Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

INDIKATOR PENILAIAN MUTU PELAYANAN DAN KEPUASAN


PELANGGAN
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen
keperawatan

Di susun oleh kelompok 6

Eka Chandra Lestari 15.008


Nafisatul Ida 15.014
Yuni Mistiani 15.024

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
TAHUN AKADEMIK
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat
karunia serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah indikator
penilaian mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan .
Kami sangat berharap makalah indikator penilaian mutu pelayanan dan
kepuasan pelanggan. ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan kita, kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu kami berharap akan adanya
saran dan kritik agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya
Sekiranya makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik serta saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kepanjen, Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar i

Daftar isi ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan....2

1.3 Manfaat..2

Bab II Tinjauan Teori

2.1 Indikator Penilaian mutu layanan kesehatan.....3

2.2 Kepuasan....5

2.3 Keselamatan Pasien.....10

2.4 Faktor penyebab pasien jatuh..10

2.5 Pencegahan pasien jatuh......11

Bab III Pembahsan

3.1 Kasus terjadinya pasien jatuh..13

3.2 Hasil pelaksanaan skrenning14

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan..16

Daftar Pustaka .17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas
pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi
pelayanan kesehatan di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena
keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak,
paling depan dan terdekat dengan penderitaan, kesakitan, serta
kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarganya. Salah satu
indikator dari mutu pelayanan keperawatan itu adalah apakah
pelayanan keperawatan yang diberikan itu memuaskan pasien atau
tidak. Kepuasan merupakan perbadingan antara kualitas jasa
pelayanan yang didapat dengan keinginan, kebutuhan, dan harapan
(Tjiptono, 2004). Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan
keperawatan menuntut pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
haknya, yakni pelayanan keperawatan yang bermutu dan paripurna.
Pasien akan mengeluh bila perilaku caring yang dirasakan tidak
memberikan nilai kepuasan bagi dirinya.
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan
produk teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada
kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada pasien. Melihat fenomena di atas, pelayanan keperawatan yang
memiliki kontribusi sangat besar terhadap citra sebuah rumah sakit
dipandang perlu untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah
diberikan. Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan
baku mutu (benchmarking) dan manajemen kualitas total (total quality
management) (Marquis dan Huston, 1998)

Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di


rumah sakit dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian
mutu. Kegiatannya dapat dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat
rumah sakit dan tingkat ruang rawat. Tingkat rumah sakit dapat
dilaksanakan dengan cara mengembangkan tim gugus kendali mutu
yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan
penetapan kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang
relevan dengan kriteria, menetapkan cara mengumpulkan
informasi/data. Kemudian melakukan pengumpulan dan menganalisis
informasi/data, membandingkan informasi dengan kriteria yang telah
ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas, serta memperbaiki
situasi sesuai hasil yang diperoleh, lalu menetapkan kembali cara

1
mengumpulkan informasi (Marquis dan Huston, 2000). Ada enam
indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi
nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus,
kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) pasien

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui indikator penilaian mutu pelayanan dan kepuasan
pelanggan.
1.3 Manfaat
Kami dapat mengetahui bagaimana indikator penilaian mutu
pelayanan dan kepuasan pelanggan

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Indikator Penilaian Mutu Layanan Kesehatan


Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan pendekatan yang
lazim dipakai pendekatan struktur atau input, proses, dan hasil atau output.

2
a. Pendekatan struktur atau input adalah berfokus pada sistem yang
dipersiapkan dalam organisasi manajemen termasuk komitmen, dan
stakeholder lainnya, prosedur, dan kebijakan sarana dan prasarana fasilitas
dimana pelayanan diberikan.
b. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara bagaimana pelayanan
dilaksanakan.
c. Hasil atau output adalah hasil pelaksanaan kegiatan perlu diperjelas
perbedaan istilah output dan outcome seperti sering didengar. Output
adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek, misalnya akhir dari
kegiatan memasang infus, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi
setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya flebitis setelah 3 kali
24 jam pemasangan infus.
(M. Fais, 2014)
Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan tingkat efisiensi
institusi sarana kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan sarana
kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian
mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Indikator yang mengacu pada aspek medis
a. Angka infeksi nosokomial (1-2%)
b. Angka kematian kasar (3-4%)
c. Post-Operative Death Rate/PODR (1%)
d. Post-Operative Infection Rate/POIR (1%)
e. Kematian bayi baru lahir (20%)
f. Kematian ibu melahirkan (1-2%)
g. Kelahiran pasca bedah (1-2%)

