C06 Epe
C06 Epe
Oleh:
EKO PEBRIANATA
C03499030
SKRIPSI
Oleh:
EKO PEBRIANATA
C03499030
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Doa serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Atas berkat rahmat dan ridho
Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
4
Penulis
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
1. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
6
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sifat-sifat karagenan...................................................................................... 10
2. Daya kestabilan karagenan dalam berbagai pelarut ........................................ 14
3. Spesifikasi kemurnian karagenan................................................................... 17
4. Perbedaan Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum .......................... 25
5. Aplikasi karagenan di berbagai produk.......................................................... 42
8
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii
(www.surialink.com/abc_euchuema/1/45.htm) .............................................. 5
2. Morfologi rumput laut Eucheuma spinosum (www.iptek.net.id) .................... 6
3. Struktur molekul kappa karagenan (Tojo dan Prado 2003)............................. 7
4. Struktur molekul iota karagenan (Tojo dan Prado 2003) ................................ 8
5. Mekanisme pembentukan gel (Rees 1969 di dalam Glicksman 1983) ........... 12
6. Diagram alir proses pembuatan kappa dan iota karagenan (Modifikasi dari
Purnama 2003) .............................................................................................. 21
7. Grafik pembacaan kekuatan gel pada Recorder Curd Tension Meter ............. 23
8. Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii............................................... 24
9. Morfologi rumput laut Eucheuma spinosum .................................................. 25
9
10. Diagram batang nilai rata-rata rendemen kappa dan iota karagenan ............... 31
11. Diagram batang nilai rata-rata viskositas kappa dan iota karagenan ............... 33
12. Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel kappa dan iota karagenan........... 35
13. Diagram batang nilai rata-rata viskositas karagenan campuran ...................... 36
14. Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel karagenan campuran .................. 39
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil analisis penelitian tahap pertama ........................................................... 53
2. Hasil analisis viskositas karagenan campuran ................................................. 54
3. Hasil analisis kekuatan gel karagenan campuran............................................. 55
10
1. PENDAHULUAN
1992). Rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dijadikan sebagai
bahan komoditi ekspor yaitu Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, Sargassum dan
Hypnea (LIPI 2000). Salah satu bentuk hasil olahan rumput laut yang paling
potensial dan bernilai ekonomis tinggi yaitu polisakarida alga, dan salah satunya
adalah karagenan (Satari 1996).
Karagenan merupakan salah satu hasil ekstrak rumput laut yang cukup
penting. Karagenan adalah suatu zat yang dihasilkan oleh rumput laut dari kelas
Rhodophyceae dan umumnya berbentuk tepung. Dalam industri, peranan
karagenan tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan agar-agar maupun
algin, terutama pada industri farmasi. Berdasarkan sifat-sifatnya, karagenan dapat
digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental dan bahan pembentuk gel
(Food Chemical Codex 1981). Karagenan dalam industri makanan dan minuman
biasa digunakan sebagai dietic food dalam bentuk jeli. Susu kental manis dan
yoghurt menggunakan karagenan sebagai pensuspensi, sedangkan dalam industri
milk-gel (puding, custard, minuman kaleng) dan antacid-gel berfungsi sebagai
gelling agent, demikian pula dalam water-gel, fish dan meat-geal dan gel
pengharum ruangan berfungsi sebagai pembentuk gel. Pengunaan lain dari
karagenan adalah sebagai binder pada pasta gigi, sebagai bodying agent pada
cream lotion dan saus tomat, dan sebagai penstabil lemak dalam makanan ternak
(Anggadiredja et al. 1993). Penggunaan karagenan akan bertambah makin luas
dan makin banyak di masa yang akan datang, sehingga permintaan terhadap
produksi rumput laut ini akan terus meningkat di masa mendatang.
Karagenan dapat dibedakan menjadi kappa, iota dan lambda karagenan.
Kappa dan iota karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam
air dan bersifat thermoreversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk
gel kembali jika didinginkan, sedangkan lambda karagenan tidak dapat
membentuk gel. Gel yang terbentuk dari kappa karagenan berwarna agak gelap
dan mempunyai tekstur mudah retak, sedangkan gel yang terbentuk dari jenis iota
berwarna lebih jernih dibandingkan kappa dan mempunyai tekstur empuk dan
elastis (Fardiaz 1989). Adanya perbedaan kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan
ester sulfat pada karagenan menyebabkan terjadinya perbedaan antara lain
kekuatan gel, tekstur, sineresis dan sinergisitas. Kappa memiliki tipe gel yang
12
rigid atau mudah pecah yang dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya
aliran cairan pada permukaan gel, sedangkan iota mempunyai gel yang bersifat
elastis, bebas sineresis dan reversible. Perbedaan ini dapat diatasi melalui seleksi
rumput laut, proses ekstraksi dan proses pencampuran karagenan serta melalui
pencampuran karagenan dengan berbagai gum seperti locust bean gum dan konjac
(http://docencia.izt.uam.mx/epa/quim_alim/tareaz/carragenina.pdf).
Selain itu, sifat rigid yang dihasilkan pada gel kappa karagenan meningkat
sesuai dengan peningkatan konsentrasi ion kalium, sedangkan penambahan ion
kalsium akan membuat gel dari kappa karagenan memiliki sifat rigid namun rapuh
atau mudah pecah. Hal ini dapat dikontrol atau dihilangkan dengan mencampur
bahan yang tidak sineresis seperti iota karagenan. Kombinasi iota karagenan
dengan kappa karagenan dapat meningkatkan elastisitas gel dan mencegah
sineresis (Novianti 2003).
