Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Balakang

Perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu memiliki persediaan di

toko maupun di gudang perusahaan. Persediaan tersebut dapat berupa persediaan

bahan baku, barang dalam proses, atau barang jadi. Persediaan harus dimiliki

karenamerupakan produk perusahaan yang harus dijual sebagai sumber

pendapatan. Persediaan merupakan salah satu asset perusahaan yang sangat

penting karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk

memperoleh pendapatan. Karena itu, persediaan harus dikelola dngan baik dan

dicatat dengan baik dan dicatat dengan baik agar perusahaan dapat menjual

produknya serta memperoleh pendapatan sehingga tujuan perusahaan tercapai.

Perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu memiliki persediaan di

toko maupun di gudang perusahaan. Persediaan tersebut dapat berupa persediaan

bahan baku, barang dalam proses, atau barang jadi. Persediaan harus dimiliki

karenamerupakan produk perusahaan yang harus dijual sebagai sumber

pendapatan. Persediaan merupakan salah satu asset perusahaan yang sangat

penting karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk

memperoleh pendapatan. Karena itu, persediaan harus dikelola dngan baik dan

dicatat dengan baik dan dicatat dengan baik agar perusahaan dapat menjual

produknya serta memperoleh pendapatan sehingga tujuan perusahaan tercapai.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Ruang Lingkup Persediaan

Persediaan adalah pos-pos ativa yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam

operasi bisnis normal, atau barang yang digunakan atau dikonsumsi dalam membuat

barang yang akan dijual. Perusahaan manufaktur biasanya memiliki tiga akun

persediaan yaitu bahan baku, barang dalam proses dan Barang Jadi. Biaya yang

dibebankan ke barang dan bahan baku yang ada di tangan tetapi belum dialihkan ke

produksi dilaporkan sebagai persediaan bahan baku (raw materials inventory). Pada

setiap titik dalam proses produksi yang berkelanjutan, ada sejumlah unit yang belum

diselesaikan diproses sepenuhnya. Biaya bahan baku untuk produk yang telah dibuat

tetapi belum diselesaikan, ditambah biaya tenaga kerja langsung yang diaplikasikan

secara khusus ke bahan baku ini dan biaya overhead yang dialokasikan merupakan

persediaan barang dalam proses. Biaya yang berkaitan dengan prosuk yang telah selesai

tetapi belum belum terjual pada akhir periode fiskal dilaporkan sebagai persediaan

barang jadi.

2. Metode Pencatatan

Sistem akuntansi yang akurat dan catatan yang up-to-date merupakan hal yang sangat

penting. Penjualan dan pelanggan bisa hilang jika produk-produk yang dipesan oleh

pelanggan tidak tersedia dengan model, kualitas, dan kuantitas yang diinginkan. Begitu

juga perusahaan harus selalu memonitor tingkat persediaan secara seksama untuk

membatasi biaya akibat timbunan persediaan.


Perusahaan menggunakan salah satu dari dua jenis sistem agar pencatatan persediaan

tetap akurat. Terdapat 2 sistem pencatatan yaitu :

1. Sistem Perpetual

Sistem persediaan perpetual secara terus menerus melacak perubahan akun

persediaan. Yaitu, semua pembelian dan penjualan (pengeluaran) barang dicatat

secara langsung ke akun persediaan pada saat terjadi.

Karakteristis akuntansi dari sistem persediaan perpetual adaah :

a. Pembelian barang dagang untk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi

didebet ke Persediaan dan bukan ke Pembelian.

b. Biaya transportasi masuk, retur pembelian, dan pengurangan harga serta diskon

pembelian didebet ke Persediaan dan bukan ke akun terpisah.

c. Harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjulan dan mendebet akun Harga

Pokok Penjualan, dan mengkredit Persediaan.

d. Persediaan merupakan akun pengendalian yang didukung oleh buku besar

pembantu berisi catatatn persediaan individual. Buku besar pembantu

memperlihatkan kuantitas dan biaya dari setiap jenis persediaan yang ada ditangan.

Sistem persediaan perpetual menyediakan catatan yang berkelanjutan tentang saldo

baik dalam akun persediaan maupun akun Harga Pokok Penjualan. Jika yang digunakan

adalah sistem persediaan perpetual dan terdapat perbedaan antara saldo persediaan

perpetual dengan hasil perhitungan fisik, maka diperlukan suatu ayat jurnal terpisah

untuk menyesuaikan akun persediaan perpetual. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa

pada akhir periode pelaporan, akun persediaan perpetual melaporkan saldo persediaan

Rp. 4000.000, tetapi hasil perhitungan fisik menunjukan jumlah persediaan aktual

sebesar Rp. 3.800.000. ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penyesuaian adalah

sebagai berikut :
(D) Kelebihan dan Kekurangan Persediaan Rp 200.000

(K) Persediaan Rp 200.000

2. Sistem Periodik

Menurut sistem persediaan Periodik, kuantitas persediaan ditangan ditentukan

seperti yang tersirat dengan namanya, secara periodik, semua pembelian persediaan

selama periode akuntansi dicatat dengan mendebet akun pembelian. Total akun

pembelian pada akhir periode akuntansi ditambahkan ke biaya persediaan ditangan

oada awal periode untuk menentukan total biaya barang yang tersedia untuk dijual

selama periode berjalan.

