Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi AML

Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal

dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan

penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel

induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan

transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum

tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu

banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang

imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada

AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah

menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum

tulang. 4,5

2. Klasifikasi

AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,

diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta

penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat

membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.6

Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh

French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut

menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut 7-12:

1
Subtipe Menurut FAB Nama Lazim

(French American British) ( % Kasus)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan


MO
diferensiasi Minimal (3%)

Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi


M1
(15-20%)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi


M2
granulositik (25-30%)

M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

Leukimia Mielomonositik Akut dengan


M4Eo
eosinofil abnormal (5-10%)

M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6 Eritroleukimia (3-5%)

M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)

Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB 7

2
Gambar 1. Gambaran Hasil BMA pada AML

3. Epidemiologi

Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini

berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok

usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML merupakan 20%

kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap tahunnya di

seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan

insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa

remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000 penduduk atau sekitar

500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun menderita leukemia mielositik

akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000

penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak

Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh

Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis

AML.11-14
Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita AML

subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3 tahun,

3
terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi adanya

keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari 70%

anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t (15;17),

inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.1

4. Etiologi

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. 14-18

Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan

risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah15-20:

Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom

di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden

penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber

radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen),

dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian

leukemia.
Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
Obat obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,

heksaklorosiklokeksan
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat

menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents.

Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan

pertimbangan rasio manfaat-risikonya.


Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML

maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden

leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya

menderita AML.

4
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang

disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.


Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,

asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan

ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.


Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan

leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat

menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.


Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan

pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel

(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai

pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang

menjadi leukemia.

5. Patofisiologi

AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-

klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa

berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk

hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan

induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T

dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-

monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan

menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi

maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan

pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat

5
masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga

menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.21


AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan

berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang

mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular

tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel.22 Defek

kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya

tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 23


Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan

menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ

lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.

Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan

bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ

lainnya.25
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan

sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh

infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.26

6
6. Gejala Klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel

darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi

tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut.

Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 1,5,6:

a. Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata

mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %

mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata

didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis

AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala

kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.

b. Febris

Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris

juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam

ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu

febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi

lain.

c. Perdarahan

Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana

penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura
7
dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya

trombositopenia. 27

d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat

badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat

badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan

badan.

e. Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini

disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang

mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien


AML13:

a. Kepucatan, takikardi, murmur

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah

pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan

simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope

dan angina.

b. Pembesaran organ-organ

8
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen

atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.

Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang

memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,

misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).

Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,

multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat

infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a

dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang lain.28

7. Diagnosis

Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan

darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan


7,29,30
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan syarat

mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis leukemia akut.31-32

Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute

megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi minimal

dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan genetik pada

pasien AML terlihat dalam tabel berikut :33

9
10
Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML

8. Terapi

Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan

kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan

menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak

menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk

meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling

penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel

leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.
34,35

Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an.

Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi

43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan

dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.1

Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan

produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali

dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,

leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh

penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai

profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 1

Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat

mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak

11
berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan

dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat

efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara

cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk anak digunakan

cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen lain seperti etoposide

dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan untuk terapi AML

pada anak adalah daunorubicin. 1


Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa

Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan

hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase &

Thioguanine (DAT).36

Tabel 3. Dosis Kemoterapi

12
Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk

memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum

tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif

setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor

keluarga.1

Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi

konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.

Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi

dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36 Pencangkokan

tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap

pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon

terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak menunjukkan hasil yang

memuaskan.

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila

diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable

side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut14:


1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu

status penampilan 2
2. Jumlah lekosit 3000/ml
3. Jumlah trombosit 120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia

diatas 70 tahun.

13
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap

individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah

atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan,

pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan

kerusakan hati.38 Pasien AML hanya memberikan respon terhadap obat tertentu dan

pengobatan seringkali membuat penderita lebih sakit sebelum mereka membaik.

Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias sumsum tulang,

sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit) dan hal ini

menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.39

9. Prognosis

Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3

kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),

menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik

meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal,

infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3, respon yang baik

terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug therapy, tidak

ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan hidup 2

tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85% 29
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun

atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas

pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm 3, respon yang buruk terhadap

kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta ditemukannya

leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2 tahun

kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 10-20%.6 Sedangkan

14
kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari baik dan buruk dan

mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok prognosis baik

maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate)

sekitar 40-50% .29

15
Tabel 4. Prognosis AML33

16

Anda mungkin juga menyukai