Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Skenario

Dokter B adalah dokter umum yang berpraktek dilingkungan lokalisasi. Prakteknya


selalu ramai dikunjungi oleh para pramuria, saat berpraktek Dokter B sering melakukan
tindakan aborsi dengan alas an kemanusiaan yaitu menolong masa depan para pramuria itu.
Hal ini berlagsung lama dan nama Dokter B semakin terkenal sehingga makin dicari oleh
pasangan yang hamil diluar pernikahan yang sah, untuk meminta tolong untuk di-aborsi.
Akibatnya Dokter B semakin kaya dari hasil prakteknya, dan menyekolahkan putra
kandungnya masuk ke kedokteran, dengan tujuan dapat membantu prakteknya itu.
Suatu ketika prakter Dokter B digrebrek aparat kepolisian. Dan saat itu Ia dan
putranya yang berstatus mahasiswa kedokteran sedang melakukan tindakan aborsi. Keduanya
ditangkap dan meringkuk di hotel prodeo dengan tuduhan malpraktek. Saat proses litigasi
berjalan, Dokter B terkena stroke sehingga lumpuh setengah badan, dengan alas an
kemanusiaan maka Dokter B dijatuhi tahanan rumah, sedangkan putranya dikenakan tahanan
penjara selama lima tahun dan berdampak dikeluarkan dari Fakultas Kedokteran.
Setelah segalanya terjadi, kehidupan keluarga Dokter B semakin miskin dan terlunta-
lunta, karena kehilangan sumber mata pencaharian dan harus mengeluarkan biaya berobat
yang mahal untuk pemulihan penyakit strokenya. Saat merenung ini Dokter B sadar bahwa
apa yang dahulu ia lakukan dengan dalih kemanusiaan adalah pelanggaran moral agama
terhadap Sang Pencipta, melanggar etika dan hukum kedokteran yang harus dipatuhinya
sebagai seorang dokter. Apakah kejadian pilu yang menipa Dokter B adalah Hukum Karma?

I.2 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui, letak permasalahan pada skenario 4 kali ini adalah
penegakan hukum dan etik kedokteran. Dimana, penyimpangan pelayanan kesehatan pada
dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit,
termasuk didalamnya pelayanan medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual
antara dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan. Dalam hubungan antara

[1]
dokter dan pasien tersebut terjadi transaksi terapeutik artinya masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajiban.

Dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-baiknya bagi pasien.


Pelayanan media ini dapat berupa penegakan diagnosis dengan benar sesuai prosedur,
pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik, serta
memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk kesembuhan pasiennya. Adanya
upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan agar pasien tersebut dapat
memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi yaitu kesembuhan ataupun pemulihan
kesehatannya.

Dalam pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, sering timbul pelanggaran etik,
penyebabnya tidak lain karena tidak jelasnya hubungan kerja antara dokter dengan rumah
sakit. Tidak ada suatu kontrak atau perjanjian kerja yang jelas yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Sementara iu, perkembangan teknologi kesehatan juga
mempengaruhi terjadinya pelanggaran etik, karena pemilihan teknologi kesehatan yang tidak
di dahului dengan pengkajian teknologi dan pengkajian ekonomi, akan memunculkan
tindakan yang tidak etis dengan membebankan biaya yang tidak wajar kepada pasien.

Tindakan penyalahgunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan, dilakukan oleh dokter


baik pada saat berlangsungnya diagnosa maupun pada waktu berlangsungnya terapi dengan
memanfaatkan ketidaktahuan pasien. Misalnya, pasien yang seharusnya tidak perlu diperiksa
dengan alat atau teknologi kesehatan tertentu, namun karena alatnya tersedia, pasien dipaksa
menggunakan alat tersebut dalam pemeriksaan atau pengobatan, sehingga pasien harus
membayar lebih mahal.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, di tegaskan bahwa seorang dokter harus
senantiasa mengingat kewajibannya melindungi hidup makhluk insani, mempergunakan
segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Jika ia tidak mampu
melakukan statu pemeriksaan atau pengobatan, ia wajib merujuk penderita lepada dokter lain
yang mempunyai keahlian dalam menangani penyakit tersebut. Seorang dokter tidak dapat
dianggap bertanggung jawab atas statu kegagalan untuk menyembuhkan pasien,
CACAT atau meninggal, bilamana dokter telah melakukan segala upaya sesuai dengan
keahlian dan kemampuan profesionalnya.

[2]
Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktek etik ini merupakan dampak negative dari
kemajuan teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan
untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan membantu dokter untuk
mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebbih tepat dan lebih akurat
sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata memberikan efek samping yang tidak
diinginkan.

I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah kami, diantaranya:
1. Agar mahasiswa/i kelak dapat mengerti dan menjaga moral serta etika kedokteran.
2. Agar kita sebagai calon dokter mengetahui batasan-batasan prilaku yang harus kita
patuhi jika kelak kita menjadi seorang dokter.
3. Memberikan informasi kepada semua calon dokter agar dalam melaksanakan praktek
kedokterannya tidak salah jalan, sehingga tidak menjadi bumerang bagi kehidupannya
( hukum karma ).
4. Mahasiswa dan dokter dapat memperoleh pengetahuan mengenai tindakan malpraktek
yang kian marak terjadi dari masa ke masa dengan harapan setelah memperoleh
wawasan sesuai kata kunci tersebut, para tenaga medis tidak melakukannya di masa
yang akan datang.
5. Agar kita sebagai mahasiswa kedokteran dapat mengetahui tentang aborsi menurut
ilmu kedokteran.

I.4 Manfaat
Adapun manfaat yang akan diperoleh setelah membaca makalah ini, diantaranya:
1. Bagi penulis:
Kami selaku penulis, dihadapkan dengan skenario yang menguji kemampuan
kita dalam bermoral dan etik dalam kehidupan. Sehingga, manfaat yang nantinya
kelak akan kita peroleh seperti; kita dapat mengerti dan kembali menegakkan nilai
moral dan etik dalam diri kita, sehingga dapat memberi imbas positif dalam
menerapkan skil kita sebagai dokter kelak dan dalam menegakkan etika dan hukum

[3]
kedokteran RI, karena jika satu orang saja yang sadar, itu tidaklah cukup. Perlu
kedasaran dari semua kaum dokter Indonesia.
2. Bagi pembaca:
Bagi pembaca, yang memebaca makalah kami. Kami harapakan kelak akan
mendapat manfaat yang positif pula. Sehingga pengatahuan pembaca mengenai Apa
itu etika dan hukum kedokteran RI? dapat terjawab. Selain itu, pembaca juga dapat
memberikan pengetahuannya ini kepada orang-orang disektiar, bahkan ke dokter-
dokter yang ada, sabagai evaluator dalam berprktek di lingkungan masyarakat.

[4]
BAB II
KATA KUNCI

II.1 Moral dan Etika Kedokteran


Pokok Bahasan: Guna moral dan etika kedokteran.