2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit


a. Unit cost rawat jalan
b. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
c. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
d. BOR 70-85%
e. Turn Over Interval/TOI 1-3 hari TT yang kosong
f. Bed Turn Over/BTO 5-45 hari atau 40-50 kali/ 1TT/tahun
g. Average Length of Stay/ALOS 7-10 hari
3. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasien
a. Pasien jatuh dari tempat tidur atau kamar mandi
b. Pasien diberi obat yang salah
c. Tidak ada obat atau alat emergensi
d. Tidak ada oksigen
e. Tidak ada alat pemadam kebakaran
f. Pemakaian air, listrik, gas, obat terbatas,dan sebagainya
4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
a. Jumlah keluhan pasien atau keluarga
b. Surat pembaca
c. Jumlah surat kaleng
d. Surat yang masuk di kotak saran
Beberapa indikator pelayanan dirumah sakit yang dapat diukur bersama-
sama dimensi, yaitu sebagai berikut :
1. Bed Occupancy Rate (BOR) : angka penggunaan tempat tidur.

3
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi
(lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi
sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
2. Average Lenght of Stay (AVLOS) : rata-rata lamanya pasien dirawat.
AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran
mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan
hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS
yang ideal antara 6-9 hari.
3. Bed Turn Over (BTO) : angka perputaran tempat tidur.
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali
tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
4. Turn Over Interval (TOI) : tenggang perputaran.
TOI adalah rata-rata hari yakni tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi
hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari.
Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam menjaga
mutu pelayanan suatu rumah sakit. Ada empat aspek mutu yang dapat dipakai
sebagai indikator penilaian mutu pelayanan suatu rumah sakit, yaitu sebagai
berikut :
a. Penampilan keprofesian yang ada dirumah sakit (aspek klinis)
b. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan berdasarkan
pemakaian sumber daya
c. Aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pasien
d. Aspek kepuasan pasien yang dilayani.
(M. Fais, 2014)
2.2 Kepuasan
A. Pengertian Kepuasan
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang berorientasi
pada kepuasan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata pengguna jasa. Kepuasan adalah suatu keadaan dimana
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat dipenuhi melalui produk
yang diberikan (Haffizurrachman, 2004).
Kepuasan adalah bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan
pengalaman tehadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan
(Gerson, 2004).
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau
jasa dan harapan-harapan (Kotler,2007).
Pasien jika memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan
keinginan dan pada kenyataannya pengalamannya selama mendapatkan

