Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III
selesai (setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka
kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah
membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak,kemudian dilanjutkan dengan
kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta.
Perdarahan postpartum ter!adi setelah kala III persalinan selesai.1
Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam kepustakaan
Ayuverde, yaitu sisem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates adalah orang yang pertama
kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370 SM). Arvicenna (980-1037 SM) adalah
seorang dokter Arab, yaitu orang yang pertama kali mendeskripsikan dengan jelas diagnosis
banding antara inversio uteri dengan prolapsus uteri.2

Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda dan
bervariasi berkisar antara 1:1000 sampai 1:15.000. Menurut Mc Cullagh memperkirakan 1 kasus
dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan Watson juga
mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran. Di
India kejadiannya 1 dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari
23.127 persalinan, di Canada 1 dari 3737 persalinan, dan di Peramcis 1 dari 20000 persalinan.3

Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan merupakan kasus
kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai menimbulkan
kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa gejala yang berarti,
tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka
mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.3

Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu dengan cara
memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta, melalui tarikan yang ringan
pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah ada tanda-tanda lepasnya plasenta. Serta
mengenal secara dini dan penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian maternal.1
II. DEFINISI
Inversio uteri adalah keadaan di mana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar secara terbalik lewat ostium uteri eksternum sehingga fundus uteri sebelah dalam
menonjol sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri.4
III. KLASIFIKASI
A. Pembagian Inversio uteri dibagi atas5:
1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun
belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina.
B. Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :
1. Inversio inkomplit, yaitu jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak
keluar ostium uteri atau serviks uteri.

2. Inevrsio komplit : seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri.

C. Pembagian inversio uteri menurut onset :


1. Inversio uteri akut, suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran bayi
atau plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.
2. Inversio uteri subakut, yaitu inversio uteri yang terjadi hingga teradi kontraksi
cincin serviks uteri.
3. Inversio uteri kronis, yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu
ataupun sudah didapatkan gangren.

IV. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti
dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian
dapat terjadi apontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan persalinan dan kondisi
ini tidak selalu dapat dicegah.6
Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada yang berasal dari kavum
uteri antara lain; 1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding uterus
yang tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai dari
tumor, 6. Lokasi tempat perlekatan tumor.6,7
Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida
terutama yang mendapat MgSO4 IV untuk terapi PEB dan cenderung untuk berulang
pada kehamilan berikutnya.2 Hal ini kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas
uterus atau kelainan kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
inversio uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonia uteri, kelemahan otot
kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada batuk,
mengejan ataupun dapat pula terjadi karena tali pusat yang pendek.3,6 Pada kasus inversio
uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali pusat yang kuat dari
plasenta yang berimplantasi di fundus uteri.1
Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala
III sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus).5 Dibuktikan bahwa lebih
banyak kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak
pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya mendapatkan kasus inversio uteri. Harer
dan Sharkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan persalinan yang
salah.4
A. Faktor predisposisi 2,5,6
1. Abnormalitas uterus
a. Plasenta adhesiva
b. Tali pusat pendek
c. Anomali kongenital (uterus bikornus)
d. Kelemahan dinding uterus
e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan)
f. Riwayat inversio uteri sebelumnya
2. Kondisi fungsional uterus
a. Relaksasi miometrium
b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus
c. Pemberian MgSO4
d. Atonia uteri
B. Faktor pencetus, antara lain:
1. Pengeluran plasenta secara manual
2. Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan dan lain-
lain.
3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:
a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat
b. Prasat Crede
c. Penarikan tali pusat yang kuat
d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana
4. Partus presipitatus
5. Gemelli