II.2 Hukum Kedokteran


Pokok Bahasan: 1. Pentingnya hukum kedokteran
2. Pengertian rahasia kedokteran
3. Hukuman yang diterima dokter atas kelalaian hukum kedokteran

II.3 Hukum Karma


Pokok Bahasan: Hubungan hukum karma jika melanggar sumpah kedokteran.

II.4 Malpraktek Mahasiswa dan Dokter


Pokok Bahasan: Tindakan malpraktek mahasiswa dan dokter yang berdampak pada
kasus hukum.

II.5 Aborsi
Pokok Bahasan: Pendalaman Ilmu tentang Aborsi.

[5]
BAB III
PROBLEM

NO KATA KUNCI RUMUSAN MASALAH


1 Moral dan Etika Kedokteran 1. Apa pengertian moral dan etika
kedokteran?
2. Bagaimana cara menumbuhkan
moral dan etika kedokteran?
3. Bagaimana penerapan moral dan
etika kedokteran?
2 Hukum Kedokteran 1. Apa pentingnya Hukum
Kedokteran?
2. Apa itu Rahasia Kedokteran?
3. Apa yang terjadi jika seorang
dokter melanggar hukum
kedokteran?
3 Hukum Karma Apa definisi hukum karma?
4 Malpraktek Mahasiswa dan Dokter 1) Apa definisi dari malpraktek?
2) Apa yang menyebabkan mahasiswa
dan dokter menjalankan tindakan
malpraktek?
3) Apa saja akibat dari tindakan
malpraktek yang dilakukan
mahasiswa dan dokter?
4) Hukum apa saja yang menyangkut
tindakan malpraktek?
5 Aborsi 1. Apa yang dimaksud dengan aborsi?
2. Bagaimana klasifikasi mengenai
aborsi?
3. Apa yang menyebabkan
kebanyakan orang melakukan
aborsi?
4. Apa alasan untuk melakukan

[6]
aborsi?
5. Apa akibat dari aborsi?
6. Bagaimana diagnosis dari aborsi?
7. Bagaimana aspek hukum dan
medikolegal mengenai aborsi?

[7]
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

Etika Kedokteran

Etik (Ethics) berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti akhlak, adat kebiasaan,
watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa. Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1988), etika adalah:
1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2. Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak 3. Nilai yang
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Menurut Kamus Kedokteran (Kamali dan Pamuncak,1987), etika adalah pengetahuan
tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.
Istilah etika dan etik sering dipertukarkan pemakaiannya dan tidak jelas perbedaan antara
keduanya. Dalam buku ini, yang dimaksud dengan etika adalah ilmu yang mempelajari azas
akhlak, sedangkan etik adalah seperangkat asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak
seperti dalam Kode Etik. Istilah etis biasanya digunakan untuk menyatakan sesuatu sikap atau
pandangan yang secara etis dapat diterima (ethically acceptable) atau tidak dapat diterima
(ethically unacceptable, tidak etis).
Pekerjaan profesi (professio berarti pengakuan) merupakan pekerjaan yang
memerlukan pendidikan dan latihan tertentu, memiliki kedudukan yang tinggi dalam
masyarakat, seperti ahli hukum (hakim, pengacara), wartawan, dosen, dokter, dokter gigi, dan
apoteker.
Pekerjaan profesi umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Pendidikan sesuai standar nasional


2. Mengutamakan panggilan kemanusiaan
3. Berlandaskan etik profesi, mengikat seumur hidup.
4. Legal melalui perizinan
5. Belajar sepanjang hayat

[8]
6. Anggota bergabung dalam satu organisasi profesi.

Dalam pekerjaan profesi sangat dihandalkan etik profesi dalam memberikan


pelayanan kepada publik. Etik profesi merupakan seperangkat perilaku anggota profesi dalam
hubungannya dengan orang lain. Pengamalan etika membuat kelompok menjadi baik dalam
arti moral.
Ciri-ciri etik profesi adalah sebagai berikut.

1. Berlaku untuk lingkungan profesi


2. Disusun oleh organisasi profesi bersangkutan
3. Mengandung kewajiban dan larangan
4. Menggugah sikap manusiawi.
Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua dan dikenal sebagai profesi yang
mulia karena ia berhadapan dengan hal yang paling berharga dalam hidup seseorang yaitu
masalah kesehatan dan kehidupan.
Menurut Pasal 1 butir 11 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau
kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
Hakikat profesi kedokteran adalah bisikan nurani dan panggilan jiwa (calling), untuk
mengabdikan diri pada kemanusiaan berlandaskan moralitas yang kental. Prinsip prinsip
kejujuran, keadilan, empati, keikhlasan, kepedulian kepada sesama dalam rasa kemanusiaan,
rasa kasih sayang (compassion), dan ikut merasakan penderitaan orang lain yang kurang
beruntung. Dengan demikian, seorang dokter tidaklah boleh egois melainkan harus
mengutamakan kepentingan orang lain, membantu mengobati orang sakit (altruism). Seorang
dokter harus memiliki Intellectual Ouothwt (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual
Quotient (SQ) yang tinggi dan berimbang.
Tujuan pendidikan etika dalam pendidikan dokter adalah untuk menjadikan calon
dokter lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional. Para
pendidik masa lalu melihat perlu tersedia berbagai pedoman agar anggotanya dapat
menjalankan profesinya dengan benar dan baik. Para pendidik di bidang kesehatan masa lalu
melihat adanya peluang yang diharapkan tidak akan terjadi sehingga merasa perlu membuat
rambu-rambu yang akan mengingatkan para peserta didik yang dilepas di tengah-tengah

[9]
masyarakat selalu mengingat pedoman yang membatasi mereka untuk berbuat yang tidak
layak.
Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi
dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja.
Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-sama
pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan. Tiap-tiap jenis tenaga
kesehatan telah memiliki Kode Etiknya, namun Kode Etik tenaga kesehatan tersebut
mengacu pada Kode Etika kedokteran Indonesia (KODEKI).

Bioetika

Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran membuat
etika kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang berkaitan
dengan kehidupan. Etika kedokteran berbicara tentang hidang medis dan profesi kedokteran
saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga, masyarakat dan teman sejawat. Oleh
karena itu, sejak 3 dekade terakhir ini telah dikembangkan bioetika atau disebut juga etika
biomedis.
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti norma-
norma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau bioetika medis merupakan studi interdisipliner
tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran
baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang (Bertens, 2001). Bioetika
mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi dan hukum bahkan politik. Bioetika selain
membicarakan bidang medis, seperti abortus, eutanasia, transplantasi organ, teknologi
reproduksi buatan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya
yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan
tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang
besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Masalah bioetika mulai diteliti pertama kali oleh Institutefor the Study ofSociety,
Ethics and the Life Sciences, Hosting Center, New York (Amerika Serikat ) pada tahun 1969.
Kini terdapat banyak lembaga di dunia yang menekuni penelitian dan diskusi mengenai
berbagai isu etika biomedik.
Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang dipelopori
oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Perkembangan ini sangat
menonjol setelah Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melaksanakan pertemuan

[10]
Bioethics 2000; An International Exchange dan Pertemuan Nasional I Bioetika dan
Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada waktu itu, Universitas Gajah Mada juga
mendirikan Centerfor Bioethics and Medical Humanities. Dengan terselenggaranya
Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora pada tahun 2002 di Bandung, Pertemuan III
pada tahun 2004 di Jakarta, dan Pertemuan IV pada tahun 2006 di Surabaya serta telah
terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) pada tahun
2002, diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh Indonesia
pada masa datang.
Humaniora atau humanities merupakan pemikiran yang berkaitan dengan martabat
dan kodrat manusia, seperti yang terdapat dalam sejarah, filsafat, etika, agama, bahasa, dan
sastra.