4
pelayanan di rumah sakit lebih baik daripada yang diharapkannya maka dia
akan puas, sebaliknya jika pengalaman setelah mendapatkan pelayanan di
rumah sakit lebih rendah (lebih buruk) daripada yang mereka harapkan maka
mereka akan merasa tidak puas.
Kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang
beragam. Pelayanan yang dievaluasi dapat berupa sebagian kecil dari
pelayanan, misalnya salah satu jenis pelayanan dari serangkaian rawat jalan
atau rawat inap, semua jenis pelayanan yang diberikan untuk penyembuhan
seorang pasien sampai dengan sistem pelayanan secara menyeluruh di dalam
rumah sakit. Kajian tentang kepuasan pasien harus dipahami sebagai suatu hal
yang sangat banyak dimensinya atau variabel yang memengaruhinya.
Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subjektif, sulit diukur, dapat
berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang berpengaruh sebanyak dimensi
di dalam kehidupan manusia. Subjektivisme tersebut bisa berkurang dan
bahkan bisa menjadi objektif bila cukup banyak orang yang sama pendapatnya
terhadap sesuatu hal. Oleh karena itu, untuk mengkaji kepuasan pasien
dipergunakan suatu instrumen penelitian yang cukup valid disertai dengan
metode penelitian yang baik.
Di dalam situasi rumah sakit harus mengutamakan pihak yang dilayani
(client oriented), karena pasien adalah klien yang terbanyak, maka banyak
sekali manfaat yang dapat diperoleh suatu rumah sakit bila mengutamakan
kepuasan pasien.
1. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati
diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit
2. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang
puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal
ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit secara tidak
langsung.
3. Citra rumah sakit akan menguntungkansecara sosial dan ekonomi.
Bertambahnya jumlah pasien yang berobat, karena ingin mendapatkan
pelayanan yang memuaskan seperti selama ini mereka dengar akan
menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya
pendapatan rumah sakit)
4. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) rumah sakit, seperti
perusahaan asuransi, akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit
yang mempunyai citra positif.
5. Di dalam rumah sakit yang berupaya mewujudkan kepuasan pasien akan
diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-hak pasien.
Rumah sakit pun berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktik tidak
terjadi.
Loyalitas pasien adalah tanggapan tentang komitmen pasien untuk setia
berobat serta tetap melakukan permintaan jasa perawatan secara konsisten,
yang terjadi atas kepercayaan (trust), komitmen psikologi (psycholpgical

5
commitment), perubahan biaya (switcing cost), perilaku publisitas (word-of-
mouth), dan kerja sama yang baik (cooperation).
(M. Fais, 2014)

B. Dimensi Kepuasan Pasien


Mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk :
1. Evaluasi kualitas pelayanan kesehatan
2. Evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antar perilaku sehat
dan sakit,
3. Membuat keputusan administrasi,
4. Evaluasi efek dari perubahan organisasi pelayanan,
5. Administrasi staf,
6. Fungsi pemasaran, dan
7. Formasi etika profesional.
a. ``
Bahwa pada umumnya ketidakpuasan pasien lebih pada hal yang
berkaitan dengan sikap dam perilaku petugas rumah sakit, keterlambatan
pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit untuk ditemui, dokter kurang
komunikatif dan tidak informatif (padahal interaksi dokter dan pasien
merupakan bagian internal dari proses terapi dan merupakan kunci proses
kesembuhan pasien), perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap
kebutuhan pasien, lamanya waktu menunggu pemeriksaan, ketertiban, dan
kenyamanan serta keamanan rumah sakit.
Sulit untuk memenuhi kepuasan semua konsumen pada jasa kesehatan
yaitu peranan psikososial merupakan seni dari pelayanan medis. Banyak
variabel nonmedis ikut menentukan kepuasan pasien antara lain tingkat
pendidikan, latar belakang sosial, ekonomi, budaya, lingkunagn fisik,
pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup pasien. Kepuasan pasien
dipengaruhi oleh karakteristik pasien, yaitu umur, pendidikan, pekerjaan,
etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit. Selain faktor tersebut, faktor
perilaku dan sikap dokter, perawat, dan petugas lainnya, maka komponen
lainnya yang juga memengaruhi kepuasan pasien adalah pelayanan
administrasi masuk dan administrasi selama pasien dirawat, keuangan,
pelayanan makanan (bagi pasien rawat inap), pelayanan perawat yang jarang
menjenguk keadaan pasien, pelayanan laboratorium dan penunjang diagnostik
lainnya, kondisi ruang perawatan, serta kebersihan, kenyamanan, dan
keamanan lingkungan pasien.

Dimensi, Indikator, dan Pengukuran Kualitas Pelayanan

UKURAN DIMENSI INDIKATOR


Kualitas Reliable 1. Ketepatan waktu pelayanan
2. Ketepatan waktu pendaftaran di loket
Pelayanan (reliabilitas)
3. Ketepatan waktu pemeriksaan dokter