Pada skala industri, pemisahan karagenan dari ekstraknya dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu presipitasi dengan alkohol, pengeringan dengan drum
(drum drying) dan dengan cara pembekuan. Proses yang lazim digunakan adalah
cara pertama dan kedua (Glicksman 1983). Sampai saat ini ekstraksi karagenan
masih menjadi masalah dan memerlukan banyak penelitian untuk dapat
menghasilkan tepung karagenan dengan mutu yang sesuai dengan standar yang
ditentukan. Mutu tepung karagenan yang rendah menyebabkan turunnya harga
jual. Oleh karena itu, untuk merangsang pengembangan industri karagenan di
Indonesia maka perlu dilakukan usaha untuk merancang suatu proses pembuatan
karagenan yang optimal sehingga diperoleh karagenan yang berkualitas dengan
proses produksi yang efisien. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan
pencampuran antara kappa dengan iota yang diekstraksi dari rumput laut
Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum untuk melihat mutu yang
dihasilkan terutama kekuatan gel dan viskositasnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
M.S. Doty drawings; I.C. Neish photos - Length of bar ca. 10 cm.
2.2 Karagenan
Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi
rumpu laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada temperatur
tinggi (Glicksman 1983). Istilah carrageenan berasal dari bahasa sehari-hari
Bangsa Irlandia, yaitu Carraign yang berarti little rock. Di Irlandia penggunaan
rumput laut untuk ekstraksi gel telah dikenal sejak tahun 1810. Pada masa lalu
biasanya hanya Chondrus crispus yang digunakan sebagai penghasil utama
karagenan, tapi sekarang dari spesies Gymnogongrus, Eucheuma, Ahnfeltia, dan
Gigartina sudah banyak digunakan (Guiry 1995).
Rumput laut Rhodophyceae beberapa diantaranya mengandung karagenan.
Carragenophyte adalah kelompok penghasil karagenan dari kelompok
Rhodophyceae. Kelompok ini antara lain adalah Chondrus, Gigartina dan
Eucheuma. Dalam penggunaannya karagenan dapat berbentuk garam dengan
sodium, kalsium dan potasium (Aslan 1991). Pencampuran karagenan dengan ion
kalium akan menghasilkan dua komponen utama yaitu lambda karagenan sebagai
fraksi terlarut dan kappa karagenan sebagai fraksi tidak terlarut. Fraksi terlarut
tidak akan membentuk gel (Towle 1973). Berdasarkan kandungan sulfatnya, Doty
(1987) membedakan karagenan menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang
mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karagenan dengan kandungan sulfat
lebih dari 30 %. Istini dan Zatnika (1991) membagi karagenan ke dalam tiga jenis
yaitu : lambda-, iota- dan kappa-karagenan. Iota karagenan diekstraksi dari
16
konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K+, NH4+, Ca++, Sr++ dan
Ba++. Secara umum karagenan membentuk gel yang keras pada suhu antara 45 oC
dan 65 oC dan meleleh kembali jika suhu dinaikkan sampai 10 20 oC dari suhu
yang telah ditetapkan tadi. Gel yang lebih lemah terbentuk jika terdapat ion NH4+,
Ca++, Sr++ dan Ba++. Kappa karagenan mempunyai tipe gel yang rigid atau mudah
pecah dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada
permukaan gel. Aliran ini berasal dari pengerutan gel sebagai akibat
meningkatnya gumpalan pada daerah penghubung. Sineresis tergantung pada
konsentrasi kation-kation yang ada dan harus dicegah dalam jumlah yang berlebih
(Anonim 1977). Gel yang terbentuk dari kappa karagenan berwarna agak gelap
dan mempunyai tekstur mudah retak (Fardiaz 1989)
Iota karagenan mempunyai sifat larut dalam air dingin dan larutan garam
natrium. Di dalam larutan garam kation lain seperti K+ dan Ca2+ tidak dapat larut
dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu jenis dan konsentrasi kation, densitas karagenan, suhu, pH, adanya ion
18
penghambat dan yang lainnya. Larutan iota karagenan stabil pada lingkungan
elektrolit kuat seperti NaCl 20 25 % (Angka dan Suhartono 2000).
Iota karagenan dapat bercampur dengan pelarut polar seperti alkohol,
propilen glikol dan gliserin, tetapi tidak dapat bercampur dengan pelarut organik
(non polar). Viskositasnya bergantung pada konsentrasi dan akan menurun dengan
meningkatnya suhu. Perubahan tersebut bersifat reversible, dimana penurunan
suhu dapat meningkatkan viskositas. Viskositas larutan karagenan tidak
dipengaruhi oleh kation monovalen, sedangkan kation divalen cenderung
menurunkan viskositas pada konsentrasi tinggi dan meningkatkan viskositas pada
konsentrasi rendah. Seperti yang tercantum diatas bahwa larutan iota karagenan
bersifat reversible, artinya bila larutan dipanaskan kembali maka gel akan kembali
mencair (Angka dan Suhartono 2000).
