ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien:
Nama : Ny F
Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Dukuh V No 17 Kramat Jati Jakarta TImur
No. RM : 128790
Keluhan Utama:
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 3 jam
SMRS. Nyeri terasa seperti tertusuk pada ulu hati dan terus menerus. Awalnya pasien
sedang makan rujak sekitar 6 jam SMRS. Rujak terasa asam dan pedas sehingga
membuat pasien makan lebih banyak. Lalu sekitar 2 jam setelah makan rujak perut
pasien terasa panas dan nyeri. Semakin lama nyeri semakin bertambah dan tidak
tertahankan sehingga pasien meminum Promag untuk meredakan nyerinya, namun
nyeri tidak berkurang sehingga pasien datang ke UGD RS PUSDIKKES.
Pasien juga merasakan mual dan muntah sebanyak 4 kali. Muntah berisi
makanan dan cairan kekuningan. Karena mual yang berlebihan pasien menjadi sulit
makan dan sangat lemas.
1
Riwayat Penyakit Keluarga:
Baik
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal, konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), nafas cuping
hidung(-/-), mukosa kering (-), stomatitis (-), lidah kotor (-), tonsil membesar (-).
Leher : KGB tidak teraba membesar, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
Thorax :
a. Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak
ada ketertinggalan gerak, ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : ictus cordis teraba, vocal fremitus kanan = kiri
c. Perkusi : batas jantung normal, sonor diseluruh lapang paru
d. Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-), suara paru vesikuler
(+/+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
a. Inspeksi : perut datar, tidak ada tanda-tanda inflamasi dan tidak ada
massa atau benjolan
b. Auskultasi : bising usus pada ulu hati meningkat
2
c. Palpasi : supel, nyeri tekan ulu hati (++), hepatomegali (-),
Splenomegali (-)
d. Perkusi : Hipertimpani pada ulu hati, asites (-)
Ekstremitas : deformitas (-/-), akral teraba hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (27/7/2017)
Pemeriksaan Darah Hasil
Hematokrit (34-45) % 42
WIDAL
3
Diagnosis
Dispepsia
Rencana Diagnosis
Penatalaksanaan
Instruksi ruangan :
IVFD RL 500 cc 20 tpm
Diet lunak tidak merangsang
MM/ Ranitidine Inj 2x1amp
Ondansentron Inj 2x1amp
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
4
BAB II
BORANG PORTOFOLIO
Topik: Dispepsia
Objektif Presentasi:
Tujuan: Mengobati Ny. F dan melakukan terapi agar pasien menjadi lebih baik
1. Diagnosis/Gambaran Klinis: nyeri ulu hati sejak 6 jam SMRS. Mual + muntah +
2. Riwayat Pengobatan: sudah minum promag tapi keluhan tidak membaik
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: beberapa kali seperti ini
4. Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga mengalami hal serupa.
5. Riwayat Pekerjaan: Pasien tidak bekerja
6. Lain-lain: Pasien keadaan sadar compos mentis, vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan
5
fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium dan hipertimpani pada epigastrium. Hasil pemeriksaan
laboratorium darah dalam batas normal
Hasil Pembelajaran:
DISPEPSIA
1. Subjektif: Nyeri ulu hati sejak 3 jam SMRS. Riwayat makan rujak yang asam dan pedas.
Riwayat pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Mual + muntah +.