Hukum Kesehatan

Definisi hukum tidak dapat memuaskan semua pihak karena banyak seginya, dan
demikian luasnya sehingga sulit disatukan dalam satu rumusan. Untuk praktisnya, dalam
buku ini yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan perundangan, seperti yang terdapat
dalam hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, dan hukum administrasi negara.
Dalam lebih dari. dua dekade terakhir terasa sekali disiplin hukum memasuki wilayah
kedokteran atau bisa juga dikatakan kalangan kesehatan makin akrab dengan bidang dan
pengetahuan hukum. Dua disiplin tertua di dunia itu, pada awalnya berkembang dalam
wilayahnya masing-masing, yang satu dalam mengatasi masalah kesehatan yang timbul pada
anggota masyarakat, yang satu lagi mengatur tentang ketertiban dan ketentraman hidup
bermasyarakat. Keduanya diperlukan untuk kesejahteraan dan kedamaian masyarakat. Dalam
perkembangan kedua disiplin ini untuk mencapai tujuan dimaksud, ternyata disiplin yang satu
diperlukan oleh disiplin lain dalam cabang ilmunya. Dalam proses penegakan hukum, peran
ilmu dan bantuan dokter diperlukan oleh jajaran penegak hukum yang dikenal sebagai Ilmu
Kedokteran Forensik, yaitu cabang ilmu kedokteran yang sejak awal berkembangnya telah
mendekatkan disiplin ilmu kedokteran dan ilmu hukum. Sebaliknya, dalam perkembangan
dan peningkatan upaya pemeliharaan dan pelayanan kesehatan diperlukan pula pengetahuan
dan aturan hukum dan ini berada dalam cabang ilmu hukum yang kemudian hadir sebagai
Hukum Kesehatan.
Pada waktu ini, tidak mungkin lagi para dokter tidak mengetahui dan memahami
hukum kesehatan, apalagi setelah terbitnya Undang-undang Kesehatan (1992) dan Undang-

[11]
undang Praktik Kedokteran (2004), yaitu aturan hukum atau ketentuan hukum yang mengatur
tentang pelayanan kedokteran/kesehatan.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi perseorangan
maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun
sebagai pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek, organisasi, sarana,
pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-
sumber hukum lain: Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan, yaitu
yang menyangkut pelayanan kedokteran (medical care/service)
Hukum kesehatan merupakan bidang hukum yang masih muda. Perkembangannya
dimulai pada waktu World Congress on Medical Law di Belgia pada tahun 1967 dan
diteruskan secara periodik untuk beberapa lama. Di Indonesia, perkembangan Hukum
Kesehatan dimulai sejak terbentuknya Kelompok Studi untuk Hukum Kedokteran UI/RS
Ciptomangunkusumo di Jakarta pada tahun 1982. Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran
Indonesia (PERHUKI), terbentuk di Jakarta pada tahun 1983 dan berubah menjadi
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) pada Kongres I PERHUKI di Jakarta
pada tahun 1987. PERHUKI Wilayah Sumatera Utara terbentuk pada tanggal 14 April 1986
di Medan.
Hukum kesehatan mencakup komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan
satu dengan yang lain, yaitu hukum kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan,
Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum
Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993)
Di atas telah diuraikan pengertian etik dan hukum. Persamaan dan perbedaan antara
keduanya adalah sebagai berikut.
Persamaan etik dan hukum:

1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.


2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak saling merugikan.
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.

Perbedaan etik dan hukum:

[12]
1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum.
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun oleh badan
pemerintah.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang
dan
lembaran/berita negara.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan, sanksi terhadap pelanggaran hukum
berupa
tuntutan.
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI) yang dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan atau oleh Majelis
Kehormatan Etika kedokteran (MKEK), yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), pelanggaran hukum diselesaikan oleh Pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyelesaian pelanggaran
hukum memerlukan bukti fisik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etik merupakan seperangkat perilaku
yang benar dan baik dalam suatu profesi. Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang
prilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya
sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing yang telah disusun
oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah.
Hukum merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan.
Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan
kesehatan baik untuk penyelenggara maupun penerima pelayanan kesehatan.
Pelanggaran etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya
pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etika kedokteran. Pelanggaran etika
kedokteran diproses melalui MKDKI dan MKEK IDI, sedangkan pelanggaran hukum
diselesaikan melalui pengadilan.

[13]
BAB V
PEMBAHASAN

V.1 Moral dan Etika Kedokteran

1. Apa pengertian moral dan etika kedokteran?


2. Bagaimana cara menumbuhkan moral dan etika kedokteran?
3. Bagaimana penerapan moral dan etika kedokteran?

Pembahasan:

1. Apa pengertian moral dan etika kedokteran?

Menurut kamus kedokteran (kamali dan pamuncak 1987), etika adalah pengetahuan
tentang prilaku yang benar dalam satu profesi. Dalam pekerjaan profesi sagat dihandalkan
etik profesi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etik profesi merupakan seperangkat
perilaku anggota profesi dalam hubunganannya degan orang lain. Pengalaman etika membuat
kelompok menjadi baik dalam arti moral. Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua
dalam hidup seseorang yaitu masalah kesehata dan kehidupan.

Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi,
dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, dan mitra kerja.
Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-sama
pmerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan.tiap-tiap ejnis kesehatan telah
memiliki kode etiknya, namun kode etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etika
Kedokteran Indonesia (KODEKI).

Sedangkan moral adalah perilaku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika. Moral
sendiri dibedakan menjadi dua yaitu; moral baik dan moral jahat. Moral baik adalah segala
tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika yang baik, begitu juga sebaliknya, dengan moral
yang jahat.