2.4.1 Kelarutan
Air merupakan pelarut utama bagi karagenan. Kelarutan karagenan di dalam
air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, ada tidaknya ion, tipe ion yang
berhubungan dengan polimer, ada tidaknya senyawa organik yang larut dalam air
dan garam (Towle 1973).
Kelarutan karagenan dikaitkan dengan struktur molekulnya, kelarutan
karagenan terutama dikendalikan oleh derajat hidrofiliknya, yaitu gugus ester
sulfat dan unit galaktopiranosa yang berlawanan dengan unit 3,6 anhidro-D-
galaktosa yang bersifat hidrofobik (takut air) (Towle 1973).
Lambda karagenan tidak mempunyai gugus 3,6 anhidro-D-galaktosa dan
mengandung ester-sulfat dalam jumlah tinggi sehingga dapat larut dalam air
dingin. Kappa dan iota karagenan memiliki gugus hidrofilik ester-sulfat dalam
19
Bahan terlarut lain seperti gula dan garam menurunkan kelarutan karagenan
dalam air. Kappa dan lambda-karagenan larut dalam larutan panas sukrosa pekat
(sampai dengan 60 %), sedangkan iota hanya sedikit larut. Dalam larutan garam
sampai 25 % lambda dan iota larut, sedangkan kappa mengendap. Pada
konsentrasi garam di atas 25 % ketiga jenis karagenan tersebut mengendap
20
(Guiseley et al. 1980). Salah satu jenis garam untuk mengendapkan kappa-
karagenan adalah KCl (Rees 1969).
Untuk melarutkan karagenan secara sempurna tanpa terjadi gumpalan, harus
dilakukan pengadukan yang efektif. Kurang efektifnya pengadukan akan
meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kelarutan yang sempurna,
tetapi dengan pemanasan kelarutan karagenan lebih cepat dan sempurna (Anonim
1985).
2.4.2 Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid
dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi
absorbsi dan pengembangan koloid. Pada prinsipnya pengukuran viskositas
adalah mengukur ketahanan gesekan lapisan molekul cairan yang berdekatan.
Viskositas yang tinggi dari suatu materi disebabkan karena gesekan internal yang
besar sehingga cairannya mengalir (Glicksman 1969 dalam Marlinah 1992).
Viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : konsentrasi,
temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, teknik perlakuan, keberadaan
hidrofilik koloid dan keberadaan elektrolit dan nonelektrolit. Selain itu berat
molekul karagenan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
viskositas suatu cairan, dimana semakin tinggi BM, viskositas akan semakin
tinggi. Begitu sebaliknya, semakin rendah BM karagenan maka akan semakin
rendah viskositasnya (Marine Colloids FMC Corp. 1977).
Viskositas meningkat secara eksponensial dengan konsentrasi. Sifat ini
berlaku pada polimer linear yang mempunyai beberapa gugus dan sebagai akibat
meningkatnya konsentrasi interaksi antara rantai-rantai polimer (Anonim 1985;
Stanley 1987).
Viskositas larutan karagenan akan turun oleh peningkatan suhu. Perubahan
tersebut berbentuk eksponensial dan bersifat reversible jika pemanasan dilakukan
pada pH sekitar 9 dan tidak berlangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadi
degradasi secara thermal (Towle 1973; Guiseley et al. 1980). Pendinginan iota
dan kappa karagenan akan meningkatkan viskositas, khususnya jika mendekati
suhu pembentukan gel (gelling point) dan adanya kation K+ dan Ca2+ karena mulai
21
terjadi interaksi antar rantai-rantai polimer. Oleh karena itu, biasanya pengukuran
o
viskositas dilakukan pada suhu tinggi (misalnya 75 C) untuk mencegah
terjadinya pembentukan gel (Guiseley et al. 1980).
Karagenan dapat membentuk larutan yang sangat kental dengan struktur
makromolekulnya yang linear atau tidak bercabang dan bersifat polielektrolit.
Adanya gaya tolak-menolak dari grup-grup ester sulfat yang bermuatan sama,
yaitu negatif, disepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan
tertarik kencang. Karena sifat hidrofilik tersebut polimer dikelilingi oleh lapisan
molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan nilai viskositas
karagenan. Menurut Moirano (1977) semakin kecil kandungan sulfat maka nilai
viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya meningkat.
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada
saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus
3,6-anhidro-D-galaktosa. Proses ini bersifat reversible, artinya gel akan mencair
bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali. Adanya
perbedaan jumlah, tipe dan posisi sulfat serta adanya ion-ion akan mempengaruhi
proses pembentukan gel. Ion monovalen yaitu K+, NH4+, Rb+ dan Cs+ membantu
pembentukan gel. Kappa karagenan membentuk gel yang keras dan elastis. Dari
semua karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling kuat. Iota
karagenan merupakan pembentuk gel air yang lemah, iota membentuk gel yang
kuat dan stabil bila ada ion Ca2+ (Anonim 1985). Ion Na+ dilaporkan menghambat
pembentukan gel karagenan jenis kappa dan lambda (Angka dan Suhartono 2000).
Karakteristik gel beberapa karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.
2.4.5 Stabilitas
Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih, tetapi pada pH yang rendah
stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu (Glicksman 1983).
Karagenan kering dapat disimpan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar
dengan pH 5 6,9, karena selama penyimpanan pada pH tersebut tidak terjadi
penurunan kekuatan gel.