6
4. Ketepatan dalam proses asuhan
keperawatan
5. Lama waktu pemeriksaan dokter dan
tenaga keperawatan
Assurance 1. Kemampuan dalam melakukan tindakan
(jaminan) dengan cekatan medis dan keperawatan
2. Keamanan selama perawatan (patient
safety)
3. Keamanan barang bawaan pasien dan
keluarga
4. Penjelasan tentang asuhan keperawatan
5. Pengetahuan tenaga medis dan perawatan
dalam menerangkan efek tindakan medis
yang akan dilakukan dan upaya yang
dapat dilakukan pasien agar cepat sembuh
Tangibles 1. Keodernan fasilitas dan perlengkapan
2. Kerapian tenaga medis dan keperawatan
(tampilan fisik)
3. Kebersihan, keindahan, dan kerapian
ruang perawatan
4. Kelengkapan fasilitas perawatan
5. Kenyamanan dalam ruang perawatan
6. Kenyamanan dan fasilitas ruang tunggu

Emphaty 1. Kemudahan dalam pengurusan


(empati) administrasi
2. Perhatian tenaga medis untuk bertanya
keadaan dan perkembangan kondisi
pasien setiap waktu (frekuensi visitasi
dokter)
3. Perhatian perawat untuk melihat kondisi
pasien dan menanyakan keadaan pasien
(frekuensi kunjungan petugas selama
dirawat)
4. Kemudahan mendapatkan segala
kebutuhan dan informasi
5. Kemudahan dalam membayar biaya
perawatan dan menebus obat.

7
Responsiveness 1. Ketanggapan tenaga medis terhadap
(ketanggapan) keluhan atau masalah kesehatan pasien
2. Keramahan dan kesopanan tenaga medis
selama perawatan
3. Kecepatan petugas dalam memberikan
pelayanan saat dibutuhkan (kesiapsiagaan
petugas)
4. Ketanggapan semua petugas dalam
merespon kebutuhan pasien dan
keluarganya
5. Ketepatan dalam pelayanan makanan dan
minuman selama keperawatan

Trust 1. Kepercayaan terhadap manajemen RS


2. Kepercayaan terhadap konsistensi
(kepercayaan)
pelayanan RS yang diterima
3. Kepercayaan jawaban tenaga medis yang
bersungguh-sungguh
4. Kepercayaan bahwa komunikasi yang
diterima dari pihak RS sangat credible
5. Ada penjelasan setiap tindakan medis
dilakukan
6. Ketepatan jadwal visitasi dokter
7. Kepatuhan jadwal protokoler asuhan
keperawatan

Psychological 1. Perasaan memiliki ikatan emosional


Commitment terhadap RS
2. Rasa memiliki (sense of belonging)
(komitmen
terhadap RS
psikologi)
3. Keramahan seluruh karyawan membuat
senang pasien
4. Tidak terpengaruh terhadap alternatif
yang ditawarka RS yang lain

Switching Costs 1. Beban yang akan diterima pasien ketika


(perubahan terjadi perubahan akan lebih kecil
biaya) dibanding harus pindah ke RS lain
2. Merasa berat untuk berpindah ke RS lain
akibat perbedaab biaya
3. Merasa puas dengan kemudahan transaksi
keuangan
Word of Mouth 1. Merekomendasikan RS kepada pasien
(perilaku
lain
publisitas) 2. Menginformasikan pengalaman RS
kepada pasien tentang kinerja RS
3. Memberikan tanggapan positif terhadap

8
kinerja petugas dan karyawan
Cooperation 1. Menginformasikan kepada manajemen
(kerja sama) RS tentang suatu ide perbaikan kualitas
pelayanan
2. Membolehkan nama dan komentarnya
untuk digunakan dalam publikasi
3. Lebih membicarakan masalah yang
terjadi kepada pihak RS daripada
kelebihan RS yang lain

(M. Fais, 2014)