Kemudian total biaya barang yang tersedia untuk dijual dikurangi dengan

persediaan akhir untuk menentukan harga pokok penjualan. Perhatikan bahwa

dalam sistem persediaan periodik, harga pokok penjualan adalah jumlah residu

yang tergantung pada hasil perhitungan persediaan akhir secara fisik.

Untuk mengilustrasikan perbedaan antara sistem perpetual dengan sistem periodik,

asumsikan bahwa PT. ABC memiliki transaksi-transaksi berikut selama tahun

berjalan:

Persediaan Awal 100 unit @ Rp 6.000 = Rp 600.000


Pembelian 900 unit @ Rp 6.000 = Rp 5.400.000
Penjualan 600 unit @ Rp 12.000 = Rp 7.200.000
Persediaan Akhir 400 unit @ Rp 6.000 = Rp 2.400.000
Ayat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut selama tahun berjalan ditunjukan

dengan :

Sistem Persediaan Perpetual Sistem Persediaan Perioik

1. Persediaan awal, 100 unit @ Rp 6.000


Akun persediaan memperlihatkan Persediaan memperlihatkan persediaan
persediaan ditangan senilai Rp 600.000 ditangan senilai Rp 600.000

2. Pembelian 900 unit @ Rp 6.000


(D) Persediian Rp 5.400.000 (D) Pembelian Rp 5.400.000
(K) Utang Usaha Rp. 5.400.000 (K) Utang Usaha Rp 5.400.000

3. Penjualan 600 unit @ Rp 12.000


(D) Piutang Usaha Rp 7.200.000 (D) Piutang Usaha Rp 7.200.000
(K) Penjualan Rp 7.200.000 (K) Penjualan Rp 7.200.000

(D) Harga Pokok Penjualan Tidak ada ayat jurnal


(600 @ Rp 6000) Rp 3.600.000
(K) Persediaan Rp 3.600.000

4. Persediaan Akhir 400 unit @ Rp 6.000


Tidak diperlukan ayat jurnal. (D) Persediaan Akhir Rp 2.400.000
Akun persediaan memperlihatkan saldo (D) Harga Pokok Penj Rp 3.600.000
akhir sebesar Rp 2.400.000 (Rp. 600.000 + (K) Pembelian Rp 5.400.000
Rp 5.400.000 Rp. 3.600.000) (K) Persediaan akhir Rp 600.000

3. Metode Identifikasi Khusus

Identifikasi khusus digunakan dengan cara mengidentifikasi setiap barang yang dijual

dan setiap barang dalam pos persediaan. Biaya barang-barang yang telah terjual

dimasukkan dalam harga pokok penjualan, sementara biaya barang-barang khusus yang

masih berada di tangan dimasukkan pada persediaan. Metode ini hanya bisa digunakan

dalam kondisi yang memungkinkan perusahaan memisahkan pembelian yang berbeda


yang telah dilakukan secara fisik. Metode ini dapat diterapkan dengan baik dalam

situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga, tinggi dan dapat dibedakan.

Untuk mengilustrasikan metode identifikasi khusus, asumsikan bahwa 6.000 unit

persediaan PT ABC terdiri daro 1.000 unit yang berasal dari pembelian tanggal 2

Maret, 3.000 unit dari pembelian tanggal 15 Maret, dan 2.000 unit dari pembelian

tanggal 30 Maret. Persediaan Awal Perhitungan Persediaan akhir dan harga pokok

penjulan ditunjukkan dalam ilustrasi :

Tanggal Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya


2 Maret 1.000 Rp 4.000 Rp 4.0000.000
15 Maret 3.000 Rp 4.400 Rp 13.200.000
30 Maret 2.000 Rp 4.750 Rp 9.500.000
Persediaan Akhir 6.000 Rp 26.700.000

Biaya barang yang tersedia untuk dijual Rp 43.900.000


Dikurangi : Persediaan Akhir Rp 26.700.000
Harga Pokok Penjualan Rp 17.200.000

Secara konseptual, metode ini tampak idel karena biaya aktual ditandingkan dengan

pendapatan aktual, dan persediaan akhir dilaporkan pada biaya aktual. Dengan kata

lain, metode identifikasi khusus membandingkan arus biaya dengan arus fisik barang.