Kappa karagenan dan iota karagenan dapat digunakan sebagai pembentuk
gel pada pH rendah. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan
glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi untuk
membentuk gel. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah (Moirano 1977).
Karagenan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama
penyimpanan. Dua sifat penting karagenan yaitu kekuatan gel dan reaktivitas
dengan protein dipengaruhi oleh proses polimerisasi ini. Meskipun demikian,
tetap tidak terdeteksi adanya penurunan kekuatan gel selama lebih dari satu tahun
penyimpanan (A/S Kobenhavns Pektinfabrik 1978). Stabilitas karagenan pada
berbagai tingkat keasaman dapat dilihat pada Tabel 2
23
2.5.2 Ekstraksi
Sebelum dilakukan ekstraksi rumput laut kering dicuci dengan air tawar.
Proses pencucian ini dilakukan tidak terlalu lama, hanya sampai kotoran yang
melekat terlepas dari rumput laut. Jika pencucian terlalu lama maka akan
mengakibatkan terjadinya lisis pada dinding sel, sehingga karagenan keluar dari
rumput laut. Selanjutnya dilakukan pemotongan bahan kemudian dilakukan
ekstraksi menggunakan larutan alkali panas (Fardiaz 1989).
Ekstraksi karagenan biasanya dilakukan dengan air panas pada suhu
90 100 oC dan pH alkalis (di atas pH 7). Air ditambahkan antara 7 hingga 40
kali berat rumput laut kering. Jenis basa yang digunakan adalah NaOH atau
Ca(OH)2 (Angka dan Suhartono 2000).
Dawes et al. (1977) dalam Harun (1993) melakukan ekstraksi karagenan
dengan NaOH 0,06 % hingga pH ekstraksi sekitar 8,0 8,5. Ekstraksi dilakukan
24
selama 1 - 14 jam pada suhu 85 oC. Kondisi optimum dicapai pada ekstraksi
selama 3 jam yang ditunjukkan oleh rendemen, kekuatan gel, dan viskositas
optimumnya. Menurut Angka dan Suhartono (2000) jenis iota karagenan dapat
terekstrak dalam waktu 3 jam pada suhu 85 oC.
2.5.3 Filtrasi
Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (serat dan kotoran lain) dari
ekstrak. Pada saat ekstraksi, larutan karagenan harus benar-benar dalam keadaan
panas, untuk menghindari terjadinya pembentukan gel (Chapman 1980).
Filtrasi biasanya dilakukan dengan filter press dengan bantuan filter aid
seperti diatomae, perlite, celite 545 dan sejenisnya (McCandless dan Richer 1972;
Dawes et al. 1977; Mukti 1987).
demikian pula dalam water-gel, fish dan meat-gel dan gel pengharum ruangan
berfungsi sebagai pembentuk gel. Penggunaan lain dari karagenan adalah sebagai
binder pada pasta gigi, sebagai bodying agent pada cream lotion dan saus tomat,
dan sebagai penstabil lemak dalam makanan ternak (Anggadiredja et al. 1993).
28
3. METODOLOGI
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat yang digunakan
selama proses pembuatan karagenan yaitu hot plate yang menggunakan magnetic
stirrer dan dilengkapi dengan pengatur suhu, timbangan analitik, pisau, kertas pH,
kertas aluminium foil, labu erlenmeyer, gelas ukur, pemanas air, saringan dari
kain blacu, saringan dengan ukuran 60 mesh, stirrer, spatula, cawan petri, drum
dryer, stop watch, dan baskom.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu spatula, pisau, gelas ukur,
timbangan analitik, botol kaca, cetakan, lemari pendingin (lemari es), water bath,
kantong plastik, viscosimeter brookfield untuk mengukur viskositas, curd tension
meter model M-301 AR untuk mengukur kekuatan gel.
29
Rumput Laut
(50 g kering dan bersih)
Pencucian
Pemotongan
Ekstraksi
Suhu: 90 oC
Waktu: 3 jam
Jumlah air: 40 x rumput laut kering
Jenis Basa: NaOH 1 % (pH 8,0 - 9,0)
Penyaringan I
(Kain blacu 2 lapis
Ampas
Penyaringan II Penyaringan II
(Saringan 300 mesh) (Saringan 300 mesh)
Air dan molekul Air dan molekul
dengan BM kecil dengan BM kecil
Pengeringan Pengeringan
(Drum Dryer) (Drum Dryer)
3.4.2 Viskositas (Marine Colloids FMC. Corp 1977 dalam Mukti 1987)
Larutan karagenan dengan konsentrasi 1,5 % dipanaskan dalam bak air
(water bath) sambil diaduk secara teratur sampai mencapai suhu lebih kurang
75 oC. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 oC kemudian dipasangkan
ke alat ukur viscosimeter brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur
sampai tepat, viscosimeter dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu
larutan mencapai 75 oC, termometer dikeluarkan dan nilai viskositas diketahui
dengan pembacaan viscosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan
setelah satu menit putaran penuh. Hasil bacaan digandakan sesuai dengan spindel
yang digunakan dengan kecepatan 60 rpm. Hal ini berfungsi untuk menyatakan
viskositas mutlak dalam satuan centipoises (cps).