2.3 Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien merupakan prioritas utama harus dilakukan oleh rumah
sakit. Resiko kejadian ini berasal dari proses pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh rumah
sakit (Depkes RI, 2012).
Kasus tentang keselamatan pasien telah menjadi perhatian beberapa Negara
di Dunia dikarenakan masih tetap ada kejadian yang tidak diharapkan (KTD).
Terdapat 26 kejadian yang berakibat pada kematian dan sebagian besar kematian
tersebut sebelumnya pasien tersebut mengalami cedera patah tulang panggul
(NPSA, 2011). Tingginya pasien pasien tersebut menyebabkan menyebabkan
kerugian bagi pihak rumah sakit dan pasien. Adapun dampak yang ditimbulkan
adalah cedera ringan bahkan bias sampai kematian, serta dapat memperpanjang
lama perawatan di rumah sakit sehingga biaya perawatan menjadi lebih besar.
Resiko terjadinya pasien jatuh sebenarnya dapat dicegah dan diminimalisir
cedera akibat jatuh. Pengurangan pasien jatuh memerlukan komitmen yang
tinggi dari pimpinan dan seluruh staf.
Pengkajian dan intervensi resiko jatuh pada pasien jatuh pada bulan oktober
2016 sebenarnya menghasilkan resiko rendah. Resiko rendah tersebut
dikarenakan pasien tidak memiliki riwayat jatuh 3 bulan sebelumnya,
terdiagnosa hanya satu jenis penyakit, tidak ada bantuan ambulansi, tidak ada
terapi intra vena terus-menerus, gaya berjalan atau berpindah normal dan mental
yang tidak bermasalah sehingga menghasilkan nilai kurang dari 25 (batas nilai
resiko sedang)
2.4 Faktor penyebab pasien jatuh
1. Pasien dengan kelemahan fisik
Akibat dehidrasi, status nutrisi yang buruk, perubahan kimia
darah, perubahan gaya berjalan berayun/tidak nyaman, pasien bingung
atau gelisah yang mencoba untuk turun atau melompati pagar tempat
tidur yang terpasang, pada psien diare/inkontinensia.
2. Faktor lingkungan

9
Faktor llingkungan juga mempengaruhi pasien jatuh.
Contohnya lantai kamar mandi yang licin, tempat tidur yang terlalu
tinggi, pencahayaan yang kurang.
3. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan
mengapa seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain
dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2012). Faktor
instrinsik tersebut antara lain adalah gangguan musculoskeletal
misalnya kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu
kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan
gelap, keringat dingin, pucat dan pusing (Lumbantobing, 2012).
2.1 Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan
sekitarnya) seperti tersandung benda-benda, tempat berpegangan yang
tidak kuat, tidak stabilatau tergeletak dibawah tempat tidur, atau WC
yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat
bantu berjalan (Darmojo, 2011).
2.5 Pencegahan pasien jatuh
Pengurangan resiko pasien jatuh memerlukan komitmen yang tinggi
dari pimpinan dan seluruh staf. Rumah sakit harus memiliki budaya aman
agar setiap orang sadar dan memiliki tanggung jawab seluruh staf di RS baik
medik maupun non medik.
Menurut Tinetti (2010 yang di kutip Darmojo 2011), ada 3 cara pokok untuk
pencegahan jatuh yaitu :
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap pasien terutama lanjut usia perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mencari adanya faktor instrinsik resiko jatuh, perlu
dilakukan assessment keadaan sensorik, neurologis, musculoskeletal,
dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan
lingkungan rumah sakit yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh
harus di hilangkan. Penerangan rumah sakit harus cukup tetapi tidak
menyilaukan, lantai datar tidak licin, kamar mandi tidak licin
sebaiknya di beri pegangan.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap pasien terutama lanjut usia harus di evaluasi bagaimana
keseimbangan badanya dalam melakukan gerakan pindah tempat,
pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat beresiko
jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Apakah
pasien mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah
kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa
bantuan.
3. Mangatur/mengatasi faktor situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang di derita
pasien dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan psien secara