2. Bagaimana cara menumbuhkan moral dan etika kedokteran?

[14]
''Setiap dokter harus mematuhi etika kedokteran dalam setiap tindakannya,'' tutur
Akdeniz. Menurut dia, secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang teguh seorang
dokter di era globalisasi , yakni; kesederhanaan/kesopanan, kepuasan, harapan dan kesetiaan.
Seorang dokter yang baik, papar Akdeniz, akan mematuhi keempat aturan dalam
menjalankan praktiknya.
Para dokter bersama-sama menyusun kode etik kedokteran. Mereka mengusulkan apa
yang harus dilakukan serta yang tak boleh dilakukan dalam menjalankan praktik medis.
Menurut Akdeniz, berdasarkan catatan para dokter di zaman itu, etika kedokteran mengatur
perilaku dokter saat berinteraksi dengan pasiennya.
Elemen moral seorang dokter menjadi hal utama yang diatur dalam etika kedokteran
Menurut Prof Nil Sari, di zaman modern ini telah terjadi perubahan yang begitu besar, akibat
pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi medis. Akibatnya, kata Prof Nil Sari,
nilai-nilai moral dipegang teguh para dokter dahulu mulai terkikis dan tergantikan dengan
nilai-nilai baru.
"Kebaikan telah mengalami kemunduran,'' papar Prof Nil Sari dalam karyanya bertajuk
"Tip Deontolojisi". Akdeniz menambahkan, pada era kekhalifahan Turki Usmani, etika
kedokteran dibuat untuk menjaga agar moralitas dan tingkah laku seorang dokter tetap
terjaga.
Pada abad ke-20 M, kemajuan besar telah dicapai di bidang studi etika medis. "Etika
medis saat ini terkonsentrasi pada pemecahan pilihan moral sesuai dengan prinsip-prinsip
etika dan peraturan," ungkap Beauchamp LT dalam karyanya Childress FJ: Principles of
Biomedical Ethics.
Inilah cara menumbuhkan moral dan etika kedokteran

Kesopanan/kesederhanaan
Kesopanan merupakan nilai kebaikan tertinggi yang sangat berharga, karena tugas dokter
telah ditentukan sebagai khalifah dari Allah SWT, yang dipercaya bisa menyembuhkan.
Dokter diharapkan mengetahui dirinya sebagai khalifah Tuhan yang bertugas dalam
penyembuhan dan tidak menganggap dirinya sebagai seorang penyembuh nyata.
@Tidak bersikap sombong dan merendahkan
Banyak penulis bidang pengobatan menganjurkan dokter untuk tidak bangga dan tidak
percaya diri atas diri mereka. Menurut Akdeniz, dokter diasumsikan menyembuhkan pasien
tidak harus menyombongkan diri. Hal itu tercantum dalam literatur medis Akdeniz mengutip
kisah seorang dokter bijak dan terkemuka bernama Nidai. Dokter dari Jawa tengah itu,

[15]
mencoba memberikan nasihat kepada rekan-rekannya, "Jangan katakan saya telah
menyembuhkan pasien, sebab asumsi itu adalah dusta, Penderitaan dan obat berasal dari
Pencipta,

@Ramah kepada pasien


Dokter memahami dirinya menjadi rendah hati, tidak harus menghubungkan efek
pengobatan dengan pengetahuan dan keterampilan. Ia tidak harus memahami dirinya untuk
bisa, tidak boleh bangga kepada seni dan praktiknya, apapun dapat diambil dari
tempatnya. Seorang dokter tidak boleh bersikap bangga di samping pasien, bahkan ia harus
berusaha untuk menolong dan menghibur pasien." papar Emir Celebi karyanya Enmuzec-i
Tib. Makna kesopanan tecermin dari aspek-aspek lain dari perilaku seorang dokter yang baik.
Kesopanan telah tercatat bermanfaat dalam pengembangan pengobatan.

@ menguatkan prinsip kedokteran


Menguatkan perinsip yang baik pada diri seorang dokter. Yaitu
1. Tidak berbuat Yg tidak bermoral kepada pasien yang cantik
2. Tidak memimilih-milih pasien berdasarkan materi
3. Tidak memanfaatkan pasien
Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dan ada dalam kehidupan sehari .Melalui program ini diharapkan dapat melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud
meliputi pembentukan moral Agama, perasaan/emosi, kemampuan bermoral beretika dan
disiplin. Tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan dokter Yg
bermoral dan beretika dalam masyarakat

3. Bagaimana penerapan moral dan etika kedokteran?

Seperti yang kita ketahui moral adalah adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang
umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang buruk. Sedangkan
etika adalah sebuah keadaan, dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Maka dari itu
pengertian dari moral dan etika sangatlah tidak dapat dipidahkan. Satu sama lain saling

[16]
berhubungan. Etika akan ada apabila sesorang telah memiliki moral yang sudah dinilai
positif.
Berhubung pertanyaan kali ini, yakni, bagaimana penerapan moral dan etika kedokteran?
Setelah kita ketahui arti dari moral dan etika diatas. Untuk itu sekarang mari kita
hubungkan moral dan etika dalam dunia medis atau kedokteran.
Penerapan moral dan etika dalam dunia kedokteran terdapat dua hal yang menjadi
pondasi yakni:
4. Pikiran
5. Tingkah laku
Seorang dokter yang telah memiliki pemikiran yang positif akan sesuatu hal dan akan selalu
melihat sisi baik dan buruk, serta menilainya adalah dokter yang sudah bisa menerapkan
perasaan empati yang ada dalam dirinya. Apabila seorang dokter juga memiliki tingkah laku
yang bermoral etika, itu akan menjadi hal yang lebih sempurna dalam penerapan moral dan
etika. Kenapa? Karena tingkah laku adalah salah satu media yang sangat penting untuk
penyampaian aspirasi seorang dokter kepada pasiennya kelak.

Setelah kita mempelajari bagaimana cara menumbuhkan moral dan etika bagi seorang
dokter, seperti melatih kedua faktor tadi dalam masa perkuliahan. Sehingga diharapkan
penerapan moral dan etika kedokteran yang berkualitas seperti penerapan-penerapan yang
kelak dapat dilakukan berupa:

Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat,


menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral
(sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), dalam gambar berikut :

A. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati


martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai
manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan
kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan
perlindungan.

B. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient

[17]
welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih
dari sekedar memenuhi kewajiban. Tindakan berbuat baik (beneficence):

General beneficence :
Melindungi & mempertahankan hak yang lain.
Mencegah terjadi kerugian pada yang lain.
Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.

Specific beneficence
Menolong orang cacat.
menyelamatkan orang dari bahaya.
* Mengutamakan kepentingan pasien
*Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan
dokter/rumah sakit/pihak lain
*Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)
*Menjamin nilai pokok : apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik
terhadapnya (apalagi ada yg hidup).

C. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah


memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.
Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :
Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting.
Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut.
Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif.
Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
Norma tunggal, isinya larangan.
D. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik,
agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi
perhatian utama dokter.

[18]
Penerapan moral dan etika kedokteran dapat dilakukan pada saat seorang dokter:
1. Wawancara dengan pasien menunjukkan perasaan empati dengan pasien.
2. Memeriksa fisik dan mental pasien berusaha membawa pasien dalam
keadaan yang nyaman.
3. Memberikan perlidungan terhadap pasien hal ini dapat dilakukan saat
dokter sudah menjadi dokter yang berperan aktif bagi si pasien. Dengan
touching dari seorang dokter dapat mempengaruhi pasien.
4. Sehingga melalui tata prilaku dokter tersebut, yang mengandung nilai-nilai,
moral para dokter, serta sesuai dengan prinsip dan pokok prilaku seorang
dokter, tujuan seperti; mengutamakan keselamatan dan kepentingan penderita.
Dan melindungi profesi dokter itu sendiri dapat terwujud.