3.4.3 Kekuatan gel (Gel Strength) (Marine Colloids 1977 dalam Mukti 1977)
Larutan karagenan 1,5 % dipanaskan dalam bak air (water bath) dengan
pengadukan secara teratur sampai suhu 75 oC. Larutan panas dimasukkan ke
dalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 oC selama 2
jam. Gel dalam cetakan ditempatkan ke dalam alat ukur kekuatan gel (curd
tension meter), kemudian alat diaktifkan sampai dengan batang penekan plunger
menembus permukaan gel. Pembacaan dilakukan melalui grafik recorder seperti
disajikan pada Gambar 7.
Kekuatan gel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F
Kekuatan Gel = x 980 dyne/cm2
S
Keterangan : F = tinggi kurva
S = luas permukaan plunger
32
Pada penelitian ini satuan kekuatan gel dyne/cm2 dikonversikan menjadi g/cm2
X .10 2
X dyne/cm2 = g/cm2
9.8
(1 g = 980,78 dyne)
Derajat invasi
Garis normal
Grafik
Waktu (detik)
kekuatan gelnya. Disamping itu kondisi alkalis juga berfungsi untuk mencegah
terjadinya hidrolisis karagenan (Guiseley et al. 1980).
Arifin (1994) menyatakan bahwa karagenan merupakan senyawa kompleks
polisakarida yang dibangun oleh sejumlah unit galaktosa dan 3,6-
anhidrogalaktosa, baik yang mengandung sulfat maupun yang tidak mengandung
sulfat, dengan ikatan -1,3-D galaktosa dan -1,4-3,6 anhidrogalaktosa secara
bergantian. Fraksi kappa karagenan tersusun dari (1,3) D-galaktosa 4-sulfat dan
(1,4) 3,6 anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga ada yang mengandung
D-galaktosa 6-sulfat ester dan 3,6 anhidro-D-galaktosa 2-sulfat ester. Adanya
gugusan 6 sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan
pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6 sulfat,
yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian
derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah
(Winarno 1990).
Setelah diekstraksi, larutan karagenan langsung disaring dalam keadaan
panas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel. Untuk
memperoleh filtrat yang banyak selama penyaringan dilakukan pemerasan atau
pengepresan (Chapman 1970). Pada penyaringan ini yang akan digunakan untuk
proses selanjutnya adalah filtratnya. Penyaringan bertujuan untuk menjernihkan
campuran larutan dengan cara membuang sejumlah partikel padat atau untuk
memisahkan cairan dari bagian padat bahan pangan dengan cara menggunakan
saringan (Fellows 1992). Penyaringan adalah suatu unit proses dimana komponen
padatan tidak larut dalam suspensi padat-cair dipisahkan dari komponen cairannya
dengan melewatkan suspensi tersebut melalui suatu membran yang dapat
menahan padatan di permukaannya atau dalam struktur di dalamnya atau
keduanya. Suspensi padat-cair dikenal sebagai bubur, sedangkan cairan yang
melewati membran saringan disebut filtrat. Solid yang sudah dipisahkan dari
komponen tersebut disebut ampas (Wirakartakusumah et al. 1992).
Dalam penelitian ini saringan yang digunakan berupa kain blacu dua lapis
yang diperkirakan berukuran lebih kurang 200 mesh (terdapat 200 lubang dalam
1 cm2) (Purnama 2003). Menurut Hasran et al. (1989) dalam Muldani (1997),
larutan disaring untuk memperoleh hasil ekstraksi yang berkualitas tinggi yaitu
37
4.2.2 Rendemen
Rendemen merupakan indikator efisiensi dari proses ekstraksi rumput laut.
Rendemen karagenan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berat
karagenan yang terkandung dalam rumput laut kering dibagi dengan berat bahan
baku rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi rendemen
semakin besar output yang dihasilkan. Rumput laut kering yang akan diekstraksi
sebanyak 50 g dengan volume air 2 liter. Rendemen dipengaruhi oleh spesies,
iklim, metode ekstraksi, waktu pemanenan dan lokasi budidaya (Chapman dan
Chapman 1980). Rendemen karagenan dalam penelitian ini disajikan dalam
Gambar 10.
40 35,56
R e n d e m e n (% )
35
30 25,09
25
20
15
10
5
0
Kappa Io t a
4.2.3 Viskositas
Viskositas (kekentalan) adalah suatu larutan yang kondisinya dapat
digambarkan sebagai larutan yang sulit dialirkan. Maksud dari pengukuran ini
adalah untuk menentukan nilai kekentalan suatu larutan yang dinyatakan dalam
centipoise (cps). Makin tinggi nilai viskositas suatu larutan maka makin tinggi
pula tingkat kekentalannya. Menurut Guiseley et al. (1980) kekentalan pada
karagenan disebabkan adanya daya tolak-menolak antar grup sulfat yang
bermuatan negatif, yang terdapat disepanjang rantai polimernya sehingga
42
menyebabkan rantai polimer tersebut kaku dan tertarik kencang. Selain itu adanya
sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut dikelilingi oleh air yang tidak
bergerak. Hal tersebut akan menentukan nilai kekentalan karagenan.
Nilai rata-rata viskositas yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 88,50 cps
untuk kappa dan 154 cps untuk iota. Menurut Guiseley (1980) dalam Luthfy
(1988) viskositas larutan karagenan berkisar antara 5 800 cps yang diukur pada
konsentrasi 1,5 % dan suhu 75 oC dengan menggunakan viscometer brookfield.
