami
regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis terjadi perubahan genetic yang akan
mengganggu proses diferensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang pada akhirnya
menyebabkan replikasi tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol akan
menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktifkan K-ras onkogen dan mutasi gen p53, dan
hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dam memperpanjang hidup sel.
Perkembangan tumor yang terjadi terus menerus lama kelamaan akan mengubah tumor
ke dalam bentuk metastasis. Untuk dapat bermetastasis, pertama sel tumor harus mampu
bertahan hidup dan terus tumbuh pada lapisan pertama. Agar dapat menyebar, sel tumor juga
harus mampu menginvasi secara local dan masuk ke pembuluh darah untuk menginvasi sirkulasi.
Setelah bertahan dalam sirkulasi darah, sel tumor harus bisa keluar dan menginvasi ke lapisan

atau jaringan baru. Pada akhirnya sel tumor dapat bermetastasis ke jaringan baru yang lebih jauh
lagi.

D. Klasifikasi Karsinoma Rektum


Ada beberapa jenis klasifikasi dalam penentuan stadium karsinoma rekti.
1. Berdasarkan klasifikasi Dukes
-

Stadium 0 pada stadium ini kanker ditemukan hanya pada bagian paling rectum
yaitu mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

Stadium I pada stadium ini, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai
lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rectum tapi tidak

menyebar ke bagian terluar dinding rectum ataupun keluar dari rectum. Disebut
juga Dukes A rectal cancer.
-

Stadium II pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rectum ke jaringan
terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal
cancer.

Stadium III pada stadium ini, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi
tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

Stadium IV kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.

2. Berdasarkan sistem TNM


TNM stadium

Modified Dukes

Deskripsi

Stadium
T1 N0 M0

Tumor terbatas pada sub mukosa

T2 N0 M0

B1

Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0

B2

Penyebaran transmural

T2 N1 M0

C1

T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 NI M0

C2

T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4

C2

Penyebaran ke organ yang berdekatan

ANY T, M1

Metastasis jauh

E. Penegakan Diagnosis Karsinoma Recti


1. Anamnesa
Anamnesa keluhan utama dan riwayat penyakit memegang peranan yang sangat
penting dalam penegakkan diagnosis. Berikut ini merupakan gejala yang seringkali
dikeluhkan oleh pasien:
-

Diare palsu atau spurious diarrhea merupakan keluhan BAB yang frekuen
tetapi hanya sedikit yang keluar disertai dengan lendir dan darah serta ada rasa
tidak puas setelah BAB. Terjadinya diare palsu oleh karena adanya proses
keganasan pada epitel kelenjar mukosa rectum, berupa suatu massa tumor, dimana
tumor akan merangsang keinginan untuk defekasi, tetapi yang keluar hanya

sedikit disertai hasil sekresi kelenjar berupa mucus dan darah oleh karena
rapuhnya massa tumor.
-

BAB berlendir seperti halnya diare palsu merupakan manifestasi adanya proses
keganasan pada epitel kelenjar mukosa rectum.

Feses pipih seperti kotoran kambing bentuk feses yang pipih sangat tergantung
dari bentuk makroskopis massa tumor pada rectum. Pada stadium dini, dimana
tumor masih kecil dan tidak berbentuk anuler, jarang ditemukan perubahan
bentuk feses.

Penurunan berat badan pada dasarnya akan terjadi pada semua penderita
dengan keganasan, terutama pada stadium lanjut. Penderita dengan keganasan
akan mengalami perubahan metabolisme oleh karena adanya reaksi inflamasi
tumor dengan host. Adanya peningkatan metabolism protein, karbohidrat, dan
lemak akan menyebabkan keseimbangan energi protein menjadi

negative

sehingga diikuti dengan penurunan berat badan. Pada karsinoma rekti dapat
terjadi obstruksi parsial sehingga penderita akan mengeluhkan perut terasa
kembung dan nafsu makan turun.
-

Perdarahan bercampur tinja perdarahan pada keganasan kolorektal terjadi kaena


adanya proses inflamasi pada massa tumor. Sifat perdarahan yang keluar akan
bercampur dengan tinja dan berwarna kehitaman jika massa tumor terdapat pada
kolon proksimal, sedangkan darah yang keluar akan berwarna merah segar jika
lokasi massa tumor pada kolon distal.