Hipotesis

Sehingga melalui pembahasan mengenai etika dan moral kedokteran ini dapat kami
simpulkan;
Etika adalah pengetahuan tentang prilaku yang benar dalam satu profesi. Sedengkan,
Moral adalah perilaku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika.
Jika dihubungkan kedalam konteks ilmu kedokteran. Etika dan moral adalah hal yang
mendasari perilaku seorang dokter. Sehingga jika seorang dokter ingin menjadi dokter yang
professional secara materi dan praktek, etika dan moral haruslah dikuasai terlebih dahulu.

V.2 Hukum Kedokteran


1. Apa pentingnya Hukum Kedokteran?
2. Apa itu Rahasia Kedokteran?
3. Apa yang terjadi jika seorang dokter melanggar hukum kedokteran?

Pembahasan

PENTING NYA HUKUM KEDOKTERAN


Dalam dunia kedokteran dimana hukum kedokteran sangat penting, dimana
Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun tidak dapat dilepaskan dari

[19]
sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau masyarakat, dengan seiring perkembangan
manusia maka hukum kedokteran atau kesehatan lebih banyak mengatur hubungan hukum
dalam pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskesmas, dan tenaga tenaga kesehatan
lain dengan pasien. Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia
kedokteran yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kedokteran yang dahulu dianggap
profesi mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai dimasuki unsur
hukum. Hal ini terjadi karena kebutuhan yang mendesak akan adanya perlindungan untuk
pasien maupun dokternya. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau kode etik
kesehatan adalah untuk melindungi kepentingan pasien di samping mengembangkan kualitas
profesi dokter atau tenaga kesehatan. kesamaan antara kepentingan pasien dan kepentingan
tenaga kesehatan ( dokter ), merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan
sistem kesehatan. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap kepentingan-kepentingan itu
harus diutamakan. Di satu pihak pasien menaruh kepercayaan terhadap kemampuan
profesional tenaga seprang dokter. Di lain pihak karena adanya kepercayaan tersebut tenaga
kesehatan memberikan pelayanan kesehatan menurut standar profesi dan berpegang teguh
pada kerahasiaan profesi. Kedudukan dokter yang selama ini dianggap lebih tinggi dari
pasien disebabkan keawaman pasien terhadap profesi kedokteran. Dengan semakin
berkembangnya masyarakat hubungan tersebut secara perlahan-lahan mengalami perubahan.
Kepercayaan kepada dokter secara pribadi berubah menjadi kepercayaan terhadap
keampuhan ilmu kedokteran dan teknologi. Agar dapat menanggulangi masalah secara
proporsional dan mencegah apa yang dinamakan malpraktek atau aborsi di bidang kedokteran
maka sangat di perlukan ada nya hukum kedokteran.

RAHASIA KEDOKTERAN

Rahasia kedokteran diatur dalam beberapa peraturan/ketetapan yaitu:1. Peraturan Pemerintah


Nomor 10 Tahun 1966 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1963 untuk dokter gigi
yang menetapkan bahwa tenaga kesehatan termasuk mahasiswa kedokteran, murid yang
bertugas dalam lapangan pemeriksaaan, pengobatan, dan/atau perawatan diwajibkan
menyimpan rahasia kedokteran. Versi lafal sumpah dokter ini juga diintroduksikan oleh
World Medical Association yang berbunyi : I will respect the secrets which are confided in
me, even after the patient has died Pada tahun 1968 di Sydney dirumuskan Internasional
Code of Medical Ethics : A doctor shall preserve absolute secrecy on all he knows about his

[20]
patient because the confidence entrusted in him. Sedangkan pada tahun 1981 Declaration of
Lisbon merumuskan : The patient has the right to expect that his physician will respect the
confidential nature of all his medical and personal details
2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960 tentang Lafal Sumpah Dokter juga
disebutkan dalam lafal sumpahnya bahwa dokter harus merahasiakan segala sesuatu yang ia
ketahui karena pekerjaaan dan karena keilmuannya sebagai dokter.
3. Pasal 22 ayat (1) b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
diatur bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien. 4. Kode
Etik Kedokteran dalam pasal 12 menetapkan: setiap dokter wajib merahasiakan sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal
dunia.
Sesuai dengan ketentuan pasal 48 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran ditetapkan sebagai berikut:

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Dan pasal 51 huruf c Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 adanya kewajiban
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia. Berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran tersebut diatur dalam
pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 Tentang
Rekam Medis sebagai berikut: Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien.

[21]
Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang meliputi
persetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia kedokteran karena keterkaitan satu
sama lain. Jika menyangkut pengungkapan rahasia kedokteran maka harus ada izin pasien
(consent) dan bahan rahasia kedokteran terdapat dalam berkas rekam medis.

Hak Akses
Hak akses pasien terhadap rahasia kedokteran didasarkan pada:
a. Data-data medik yang tercantum dalam berkas rekam medis . Rekam medis adalah data-
data pribadi pasien yang merupakan tindak lanjut dari pengungkapan penyakit yang di derita
oleh pasien kepada dokternya. Maka iapun berhak untuk memperoleh informasi untuk
mengetahui apa saja yang dilakukan terhadap dirinya dalam rangka penyembuhannya. Hal ini
sudah dijabarkan dalam Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 tersebut pengaturan tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, dalam melakukan tindakan kedokteran dokter harus
memberikan penjelasan sekurang-kurangnya mencakup:

1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;


2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3) Altematif tindakan lain, dan risikonya;
4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6) Perkiraan pembiayaan.

b. Hubungan hukum antara dokter- pasien untuk berdaya upaya menyembuhkan pasien (
inspanning verbintenis ). Hak akses terhadap rahasia kedokteran bisa disimpulkan sebagai
kelanjutan dari hak atas informasi. Atau berdasarkan itikad baik dari pihak dokternya untuk
memberikan akses terhadap rekam mediknya yang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 diberikan dalam bentuk ringkasan rekam medis.

c. Hak akses terhadap rekam medis adalah sebagai kelanjutan dari kewajiban dokter untuk
memberikan informasi kepada pasien.

Menurut Markenstein maka kepentingan pasien untuk melihat data-data rekam medis adalah :

[22]
a. kepentingan yang terletak di bidang finansial dalam arti untuk dapat menilai apakah ia
boleh memperoleh pembayaran kembali ataupun ganti kerugian;

b. kepentingan proses peradilan yang menurut rasa keadilan kedua pihak yang berperkara
seharusnya mempunyai hak akses yang sama terhadap informasi yang relevan untuk diajukan
pada proses peradilan;

c. kepetingan pengobatan yang diperlukan untuk meneruskan pengobatannya pada pemberi


pelayanan lain atas dasar data-data yang ada;d. kepentingan yang bersangkutan dalam
pengamanan yang menyangkut data pribadinya (privacy).