Hasil pengukuran viskositas pada penelitian disajikan dalam Gambar 11.
200
V i sk o si ta s (c p s )
154
150
88,5
100
50
0
Kappa Io t a
juga disebabkan oleh kemampuan alkohol untuk membentuk mono dan diester
dengan sulfat (Pine et al. 1988), sehingga kandungan sulfat dalam polimer
karagenan meningkat. Jumlah sulfat yang tinggi dalam polimer karagenan akan
menyebabkan peningkatan nilai viskositas.
Viskositas karagenan akan menurun dengan adanya penambahan garam
karena kation K+ dari larutan KCl dalam karagenan akan menurunkan muatan
rantai polimer sehingga gaya elektrostatik diantara gugus sulfat berkurang.
Apabila gaya tolak-menolak antar muatan negatif dari gugus sulfat tinggi, maka
akan menyebabkan rantai molekul menegang sehingga daya tarik-menarik antar
polimer menurun dan molekul karagenan bersifat hidrofilik, selanjutnya molekul
air akan mengelilingi molekul hidrofilik tersebut dan akhirnya mengakibatkan
viskositasnya meningkat. KCl mengakibatkan gugus sulfat lepas dari rantai
polimer dan membentuk kalium sulfat dan asam sulfat.
400
334,4
Kekuatan Gel (g/cm2)
350
300
250
200
150 88,46
100
50
0
Kappa Iota
Gambar 12 Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel kappa dan iota
karagenan.
160
136,5 137,5 137,5
140 129 127,5
118 119
120 112
Viskositas (cps)
100 90,25
80
60
40
20
0
1:1 1:2 1:3 1:4 2:1 2:3 3:1 3:2 4:1
Perbandingan (kappa : iota)
Gaya tolakan antar muatan negatif di sepanjang rantai polimer, yaitu gugus sulfat,
mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer
tersebut diselimuti molekul air yang terimobilisasi, hal tersebut menyebabkan
larutan bersifat kental yang juga berarti viskositas larutan tinggi. Semakin tinggi
kandungan sulfat dalam karagenan, maka viskositasnya semakin tinggi pula
(Moirano 1977). Dari komponen penyusunnya dimana kandungan sulfat iota
karagenan lebih tinggi daripada kappa karagenan maka viskositas iota lebih tinggi
daripada kappa karagenan (Doty 1987). Sesuai dengan pernyataan Percival and
Mc Dowel (1967) dalam Suryaningrum et al. (1991) semakin kecil kandungan
sulfatnya semakin kecil pula nilai viskositasnya tetapi konsistensi gelnya semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena keberadaan sulfat akan menyebabkan gaya
tolak menolak antara grup sulfat yang bermuatan negatif sehingga rantai polimer
akan tertarik kencang. Jadi, semakin kecil kandungan sulfatnya maka gaya tolak
menolaknya juga semakin kecil. Pada kappa karagenan gugusan 6-sulfat ester
dapat dihilangkan dengan pemberian alkali, sehingga terjadi transeliminasi
gugusan 6-sulfat yang menghasilkan terbentuknya 3,6-anhidro-D-galaktosa.
Gugusan 2-sulfat ester pada iota karagenan tidak dapat dihilangkan dengan
perlakuan tersebut. Iota karagenan sering memiliki gugusan 6-sulfat ester yang
menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan
pemberian alkali (Moirano 1977 dalam Winarno 1990). Selain itu dilihat dari
kandungan 3,6-anhidro-D-galaktosa karagenan, dimana kappa karagenan
memiliki 3,6-anhidro-D-galaktosa yang bersifat hidrofobik, akibatnya karagenan
yang lebih banyak mengandung 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih sukar larut dan
viskositasnya lebih kecil.
Proses pembuatan kappa karagenan menggunakan KCl, dimana KCl
merupakan salah satu garam yang dapat larut dalam karagenan. Adanya garam-
garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan muatan rantai polimer.
Penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan antar gugus sulfat berkurang,
sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas
larutan menurun. Proses pembuatan iota karagenan menggunakan etanol, dimana
viskositasnya lebih tinggi dari kappa karagenan. Pembuatan karagenan dengan
menggunakan etanol menghasilkan karagenan yang lebih murni dan akan
47
membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari
satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel memiliki sifat
seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.
Menurut Chapman dan Chapman (1980) dan Glicksman (1983),
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada saat
larutan panas dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus 3,6-anhidro-
D-galaktosa. Proses ini bersifat reversible, artinya gel akan mencair bila
dipanaskan dan apabila didinginkan maka akan membentuk gel kembali
(Glicksman 1983). Kappa karagenan sensitif terhadap ion kalium dan akan
membentuk gel yang kuat dengan adanya garam kalium (Glicksman 1983).
Pada penelitian ini diperoleh data hasil analisis kekuatan gel menggunakan
alat ukur curd tension meter yang disajikan dalam Gambar 14.
350 328,77
300
Kekuatan gel (g/cm2)
250 226,61
207,29 204,08
200 171,9
144,55
150
104,33 112,37
96,28
100
50
0
1:1 1:2 1:3 1:4 2:1 2:3 3:1 3:2 4:1
Perbandingan (kappa : iota)
Kappa karagenan membentuk gel yang keras dan elastis serta berwarna
agak gelap. Dari semua karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling
kuat. Jenis iota membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+ (Angka dan
Suhartono 2000). Adanya kekakuan dalam rantai seperti jumlah, tipe dan posisi
sulfat mempunyai pengaruh yang penting pada pembentukan gel. Kekakuan
dalam rantai mempunyai pengaruh menghambat pembentukan dan pengumpulan
double helix yang selanjutnya menurunkan kekuatan gel (Glicksman 1983).
Adanya perbedaaan struktur molekul ini menyebabkan perbedaaan kekuatan gel
yang terkandung, dimana kappa karagenan mengandung gugusan 6-sulfat, dapat
menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu
menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat yang menghasilkan
terbentuknya 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman
molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1990). Pada iota
karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan
gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Gugusan 2-
sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya
kappa karagenan (Winarno 1990).
Diagram batang rata-rata analisis kekuatan gel kombinasi kappa karagenan
dengan iota karagenan ditampilkan pada Gambar 14. Hasil analisis kekuatan gel
menunjukkan bahwa kombinasi yang memiliki kekuatan gel tertinggi adalah 4 : 1
(kappa : iota), akan tetapi nilai kekuatan gel kombinasi ini tetap berada di bawah
nilai kekuatan gel kappa karagenan yang dianalisis. Perubahan nilai kekuatan gel
kappa karagenan terhadap nilai kekuatan gel karagenan campuran, juga
mengakibatkan perubahan penampakan gel karagenan, dimana gel karagenan
campuran warnanya sedikit jernih dan sedikit elastis jika dibandingkan dengan
penampakan gel kappa karagenan yang keras atau rigid.
Adanya penurunan kekuatan gel ini disebabkan karena bercampurnya
kappa karagenan dengan iota karagenan, dimana seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa iota karagenan mempunyai gel yang elastis. Gel yang elastis
ini apabila dikenai tekanan akan sulit untuk mempertahankan bentuknya, sehingga
nilai kekuatan gelnya akan rendah. Selain itu, gugusan ester sulfat pada iota
karagenan lebih tinggi dibandingkan pada kappa karagenan dapat mempengaruhi
50
kekuatan gel pada kombinasi ini. Letak gugus sulfat pada struktur molekul
karagenan sangat berpengaruh terhadap kemampuan karagenan untuk membentuk
gel, sehingga makin sedikit kappa karagenan yang dicampur maka akan
mengakibatkan penurunan kekuatan gel. Jika dilihat dari viskositasnya, viskositas
yang tinggi akan meningkatkan elastisitas gel. Kombinasi dari iota karagenan dan
kappa karagenan yang memiliki viskositas terendah dan kekuatan gel yang
tertinggi adalah 4 : 1 (kappa : iota). Pada penelitian ini viskositas tidak selalu
berbanding terbalik terhadap kekuatan gel, ini diduga karena adanya pengaruh
pencampuran iota karagenan dengan kappa karagenan, dimana keduanya memiliki
sifat gel yang berbeda. Kappa karagenan memiliki tipe gel yang rigid atau mudah
pecah dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada
permukaan gel, sedangkan iota mempunyai gel yang bersifat elastis, bebas
sineresis dan reversible, serta pembentuk gel air yang lemah (Anonim 1977).
Karagenan campuran ini menghasilkan gel dari yang rigid atau mudah pecah
sampai gel yang elastis dan sedikit elastis. Berdasarkan dari hasil penelitian ini,
maka karagenan campuran ini kemungkinan dapat di aplikasikan ke berbagai
produk, adapun aplikasi kappa, iota dan karagenan campuran di dalam produk
disajikan dalam Tabel 5.
51
5.1. Kesimpulan
Perbedaan penampakan antara rumput laut Kappaphycus alvarezii dan
Eucheuma spinosum adalah adanya duri yang tumbuh melingkari thallus dengan
interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas-ruas thallus diantara duri pada
Eucheuma spinosum, sedangkan pada Kappaphycus alvarezii durinya memanjang,
agak jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Selain itu, percabangan pada
Kappaphycus alvarezii tidak teratur, ada yang memanjang atau melengkung
seperti tanduk dan meruncing, percabangan pada Eucheuma spinosum melingkar.
Kappaphycus alvarezii digunakan untuk menghasilkan kappa karagenan dan
Eucheuma spinosum digunakan untuk menghasilkan iota karagenan.
Dari hasil penelitian diperoleh kappa karagenan dengan rendemen 35,56 %
dan iota karagenan 25.09 %. Nilai rata-rata viskositas kappa karagenan adalah
88,50 cps dan iota karagenan 154 cps, sedangkan kekuatan gel rata-rata kappa
karagenan adalah 334,40 g/cm2 dan iota karagenan adalah 88,46 g/cm2.
Pencampuran antara kappa karagenan dengan iota karagenan, dilihat dari
segi proses sudah cukup optimal, dimana nilai viskositas masih berada dalam
standar yang ditetapkan FAO dan FCC, sedangkan nilai kekuatan gel yang
diperoleh cukup tinggi. Akan tetapi, nilai kekuatan gel pada pencampuran ini
menurun dibandingkan dengan nilai kekuatan gel kappa, semakin sedikit
konsentrasi iota karagenan yang dicampurkan pada kappa karagenan maka akan
semakin meningkatkan kekuatan gelnya dan sebaliknya. Begitu juga dengan
viskositasnya, semakin banyak konsentrasi iota karagenan yang dicampurkan
pada kappa karagenan maka akan semakin meningkat viskositasnya dan
sebaliknya.
Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh pada pencampuran antara kappa
karagenan dengan iota karagenan dengan perbandingan 4 : 1 (kappa : iota) dan
yang terendah adalah dengan perbandingan 1 : 4 (kappa : iota) dengan nilai
berturut-turut 328,77 g/cm2 dan 96,28 g/cm2. Nilai viskositas karagenan campuran
yang tertinggi adalah dengan perbandingan 1 : 3 dan 1 : 4 dengan nilai yang sama
yaitu 137,5 cps dan viskositas karagenan campuran yang terendah adalah
53
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka disarankan untuk melakukan
pengukuran karakteristik mutu karagenan campuran dengan metode ekstraksi
yang sama. Adapun karakteristik mutu karagenan tersebut antara lain kadar abu,
kadar abu tidak larut asam, kadar logam, kandungan zat volatil. Selain itu, perlu
juga dilakukan ekstraksi iota karagenan dengan menggunakan larutan pemisah
yang mengandung kation Ca2+. Perlu juga dilakukan penelitian aplikasi karagenan
campuran terhadap water gel, minuman buah-buahan, restructured product, pizza,
imitation milk, air-freshener gel, dessert gel, filled and skim milk, thickening
agent, dulce de leche (susu campuran), kue tar, mousse, pasta gigi, jeli, gel rendah
kalori, jeli rendah gula, gel ikan dan tomato aspics.
54
DAFTAR PUSTAKA
[BBD] Bank Bumi Daya. 1991. Rumput Laut di Indonesia. Seaweed In Indonesia.
Jakarta.
Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Atmadja WS, Kadi A Sulistijo, Rahmaniar. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah
(Rhodophyta). Dalam Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia.
Jakarta: Puslitbang Oseanologi, LIPI.
[Anonim]. 1991. Prosiding Temu Karya Ilmiah Teknologi Pasca Panen Rumput
Laut. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 172p.
Chapman VJ. 1970. Seaweed and Their Uses. Second Edition. London: Meutheun
and Co. Ltd.
Chapman VJ, Chapman DJ. 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition.
London: Methuen and Co. Ltd.
Dawes CJ, Stanley NF, Stancioff DJ. 1977. Seasonal and reproductive aspect of
plant chemistry, and I-carrageenan from floridean Eucheuma
(Rhodophyta, Gigartinales). Bot. Mar. 20: 137.
Dawson EY. 1966. Marine Botany : An Introduction. New York: Holt : Rinehart
and Winston.
Doty MS, Santos GA. 1978. Carrageenan from tetrasporic and cystocarpic
Eucheuma species. Aquatic Botany. 4: 143-149.
Glenn, EP, Doty MS. 1990. Growth of the seaweeds Kappaphycus alvarezii, K.
striatum and Eucheuma denticulatum as affected by environment in
Hawaii. Aquaculture. 84:245-255.
Harun RR. 1993. Pengaruh konsentrasi KOH dan lama perendaman terhadap
rendemen dan mutu karagenan dari Eucheuma cottonii [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Http:// www.bi.go.id/sipuk/lm/ind/rumput_Laut/pemasaran.htm
Http://www.gelymar.com/presentacion.htm
Http://www. FMCbiopolymer.com
Http://www.beritasore.com/ekuin4.06.05.05.html
Http://www.surialink.com/ abc_eucheuma/1/45.htm
Http:// www.iptek.net.id
Istini S, Zatnika A. 1991. Gum Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Jenis
Eucheuma cottonii. Prosiding Temu Karya Ilmiah Teknologi Pasca
Panen Rumput Laut.
Mukti EDW. 1987. Ekstraksi dan analisa sifat fisika kimia karagenan dari rumput
laut jenis Eucheuma cottonii [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mhsigeni KE, Semesi AK. 1977. Studies on carrageenan from economic red algae
genus Eucheuma in Tanzania. Bot. Mar. 20: 239-242.
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. Bogor:
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Novianti L. 2003. Pemanfaatan kombinasi tipe kappa dan iota karaginan setengah
jadi (semi refined carrageenan) sebagai pengental dan stabilisator pada
formula krim kulit [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan, Universitas Indonesia.
Pine SH, Hendrikson JB, Cran DJ, Hammond GS. 1988. Organic Chemistry.
Diterjemahkan oleh Rochyati J, Sasanti W Purbo-Hadiwidjoyo. Terbitan
Keempat. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal: 617.
Purnama RC. 2003. Optimasi proses pembuatan karagenan dari rumput laut
Eucheuma cottonii [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
59
Sembiring SI. 2002. Pemanfaatan rumput laut (Eucheuma cottonii) sebagai bahan
baku dalam pembuatan permen jelly [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Suheti E. 2000. Pengaruh penambahan KCl (kalium klorida) terhadap mutu dodol
rumput laut. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Tanikawa E. 1985. Marine Product in Japan. Japan: Koseisha Koseikaku Co. Ltd.
Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.