2. Objektif: Pasien keadaan sadar compos mentis, vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan
fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium dan hipertimpani pada epigastrium. Hasil
pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal
3. Assessment: Berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan fisik serta laboratorium diatas,
disimpulkan pasien mengalami DISPEPSIA
4. Plan: Rencana terapi untuk pasien ini adalah dengan terapi non medikamentosa dan terapi
medikamentosa. Untuk terapi non medikamentosa pasien disarankan untuk beristirahat dan
perawatan profesional bertujuan untuk perbaikan kondisi pasien. Pada terapi medikamentosa
diberikan H2 Blocker intravena untuk mengurangi asam lambungnya serta antiemetik
intravena dan dilakukan observasi di IGD dengan infusan cairan isotonik yaitu Ringer
Laktat.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat
kenyang, perut rasa penuh atau begah.1
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit, dan (Pepse),berarti
pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn)
dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3
Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh
suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang terdiri dari keluhan - keluhan yang
disebabkan karena kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau
muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan
ruktus, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu
sindrom klinik yang bersifat kronik.2
Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia dengan gastritis. Hal ini
sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa patologik, dan tidak semua
dispepsia disebabkan oleh gastritis dan tidak semua kasus gastritis yang terbukti secara
patologi anatomik disertai gejala dispepsia. Karena dispepsia dapat disebabkan oleh banyak
keadaan maka dalam menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak
seragam.3
7
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi setelah 3 bulan
dengan gejala dispepsia.7
Manifestasi Klinis
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3.2 ETIOLOGI
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau duodenum,
gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotic,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis, kolesistetis kronik.
Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
8
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti
adanya kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu dispepsia fungsional
atau dispepsia non ulkus.1
A. Organik
1. Obat-obatan
3. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus
Akhalasia
Obstruksi esophagus
Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit
keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
9
Ulkus gaster dan duodenum
Karsinoma gaster
Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
e. Penyakit usus
Malabsorbsi
Angina abdominal
Karsinoma kolon
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
d. Diabetes melitius
f. Ketidakseimbangan elektrolit
5. Lain-lain
10
a. Penyakit jantung iskemik
b. Penyakit kolagen5-11
Dispepsia fungsional
Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau organik atau
metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan.Termasuk ini adalah
dispepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan motilitas diantaranya; waktu pengosongan
lambung yang lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks
gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi
asam lambung yaitu kenaikan asam lambung.
Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia
fungsional.12
Kelainan non organik saluran cerna:
o Gastralgia
o Dispepsia karena asam lambung
o Dispepsia flatulen
o Dispepsia alergik
o Dispepsia essensial
o Pseudoobstruksi intestinal kronik
o Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).
o Psikogen : Histeria, psikosomatik
3.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI GASTER
Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah diafragma,
berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan
sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu
daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan
dari oesofagus . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian
bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.13
11
memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah
lambung yang dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan
vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk
membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis
adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi
menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari
ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang).
Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar
yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan
sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota
tubuh lainnya.13
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel
goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet berfungsi
untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak
karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam
lambung [Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan
12
bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat
keasaman dalam lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi
untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief
memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang
dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.13
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut
seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus
mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang
mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang bersifat asam.
Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika
tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan
membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang,
pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang
bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya,
makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan
melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat
tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.13
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara
reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks pengosongan
lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam
pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin
13
dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa
bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung
merupakan proses umpan balik humoral.13
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang
merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang
mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan untuk
absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan
menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga menyediakan pH yang
cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. 13
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas
lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon.
Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung
(gastral) dan usus (intestinal).13
Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan
rasa akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang
serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari
dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel
serta akan membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai
pada sel parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida.
Pada sekresi asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh
mastosit karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan
histamin ini gastrin dapat bekerja.13
Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke
dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kafein atau alkohol,
akan menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah
3, pembebasan gastrin akan dihambat.13
Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan
penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan
dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
14
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus
bagian atas.13
Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi
HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar
pankreas.13
Degranulasi mastosit
Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin
Pembebasan HCl
15
Bagan 1. Pengaruh Sekresi Sel Parietal
3.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa faktor berikut
mungkin berperan penting (multifaktorial):
Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia non
ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula
pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi
hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung
jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi,
baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan
makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur
oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak
berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.2
Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap distensi
gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit
mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster
intestinum atau distensi dini bagian Antrum postprandial dapat menginduksi nyeri
pada bagian ini.10
16
gaster.Kepribadian dispepsia non ulkus menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan
dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang
lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal ( GI ) seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba
menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih
buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang
normal. Gambaran psikologik dispepsia non ulkus ditemukan lebih banyak ansietas,
depresi dan neurotik.5
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui,
tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus masih kontroversi.
Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non ulkus menderita infeksi Helicobacter
pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori
negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter
pylori positif. Bukti terbaik peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non ulkus adalah
gejala perbaikan yang nyata setelah eradikasi kuman Helicobacter pylori tersebut, tetapi ini
masih dalam taraf pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala
17
dengan cepat walaupun dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka panjang sedang
dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak kambuh.2
Dispepsia non ulkus cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional GI,
termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri ulu hati
fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan
lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom
Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala extra GI seperti
migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi. Pada anamnesis dispepsia
jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti nyeri abdomen mereda
setelah defikasi, perubahan frekuensi buang air besar atau bentuknya mengalami
perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air besar dan perut kembung.
Beberapa pasien juga mengalami aerophagia, lingkaran setan dari perut kembung
diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang
lebih darah. Ini memerlukan perbaikan tingkah laku.Abnormalitas di atas belum
semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul pada semua
penderita. Hasil yang kurang konsisten dari bermacam terapi yang digunakan untuk
terapi dispepsia non ulkus mendukung keanekaragaman kelompok ini. 2,12,14.
Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase,
alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan musinase. Enzim
protease dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa
18
lambung. H. Pylori juga mengeluarkan toksin yang beperan dalam peradangan dan reaksi
imun local.13
Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan duodenum. Obat
anti inflamasi non steroid termasuk aspirin menyebabkan perubahan kualitatif mucus
lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mucus oleh pepsin. Prostaglandin
yang terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mucus gastric dan tampaknya berperan penting
dalam pertahanan mukosa lambung.13
Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat zat lain yang merosak mukosa lambung
mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida
yang mengakibatkan kerosakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,
merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler
terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.
Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan.
Sawar mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin.13
19
lebih rentan terhadap difusi balik disbanding fundus. Selain itu, kadar asam yang rendah
dalam analisis lambung pada penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya
difusi balik dan bukan disebabkan oleh produksi yang berkurang. 13
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat fungsi
kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang memproduksi
sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk menetralkan kimus asam. Penderita
ulkus peptikum sering mengalami sekresi asam berlebihan. Faktor penurunan daya tahan
jaringan juga terlibat dalam ulkus peptikum. Daya tahan jaringan juga bergantung pada
banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti
setiap 3 hari). kegagalan mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 13
20
3.5 GEJALA KLINIK
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain
meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).6
Dispepsia Organik
a. Dispepsia Ulkus
Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus
duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering
terbangun di tengah malam karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus kasus yang gejalanya
tidak jelas dan bahkan tanpa gejala. Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain
food relief tidak jelas, bahkan kadang kadang penderita justru merasa nyeri setelah
makan.15
b. GERD
Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah ditemukan
dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dispepsia organik. Penyakit ini
21
disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam
lambung ke dalam esofagus.
Gejala GERD :
o Heart Burn
o Rasa panas di epigastrium
o Rasa nyeri retrosternal
o Regurgitasi asam
o Pada kasus berat : ada gangguan menelan
o Nafas pendek
o Wheezing
o Batuk-batuk
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan
berkurang bila penderita duduk.
Gambaran Endoskopi:
Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi 4 derajat
(Pembagian Los Angeles) :
Grade A :
Grade B :
22
Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat lain
tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.
Grade C :
Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang lain tetapi
tidak difus.
Grade D :
Dispepsia Fungsional
Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat obat tertentu? Atau adakah dalam
masa terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal, jantung atau paru?