Tabel perbedaan gejala karsinoma kolorektal berdasarkan letaknya


Kolon kanan

Kolon kiri

Rectum

Aspek klinis

Kolitis

Obstruksi

Proktitis

Nyeri

Karena penyusupan

Karena obstruksi

Tenesmus

Defekasi

Diare

Konstipasi progresif

Tenesmi terus
menerus

Obstruksi

Jarang

Hampir selalu

Tidak jarang

Darah pada feses

Samar

Samar atau

Makroskopis

makroskopis
Feses

Normal

Normal

Perubahan bentuk

Dyspepsia

Sering

Jarang

Jarang

Memburuknya KU

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Anemia

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Tabel ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal


Kolon
kanan

Kolon
kiri
Rektum

Anemia dan kelemahan


Darah samar di feses
Dyspepsia
Perasaan tidak enak di perut kanan bawah
Massa di perut kanan bawah
Perubahan pola defekasi
Darah di feses
Gejala dan tanda obstruksi
Perdarahan rectum
Darah di feses
Perubahan pola defekasi
Pasca defekasi masih ada perasaan tidak puas atau penuh
Penemuan tumor pada colok dubur
Penemuaan tumor pada rektosigmoidoskopi

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastasis seperti
pembesaran KGB atau hepatomegali. Selain itu dilakukan pemeriksaan colok
dubur.dari pemeriksaan colok dubur dapat diketahui:
-

Adanya tumor rectum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar atau menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan sekitar


Pemeriksaan abdomen juga diperlukan jika didapatkan tanda-tanda adanya ileus.
Jika terdapat ileus kemungkinan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik
abdomen adalah:

Inspeksi: perut distended

Auskultasi: metalik sound (+), borborigmy (+), BU (+)

Perkusi: hipertimpani

Palpasi: nyeri tekan (-)

3. Pemeriksaan penunjang diagnosis


-

Biopsy: konfirmasi adanya malignansi denga pemeriksaan biopsy sangat penting.


Jika ditemukan tumor dari pemeriksaan fisik, biopsy harus dilakukan. Secara
patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu
sekitar 90-95% dari kanker kolorektal. Jenis lainnya adalah karsinoma sel
skuamosa, carcinoid tumor, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated
tumors.

Pemeriksaan tumor marker: CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242,


CA 19-9

Uji FOBT (Faecal Occult Blood Test): untuk melihat perdarahan di jaringan

Digital rectal examination atau Rectal toucher: sekitar 75% karsinoma rekti
dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan dengan rectal toucher akan
mengenali tumor yang terletak sekitar 10cm dari rectum, massa akan teraba keras
dan menggaung.
Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah:

Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung coccygis

Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rectum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi
lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau
perlekatan ke struktur ekstrarektal.

Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi

Sigmoidoskopi: suatu prosedur untuk melihat bagian dalam rectum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rectum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
diambil untuk biopsi.

Kolonoskopi: dapat digunakan untuk menujukkan gambaran seluruh mukosa


kolom dan rectum. Kolonoskopi dapat digunakan untuk biopsy, polipektomi,
mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan
prosedur yang sangat aman untuk mendiagnosis dan memanajemen dari IBD, non
akut diverticulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non
toksik, striktur kolon, dan neoplasma.

Imaging technique: MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian


teknik imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging, dan tindak lanjut pasien
dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan screening test.

F. Penatalaksanaan Karsinoma Rekti


Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rectum. Tiga terapi
standar yang digunakan antara lain adalah:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium 1 dan 2 kanker rektum, bahkan pada suspek stadium 3 juga masih
dapat dilakukan pembedahan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan,sekarang
sebelum dioperasi pasien diberi presurgical treatment berupa radiasi dan kemoterapi.
Penggunaan

kemoterapi

sebelum

pembedahandikenalsebagai

neoadjuvant

chemotherapy, dan terapi ini biasanya digunakan pada pasien dengan kanker rektum
stadium 2 dan 3. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun
sebagian besar jaringan kanker sudahdiangkat saat operasi, beberapa pasien masih
membutuhkan kemoterapi atau radiasi pasca pembedahan untuk membunuh sel
kanker yang tertinggal.Adapun jenis pembedahan yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Eksisi lokal
Eksisi lokal jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan

tanpa

melakukan

pembedahan

lewat

abdomen.

