Xylitol
Xylitol
Alat
a. Timbangan
b. Jarum ose
c. pH meter
d. Bunsen
e. Cawan petri
f. Pipet gondok
g. Pipet lurus
h. Gelas ukur
i. Erlenmeyer
j. Shaker
k. Autoclave
l. HPLC
m. Ayakan 50 mesh
Bahan
a. Abut kelapa
b. NaOH
c. Aquadest
d. Khamir isolat murni Candida fukuyamaensis
e. Asam sulfat
f. YMA
g. Kapas
Skema Kerja
1. Non Enzimatis
Sabut Kelapa
Penghancuran
Pengayakan
Hemiselulosa
NaOH Netralisasi
Xilosa
Pada pembuatan xylitol, sabut kelapa kering terlebih dahulu dibersihkan dari
gabusnya, kemudian dihancurkan dan diayak menggunakan ayakan 50 mesh. Sabut
kelapa ditimbang dengan berat yang divariasi 5, 10 dan 15 gram kemudian
dicampurkan dengan larutan NaOH 1 % untuk menghilangkan ligninnya, kemudian
dicuci sampai air cuciannya netral. Proses tersebut disebut juga deignifikasi.
Delignifikasi merupakan proses pemecahan ikatan yang terjadi antara
hemiselulosa dengan lignin yang terdapat dalam struktur lignoselulosa. Lignin dan
hemiselulosa membentuk polimer kompleks di dalam material tanaman, melalui
ikatan ester. Ikatan kovalen lignin-hemiselulosa dapat dibedakan dalam dua tipe
yaitu, ikatan ester melalui gugus karboksil terminal dari uronat dengan asam
aromatik, atau melalui gugus hidroksil gula (Jeffries, 1994). Monomer rantai
samping xilan mengandung unit asam 4-O-metil glukuronat, dan sekitar 40% gugus
asam uronat dalam hemiselulosa membentuk ikatan ester dengan lignin. Ikatan ester
antara lignin dengan hemiselulosa merupakan ikatan yang paling labil, sehingga
bisa dipecah oleh basa.
Pemberian basa NaOH pada sampel akan menyebabkan rusaknya ikatan ester
antara lignin dengan hemiselulosa dalam lignoselulosa membentuk fraksi-fraksi
yang lebih sederhana, sehingga hemiselulosa bebas yang terbentuk memiliki rantai
yang lebih pendek dan lebih mudah untuk dihidrolisis. Proses delignifikasi
dilakukan dengan melarutkan sampel ke dalam larutan NaOH 1% dengan
perbandingan 1:25, g/v, dan dipanaskan pada suhu 55C selama 90 menit. Residu
diambil dengan cara penyaringan menggunakan kertas saring, dan selanjutnya
dinetralisir melalui pembilasan dengan aquades dan dikeringkan. Sampel ini
disebut sampel delignifikasi yang kemudian dihidrolisis menggunakan asam.
Asam yang digunakan pada proses hidrolisis yaitu asam sulfat 0,3 M. Asam
sulfat 0,3 M digunakan karena hemiselulosa sulit terhidrolisis oleh asam encer,
sementara selulosa lebih sulit terhidrolisis oleh asam encer. Hal ini berkaitan
dengan struktur hemiselulosa yang berbentuk amorf dan bercabang, sehingga lebih
mudah dihidrolisis, sedangkan selulosa berbentuk mikrofibril yang kristalin,
teratur, dan memiliki rigiditas tinggi, sehingga lebih sulit dihidrolisis dibanding
hemiselulosa (Aditya, 2004).
Pemberian asam sulfat encer pada suhu antara 100-1600 C, dapat
menghasilkan 70% xilosa yang terkandung dalam hemiselulosa. Hidrolisis
hemiselulosa dipercepat dengan suhu tinggi, karena energi aktivasi yang relatif
tinggi dalam reaksi fasa padat-cair, meskipun pada suhu tinggi xilosa yang
terbentuk dapat terdegradasi. Hidrolisis oleh asam sulfat 0,3 M dilakukan untuk
memecah ikatan -1,4 pada hemiselulosa sampel dengan menggunakan autoclave
pada suhu 121C. Autoclave digunakan agar reaksi hidrolisis dapat berlangsung
pada suhu di atas 100 C dan tekanan tinggi (Manchila et al., 1994). Pada proses
hidrolisis dihasilkan hidrolisat.
Hidrolisat yang bersifat asam kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH 0,5
M hingga mencapai pH 5-7. Penetralan bertujuan untuk mencegah proses degradasi
xilosa yang terbentuk, menjadi senyawa furfural oleh katalis asam. Pada proses
penetralan terjadi reaksi antara NaOH dengan hidrolisat, asam sulfat akan bereaksi
dengan basa NaOH membentuk garam natrium sulfat dan air. pH hidrolisat tidak
boleh melebihi 7, karena jika hidrolisat bersifat basa dikhawatirkan akan merusak
cincin karbohidrat yang ada.
2. Enzimatis
Pencampuran
Sterilisasi
Sterilisasi
Inokulum
Pemanasan(80C, 10 menit)
Dekantasi Residu
Filtrat
Deonisasi
Xilosa + xylitol
Analisis HPLC