V. PATOFISIOLOGI
Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang sebenarnya
masih belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang mempengaruhi untuk inversi
uteri adalah plasenta yang berimplantasi di fundus, lemah dan lunaknya
endometrium di lokasi implantasi plasenta, serta dilatasi serviks segera post partum.
Dalam beberapa kasus, terdapatnya tali pusat yang pendek dan tarikan tali pusat yang
berlebihan juga berkontribusi untuk inversi uteri.Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus
uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk. Ini merupakan komplikasi kala III
persalinan yang sangat ekstrem. Inversio uteri terjadi dalam beberapa
tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian
dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada di luar seluruhnya ke dalam kavum uteri.
Untuk menghasilkan suatu inversi, uterus harus melanjutkan kontraksi pada waktu yang
tepat untuk memaksa fundus sebelumnya terbalik atau massa fundus plasenta, terbalik ke
arah segmen bawah uterus. Jika serviks berdilatasi kekuatan kontraksi cukup kuat, dinding
endometrium melalui itu, menghasilkan inversi lengkap. Jika situasi kurang ekstrem dari
dinding itu, fundus sendiri terjebak dalam rongga rahim,menghasilkan inversi parsial. Dalam
inversi lengkap pada fundus melalui serviks, jaringan serviks berfungsi
sebagai band konstriksi dan edema cepat bentuk. Massa kemudian tumbuh
semakin prolaps dan akhirnya menghalangi aliran vena dan arteri, menyebabkan
terjadinya edema. Jadi, penanganan inversi uteri menjadi lebih sulit. Dalam kasus-kasus
kronis atau yang lambat ditangani, bisa menyebabkan nekrosis jaringan.1,6
Oleh karena serviks mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak,
maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu
terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya.
Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif
khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada
kontraksi uterus dankeadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenik.6,8

V. TANDA DAN GEJALA

Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga dignosis
sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang sering menyertai
suatu inversio uteri. Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi setelah
persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu
inversio uteri. Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat, akibat ligamentum yang terjepit
di dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok
kardiovaskuler.5,6
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi
perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas atau
telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan tersebut
dapat memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya, bahkan dapat menimbulkan
kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum akibat perdarahan
atau syok.6
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai pada
pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau di luar
serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak tumor
berwarna merah keabuan yang kadang-kadang plasenta masih melekat3,4 dengan ostium
tuba dan endometrium berwarna merah muda dan kasar serta berdarah.7
Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir, pada
mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya serta
jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang cukup
bulan atau hampir cukup bulan. Pada kasus inversio uteri yang kronis akan didapatkan
gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin serviks.8

VI. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda 6,8,9
A. Pada penderita pasca persalinan ditemukan :
1. Nyeri yang hebat
2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
3. Perdarahan
4. Nekrosis / gangren / strangulasi
B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina
teraba tumor lunak
3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Modilitas yang dapat di gunakan adalah USG. Gambaran transabdominal dalam
potongan melintang di panggul bawah, rahim tampak sebagai tanda target dengan fundus
yang bagian dalam hiperechoic, yang dikelilingi lingkaran hipoechoic menunjukkan
cairan antara ruang fundus terbalik dan dinding vagina. Endometrium sejajar di tepi dari
fundus terbalik. Gambaran transabdominal pada potongan sagital, uterus tampak sebagai
gambaran cermin terbalik dari uterus yang normal. Fundus uteri berada di vagina dengan
cairan di fornix vagina. kedua permukaan serosa berlawanan menggambarkan garis
endometrium atau garis semu.
VIII. PENATALAKSANAAN
Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan lebih diutamakan pada
persalinan serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
A. Pencegahan3,4,11
1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri,
terutama pada wanita dengan predisposisinya.
2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum ada
kontraksi.
3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri.
4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.
B. Pengobatan8,9
1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi
2. Reposisi.9
Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan
metode operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya dilakukan
reposisi dengan metode operatif.
a. Manual : cara Jones, Johnson, OSullivan
b. Operatif:
- Transabdominal : cara Huntington, Haulstain
- Transvaginal : cara Spinelli, Kustner, Subtotal histerektomi

Teknik Johnson :
- Seluruh telapak tangan di masukkan ke dalam vagina untuk mendorong inversio
uteri untuk masuk kembali
- Setelah berhasil lakukan pijitan bimanual antara tangan intra uterine dan tangan
lainnya di fundus uteri yang telah di reposisi
- Masukkan bolus uterotonik ( oksitosin atau methergin) sehingga timbul
kontraksi yang dapat mempertahankan fundus uteri di tempatnya
- Jika di pandang perlu dapat di pertahankan dengan memasang tampon
uterovaginal.
-Tampon dapat di pertahankan 24 jam atau lebih dan selanjutnya di tarik sedikit
sehingga tidak menimbulkan inversio kembali.
-Sementara menarik tampon , dapat di masukkan uterotonik secara drip.

Gambar . Teknik reposisi manual

Menurut teknik Jones:


-Di pergunakan telunjuk , untuk melakukan reposisi fundus uteri sehingga dapat
mencapai posisi semula pada intra uterine.
-Dorong fundus kearah umbilikus dapat memungkinkan ligamentum uterus
menarik uterus kembali ke posisi semula.
-Bila dengan upaya reposisi tersebut plasenta masih melekat jangan lakukan
pelepasan plasenta, tetapi baru di lakukan setelah reposisi berhasil dengan baik.
Ini karena jika plasenta di lepaskan ianya dapat memicu kepada pendarahan yang
hebat.