Jika

tumor ditemukan dalam bentuk polip, maka operasinya disebut polypectomy.


Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.
Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan
menggunakanendoskopi

ultrasonografik

untuk

menentukan

tingkat

penyebaran di dalamdinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.


b. Low anterior resection (LAR)
Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah atau 1/3 atas rektum.
Untuk massa tumor lebih 5 cm dari anokutan dipertimbangkan reseksi rectum
rendah , sehingga tidak perlu kolostomi. Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu
1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah
(5 s/d 15 cm dari garis dentate) dapat dilakukan restorative anterior
resection. Kanker 1/3 distal rectum melalui reseksi anterior rendah pada
rectum dengan melakukan laparotomi menggunakan alat stapler untuk
membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.
c. Abdominal perineal resection (Miles procedure)
Untuk masa tumor < 5 cm dari anokutan. Pengangkatan kanker
rektum biasanya dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk
pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani
dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun
mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.Pada tumor rektum sepertiga

tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan


pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi
abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi inianus turut dikeluarkan.Pada
pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid
dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfonodi pararektum dan
retroperitoneal sampai kelenjar limfonodi retroperitoneal. Kemudian melalui
insisi perinealanus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan

rektum

melalui abdomen.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi local kanker rectum


Indikasi
-

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secarahistologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

Kontraindikasi
-

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk poorly differentiated secara histology

2. Radiasi
Pada kasus stadium 2 dan 3, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum
dilakukan pembedahan, dalam hal ini radiasi berperan sebagai preoperative
treatment. Peran lainnya radioterapi adalah sebagai terapi tambahan untuk kasus
tumor lokal yang telah diangkat melalui pembedahan dan untuk penanganan kasus
metastase jauh. Jika radioterapi pasca pembedahan dikombinasikan dengan

kemoterapi, maka akan menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar


46% dan menurunkan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastase
jauh, radiasi telah terbuktidapat mengurangi efek dari metastase tersebut terutama
pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien
dengan tumor lokal yang unresectable.Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi,
yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi
(external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi
secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh
sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang
sehatdisekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi
hanya berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant
radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin
pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa
dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor.
Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang
relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa
penanganan internal radiasi secara sementara menetap di dalam tubuh.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy digunakan untuk menangani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tetapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan. Terapi
ini digunakan pada tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol (stadium 2 dan 3). Terapi standar kemoterapi tersebut adalah

fluorouracil (5-FU) yang dikombinasikan dengan leucovorin dalam waktu 6-12


bulan. Obat lain yaitu levamisole dapat menjadi pengganti leucovorin jika tidak
tersedia. Protokol kemoterapi ini telah terbuktimenurunkan angka kekambuhan
sebesar 15% dan menurunkan angka kematian sebesar 10%.

BAB III
LAPORAN KASUS

Nama

: Budi Hartono

Usia

: 59 tahun

Masuk RS Tanggal

: 15/02/2015

Diagnosis Masuk

: Prolonged Diare

Keluhan Utama

: BAB cair sejak 3 bulan yang lalu, lendir (+), darah (+),

Keluhan Tambahan

: Perasaan kurang lega setelah BAB, perut kembung, nafsu makan


menurun, BB menurun, lemas (+) mual (+), muntah (+)

Riwayat Penyakit Sekarang


Hari masuk RS :

BAB cair sejak 3 bulan yang lalu, lendir (+), darah (+), perasaan
kuran lega setelah BAB, perut kembung, nafsu makan menurun,
BB menurun, lemas (+) mual (+), muntah (+)

Riwayat Penyakit Dahulu


o Pasien pernah rawat inap dengan keluhan yang sama pada tanggal 17 Oktober 2014.
Pada saat itu pasien didiagnosis BPH dan Tumor rekti.
o Tindakan yang dilakukan di RS dulu adalah operasi open prostatectomi dan biopsi
tumor pada rektum, dan diberikan antibiotik dan analgesik.
Riwayat Penyakit Keluarga
o keluarga tidak ada yang memiliki gejala serupa.

o Ibu mempunyai riwayat ca Colon

Riwayat Personal Sosial


o Ekonomi
Pasien merupakan seorang pensiunan PNS, penghasilan dirasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari hari.
o Personal
Pasien merupakan perokok aktif sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, berhenti merokok
setelah terkena penyakit BPH. Pasien juga terbiasa mengkonsumsi alkohol. Pasien
mengaku

jarang memakan makanan yang mengandung serat dan mengkonsumsi

makanan tinggi lemak.