10
periodic. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan
mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional yang berupa
aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan pasien.
4. Memonitor resiko jatuh
Penilaian resiko jatuh menggunakan skala morse untuk pasien
dewasa dan skala humpty dumpty untuk pasien anak-anak. Penilaian
meliputi berbagai aspek seperti riwayat jatuh, menggunakan alat bantu
jalan, kebiasaan berjalan, kebiasaan berkemih, penyakit, dan obat yang
dikonsumsi. Biasanya pasien diberikan tanda gelang kuning dan tanda
yang akan ditempel di dekat tempat tidur pasienyang menyatakan
bahwa pasien beresiko untuk jatuh. Sehingga perawat melakuykan
intervensi dan monitoring yang intensif terhadap pasien beresiko jatuh.
5. Penerapan dalam pelayanan keperawatan
a. Penambahan tempat tidur yang mempunyai penghalang/pagar
disamping tempat tidur
b. Tersedia restrain dan alat dressing yang sesuai dengan jumlah
pasien
c. Obat-obatan (perawat melihat efek samping obat yang
memungkinkan terjadinya jatuh).
d. Perawat tanggap terhadap perubahan perilaku pasien
e. Perawat mengecek seluruh daerah yang dapat menyebabkan jatuh
f. Menorientasikan klien pada saat masuk rumah sakit
g. Berikan alas kaki yang tidak licin, dan jaga lantai kamar mandi
agar tidak licin.
2.6 Macam-macam gelang pasien dengan resiko jatuh

BAB III
PEMBAHASAN

11
3.1 Kasus terjadinya psien jatuh
Progam keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu system yang
memastikan rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi lebih aman.
Komponen yang termasuk didalamnya adalah pengkajian resiko, identifikasi,
dan pengelolaan resiko pasien,pelaporan, dan analisa insiden, dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Untuk mencegah kejadian yang tidak diharapkan (KTD) perlu dibangun
keselamtan pasien di rumah sakit. Setiap rumah sakit harus menerapkan
beberapa syarat yang ditetapkan untuk keselamatan pasien ysitu six patient
safety goals. Atau enam sasaran keselamatan pasien meliputi ketetapan
identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan
keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat
procedure,tepat pasien post operasi, pengurangan resiko infeksi, dan
pengurangan pasien resiko jatuh.
Berdasarkan laporan tahunan 2012 di Rumah Sakit Unisma Malang,
diperoleh data bahwa kejadian pasien jatuh masih menempati urutan keempat
dari seluruh kejadin yang tidak diharapkan (KTD) selain itu sejak dimulainya
progam pasient safety bulan januari 2013 belum dilakukan penyusunansuatu
kebijakan atau progam manajemen pasien resiko jatuh. Upaya untuk
mengantisipasi dan mencegah terjadinya pasien jatuh dengan atau tanpa cidera
sangat diperlukan.Manajemen resiko pasien jatuhini dapat dilakasanakan
sejak pasien mendaftar hingga pasien pulang kajian ini dilakukan untuk
mengidentifikais akar masalah kejadian pasien resiko jatuh, dan
mengembangkan alternatif solusi.
Tabel 1 alternatif solusi belum optimalnya manajemen resiko pasien jatuh ri Rumah
Sakit Unisma Malang tahun 2013
Masalah Konfirmasi Alternatif solusi
Prosedur Belum disusun SOP dan Menyusun SOP dan
panduan manajemen panduan penerapan
resiko pasien jatuh manjemen resiko pasien
jatuh
People Petugas belum melakukan Memaksimalkan petugas
skrenning resiko pasien untuk skrenning resiko
jatuh pasien jatuh
Policies Belum ada sosialisasi Melakukan sosialisasi
pentingnya SOP panduan, tentang penerapan progam
dan kebijakan manajemen manajemen resiko pasien
resiko pasien jatuh jatuh
Plan/equipment Belum ada penanda yang Membuat penanda pasien
melekat pasien resiko resiko jatuh dengan gelang
jatuh belum ada edukasi warna kuning, dan
untuk keluarga tentang membuat leaflet edukasi

12
resiko pasien jatuh kepada pasien dan
keluarga.