Hak Atas Privacy


Hak privacy ini bersifat umum dan berlaku untuk setiap orang. Inti dari hak ini adalah suatu
hak atau kewenangan untuk tidak diganggu. Setiap orang berhak untuk tidak dicampuri
urusan pribadinya oleh lain orang tanpa persetujuannya. Hak atas privacy disini berkaitan
dengan hubungan terapeutik antara dokter-pasien ( fiduciary relationship ). Hubungan ini di
dasarkan atas kepercayaan bahwa dokter itu akan berupaya semaksimal mungkin untuk
memberikan pelayanan pengobatan. Pula kepercayaan bahwa penyakit yang di derita tidak
akan diungkapkan lebih lanjut kepada orang lain tanpa persetujuannya. Dalam pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III /2008 diatur bahwa penjelasan
tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat
pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Hak Tolak Ungkap


Hak tolak ungkap adalah tejemahan terhadap istilah bahasa Belanda verschoningsrecht
yang diatur dalam berbagai peraturan yang menyangkut kewajiban menyimpan rahasia
kedokteran. Artinya bagi si pemegang rahasia (orang yang dipercayakan suatu rahasia)
diwajibkan untuk menyimpan dan tidak sembarangan mengungkapkan rahasia tersebut
kepada orang lain tanpa izin pemilik. Ketentuan pidana yang berkaitan dengan pengungkapan
rahasia kedokteran selain diatur dalam pasal 79 Undang Udang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran juga diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebagai
berikut:

[23]
a. Pasal 224 KUHP Barang siapa dipanggil sebagai saksi ahli atau juru bahasa menurut
undang-undang denagn sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang
undang selaku demikian harus dipenuhinya ancaman:
(1) dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
(2) dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

b. Pasal 322 KUHP Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus
rupiah.
Menurut perumusan pasal 224 KUHP sesorang yang dipanggil oleh Pengadilan sebagai saksi
ahli harus datang memenuhi panggilan menghadap untuk memberikan keterangan tentang
sesuatu yang terletak di bidang keahliannya. Ini adalah kewajiban hukum bagi setiap orang
termasuk juga profesi kedokteran.
Disamping itu KUHP pasal 322 memberi ancaman hukuman terhadap mereka yang dengan
sengaja membocorkan rahasia yang seharusnya tidak diungkapkan kepada orang lain. Jika ia
membocorkan rahasia itu maka orang yang dirugikan dapat mengadakan tuntutan atas dasar
pasal 322 ini. Jika dilihat dari sudut rahasia kedokteran maka sekilas tampaknya seolah-olah
ada dua peraturan yang bertentangan dalam ketentuan tersebut. Dalam hal ini jika terdapat
suatu kasus dan dokter berpendapat bahwa demi kebaikan pasien rahasia kedokteran
sebaiknya tidak diungkapkan maka dokter tersebut mempergunakan hak tolak ungkap yang
diberikan berdasarkan ketentuan : pasal 1909 KUH Perdata,pasal 322 KUHP, pasal 170 Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana, dan kode etik, lafal sumpah dokter. Nantinya
diserahkan kepada hakim untuk mempertimbangkan apakah dokter tersebut harus atau tidak
mengungkapkan rahasia kedokteran, hal ini didasarkan pasal 170 ayat (2) KUHAP , jika
hakim berpendapat bahwa dokter itu harus mengungkapkan maka dapat dianggap bahwa
dokter itu dibebaskan dari kewajiban menyimpan rahasia kedokteran oleh Pengadilan. Ini
juga sejalan dengan ketentuan dalam Undang Undang Praktik Kedokteran dan Permenkes
tentang Rekam Medis.

Sementara itu menurut Prof Eck mengemukakan justifikasi pengungkapan rahasia kedokteran
dapat didasarkan kerena:

[24]
a. Izin dari yang berhak ( pasien);
b. Keadaan mendesak atau terpaksa.
c. Peraturan Perundang-undangan;
d. Perintah jabatan yang sah.

Alasan penghapus pidana: pasal 48, 50,52 KUHP. Berkaitan dengan rahasia kedokteran ini
memang tidak hanya menyangkut masalah hukum tetapi juga sarat dengan masalah etik,
bagaimana jika suami datang ke praktik dokter diantar oleh isterinya sedang ternyata suami
tersebut mengidap penyakit menular seksual, rahasia ini jika diungkapkan di depan isterinya
dampaknya mungkin akan menimbulkan perpecahan rumah tangga. Dalam hal ini sebenarnya
dapat dianggap sudah ada persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan, karena
mereka datang berdua. ( Leenen, 177) . Namun dalam hal ini sebaiknya dokter membicarakan
terlebih dahulu dengan pasiennya ( suami ), apakah isterinya boleh mengetahui rahasia
kedokteran tersebut. Secara teori sebenarnya dokter dapat tidak menjawab pertanyaan pasien
tentang penyakitnya , dalam hal:

a. pada pemberian terapi placebo;


b. jika informasi yang diberikan bahkan akan merugikan atau memperburuk keadaan pasien
itu sendiri;
c. apabila pasien belum dewasa;
d. pasien berada di bawah pengampuan . ( Leenen).

Juga persoalan lain misalnya seseorang menderita penyakit menular yang berpotensi wabah,
ada pengecualian melalui kewajiban pelaporan penyakit wabah yang diatur sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan meskipun prinsip privacy pasien tetap harus dijaga. Juga
bagaimana jika rahasia kedokteran pasien sudah diungkapkan kepada media massa oleh
pasien sendiri sehingga menyudutkan dokternya, seharusnya dokter mempunyai hak jawab
karena rahasia kedokteran itu sudah diungkap oleh pasien itu sendiri.

[25]
Hukuman yang Diterima Dokter atas Kelalaian dari Hukum
Kedokteran

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, dan merupakan
bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila
seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain
yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat
bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan
perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya
(berdasarkan sifat profesinya) bertindak kurang hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian
atau cedera bagi orang lain.

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan


nonfeasance.
1. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum kedokteran
atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan
medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah
improper).
2. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya
melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.
3. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya.

Selanjutnya, oleh karena teori kelalaian adalah dasar penuntutan yang tersering
digunakan, baik pada tuntutan pidana maupun pada gugatan perdata, maka upaya
meminimalisasi tuntutan di rumah sakit harus ditujukan kepada upaya menurunkan
kemungkinan terjadinya kelalaian medis, atau bahkan mengurangi kemungkinan terjadinya
preventable adverse events yang disebabkan oleh medical errors.

[26]
Gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi dapat diajukan dengan mendasarkan kepada
salah satu dari 3 teori di bawah ini, yaitu :
1. Kelalaian sebagaimana pengertian di atas dan akan diuraikan kemudian
2. Perbuatan melanggar hukum, yaitu misalnya melakukan tindakan medis
tanpa memperoleh persetujuan, membuka rahasia kedokteran tentang orang
tertentu, penyerangan privacy seseorang, dan lain-lain.
3. Wanprestasi, yaitu pelanggaran atas janji atau jaminan. Gugatan ini sukar
dilakukan karena umumnya dokter tidak menjanjikan hasil dan perjanjian
tersebut, seandainya ada, umumnya sukar dibuktikan karena tidak tertulis.