PEMERIKSAAN
Kesan umum : tampak lemas, dapat berkomunikasi dengan baik.
Kesadaran

: compos mentis

Vital Sign

BMI

o Nadi

: 80x/menit

o Suhu badan

: 36,5 o C

o Pernafasan

: 20x/menit

o TD

: 130/70

BB sebelum sakit

: 68 Kg

BB : 52 kg, TB : 170 cm,

BMI : 17,9 (Underweight)

Pemeriksaan Kepala
o Mata : CA(+/+) SI (-/-)
Pemeriksaan Kulit
o Sianosis (-) pucat (+)
o luka kulit (-)
Pemeriksaan Leher
o Kelenjar tiroid

: tidak ditemukan pembengkakan

o Kelenjar Limfonodi

: tidak ditemukan pembengkakan

o Vena jugular

: meningkat (-)

Pemeriksaan Paru-paru
Kanan
Tampak simetris, retraksi subcostalis
(-), retraksi supraclavicularis (-),
retraksi intercostalis (-), ketinggalan
gerak (-)

Kiri
Tampak simetris, retraksi subcostalis (), retraksi supraclavicularis (-), retraksi
intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi

Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

Perkusi

Sonor pada seluruh lapangan paru

Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi

Suara dasar vesicular, rhonki (-),


wheezing (-) ,stridor (-),ekspiratory
diperpanjang(-)

Suara dasar vesicular, rhonki (-),


wheezing (-) ,stridor (-),ekspiratory
diperpanjang(-)

Inspeksi

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: distended (-) darm countor (-) darm steifum(-)

Auskultasi : peristaltik (+) borborigmi (-) metallic sound (-)


Perkusi

: Timpani (+),

Palpasi

: nyeri tekan (-) defans muskular (-)

Pemeriksaan lokalis perianal


Inspeksi

: massa (-)

Palpasi

: teraba massa padat (+) nyeri tekan (+) mudah berdarah (+)

Pemeriksaan Ekstremitas
Udem ekstremitas (-)

Kesimpulan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


-

BAB cair sejak 3 bulan yang lalu, lendir (+), darah (+), perasaan kurang lega setelah
BAB, perut kembung, nafsu makan menurun, BB menurun, lemas (+) mual (+),
muntah (+)

KU : tampak lemas, Compos Mentis

HR : 80x/m RR : 20x/m S : 36,5 TD: 130/70

Kepala : mata CA (+/+) SI (-/-)

Paru : wheezing (-/-) Rhonki(-/-) simetris (+/+) vesikuler (+/+)

Abdomen : distended (-) DC(-) DS (-) metallic sound (-) borborigmi (-) timpani (+)
nyeri tekan (-) defans (-)

Ekstremitas : udem (-)

Perianal: tampak massa (+) teraba padat (+) nyeri tekan (+) darah (-)

Hasil pemeriksaan colok dubur/ rectal toucher


Massa di anarectal (+) fixed (+) nodul (+) berdarah (+) feses (+)

Hasil pemeriksaan radiologi thorax


Tampak corakan bronkovaskuler meningkat. Cor dalam batas normal. Tidak ditemukan
tanda metastasis ke paru.
Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi
o Organ

: Rektum

o Diagnosa Klinis

: Tumor rectum 1/3 Distal

o Makroskopis

: Jaringan pecah belah sebanyak 1cc, berwarna coklat, semua

cetak.
o Mikroskopis

: Sediaan menunjukan mukosa usus tipe kolon dengan infiltrasi

sel-sel radang menahun . Tidak ditemukan tanda khas dan ganas.


o Kesimpulan

: Rektum : Proktitis Kronis

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah


Parameter

Hasil

Satuan

Nilai Normal

HB

6,9

gr %

13,2 17,2

AL (Angka Leukosit)

12,0

ribu/ul

3,8 10,6

AE (Angka Eritrosit)

2,4

juta/ul

4,40 5,90

AT (Angka Trombosit)

196

ribu/ul

150-400

HMT (Hematokrit)