3.2 Hasil pelaksanaan screnning resiko pasien jatuh tahun 2013


a. Analisis akar masalah
Hasil analisis menunjukkan bahwa system manajemen belum
berjalan karena belum ditunjang dengan implementasi pada semua
komponen yaitu pelaksana, standar operasional, serta sarana yang
tidak adekuat.
b. Pembuatan program dan standar operasional prosedur manajemen
resiko pasien jatuh
Tersusun pedoman pelaksanaan dan distujuinya pedoman
pelaksanaan kegiatan manajemen resiko pasien jatuh sosialisasi dan
pelatihan petugas tentang manajemen resiko pasien jatuh.
c. Sosialisasi dan pelatihan progam manejemen pasien resiko jatuh
Sosialisasi dan pelatihan progam manajemen pasien resiko
jatuh dilakukan untuk meberikan pengetahuan dan pemahaman kepada
petugas dalam menunjang pelaksanaan manajemen resiko pasien jatuh.
d. Pengadaan sarana edukasi pasien resiko jatuh
Dalam progam ini petugas tau perawat mengajarkan hal-hal
atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah pasien terjatuh.
Dalam bentuk kegiatan edukasi ini pasien dan keluuarga dibantu
sarana berupa leaflet penanganan pasien resiko jatuh.
e. Penerapan instrumen dan standar operasional prosedur manajemen
resiko pasien jatuh
Pelaksanaan uji coba penerapan program manajemen resiko
pasien jatuh diiilllakukan selama dua pekan dengan menggunakan
instrument yang telah disiapkan dan berdasarkan standar operasional
prosedur diseluruh ruang rawat inap di rumah sakit islam unisma
malang. Pelaksanaan skrenning pasien resiko jatuh dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan form screening pasien resiko jatuh
terdiri dari tiga yaitu morse fall score (MFS) untuk pasien dewasa,
humty dumpyscale untuk pasien anak dan ceklis pengkajian jjjatttuh
usia lanjut/orang tua. Pasien dengan hasil screnning beresiko jatuh
akan diberikan penanda yang melekat pada diri pasien dengan
menggunakan gelang identitas resiko jatuh berwarna kuning. Hasil
menunjukkan bahwa selama dua pekan penerapan instrument, perawat
telah melakukan skrenning pasien resiko jatuh terhadap pasien bbbaru
rata-rata sebesar 26,5% dengan trend meningkat.

Tabel 2 hasil uji coba penerapan instrument screnning pasien resiko


jatuh

13
Hari Pasien baru Pasien di screnning Persentase
1 13 3 23,1
2 11 2 18,2
3 9 2 22,2
4 16 4 25,0
5 12 3 25,0
6 14 2 14,3
7 14 3 21,4
8 16 4 25,0
9 13 4 30,8
10 12 4 33,3
11 11 3 27,3
12 6 2 33,3
13 8 5 62,5
jumlah 155 41 26,5

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan tingkat efisiensi
institusi sarana kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan sarana
kesehatan.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian mutu
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Indikator yang mengacu pada aspek medis
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit
c. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasien
d. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang berorientasi pada
kepuasan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata pengguna jasa. Kepuasan adalah suatu keadaan dimana
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat dipenuhi melalui produk yang
diberikan (Haffizurrachman, 2004).

14
Kepuasan adalah bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman
tehadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004).
Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subjektif, sulit diukur, dapat
berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang berpengaruh sebanyak dimensi di
dalam kehidupan manusia.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama harus dilakukan oleh rumah
sakit. Resiko kejadian ini berasal dari proses pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh rumah
sakit (Depkes RI, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2016. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Keperawatan


Profesional. Jakarta. Salemba Medika
Rahmulyono, A. 2008. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien Rumah Sakit. Yokyakarta. Available online at http://www.pdf-search-
engine.com
Satrianegara, M. Fais. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Jakarta. Salemba Medikaam

Utama, S. 2003. Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit. Medan :


FKM USU. Available online at
http://academia.edu/28972226/Makalah_Manajemen_Mutu_Pelayanan_Keseh
atan

Depkes RI 2011. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta : EGC

dr. Andry M.M 2011. Keselamatan Pasien Versi Standar Nasional IPSG
(International Patient Safety Goal). Jakarta : EGC

Nursalam 2014 Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta : Salemba Medika

15
Jurnal kedokteran brawijaya Vol 28 Suplemen No 1.2014

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2011. Panduan Nasional Keselamatan


Pasien Rumah Sakit : Departemen Kesehatan RI

16

Anda mungkin juga menyukai