Implikasi Hukum
Tuntutan pidana yang ditujukan kepada dokter dapat merupakan akibat tindak pidana
yang diatur dalam KUHP maupun di dalam ketentuan pidana UU lainnya. Sebagian
diantaranya dimasukkan ke dalam tindak pidana malpraktek medis dalam bahasan ini, yaitu
pidana-pidana yang dicakup di dalam pengertian malpraktek medis di atas, baik berupa
tindak kesengajaan (professional misconducts) ataupun akibat kelalaian.
Jenis pidana yang paling sering dituntutkan kepada dokter adalah:
1. Pidana kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP) Pasal 360 KUHP
berbunyi: Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun., atau luka berat atau mati (pasal 359
KUHP), yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila
dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP).
2. Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah
pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP), aborsi ilegal (pasal 349
KUHP jo pasal 347 dan 348 KUHP), penipuan dan misrepresentasi (pasal 382
bis), pidana perpajakan (pasal 209 atau 372 KUHP), pencemaran lingkungan
hidup (pasal 42 dan 43 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup), euthanasia (pasal
344 KUHP), penyerangan seksual (pasal 284-294 KUHP), dan lain-lain.

Hipotesis

[27]
Kita sebagai mahasiswa kedokteran diwajibkan mengetahui hukum kedokteran, yaitu
batasan-batasan prilaku yang harus kita jalani sebagai seorang dokter. Maka dari itu kita
sebagai calon dokter harus tau dan mematuhinya agar kita tidak terjerumus nantinya.

V.3 Hukum Karma


Apa definisi hukum karma?

Pembahasan

Karma (bahasa Sanskerta: Karma.ogg (bantuaninfo)), karma, (Karman


;bertindak, tindakan, kinerja); (Pali:kamma) adalah konsep aksi atau perbuatan yang
dalam agama India dipahami sebagai sesuatu yang menyebabkan seluruh siklus kausalitas
(yaitu, siklus yang disebut samsara). Konsep ini berasal dari India kuno dan dijaga
kelestariannya di filsafat Hindu, Jain, Sikh, dan Buddhisme. Dalam konsep karma, semua
yang dialami manusia adalah hasil dari tindakan kehidupan masa lalu dan sekarang. Efek
karma dari semua perbuatan dipandang sebagai aktif membentuk masa lalu, sekarang, dan
pengalaman masa depan. Hasil atau buah dari tindakan disebut karma-phala.

Karena pengertian karma adalah pengumpulan efek-efek (akibat)


tindakan/perilaku/sikap dari kehidupan yang lampau dan yang menentukan nasib saat ini,
maka karma berkaitan erat dengan kelahiran kembali (reinkarnasi). Segala
tindakan/perilaku/sikap baik maupun buruk seseorang saat ini juga akan membentuk karma
seseorang dikehidupan berikutnya. [http://id.wikipedia.org/wiki/Karma]

Permasalahan Sesuai skenario 4 : Dokter B yang berprofesi sebagai dokter umum


telah membuka praktek disekitar lingkungan lokalisasi yang kebanyakan pasien yang
berkunjung adalah pramuria(pelacur) dan dokter B sering membantu pasiennya untuk
melakukan tindakan aborsi dengan alasan kemanusiaan yakni menolong masa depan
pramuria itu.

Seiring bertambah tenarnya dokter B dan semakin banyaknya pasien yang harus ditangani
dokter B menyekolahkan putra kandungnya masuk ke fakultas kedokteran dengan maksud
dapat membantu prakteknya itu.

[28]
Pembahasan Sesuai skenario 4 : Pergaulan yang zaman sekarang kayanya sudah tidak
wajar lagi sehingga banyak ditemui pasangan remaja yang berbuat suatu yang semestinya
tidak dilakukan akibatnya terjadilah kecelakaan hamil diluar nikah. Dengan maraknya hal
yang demikian dokter B mendapat keuntungan finansial yang lebih karena bertepatan tempat
prakteknya di sekitar lingkungan lokalisasi , banyak pasangan yang hamil di luar nikah
mendatangi tempat praktek dikter B yang berkeinginan untuk aborsi pada janin yang di dalam
kandungan si ibu(pramuria) . Ironisnya lagi dokter B menyekolahkan putra kandungnya ke
fakultas kedokteran dengan tujuan dapat membantu prakteknya itu.

Suatu ketika praktek dokter B digerebek aparat kepolisian , dan saat itu ia dan
putranya yang berstatus mahasiswa kedokteran sedang melakukan tindakan aborsi. Keduanya
di tangkap dan meringkuk di hotel prodeo dengan tuduhan malpraktek. Setelah kejadian itu
banyak musibah yang datang silih berganti pada dokter B juga putranya.

Hipotesis

Dokter selayaknya memang menjadi pelayan masyarakat, namun dalam artian bukan
semua keinginan pasien harus di turuti si dokter karana cukup ingin mendapat bayaran dari
pasien , karena sebagai profesi dokter harus menjalani tugasnya sesuai dengan norma agama
dan hukum yang ada . Apabila dokter melanggar semua ketentuan baik etik moral atau
sumpah kedokteran maka si dokter mendapat konsekuensi dari kecerobohannya atau
kekhilafannya dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter baik konsekuensi dari tindak
pidana atau hukum agama ( hukum karma ).

V.4 Malpraktek Mahasiswa dan Dokter


1) Apa definisi dari malpraktek?
2) Apa yang menyebabkan mahasiswa dan dokter menjalankan tindakan
malpraktek?
3) Apa saja akibat dari tindakan malpraktek yang dilakukan mahasiswa dan dokter?
4) Hukum apa saja yang menyangkut tindakan malpraktek?

Pembahasan

1) Definisi malpraktek
[29]
Malpraktek dapat diartikan sebagai praktik yang buruk. Sedangkan yang
dimaksud dengan praktik yang buruk antara lain yaitu praktik yang tidak
profesional, bertentangan dengan hukum, bertentangan dengan kemanusiaan,
kepatutan dan kepantasan serta bertentangan dengan standar profesi.
Malpraktek dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain (apoteker, bidan,
perawat, ahli terapi dan tenaga kesehatan yang lainnya) yang dilakukan baik
karena kesengajaan maupun kealpaan sehingga mengakibatkan kerugian bagi
pasien, dan menyebabkan tenaga medis yang melakukan malpraktik tersebut
harus bertanggung jawab baik secara pidana, perdata maupun administrasi.
Untuk menentukan suatu tindakan medis itu malpraktek atau bukan tentunya
diperlukan pembuktian, yang unsur utamanya adalah merugikan pasien.
2) Sebab-sebab mahasiswa dan dokter menjalankan tindakan malpraktek
Malpraktek merupakan tindakan kriminalitas yang dekat dengan masalah
hukum. Tentunya sebagian besar tenaga medis sudah memiliki wawasan
mengenai standar profesi sesuai dengan hukum yang mendasarinya agar terhindar
dari tindakan malpraktek tersebut. Namun tak jarang adapula pelaku medis yang
dengan sengaja menjalankan tindakan malpraktek dengan dalih menjalankan
tindakan malpraktek lebih cepat mendapatkan keuntungan yang berlipat dan kaya
dalam waktu singkat, seperti yang dilakukan Dokter B dan anaknya sebagai
mahasiswa kedokteran tersebut (skenario 4).
Namun adapula malpraktek yang dilakukan karena ketidak sengajaan atau di
luar kendali pelaku tenaga medis pada saat menjalankan profesi kerjanya. Untuk
itu ada pembuktian malpraktek dibidang pelayanan kesehatan. Dalam kasus atau
gugatan adanya malpraktek, pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara,
yakni :
1. Cara langsung
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah
bertindak sesuai kewajibannya berdasarkan:
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
Jika seorang dokter terbukti melakukan tindakan menyimpang dari standard
profesinya, artinya melakukan yang seharusnya tidak dilakukan ataupun tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan maka dokter dapat dipersalahkan.