Adakah pasien menyadari akan kelainan jumlah dan warna urin? 11
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang
dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan
dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan)
seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke
punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan
besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi
23
dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster
atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.11
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien ulkus
peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan
mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam
hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat
berbaring dan membungkuk setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri
dada yang tidak spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala
perasaan asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya
didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul
setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum. Pasien dispepsia
non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi,
atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik. 2, 6-11
24
dirasakan adakah akral hangat atau dingin. Lakukan juga perabaan terhadap kelenjar limfa.6-
11
2. Barium enema untuk memeriksa esophagus, Lambung atau usus halus dapat dilakukan
pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. Pemeriksaan ini
dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas
seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor.1,3,15
25
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi esofagus atau respon
esofagus terhadap asam.
.10
26
3.9 DIAGNOSIS
2. cepat kenyang
3. nyeri epigastrik
Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang dapat
menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis tersebut.
Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala klinis
sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis.3
Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau gejala dan
bukan merupakan suatu diagnosis. Diferensial diagnosis dyspepsia adalah seperti box 1.
Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan etiologi
yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 50%60% kasus,
didapati tidak ada penyebab yang terdeteksi di mana pasien dikatakan merupakan dispepsia
fungsional. Prevalensi ulkus peptikum adalah 15%- 25% dan prevalensi esofagitis adalah 5%-
15%. Kanker digestif bagian atas < 2%. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada
umur <50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun.
27
Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang signifikan,
terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk.2
Ulkus peptikum.
Cholelithiasis or choledocholithiasis.
Pankreatitis Kronik.
Parasit intestinal.
3.11 PENATALAKSANAAN
1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam
lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg
triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium
28
hidroksida dan magnesium hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi
dan penurunan fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang
sering digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal
kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan
kronik neurotoksik pada pasien tersebut.15
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.10
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial
seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.10,15
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2
dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi
penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali
omeprazol.15
5. Sitoprotektif
29
konstipasi (23%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g
per hari.15
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis
dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).10
Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien
dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin
(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).6
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi dan
cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.2,6-12
1. Farmakologis
Pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasus-kasus berat. (regular
medication) mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluhan. (on demand
medication)
2. Psikoterapi
Reassurance
Edukasi mengenai penyakitnya
Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.
Makanan tinggi lemak dihindarkan
30
bisa diobati dengan tricyclic antidepressants, walaupun data yang menyokong masih
kurang.16
Pasien dengan keluhan dismotility like symptom bisa diobati dengan sama ada
dengan acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT1 agonists. Metoclopramide dan
domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam pengobatan dispepsia fungsional.16
3.12 PENCEGAHAN
Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis
makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah
dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa
dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat
lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam
lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama
terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah,
terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang
dapat membantu untuk berhenti merokok.
Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan
dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu
mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit.
Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan
pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat
yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS, obat-
obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang
mengandung acetaminophen.
Ikuti rekomendasi dokter.6-11
31
3.13 PROGNOSIS
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit
ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung,
sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila
terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat badan tanpa
disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah, buang air besar tidak lancar dan
merasa penuh di daerah perut.
32
DAFTAR PUSTAKA
2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical Journal.
2003;79:25-29.
5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional. Bagian
Psikiatri FK USU 2003.
9. Dyspepsia, What It Is and What to Do About It? Edition 2009. Available from:
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/disorders/474.html.
10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library. 2008
March. Available from: http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available from:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.
33
12. Ringerl Y. Functional dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and Hepatology.
2005;1:1-3.
13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. EGC;
2006.h.417-19.
14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34 2007;1:99108.
15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. Peptic
ulcer disease in Harrisons Principle of Internal Medicine, 17th ed, Vol.II.2008. USA:
Mc Graw Hill Medical, p.287
16. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch
Gastroenterology. 2008 april;
34
PORTOFOLIO
DISPEPSIA
Disusun oleh :
Pembimbing:
dr. Satyaningtyas
35
PROGRAM INTERNSHIP PROVINSI DKI JAKARTA
NOVEMBER 2017
36