20

40 -52

Netrofil

70,20

Mg/dl

50-70

Limfosit

18,5

Mg/dl

25-40

GDS

107

Mg/dl

70-120

Ureum

99

Mg/dl

10-50

DIEF COUNT

Creatinin

3,04

Mg/dl

0,60-1,10

SGOT

65

u/l

0-50

SGPT

19

u/l

0-50

HbSAg

Negatif

DIAGNOSIS

Negatif

PENATALAKSANAAN

1. CKR

Perbaiki KU

2. Rerensi Urine

Infus Futrolit 20 tpm

Inj. ceftriaxon

2 x 1 gr

Inj. ketorolak

3 x 30 mg

Transfusi PRC s/d Hb > 10

3. Tumor

Recti

distal
keganasan

1/3

curiga

mgdL
-

Saran Biopsi ulang pasien


menolak

Konsul UPD

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus diatas didapatkan kumpulan gejala yang mengarahkan kepada diagnosis
penyakit pada pasien ini. Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien mengeluhkan pusing dan kepala benjol di bagian belakang.
Selain itu, pasien mengeluh susah BAK, perutnya kembung, dan BAB cair sejak 3 bulan yang
lalu disertai lendir dan kadang disertai darah pada fesenya. Pasien tampak sangat kurus dan
mengalami penurunan berat badan. Badan lemas (+) mual (+) muntah (+) tidak mau makan dan
minum.
Mekanisme terjadinya karsinoma rekti yaitu diawali dengan munculnya benjolan atau
massa polip yang jinak. Biasanya benjolan hanya bersifat local di mukosa, tetapi ketika faktor
resiko dan faktor predisposisi ada pada pasien maka kemungkinan untuk tumbuh dan
berkembang menjdai ganas semakin besar.
Pada kasus ini, dari hasil rectal toucher massa yang ada sudah hampir menutup sepertiga
dari lubang anusnya. Massa bernodul seperti cauliflower, massa juga sangat mudah berdarah.
Diagnose karsinoma rekti sebenarnya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rectal toucher, tetapi
beberapa dokter di fasilitas kesehatan primer dapat saja keliru mendiagnosa pasien tumor recti
dengan hemoroid. Beberapa hal dapat mendukung untuk menyingkirkan hemoroid dari diagnose
sementara. Yang menonjol pada karsinoma recti adalah gejala diare palsu. Diare palsu
merupakan keluhan BAB yang frekuen tetapi hanya sedikit yang keluar disertai dengan lendir
dan darah serta ada rasa tidak puas setelah BAB. Terjadinya diare palsu oleh karena adanya
proses keganasan pada epitel kelenjar mukosa rectum, berupa suatu massa tumor, dimana tumor

akan merangsang keinginan untuk defekasi, tetapi yang keluar hanya sedikit disertai hasil sekresi
kelenjar berupa mucus dan darah oleh karena rapuhnya massa tumor. Pada kasus hemoroid, BAB
lendir sangat jarang terjadi.
Dari hasil pemeriksaan, dapat diklasifikasikan pada pasien ini karsinoma rekti telah
masuk pada stadium Stadium II. Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rectum ke
jaringan terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
Penanganan yang menjadi pilihan untuk stadium ini adalah pembedahan dan bisa juga ditambah
kemoterapi sebagai terapi adjuvannya. Pada pasien ini hanya dilakukan terapi medikamentosa
dan perbaikan KU untuk mengurangi gejala karena pasien menolak dilakukan tindakan operasi.

BAB V
KESIMPULAN

1. Karsinoma rekti adalah suatu keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma rekti
termasuk kasus keganasan yang sering terjadi pada daerah kolon dan rektum akibat gangguan
proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
2. Untuk menegakkan diagnosis karsinoma rekti, selain mengumpulkan manifestasi klinis yang
sesuai dari anamnesis, diperlukan juga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan biopsy,
ataupun endoskopi baik itu sigmoidoskopi atau kolonoskopi..
3. Penegakan diagnosis lebih dini akan sangat mempengaruhi survival ratepasien. Sehingga
sangat diharapkan untuk melakukan rectal toucher pada keluhan BAB berdarah karena rectal
toucher memegang peranan penting sebagai dasar penegakan diagnosis.
4. Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rectum. Tiga terapi standar
yang digunakan antara lain adalah pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai