Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara maritim
dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km2 dan ZEE
Indonesia 2,7 km2. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri dari 17.504 buah pulau
dan panjang pantai mencapai 95.181 km (KKP, 2011). Kondisi ini merupakan anugrah yang sangat
besar bagi pembangunan perikanan dan kelautan. Disamping itu, sumberdaya ikan yang hidup di
wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) sangat tinggi, dan
bahkan laut Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Disamping
sumberdaya dapat pulih sebagaimana dikemukakan di atas, perairan laut Indonesia juga memiliki
sumberdaya tidak pulih seperti mineral (minyak, gas dan lain sebagainya) serta jasa-jasa lingkungan.
Kondisi ini selanjutnya menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat potensial untuk
dikembangkan berbagai kegiatan. Agar potensi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikelola
secara optimal dan tepat sasaran, maka perlu dikelola melalui Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil.
Rencana pengelolaan berisi kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang
diperlukan untuk mendukung pembuatan keputusan oleh administrator sektoral dalam pengelolaan,
penggunaan dan pengalokasian sumberdaya pesisir secara tepat. Rencana pengelolaan
memungkinkan penetapan sasaran pengelolaan untuk masing-masing zona dan/atau subzona dalam
Rencana Zonasi, untuk mengeluarkan izin penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral. Tujuan
penyusunan Pedoman Teknis ini adalah untuk memberikan panduan kepada Pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota pesisir dalam menyusun Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RPWP-3-K) agar sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam UU No. 27/2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 16/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dengan disusunnya Pedoman Teknis ini, diharapkan akan memberikan kesamaan persepsi
dalam memberikan arahan teknis kepada Kelompok Kerja Penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota
dan memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota kepada pihak-
pihak yang diberikan tugas penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota.
.
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: (1) Rencana
Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K; (2) Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K; (3) Rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan (4)
Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAWP-3-
K. Sebagaimana amanat UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil pada pasal 7 ayat 3 pemerintah daerah wajib untuk menyusun keempat perencanaan tersebut.
Rencana pengelolaan berisi kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang
diperlukan untuk mendukung pembuatan keputusan oleh administrator sektoral dalam pengelolaan,
penggunaan dan pengalokasian sumberdaya pesisir secara tepat. Rencana pengelolaan
memungkinkan penetapan sasaran pengelolaan untuk masing-masing zona dan/atau subzona dalam
Rencana Zonasi, untuk mengeluarkan izin penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral.
Diharapkan dengan adanya Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil ini, dapat memberikan kesamaan persepsi dan memberikan kemudahan dalam
proses penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota, sehingga dapat menunjang upaya mengoptimalkan
perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kami menyadari bahwa buku Pedoman Teknis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Ucapan terimakasih dan
penghargaan kami sampaikan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat dalam upaya Perencanaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Landasan Hukum
1.5 Fungsi dan Manfaat
1.6 Hirarki Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1.7 Daftar Istilah dan Definisi
BAB II. SISTEMATIKA DAN MUATAN RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
2.1 Sistematika Rencana Pengelolaan WP3K
2.2 Muatan Rencana Pengelolaan WP3K
2.2.1 Bab 1 Pendahuluan
2.2.2 Bab 2 Gambaran Umum Wilayah Pengelolaan
2.2.3 Bab 3 Pendekatan dan Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan
2.2.4 Bab 4 Rencana Pemanfaatan Sumberdaya
2.2.5 Bab 5 Kebijakan dan Prosedur Pengelolaan WP3K
2.2.5 Bab 5 Implementasi Rencana Pengelolaan
2.2.6 Bab 6 Peninjauan Kembali Dokumen RPWP-3-K
2.2.7 Bab 7 Daftar Kontak Person
2.2.8 Daftar Pustaka
2.3 Masa Berlaku Rencana Pengelolaan WP3K
BAB III. PROSES PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
3.1 Sosialisasi
3.2 Pembentukan Kelompok Kerja
3.3 Inventarisasi Program dan Kegiatan PWP-3-K
3.4 Penyusunan Dokumen Awal
3.5 Kerjasama Antar Instansi
3.6 Konsultasi Publik
3.7 Perumusan Dokumen Final
3.8 Penetapan
1
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Contoh Ringkasan Mandat Instansi Serta Program Yang Relevan
Tabel 2.2. Contoh Keanggotaan Panitia/Sub-Panitia Program Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu
Tabel 2.3. Total Anggaran Berdasarkan Format RAB
Tabel 2.4. Contoh Dokumentasi Persyaratan Pelaporan
Tabel 2.5. Contoh Standar Pelayanan untuk Proses Telaah Proyek
Tabel 2.6. Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Review/Telaah
Tabel 2.7. Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Data
Tabel 2.8. Contoh Jenis Pemanfaatan Sumberdaya dan Kriteria
Tabel 2.9. Contoh Proses Pembatalan Sebuah Izin Pemanfaatan Sumberdaya
Tabel 2.10. Contoh Petunjuk untuk Menentukan Tingkat Konsultasi Publik
2
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
BAB I
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan domain utama Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) seperti yang telah jelas dan tegas disebutkan pada pasal 25 Undang-
Undang Dasar RI bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
kepulauan. NKRI mempunyai jumlah pulau lebih dari 17.504 dan panjang garis pantai
(coastline) tidak kurang dari 81.290 km. Kekayaan sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau
kecil yang terkandung di dalamnya harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat menjadi
lokomotif bagi pembangunan ekonomi bangsa yang bermuara pada terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, diperlukan pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terpadu, partisipatif dan berkelanjutan.
1
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Untuk meningkatkan kualitas proses penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, diperlukan Petunjuk Teknis yang dapat dijadikan panduan bagi
Pemerintah Provinsi, Kabupaten atau Kota pesisir dalam penyusunan rencana pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) perlu
memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, yaitu:
a. Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem
perencanaan pembangunan daerah;
b. Mengintegrasikan kegiatan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah,
antarsektor, antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem
darat dan ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip
manajemen;
c. Dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing
daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan
d. Melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya.
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam kegiatan penyusunan dokumen
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil oleh Pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota.
Tujuan penyusunan Pedoman Teknis ini adalah untuk memberikan panduan kepada
Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota pesisir dalam menyusun Rencana Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K) agar sesuai dengan ketentuan yang
disyaratkan dalam UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/2008 tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ruang lingkup Pedoman Teknis ini memuat tentang ketentuan teknis, proses dan prosedur,
serta ketentuan minimal lain yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penyusunan Rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K).
2
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Petunjuk Teknis ini dilandasi berbagai peraturan dan perundang- undangan yang berlaku
antara lain :
(1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
(2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan
P engelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil.
Manfaat Dokumen Rencana Pengelolaan WP-3-K adalah menjadi pedoman yang rinci untuk
penanggung jawab penyelenggara sektoral dalam persiapan berbagai macam aksi-aksi
pengelolaan seperti pelaksanaan studi penelitian, pengumpulan data monitoring,
persetujuan penggunaan sumberdaya dan izin pembangunan, pembuatan pedoman kepada
pemegang izin, perumusan peraturan baru, pembuatan petunjuk pelaksanaan, petujuk
praktek, standar industri, dsb. Sehingga memudahkan keefektifan mekanisme pengawasan,
pelaksanaan dan melakukan amandemen secara periodik terhadap dokumen rencana
pengelolaan wilayah pesisir.
3
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
ATLAS
Rencana strategis harus secara luas menjabarkan seluruh wilayah pesisir dalam
yurisdiksi satuan pemerintahan yang sedang menyiapkannya (Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota). Rencana strategis harus merupakan arah kebijakan lintas sektor
untuk pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta
target pelaksanaan dan indikator yang tepat untuk memonitor rencana.
4
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Rencana zonasi akan mendukung rencana strategis dengan mengarahkan aksi pada
lokasi geografi yang sesuai. Aspek penting yang terdapat dalam rencana strategis
dapat diringkas sebagai lampiran dalam rencana zonasi. Rencana zonasi
mengalokasikan ruang dengan fungsi utama sebagai : (i) kawasan konservasi, (ii)
kawasan pemanfaatan umum, (iii) kawasan strategis nasional tertentu, dan (iv) alur
laut. Rencana zonasi akan menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Pengelolaan
WP3K dan Rencana Aksi Pengelolaan WP3K.
Rencana pengelolaan berisi kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang
diperlukan untuk mendukung pembuatan keputusan oleh administrator sektoral
dalam pengelolaan, penggunaan dan pengalokasian sumberdaya pesisir secara tepat.
Rencana pengelolaan memungkinkan penetapan sasaran pengelolaan untuk masing-
masing zona dan/atau subzona dalam Rencana Zonasi, untuk mengeluarkan izin
penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral.
Istilah dan definisi yang digunakan dalam Petunjuk Teknis penyusunan rencana strategis
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mencakup :
5
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
darat ditentukan sebagai batas kecamatan pesisir dan ke arah laut adalah 12 mil
untuk Provinsi dan 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan Provinsi untuk
Kabupaten/Kota.
3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2
(dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
4) Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber
daya nonhayati; sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber
daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan
meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa
lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah
air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi laut yang terdapat di
wilayah pesisir.
5) Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan
non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
6) Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan
ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk,
dan arus.
7) Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan
sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan
pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
8) Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi
tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan
ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
9) Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil yang tersedia
10) Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan
didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu
lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu
11) Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk
kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi
yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau
rencana tingkat nasional.
6
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
12) Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber
daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola
ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh
izin.
13) Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan,
prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinasian pengambilan
keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan
penggunaan sumberdaya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.
14) Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut Rencana Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal
untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan
berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan.
15) Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan
arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi yang dapat disusun oleh Pemerintah
Daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat
diterapkan serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan
jumlah surat izin yang dapat diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
16) Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas bagian-
bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha
lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar
laut pada batas keluasan tertentu.
17) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragamannya.
18) Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk
mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.
19) Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat.
20) Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses pemulihan
dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya
7
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
8
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta
adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,dan hukum.
33) Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan
sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku
umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil tertentu.
34) Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui
hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan
lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai
dengan kaidah hukum laut internasional.
35) Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat.
36) Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
37) Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
38) Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan
perikanan.
39) Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang
kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil.
9
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
BAB II
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K) sedikitnya memuat
dan disusun menurut sistematika sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Petunjuk Teknis
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup Pengelolaan (Lingkup Geografis dan Substansi)
1.4 Kedudukan RPWP-3-K dalam ICM dan Perencanaan Pembangunan
1.5 Daftar istilah
BAB V KERANGKA KEBIJAKAN DAN PROSEDUR ADMINISTRASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
5.1 Kerjasama Antar Instansi
5.1.1 Nota Kesepahaman
5.1.2 Mandat Lembaga
5.1.3 Kerjasama Antar Pemerintah
5.2 Tatalaksana Pengelolaan
5.2.1 Koordinasi Pengelolaan
5.2.2 Struktur Pengelolaan dan Keanggotaan
5.3 Pertemuan dan Pelaporan
5.3.1 Rencana Kerja Tim Koordinasi
5.3.2 Dokumentasi dan Pelaporan
5.4 Pengaturan Pembiayaan
5.5 Kewenangan Pengambilan Keputusan
5.6 Kebijakan Operasional
5.7 Mekanisme Perijinan Proposal Proyek
5.8 Standar Pelayanan dan Rekomendasi Perijinan
5.9 Penetapan Penggunaan Sumberdaya
5.10 Resolusi Konflik
5.11 Konsultasi Publik
5.12 Akses terhadap Informasi
Bab IX PENUTUP
10
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Bagian ini menjelaskan urgensi atau alasan mengapa perlu disusun dokumen Rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sebagai bagian tidak terpisahkan
dari pengelolaan pesisir secara terpadu. Juga disajikan isu-isu dan permasalahan
utama di wilayah yang perencanaan yang perlu dikelola secara terpadu.
Bagian ini menyajikan maksud, tujuan dan manfaat disusunnya dokumen Rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) dalam konteks
pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Juga dijelaskan pihak-pihak yang akan
memanfaatkan dokumen pengelolaan ini.
Bagian ini menjelaskan isi atau muatan teknis dokumen rencana pengelolaan serta
penjelasan cakupan geografis implementasi wilayah pengelolaan sesuai batas
pengelolaan administrasi pemerintahan. Misalnya, jika Rencana Pengelolaan WP3K
disiapkan untuk kabupaten/kota, maka cakupan geografis Rencana Pengelolaan
tersebut akan terbatas hanya pada wilayah pesisir (daratan dan perairan) yang
berada pada batas wilayah administratif darat kabupaten dan 4 ml bagian dari wilayah
lepas pantai.
Bagian ini berisi uraian kedudukan Rencana Pengelolaan WP3K dalam system
perencanaan pembangunan daerah dan dalam kerangka perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir secara terpadu (ICM).
Selain itu, bagian ini juga menjelaskan tentang bagaimana kaitan antara dokumen
Rencana Pengelolaan dengan rencana-rencana lain yang sudah ditetapkan terlebih
dahulu. Seluruh dokumen rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu (pengelolaan
wilayah pesisir terpadu) tunduk pada berbagai peraturan perundangan yang berlaku
11
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pada dasarnya suatu dokumen rencana yang lebih rendah pada urut-urutan hukum
harus seazas dengan rencana yang lebih tinggi di atasnya, demikian halnya dengan
Rencana Operasional pengguna sumberdaya setempat harus seazas dengan rencana
pemerintah. Misalnya, peruntukan wilayah pada Rencana Zonasi pengelolaan pesisir
wilayah terpadu tidak boleh berlawanan dengan peruntukan untuk wilayah yang
sama yang telah termuat pada rencana di tingkat lebih tinggi seperti Rencana Tata
Ruang Wilayah. Secara umum, pengelolaan wilayah pesisir terpadu harus menambah
rencana lain dengan mengisi kesenjangan pada cakupan ruang yang ada. Ringkasan
rencana-rencana dan perundang-undangan yang relevan dan secara sah sudah
ditetapkan dalam hukum yang berlaku hendaknya dimasukkan dalam bentuk tabel
pada Rencana Pengelolaan ini.
Bagian ini menjelaskan kondisi sumber daya pesisir dan pulau-pulau yang terdapat di
seluruh wilayah lingkup pengelolaan, yang dikelompokkan dalam empat kategori:
12
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Informasi ini diperlukan untuk menunjukkan kuantitas dan kualitas sumber daya yang
ada beserta peluang pembangunan masa depan. Informasi ini disajikan menggunakan
istilah non-teknis dan tanpa data rinci statistik.
Bagian ini menjelaskan kondisi pola penggunaan lahan dan perairan yang didasarkan
pada potensi sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Beberapa sektor
utama yang berperan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, diantaranya: Sektor kehutanan dan Sektor pertanian; Sektor perikanan dan
kelautan; Sektor pertambangan; Sektor pariwisata, dan Sektor pembangunan
daerah/perkotaan agar digambarkan secara ringkas dan jelas. Selain itu diperlukan
ruang terbuka hijau untuk mitigasi bencana (antara lain: tsunami, gempa bumi, badai,
dan lain-lain).
1) Distribusi populasi, jenis kelamin dan struktur umur, angka harapan hidup, angka
kelahiran, jumlah pekerja dan pendapatan dll;
2) Karakter sosial budaya, seperti pendidikan, kepercayaan budaya/pantangan,
penyakit, sumber utama pencaharian atau pekerjaan dan pendapatan , kearifan
lokal dll.;
3) Struktur ekonomi, pada kawasan perencanaan berdasarkan kontribusi produk
domestik pembangunan regional kotor (GDP) dari sektor utama seperti kehutanan,
perikanan, pertambangan, pertanian, pariwisata, perhubungan, dsb.
13
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Bagian ini menjelaskan berbagai isu dan permasalahan terkait dengan sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah, sedang maupun yang diperkirakan akan
terjadi di wilayah pengelolaan. Wilayah pesisir di Indonesia memiliki berbagai potensi,
mulai dari potensi perikanan, pariwisata, transportasi, dan energi. Namun yang
perlu kita sadari adalah wilayah pesisir juga menyimpan potensi bencana, baik
yang disebabkan oleh alam maupun oleh ulah manusia. Potensi tersebut dapat
berupa tsunami, gempa bumi, abrasi, rob, banjir, pencemaran dan salah satu isu yang
terjadi diseluruh dunia adalah pemanasan global (Global Warming) yang
mengakibatkan kenaikan paras muka air laut (Sea Level Rise). Diharapkan dengan
mengetahui isu-isu permasalahan atau potensi bencana yang ada di wilayah pesisir,
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan strategi untuk mengurangi dampak bencana
yang akan terjadi.
14
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
tertentu, fungsi pemanfaatan umum dan fungsi alur laut mencakup informasi
mengenai lokasi dan luas untuk setiap kawasan/zona/sub zona.
3. Arahan Prioritas Pemanfaatan Sumberdaya pada Kawasan, Zona dan Sub Zona
Bagian ini menjelaskan penjabaran dari indikasi program utama
pengelolaan/pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil selama kurun waktu
5 (lima) tahun berdasarkan skala prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan
pembiayaan, kondisi fisik lingkungan dan sosial-ekonomi-budaya.
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut akan melibatkan berbagai instansi lintas
sektor. Karena itu perlu dirumuskan kewenangan atau mandat masing-masing
instansi/lembaga, serta bentuk-bentuk kerjasama antar instansi yang terlibat dalam
pengelolaan wilayah pesisir, termasuk peran dan komitmen masing-masing instansi
secara teknis maupun financial.
15
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Tabel 2.1
Contoh Ringkasan Mandat Instansi Serta Program Yang Relevan
Relevansi dengan Pengelolaan
Instansi Mandat
Pesisir
Kehutanan Melindungi dan melestarikan hutan dan taman-taman sejenis Melaksanakan pelestarian bakau
serta sumberdaya rekreasi milik negara. dan program rehabilitasi.
Mempraktekkan pengelolaan sumberdaya terpadu melalui Menerbitkan izin memanen
kerjasama sepenuhnya dengan lembaga lain, masyarakat, bakau dan hutan pesisir secara
dan pihak-pihak terkait. berkelanjutan.
Memastikan bahwa persyaratan perundangan untuk Mengatur cagar alam di wilayah
pelestarian hutan yang berkelanjutan diindahkan. pesisir yang telah ditentukan
Mendorong produktivitas maksimum sumberdaya hutan dan wilayah konservasi lainnya.
milik pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sosial,
ekonomi, dan lingkungan.
Diadaptasi dari Nootka Resource Board 2001
Sumberdaya pesisir dan laut terdiri dari ekosistem yang fungsinya seringkali
melampaui batas-batas wilayah administrasi kabupaten atau provinsi. Misalnya,
keberlanjutan sumberdaya setempat yang memiliki nilai ekonomis seperti udang laut,
sangat tergantung pada pelestarian ekosistem hutan bakau yang bisa saja terletak
diluar wilayah administrasi setempat. Karenanya, diperlukan kerjasama antar
pemerintah daerah dalam penerapan program pengelolaan wilayah pesisir terpadu
untuk pengelolaan sumberdaya yang secara fungsional saling berhubungan. Salah
satun bentuk kerjasama antar pemerintah daerah biasanya dituangkan dalam bentuk
Nota Kesepahaman.
Bagian ini menjelaskan bentuk-bentuk kerjasama yang sedang maupun akan dilakukan
antar pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Contoh
16
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Nota Kesepahaman antar wilayah hukum yang berdekatan seperti ini disertakan
sebagai Lampiran 1 pada pedoman ini.
2 Tatalaksana Pengelolaan
Rencana Pengelolaan yang efektif memerlukan suatu sistem yang ditetapkan secara
jelas untuk mengatur dan mengkordinasikan berbagai kegiatannya. Tanggung jawab
rencana pengelolaan bisa didelegasikan kepada instansi pemerintah yang ada, atau
kepada badan yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut.
Bagian ini menjelaskan sistem tata laksana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil secara terpadu yang akan diterapkan termasuk instansi atau badan
pemerintah yang diberi tanggung jawab pengelolaan.
Bagian ini menjelaskan instansi atau badan yang diberi kewenangan sebagai
penanggung jawab koordinasi dan administrasi dalam pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, serta uraian tugas pokok dan fungsinya.
Bagian ini menjelaskan struktur organisasi badan pengelola yang diajukan untuk
mengadministrasikan program Rencana Pengelolaan, termasuk peran dan tanggung
jawab masing-masing komponen yang ada dalam organisasi tersebut. Hirarki
struktur pengelolaan harus mengambarkan semua pihak yang terdapat dalam
organisasi yang akan dibentuk untuk mengkoordinir proses pengambilan keputusan.
Struktur tersebut biasanya terdiri dari Penanggung Jawab, Tim Pengarah, Tim
Koordinasi serta Kelompok Kerja Teknis, dan Sekretariat. Contoh struktur bagi
pengelolaan program pengelolaan wilayah pesisir terpadu disajikan pada Gambar 1.
Tim Pengarah program pengelolaan wilayah pesisir terpadu biasanya terdiri dari
kepala badan yang bersifat koordinatif, dan kepala SKPD yang membidangi kelautan
dan perikanan (al. Bappeda dan Dinas Kelautan dan Perikanan). Tim Pengarah
17
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Gambar 1
Contoh Struktur Pengelolaan Program ICZPM
Panitia Pengarah
Penggunaan
Perencanaan Sumberdaya dan Pembangunan
Kajian Proyek
Lingkungan Perencanaan Tata Ekonomi
Ruang
Tim Pengarah juga memiliki kewenangan untuk melibatkan pejabat dari instansi-
instansi pemerintah luar daerah (pusat, provinsi atau kabupaten/kota yang
bertetangga) untuk berpartisipasi sebagai anggota atau pengamat. Tim Pengarah juga
bertanggung jawab untuk membuat keputusan rutin tentang pengelolaan program
dan persoalan kebijakan, termasuk rencana kerja tahunan dan pengalokasian dana.
Tim Pengelolaan dibantu oleh beberapa kelompok kerja teknis yang terdiri dari wakil
badan- badan berkepentingan dengan masalah-masalah tertentu dan para pemangku
kepentingan stakeholders dapat ikut serta dalam menjalankan peran sebagai
penasehat. Struktur pengelolaan terpadu ini didukung oleh sebuah Sekretariat.
18
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Tabel 2.2
Contoh Keanggotaan Panitia/Sub-Panitia Program Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Bagian ini menjelaskan tata cara dan agenda pertemuan-pertemuan yang sedang atau
akan dilaksanakan oleh seluruh anggota Badan Pengelola.
19
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Sebagai contoh, komentar tertulis dari bidang Kajian Proyek kepada Dinas
Kelautan dan Perikanan sehubungan dengan satu permohonan izin yang diusulkan
kepada DKP oleh pihak perusahaan untuk proyek budidaya kerang harus siap
didiskusikan pada pertemuan bidang berikutnya. Cara ini memberikan kepastian
waktu kepada para penelaah yang telah ditunjuk, lembaga/ instansi sektoral
bersangkutan dan pengusul proyek untuk menyerahkan/menerima tanggapan.
Rencana Pengelolaan harus menentukan frekwensi pertemuan minimum bagi
masing-masing Bidang/sub bidang, dan menegakkan bahwa jadwal atau tanggal
pertemuan harus ditentukan setiap tahun sebagai bagian dari Rencana Kerja
Pengelolaan.
Struktur Rencana Kerja Pengelolaan dan anggaran juga harus dijelaskan secara
lengkap termasuk rencana alokasi waktu pelaksanaan Rencana Kerja Pengelolaan
harus selesai. Diharapkan bahwa perencanaan pekerjaan akan sejalan dengan
siklus perencanaan proyek di Indonesia.
Biasanya, Rencana Kerja Pengelolaan gabungan (juga disebut Rencana Bisnis atau
Rencana Pelayanan) diajukan dalam seksi di masing-masing Bidang/sub bidang yang
menguraikan secara singkat hasil-hasil yang telah dicapai di masa lalu, tanggung jawab
(masing-masing sesuai dengan TOR), kegiatan yang diusulkan, jadwal, hasil/luaran
yang diharapkan, dan kebutuhan anggaran.
Tabel 2.3
Total Anggaran Berdasarkan Format RAB
Volume Fisik Volume Kegiatan Biaya Satuan Jumlah Biaya
No Uraian Kegiatan
Jumlah Satuan Jumlah Satuan (Rp.) (Rp.)
20
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Rencana Kerja Pengelolaan yang digambarkan di atas adalah khusus untuk kegiatan
berbagai panitia program. Lebih jauh lagi, Badan Pengelolaan diharapkan
mengkordinasikan persiapan Rencana Kerja pengelolaan wilayah pesisir terpadu lintas
sektoral untuk setiap tahun fiskal berdasarkan Rencana Aksi pengelolaan wilayah
pesisir terpadu multi-tahun.
Semua anggota badan pengelola termasuk pokja harus membuat catatan tertulis
untuk mendokumentasikan proses pengambilan keputusan. Catatan-catatan ini
biasanya diterima oleh pihak Sekretariat program segera setelah pertemuan selesai.
Semua tanggal pertemuan harus ditandai. Semua laporan yang dibuat setelah
berlangsungnya suatu peristiwa atau keputusan, sering dianggap mengada-ada.
Laporan kinerja harus dilaporkan kepada masyarakat. Biasanya, laporan hasil rapat
internal dan perihal surat menyurat hanya perlu diedarkan kepada kalangan lembaga
dan panitia yang relevan saja. Sifat dokumen dan persyaratan pelaporannya dapat
dirangkum dengan menggunakan tabel (lihat Tabel 2.4).
Tabel 2.4
Contoh Dokumentasi Persyaratan Pelaporan
4. Pengaturan Pembiayaan
21
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
setiap lembaga yang terlibat program diharapkan untuk menyediakan sendiri biaya-biaya
untuk jam kerja stafnya, perjalanan, peralatan, komunikasi dan publikasi, sebagai bagian
dari kontribusi lembaganya dalam rencana pengelolaan.
Bagian ini menjelasakan uraian tentang pengaturan pembiayaan untuk semua aktivitas
terkait pengelolaan pesisir. Walaupun pengaturan tersebut mungkin sudah dicantumkan
dalam Nota Kesepakatan antar lembaga yang terlibat, kesepakatan tersebut tetap harus
ditegaskan kembali di sini.
6. Kebijakan Operasional
Di bagian ini dalam RPWP-3-K sebaiknya ditetapkan, setiap standar fisik perencanaan
nasional atau internasional, sistem klasifikasi habitat, prosedur penilaian dampak
lingkungan, standar kerja industri, dsb. yang harus dipakai dalam pengambilan
keputusan program pengelolaan pesisir terpadu. Misalnya, pada komponen Survei dan
Pemetaan MCRMP, Standar Nasional Indonesia (SNI) diperlukan untuk peta topografi
sedangkan International Hydrographic Organization (IHO) Standard 44 dipakai untuk
mengumpulkan data batimetri. Standar keakuratan peta pada pengelolaan spasial
wilayah tercantum dalam PP 10/2000. Standar-standar ini sudah ditetapkan sebagai
kebijakan resmi MCRMP.
SNI dan perundang-undangan yang terkait dengan pemetaan dapat diperoleh dari
Bakosurtanal, dan standar Penilaian Dampak Lingkungan dapat diperoleh dari Kantor
Menteri Lingkungan Hidup. Instansi-instansi lain seperti Kehutanan dan Pertambangan
akan mempunyai petunjuk operasional atau praktek pengelolaan terbaik untuk para
pengguna sumberdaya yang mungkin saja dapat dipakai sebagai pegangan dalam
penilaian proposal proyek. Persyaratan untuk memasukkan informasi kedalam
database standar provinsi dan nasional seperti GMRIS harus juga ditentukan dengan jelas.
22
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
7. Mekanisme Perijinan
Bagian ini dalam RPWP-3-K harus menjelaskan proses permohonan dan kaji ulang
terkordinasi yang harus diikuti menurut tahapannya oleh pemohon proyek/pelamar untuk
mendapatkan izin pemanfaatan sumberdaya atau pembangunan. Izin adalah suatu
persetujuan yang diberikan oleh pemerintah untuk melaksanakan aktivitas tertentu yang
sesuai dengan sasaran suatu zona; dan merupakan alat pengelolaan sumberdaya utama
yang ada pada lembaga pemerintahan.
Sudah biasa pada setiap program pengelolaan wilayah pesisir terpadu untuk
menentukan suatu Formulir Permohonan Umum (FPU) yang akan digunakan oleh
semua lembaga yang terlibat untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan
bagi penilaian suatu proyek atau pemanfaatan sumberdaya yang diajukan. Akan
tetapi, jika FPU tidak harus dibuat, maka cukup dengan merinci formulir permohonan
apa yang cocok pada masing-masing lembaga sektor. Berdasarkan lokasi, ukuran dan
dampak potensial dari aktivitas yang diajukan, berbagai alur prosedur bisa saja
direncanakan. Alur prosedur dan kriteria-kriteria seleksi ini harus dijelaskan dalam
RPWP-3-K. Misalnya dapat saja digunakan sistem tiga alur sebagai berikut:
23
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Gambar 2
Contoh Proses Kaji Ulang Proyek Pengelolaan Wilayah Pesiisr Terpadu
Tahapan Pra-Telaah
Bagian ini harus menjelaskan proses telaah permohonan yang harus diikuti (lihat
Gambar 2). Proses yang ditentukan harus memberikan kesempatan bagi publik untuk
berpartisipasi dengan maksud untuk membangun kepercayaan publik terhadap
proses tersebut. Harap dicatat bahwa Panitia program pengelolaan wilayah pesisir
terpadu tidak mengeluarkan izin, tetapi memberikan rekomendasi kepada lembaga
sektor (pengelola) sebelum mereka memberikan keputusan perizinan terhadap
24
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
8. Standar Pelayanan
Tabel 2.5
Contoh Standar Pelayanan untuk Proses Telaah Proyek
Tahapan Alur Telaah Cepat Telaah Standar Telaah Menyeluruh
1. Diskusi pra- Sesering mungkin Sesering mungkin Sesering mungkin tergantung
Permohonan tergantung kebutuhan, tergantung kebutuhan, kebutuhan, dan dilaksanakan
dan dilaksanakan dalam 5 dan dilaksanakan dalam 5 dalam 5 hari kerja dari
hari kerja dari hari kerja dari permohonan perjanjian
permohonan perjanjian permohonan perjanjian pertama
2. Pemilihan Jalur Review pertama
Dalam 3 hari kerja setelah pertama
Dalam 5 hari kerja setelah Dalam 7 hari kerja setelah hari
dan Pengumuman hari penyerahan hari penyerahan penyerahan permohonan
Pemohon permohonan permohonan
Disadur dari FREMP 1994
25
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Bagian ini dalam RPWP-3-K harus mengidentifikasi setiap biaya yang harus dibayar
untuk setiap jenis review/telaah, dan kapan biaya-biaya tersebut harus dibayarkan.
Berbagai biaya permohonan kajian dapat dirangkum dalam sebuah tabel (lihat
Tabel 2.6).
Tabel 2.6
Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Review/Telaah
Jenis Review Biaya Review Jadwal Pembayaran
Alur Telaah Cepat (ATC) Rp. xx.xxx.xxx Biaya ATC dapat dibayarkan kepada pihak pengelola
bersamaan dengan permohonan
Telaah Standar (TS) Rp. xx.xxx.xxx Biaya ATC dapat dibayarkan kepada pihak pengelola
bersamaan dengan permohonan
Saldo biaya TS akan dibukukan jika Telaah Standar
dianggap perlu
Telaah Standar (TS-OHP) Rp. xx.xxx.xxx Sama seperti Telaah Standar di atas kecuali saldo biaya
dengan Open House Publik dapat dibayarkan sebelum pelaksanaan Open House
Disadur dari Port of Vancouver 2001
Biasanya untuk biaya telaah minimum yang harus dibayar (seperti Alur Telaah
Cepat) dikumpulkan pada lembaga sektoral (pengelola) pada saat pengumpulan
formulir permohonan lengkap. Satu tabel lainnya (lihat Tabel 2.7) bisa saja
diikutsertakan untuk mengidentifikasi biaya-biaya perizinan sebenarnya yang
dipungut oleh setiap lembaga sektoral berdasarkan peraturan pemerintah saat ini.
Tabel 2.7
Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Data
No. RP Penanggung Jawab Jenis Perizinan Biaya Perizinan No Peraturan
1.01 Dinas Pertambangan Kab. A Kelas C Pasir & Rp. x per tahun Perda XYZ/1995
Krikil
No. RP. Nomor rujukan bagi Rencana Pengelolaan (RP)
Bagian ini dalam RPWP-3-K harus menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan izin
membangun atau memanfaatkan sumberdaya dan batasan apa saja yang harus
dilampirkan dalam izin tersebut. Fungsi izin lebih luas dari sekedar mendapatkan sewa
dari eksploitasi suatu sumberdaya negara atau untuk mengontrol aktivitas
pembangunan. Izin memberikan arti yang bermanfaat untuk mengumpulkan informasi
tentang pengguna sumberdaya dan data tentang bagaimana pola pemanfaatan
sumberdaya tersebut. Setiap wilayah administrasi dan instansi sektoral kemungkinan
akan mempunyai sedikit perbedaan persyaratan bagi orang yang membutuhkan izin,
jenis izin apa yang akan dikeluarkan, dan kapan serta di mana izin tersebut akan
diberlakukan. Kriteria dan kondisi perizinan ini untuk pemanfaatan sumberdaya yang
26
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
penting beserta maksud untuk menetapkan persyaratan baru bagi perizinan lokal dapat
dirangkum dalam sebuah tabel (lihat Tabel 2.8).
Tabel 2.8
Contoh Jenis Pemanfaatan Sumberdaya dan Kriteria
Pemanfaatan Izin yang Kriteria No. Peraturan Berlakunya
Sumberdaya diperlukan * (Jika ada)
PENANGKAPAN IKAN
Nafkah Tidak ada Kapal penangkap ikan tanpa mesin Kepmen YZ/2000 Semua wilayah,
(Pemenuhan atau kurang dari 1 GT kecuali zona SR16,
Kebutuhan menggunakan pancing, bubu, E05 & SA12 dan DPL
Sendiri) jaring insang, lempara dasar yang dibuat berdasar-
atau alat tangkap kecil lainnya kan peraturan lokal
* Jika diperlukan izin, gunakan No. Referensi Rencana Pengelolaan pada Tabel 2.7.
27
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
dan teknologi yang akan digunakan (seperti jenis alat tangkap, jumlah alat, ukuran mata
jaring). Persyaratan lain bisa saja memuat jenis spesies yang ditargetkan, besarnya
produksi (seperti total tangkapan yang dibolehkan), persyaratan laporan pendaratan,
dan sebagainya. Persyaratan persetujuan ini dimaksudkan untuk melaksanakan
monitoring dan untuk mengelola secara efektif sumberdaya yang dapat diperbaharui.
Izin pembangunan harus memberikan penjelasan yang detil tentang wilayah dan
sumberdaya yang akan terpengaruh; dan semua persyaratan bagi praktek pemanfaatan
yang berkelanjutan, rehabilitasi dan konservasi. Persyaratan mininum apa saja untuk izin
pemanfaatan sumberdaya atau pembangunan harus dijelaskan pada bagian ini dalam
RPWP-3-K.
Pembatalan izin dilakukan oleh lembaga sektor (pengelola) dan harus mengikuti proses
pengambilan keputusan yang telah ditentukan serta tanggung jawab dan persyaratan
informasi yang jelas. Proses ini dapat dirangkum dalam sebuah diagram atau tabel (lihat
Tabel 2.9).
Tabel 2.9
Contoh Proses Pembatalan Sebuah Izin Pemanfaatan Sumberdaya
Tahapan Kegiatan Penanggung Jawab
1. Keputusan untuk memulai proses pembatalan dilakukan Pegawai
dan dicatat secara tertulis dengan justifikasi dikirim ke
instansi sektor terkait dan pemegang izin
2. Menentukan konsultasi ekternal dan internal apa yang Lembaga Sektor (Pengelola)
diperlukan dan menyiapkan proposal bagaimana konsultasi
akan dilakukan
3. Menetapkan apakah diperlukan peringatan publik pada Lembaga Sektor (Pengelola)
awal proses pembatalan
4. Membuat proposal untuk mencabut izin dan Lembaga Sektor (Pengelola)
membuat rekomendasi kepada pihak yang
berwenang
5. Mempersiapkan konsultasi publik (jika diperlukan) Lembaga Sektor (Pengelola)
6. Menyediakan hasil konsultasi publik, dan informasi lain Lembaga Sektor (Pengelola)
yang diperlukan kepada otoritas penanggung jawab (al.
Bupati)
28
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
7. Membuat ketetapan tentang proposal dan semua penolakan, Otoritas Penanggung Jawab
dan menginformasikannya ke lembaga sektor. (al. Bupati)
8. Pemegang izin diberitahu apakah pembatalan dikabulkan Lembaga Sektor (Pengelola)
9. Jika dikabulkan, pembatalan dicatat di Buku Registrasi Publik Kordinator Program ICZM (Bappeda)
Diambil dari Pemerintah Daerah New Zealand 1998
Jalur penyelesaian konflik lainnya harus juga disediakan. Misalnya, isu antara pengguna
sumberdaya bisa saja diatasi melalui diskusi langsung antara pihak-pihak yang terkait
yang dijembatani oleh wakil dari instansi sektoral (pengelola). Jika tidak ada jalan keluar,
kemudian semua pihak bisa bersepakat mengikuti kesepakatan arbitrasi di mana
semua pihak akan tunduk kepada keputusan wasit netral yang ditunjuk oleh instansi
sektoral.
Jika konflik terjadi antara pemohon proyek dan instansi sektoral, maka proses pengajuan
permintaan banding harus dijelaskan. Dalam proses banding, pengambil keputusan
akhir harus diidentifikasi. Pada kebanyakan kasus, pengambil keputusan akhir adalah
Eksekutif Senior di daerah (Bupati).
Proses yang harus diikuti untuk menyelenggarakan konsultasi publik dalam keputusan-
29
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
keputusan pengelolaan wilayah pesisir terpadu harus dijelaskan pada bagian ini dari
RPWP-3-K. Pada proses Partisipasi Publik, para Pemangku Kepentingan sebenarnya
merembukkan penyelesaian yang bisa diterima dan bermanfaat bagi semua pihak
bersama-sama dengan lembaga sektor (pengelola). Akan tetapi, proses Konsultasi Publik
hanya mengikutsertakan pandangan-pandangan Pemangku Kepentingan yang diperlukan
sebelum keputusan akhir dibuat oleh lembaga sektor. Konsultasi publik biasanya
menyangkut pemberian informasi kepada Pemangku Kepentingan tentang proposal
tertentu yang sedang dipertimbangkan, dan mengumpulkan berbagai masukan dari
mereka. Informasi pendahuluan yang disediakan oleh sebuah lembaga harus
menyarankan pihak-pihak yang tertarik tentang isu yang sedang berkembang dan
mungkin juga mengemukakan beberapa pilihan spesifik. Informasi yang diberikan bisa
juga menjelaskan kecenderungan pilihan lembaga sendiri diantara beberapa pilihan
yang ada.
Petunjuk untuk menentukan tingkat konsultasi publik yang diperlukan dalam telaah
satu proposal dan metode yang akan digunakan harus dijelaskan di dalam sub-bagian
RPWP-3-K. Pembentukan kelompok kerja tenaga ahli dan dewan (gugus) penasehat
yang terdiri dari lintas kepentingan merupakan langkah penting pada kebanyakan
konsultasi. Akan tetapi, konsultasi jangan sampai hanya terbatas kepada orang-
orang yang memiliki pengetahuan teknis dan kepentingan komersial.
Ketergantungan hanya kepada individu tertentu bisa menimbulkan kesan bahwa
kepentingan-kepentingan tertentu lebih diutamakan.
Tidak setiap lapisan masyarakat harus dikonsultasi secara langsung. Pada saat
penentuan siapa yang harus dikonsultasi, pertimbangan perlu diberikan kepada
berapa besar ukuran kelompok-kelompok Pemangku Kepentingan yang sebenarnya,
lokasi dan kepentingan mereka. Biaya yang harus dikeluarkan oleh semua pihak,
kecenderungan pilihan masyarakat berkenaan dengan format masukan (tertulis,
lisan, orang-per-orang), dan tingkat pengetahuan atau pemahaman terhadap isu-isu
berikut implikasinya, merupakan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi
efektivitas proses konsultasi.
30
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Tabel 2.10
Contoh Petunjuk untuk Menentukan Tingkat Konsultasi Publik
Isu/Ha Karakteris Metode Konsultasi
l tik
Izin Alur Telaah Sejalan dengan tujuan pengelolaan zona Tercatat dalam Buku Registrasi Publik
Cepat terlibat; Tidak mengancam sumberdaya Terbuka
31
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
32
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kerangka waktu ini harus diperhitungkan dari tanggal pada saat bahan-bahan
informasi pertama kali diterima oleh Pemangku Kepentingan atau dari tanggal
pengumuman publik dipublikasikan. Isu-isu kompleks mungkin membutuhkan waktu
yang lebih lama atau bisa melewati beberapa kali konsultasi terus menerus secara
berurutan. Konteks bagi konsultasi tertentu harus dinyatakan pada pengumumannya
dan pada bahan-bahan yang dibagikan. Tambahan waktu harus diberikan selama
masa liburan.
Untuk komentar tertulis, akan sangat berguna jika semua tanggapan lembaga dan
komentar juga dikompilasi. Ada kemungkinan bahwa tanggapan lisan, khususnya
yang disampaikan pada saat pertemuan Open House publik, harus direkam di
kaset atau video untuk menjaga keakuratan dan sebagai referensi kemudian. Akan
tetapi, peserta harus diberi tahu sebelumnya bahwa hasil pertemuan sedang
direkam. Kontribusi orang-orang atau kelompok-kelompok yang membuat
tanggapan harus mendapatkan ucapan terima kasih secara luas (al. pengumuman di
media massa) pada bagian kesimpulan proses konsultasi dengan tujuan untuk
mendorong partisipasi di masa datang.
33
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Bagian ini dalam RPWP-3-K harus menjelaskan prosedur standar yang akan dipakai
untuk menganalisa masukan publik dan dalam kondisi bagaimana sumber-sumber
tanggapan tersebut bisa diungkapkan.
Metode dan tanggung jawab untuk memfasilitasi akses publik terhadap dokumen-
dokumen yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir terpadu harus dijelaskan pada
bagian ini dalam RPWP-3-K. Sudah dijelaskan di atas bahwa publik harus mampu
mengakses informasi secara terus menerus, khususnya yang berkenaan dengan
penentuan zona, izin yang disetujui dan permohonan izin yang baru.
Paling tidak, Buku Registrasi Publik yang terbuka untuk diperlihatkan selama jam kerja
normal harus disediakan oleh lembaga utama (penanggung jawab) pengelolaan wilayah
pesisir terpadu (misal, Bappeda). Di masa depan, buku registrasi publik mungkin bisa
dibuat terbuka melalui website prngelolaan wilayah pesisir terpadu. Akan tetapi, dalam
waktu dekat, akses publik terhadap dokumen cetakan sangatlah penting dan harus
didukung oleh jejaring Pusat Informasi Publik yang ditunjuk di wilayah pengelolaan peisir,
dan juga di ibu kota provinsi. Pusat-pusat informasi publik yang ditunjuk bisa
mengikutsertakan kantor-kantor pemerintah tertentu, perpustakaan umum, atau sekolah-
sekolah. Pusat informasi tersebut harus dilengkapi dengan cetakan dokumentasi yang
relevan termasuk Laporan Kemajuan Triwulanan pengelolaan program pengelolaan
wilayah pesiisr terpadu, Rangkuman Konsultasi, dan Formulir-formulir Permohonan Izin
serta petunjuk pengisiannya. Orang yang ditunjuk untuk mengoperasikan pusat informasi
tersebut harus dilatih tentang tanggung jawab mereka, dan masyarakat diinformasikan di
mana letak pusat informasi tersebut berada. Sekretariat program biasanya bertanggung
jawab untuk menjaga agar dokumen- dokumen dan bahan-bahan informasi selalu
tersedia pada pusat-pusat informasi yang ditunjuk dan bisa juga membuat suatu
Hotline atau sambungan langsung untuk pelayanan masyarakat.
Juga sangat tepat untuk menyatakan persiapan apa yang harus dibuat bagi anggota
masyarakat untuk mendapatkan duplikat (fotokopi) dari dokumen-dokumen yang ada.
Misalnya, bisa dinyatakan dalam RP bahwa fotokopi dokumen akan disediakan dengan
harga tertentu dan softcopy-nya (seperti file pdf Adobe Acrobat) akan disediakan gratis.
34
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Bagian ini harus menjelaskan tahapan-tahapan apa yang harus dilalui untuk
melaksanakan secara efektif dan memantau kemajuan dari RPWP-3-K. Setelah RPWP-3-K
dicanangkan, sangatlah diperlukan pembuatan struktur pengelolaan dan melaksanakan
lokakarya-lokakarya pelatihan bagi lembaga- lembaga sektor. Jangka waktu untuk
menyusun badan pengelola program pengelolaan wilayah pesisir terpadu, jadwal
dimulainya lokakarya-lokakarya pelatihan dan kursus-kursus penyegaran berkala harus
dirancang di sini.
Sebagai dokumen yang hidup semua rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu,
termasuk RPWP-3-K, tidak bisa dilepaskan dari proses pinjauan ulang dan amandemen.
Proses untuk menyusun dan memadukan amandemen ke dalam rencana pengelolaan
wilayah pesisir harus dijelaskan pada bagian ini.
Bukanlah sesuatu yang aneh bagi rencana baru untuk memerlukan amandemen ringan
segera setelah pelaksanaan dimulai. Karena itu, suatu mekanisme harus dibuat dalam
35
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Adalah hal biasa untuk memasukkan suatu daftar pustaka dari referensi dokumen-dokumen
utama yang digunakan untuk mempersiapkan Rencana Pengelolaan. Dalam kebanyakan
kasus, daftar pustaka akan memasukkan semua referensi tentang segala perundang-
undangan yang sudah dikutip dalam teks atau tabel, dan juga publikasi-publikasi relevan
lainnya.
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berlaku dalam jangka waktu 5
(lima) tahun dan ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) kali. Pelaksanaan peninjauan
kembali RPWP-3-K Provinsi atau Kabupaten/Kota dikoordinasikan pelaksanaannya oleh
Bappeda provinsi atau Kabupaten/Kota.
36
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
BAB III
3.1 Sosialisasi
Langkah awal dari penyusunan RPWP-3-K ini adalah sosialisasi tentang proses dan
mekanisme penyusunan RPWP-3-K kepada seluruh pemangku kepentingan pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sosialisasi dilaksanakan kepada instansi terkait
didaerah untuk menyamakan persepsi tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil di dalam penyusunan dokumen tersebut. Di dalam sosialisasi hal yang perlu
disampaikan adalah urgensi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara
terpadu, proses tahapan penyusunan dokumen RPWP-3-K, penyampaian orientasi,
penjaringan isu dan dan kelembagaan kelompok kerja (pokja) penyusun dokumen RPWP3K.
Sosialisasi dapat dilakukan melalui beberapa saluran komunikasi, misalnya:
37
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
dokumen RPWP-3-K kelompok kerja dapat dibantu tim teknis yang ditetapkan oleh ketua
kelompok kerja. Tim Teknis terdiri dari perwakilan dari berbagai stakeholder. Tim Pokja
memiliki tugas dan tanggung jawab, diantaranya :
Inventarisasi program dan kegiatan PWP-3-K dilakukan dengan menelaah dokumen RZWP-3-
K dan RSWP-3-K dan rencana-rencana pembangunan sektoral jangka menengah dan jangka
pendek baik spasial maupun non-spasial di wilayah perencanaan. Rencana pengelolaan
membantu memilah penggunaan sumberdaya pesisir yang dibolehkan dan yang
bertentangan pada masing-masing zona peruntukan yang telah ditentukan, sehingga
terciptalah keseimbangan antara pelestarian sumberdaya pesisir dan kepentingan
pengembangan/pembangunan ekonomi.
38
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Rencana pengelolaan merupakan alat untuk mengarahkan kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan berdasarkan skala prioritas di setiap kawasan, zona dan/atau subzona
pemanfaatan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan bagi penyusunan RAPWP3K, rencana
sektoral jangka menengah dan jangka pendek.
Dokumen awal RPWP-3-K merupakan hasil kelompok kerja, dengan sistematika yang
memuat draft dokumen akhir, yang terdiri dari:
a. Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup
disusunnya RPWP-3-K;
b. Gambaran umum kondisi daerah yang berisi deskripsi umum, sumberdaya pesisir
dan pulau-pulau kecil, pola penggunaan lahan dan perairan, serta kondisi sosial-
budaya dan ekonomi;
c. Kebijakan pengelolaan dan prosedur administrasi;
d. Rekomendasi Perizinan; dan
e. Pemantauan dan evaluasi perencanaan
Untuk menunjang dokumen awal RPWP-3-K, perlu diberikan dukungan teknis dan komitmen
pembiayaan terhadap program-program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
yang dilakukan melalui kerjasama antar instansi dan dituangkan dalam nota kesepakatan
atau bentuk kesepakatan lainnya termasuk kesepakatan untuk integrasi rencana ke dalam
rencana pembangunan sektoral jangka menengah dan jangka pendek.
Setelah dokumen awal ditindaklanjuti dengan kerjasama antar instansi, dilakukan konsultasi
publik untuk mensosialisasikan hasil-hasil penyusunan rencana pengelolaan sampai pada
tahap dokumen awal tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan tanggapan, saran
perbaikan dari instansi terkait, LSM dan/atau ORMAS, dunia usaha dan pemangku
kepentingan utama guna menghasilkan dokumen final RPWP-3-K provinsi atau
kabupaten/kota yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan daerah. Tata cara
pelaksanaan konsultasi publik dapat dilihat pada Pedoman Pelaksanaan Konsultasi Publik.
39
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Setelah draft rencana pengelolaan disepakati oleh semua pihak maka dirumuskanlah
dokumen final dari Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang
sistematikanya memuat :
a. Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup
disusunnya RPWP-3-K;
b. Gambaran umum kondisi daerah yang berisi deskripsi umum, sumberdaya pesisir
dan pulau-pulau kecil, pola penggunaan lahan dan perairan, serta kondisi sosial-
budaya dan ekonomi;
c. Kebijakan pengelolaan dan prosedur administrasi;
d. Rekomendasi Perizinan; dan
e. Pemantauan dan evaluasi perencanaan
Dokumen final RPWP3K oleh ketua kelompok kerja dilaporkan kepada gubernur atau
bupati/walikota sesuai kewenangannya, guna pemrosesan lebih lanjut. Gubernur,
bupati/walikota kemudian mengkonsultasikan dokumen final RPWP3K provinsi,
kabupaten/kota kepada menteri untuk mendapatkan tanggapan dan/atau saran. Materi
konsultasi meliputi rancangan peraturan kepala daerah tentang RPWP3K beserta
lampirannya berupa dokumen final RPWP3K. Selanjutnya menteri memberikan tanggapan
dan/atau saran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung mulai sejak
diterimanya dokumen RPWP3Ksecara lengkap.
Tanggapan dan/atau saran oleh menteri, dipergunakan sebagai bahan perbaikan dokumen
final RPWP3K provinsi, kabupaten/kota. Dalam hal tanggapan dan/atau saran tidak
dipenuhi, maka dokumen RPWP3K dapat diperlakukan secara definitif.
3.8 Penetapan
Penetapan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan setelah
memperoleh persetujuan substansi dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Dokumen final RPWP3K setelah dimintakan tanggapan dan/atau saran ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Gubernur atau
Bupati/Walikota menyebarluaskan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota
tentang RPWP3K kepada instansi terkait dan pemangku kepentingan.
RPWP3K Provinsi atau Kabupaten/Kota berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung mulai sejak
ditetapkan dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) kali. Pelaksanaan
peninjauan kembaliRPWP3K Provinsi atau Kabupatebn/Kota dikoordinasikan
pelaksanaannya oleh Bappeda Provinsi atau Kabupaten/Kota.
40
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
41
Petunjuk Teknis
Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
BAB IV
PERSETUJUAN
Petunjuk untuk prosedur pencapaian semua hal tersebut harus dijelaskan di sini. Misalnya,
setelah suatu rencana ditinjau ulang dan disetujui oleh Panitia Pengarah program, rencana
tersebut akan diteruskan ke Bupati oleh Ketua Panitia Pengarah (seperti Kepala Bappeda)
disertai rekomendasi bahwa rencana tersebut harus disahkan dengan Surat Keputusan.
Selang waktu efektif untuk setiap rencana pengelolaaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil adalah fleksibel.
42