[30]
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien,
yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil
layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat
diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain
tidak ada contributory negligence.
3) Akibat mahasiswa dan dokter menjalankan tindakan malpraktek
Dalam beberapa dekade terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan
banyak dibicarakan masyarakat umum khususnya malpraktik bidang kedokteran
dalam transaksi terapeutik yang dilakukan mahasiswa dan dokter. Mereka
menyalah gunakan malpraktek sebagai pekerjaan sehari-hari. Padahal resiko
malpraktek sangatlah besar, baik resiko dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Telah jelas dijabarkan diatas bahwa tindakan malpraktek berlawanan
dengan hukum di Indonesia dan berlawanan dengan norma kemanusiaan serta
melanggar norma agama.
Dalam skenario ini, mahasiswa yang menuntut ilmu dibidang kedokteran dan
dokter B melakukan malpraktek aborsi untuk ibu-ibu hamil. Suatu ketika mereka
ditangkap oleh polisi dan dikenakan sanksi hukum pidana yang berakibat pada
mahasiswa yaitu anak dari dokter B dan dokter B. Hukuman yang dikenakan
kepada mahasiswa tersebut adalah tahanan selama 5 tahun dan berdampak besar
pada universitasnya, sedangkan dokter B dikenakan tahanan rumah dan mendapat
sanksi segi norma agama. Kejadian tersebut berakibat dokter B terlunta-lunta dan
kehilangan mata pencaharian.
4) Hukum-hukum yang menyangkut kegiatan malpraktek
Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori
sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
a.) Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
b.) Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan

[31]
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan
(pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),
melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP). Ada pula contoh
lain yaitu kecerobohan, misalnya melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien, kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau
meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan
operasi.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa
tempatnya bernaung.

2. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana
yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a). Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. )Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
c. )Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
d). Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau


korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of
vicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana
jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

3. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa

[32]
dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan
menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang
persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin
Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga
perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

Hipotesis

Malpraktek merupakan tindakan praktik yang buruk, yaitu praktik yang tidak
profesional, bertentangan dengan hukum, bertentangan dengan kemanusiaan, kepatutan dan
kepantasan serta bertentangan dengan standar profesi yang dilakukan oleh dokter atau tenaga
medis lainnya baik karena kesengajaan maupun kealpaan yang mengakibatkan kerugian bagi
pasien dan menyebabkan tenaga medis yang melakukan tindakan tersebut harus
mempertanggung jawabkan sesuai dengan hukum yang dilanggarnya.

V.5 Aborsi
1. Apa yang dimaksud dengan aborsi?
2. Bagaimana klasifikasi mengenai aborsi?
3. Apa yang menyebabkan kebanyakan orang melakukan aborsi?
4. Apa alasan untuk melakukan aborsi?
5. Apa akibat dari aborsi?
6. Bagaimana diagnosis dari aborsi?
7. Bagaimana aspek hukum dan medikolegal mengenai aborsi?

Pembahasan
1. Pengertian Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin
lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya
adalah kelahiran prematur.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:

[33]
Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan
atau sebab-sebab alami.
Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja.
Termasuk di dalamnya adalah:
o Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut
mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan
sesudah pemerkosaan.
o Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
o Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous
abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.

2. Klasifikasi Aborsi
Beberapa tipikal abortus dapat diklasifikasikan sebagai berikut
a. Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini
dibedakan sebagai berikut:
Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks.
Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus.
Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
b. Abortus provokatus
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu
dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu.
Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia
kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram,
walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus
hidup.
Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:

[34]
Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan
indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya
indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
alat-alat atau obat-obat tertentu.

3. Penyebab Aborsi
a. Karakteristik ibu hamil dengan abortus yaitu:
1. Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali
secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah,
ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan
remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga
nonprofesional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya
angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan
kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum

[35]
matured dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita
dewasa.
Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah
berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun
sehingga dapat memengaruhi janin intra uterine.
2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim
belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat
berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap
terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa,
anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah.
3. Paritas ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan
saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi
paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan
asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah tidak direncanakan.
4. Riwayat Kehamilan yang lalu
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang
wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones
memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%
b. Penyebab dari segi Janin:
Kematian janin akibat kelainan bawaan.
Mola hidatidosa.
Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

4. Alasan untuk Melakukan Aborsi


a. Abortus Provokatus Medisinalis

[36]
Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang
terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika
dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan
lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung
organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,
toksemia gravidarum yang berat.
Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan
psikiater.
b. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki.
Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:
Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak
lagi.
Kehamilan di luar nikah.
Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga.
Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga).
Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk
tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.

[37]
5. Akibat Aborsi
Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu
Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke
ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus
ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks
tidak boleh digunakan tekanan berlebihan.
Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat
dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan
peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus
diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah,
kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan
meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan
dengan segera.
Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan
pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum,
maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan
tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya
incompetent cerviks.
Pelekatan pada kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil
konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok,
karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu
tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah
dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
Infeksi

[38]
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat
besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah,
sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis
antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi
kehamilan lagi.
Komplikasi yang dapat timbul pada Janin:
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka
nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal.
Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan
besar mengalami cacat fisik.

6. Diagnosis Aborsi
Sekitar 20 persen kehamilan berakhir dengan keguguran, sebagian besar terjadi 5-6
minggu pertama kehamilan. Wanita mungkin mengalami beberapa pendarahan atau kram
ringan dan USG dilakukan untuk mendeteksi apakah embrio masih hidup. Kriteria
diagnosis keguguran dengan USG bervariasi di seluruh dunia. Di Inggris, kantung
kehamilan kosong dengan diameter lebih dari 20 milimeter diklasifikasikan sebagai
keguguran, sementara di Amerika Serikat diameter 16 milimeter. Jika sebuah kantung
kecil terdeteksi kosong, wanita biasanya disarankan menjalani scan kedua 7 sampai 14
hari kemudian

7. Aspek Hukum dan Medikolegal Aborsi


Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada
undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini
pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan
abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan,
apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap
masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus.

1. Abortus buatan legal


Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus
therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk

[39]
menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat
dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Abortus Provocatus Criminalis (Abortus buatan illegal)
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau
menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak
memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di
dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur
abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346

[40]
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

PASAL 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
PASAL 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
PASAL 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan

[41]
ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Hipotesis
Aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum lahirnya janin. Aborsi dibedakan
menjadi aborsi legal dan aborsi illegal.

[42]

Anda mungkin juga menyukai