Koreksi Hidrostatik :
Pasien dalam posisi trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar 50
cm dari perineum.
Siapkan sistem bilas yang sudah desinfeksi,berupa selang 2 m berujung
penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air
hangat 2-5 L( NaCl atau RL ) dan dipasang setinggi 2 m.
Identifikasi forniks posterior.
Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia
sekitar ujung selang dengan tangan.
Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.

Teknik hidrostatik
Bentuk bentuk reposisi inversio yang lain:
a.Transabdominal :
Teknik Haultain
Di kerjakan secara laparotomi dengan dinding belakang lingkaran kontraksi di
incisi secara longitudinal sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi
uterus sedikit demi sedikit, kemudian luka di bawah uterus di jahit dan luka
laparotomi di tutup. Uterotonika di berikan supaya uterus mengalami kontraksi.

Teknik Huntington
Dinding abdomen di buka dan bagian inversio uteri akan terlihat. Dua allis forcep
akan di gunakan untuk mengambil bagian fundus uteri dan forceps di tampone
pada fundus. Di lakukan sedemikian rupa supaya uterus tadi dapat di keluarkan
dari cincin kontraksi dan dapat di reposisikan kepada keadaan yang normal
kembali.

Teknik operasi abdominal


b. Transvaginal

Teknik Kustner ( forniks anterior) dan Teknik Spinelli ( teknik posterior).


Merupakan teknik operasi melalui transvaginal di mana fundus uteri di ganti melalui
pemotongan servik anterior dan posterior.

Reposisi operatif cara Spinelli

Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara


dindinganterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arch tarikan dari retraktor dan
dilakukan insisi transversal tepat di atas porno anterior. Kemudian plika kandung kemib
dipisahkan dari serviks dan segmen bawah rahim. Insisi medians dibuat melalui serviks
pada jam 12, secara komplit membagi cincin konstriksi. Insisi dilakukan pada lines
medians sampai fundus uteri. Uterus dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi
pada permukaan endometrium yang, terbuka dan membuat tekanan. yang berlawanan
dengan ibu juri pada bagian peritoneal. Uterus direposisi seperti pada gambar.
Reposisi operatif cara Kustner

Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis. Dengan
cara membuka dinding posterior kavurn douglas. Dilakukan kolpotomi transverse
transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan servils pada jam 6 sampai dinding posterior
uterus. Insisi dibuat sepanjang garis putus-putus seperti pada gambar 8. Kemudian
dengan menggunakan ibu jari uterus direversi sepanjang sisi insisi. Setelah uterus
direversi, insisi dinding posterior uterus den servik diperbaiki, demikian jugs dengan
insisi transverse den kolpotomi pada vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan
uterus ditempatkan kembali ke dalam kavum pelvis. Bila inversio uteri sudah terjadi
gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita yang usianya sudah mendekati akhir masa
reproduksi dapat ditakukan histerektomi pervaginam. Kerugian dari teknik ini adalah
mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya perlengketan pelvis. Pada kehamilan
selanjutnya dapat terjadi rupture uteri yang tersembunyi.

Histerektomi

-Tidak mungkin di lakukan reposisi

-Jaringan nekrosis akibat iskemik jaringan

-Terdapat infeksi yang cukup membahayakan jiwa


. Subtotal vaginal histerektomi

Pada teknik ini dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus, uterus
dengan benang untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada
korpus uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai
organ adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan yang terjadi
dirawat. Keadaan pangkal tuba, ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan lain
dievaluasi. Dengan bantuan sonde trans uretra diidentifikasi vesika urinaria.
Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus tahap II
kurang lebih 1 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan
melmgkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan tahap ke-II.
Langkah selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong dan dijahit
dengan chromic catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus
dimasukkan ke dalarn vagina. Operasi Selesai

Perawatan Pasca Tindakan


a. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan drip oksitosin 20 unit dalam 500 ml
NaCl 0.9 % atau ringer laktat sebanyak 20 tetes/menit.
b. Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infus sampai dengan 60
tetes/ menit.
c. Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg.
d. Berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal:
Ampisilin 2g I.V dan metronidazol 500 mg I.V
e. Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi
abdominal vaginal.

Jika ada tanda infeksi berikan antibiotik kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam.6,7

Anda mungkin juga menyukai