Namun, jika diamanati lebih lanjut, metode ini memiliki sejumlah kelemahan.

4. Metode Rata-rata tertimbang

Metode biaya rata-rata tertimbang menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam

persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama suatu

periode. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa PT ABC menggunakan metode persediaan

periodik, dimana persediaan akhir dan hrag poko penjualan akan dihitung sebagai

berikut :
Tanggal Faktur Jumlah Unit Biaya Unit Total Biaya
2 Maret 2.000 Rp 4.000 Rp 8.000.000
15 Maret 6.000 Rp 4.400 Rp 26.400.000
30 Maret 2.000 Rp 4.750 Rp 9.500.000
Total barang tersedia 10.000 Rp 43.900.000
Biaya rata-rata tertimbang per unit Rp 43.900.000 / 10.000 unit = Rp 4.390
Persediaan dalam unit 6.000 unit
Persediaan Akhir 6.000 X Rp 4.390 = Rp 26.340.000
Biaya barang yang tersedia untuk dijual Rp 43.900.000
Dikurangi: Persediaan Akhir Rp 26.340.000
Harga Pokok Penjualan Rp 17.560.000

Jika PT. ABC memiliki persediaan awal, maka persediaan awal ini dimasukkan dalam

total unit yang tersedia dan total biaya barang yang tersedia untuk dijual ketika

menghitung biaya rata-rata per unit. Metode biaya rata-rata yang lain adalah metode

rata-rata bergerak, yang digunakan dalam sistem persediaan perpetual. Aplikasi metode

biaya rata-rata untuk catatan persediaan perpetual ditunjukkan dalam ilustrasi dibawah

ini :
Tanggal Pembelian (Ribuan) Dijual atau digunakan (Ribuan) Saldo
2 Maret (2.000 @ Rp 4) = Rp 8.000 (2000 @ Rp 4) = Rp 8.000

15 Maret (6.000 @ Rp 4,4) = Rp 26.400 (8000 @ Rp 4,3) = Rp 34.400

19 Maret (4.000 @ Rp 4,3) = Rp 17.200 (4000 @ Rp 4,3) = Rp 17.200

30 Maret (2000 @ Rp 4,75) = Rp 9.500 (6000 @ Rp 4,45) = Rp 26.700

Dalam metode ini, biaya rata-rata per unit yang baru akan dihitung setiap kali

pembelian dilakukan. Sebagai contoh, pada tanggal 15 Maret, setelah 6.000 unit dibeli

dengan harga Rp 26.400 PT. ABC memiliki 8.000 unit persediaan berharga pokok Rp

34.400 (Rp. 8000 + Rp 26.400). Dengan demikian, biaya rata-rata per unit adalah Rp
34.400 dibagi 8.000, atau Rp 4,3. Biaya per unit ini digunakan dalam kalkulasi biaya

penarikan sampai pembelian berikutnya dilakukan, ketika biaya rata-rata per unit yang

baru dihitung. Oleh karena itu, biaya dari 4.000 unit yang dikeluarkan pada tanggal 19

Maret adalah Rp 4.3 atau total harga pokok penjualan sebesar Rp 17.200. pada tanggal

30 Maret, menyusul pembelian 2.000 unit seharga Rp 9.500, biaya per unit yang baru

sebesar Rp 4.45 ditetapkan untuk persediaan akhir sebesar Rp 26.700.

Pemakaian metode rata-rata biasanya dapat dibenarkan dari sisi praktis , bukan karena

alasan konseptual. Metode ini mudah diterapkan, objektif, dan tidak dapat

dimanfaatkan untuk memanipulasi laba seperti halnya beberapa metode penentuan

harga persediaan lainnya.

5. Metode FIFO

Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan (dikeluarkan) sesuai

urutan pembeliannya. Dengan kata lain, metode ini mengasumsikan bahwa barang

pertama yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan (dalam perusahaan

manufaktur) atau dijual (dalam perusahaan dagang). Karena itu, persediaan yang tersisa

merupakan barang yang dibeli paling terakhir.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa PT ABC menggunakan sistem persediaan

periodik. Biaya persediaan akhir dihitung dengan mengambil biaya dari pembelian

paling terakhir dan dikerjakan kembali sampai semua unit dalam perseidan

diperhitungkan. Penentuan persediaan akhir dan harga pokok penjualan ditunjukkan

dalam ilustrasi tersebut :

Tanggal Jumlah unit Biaya per unit (Ribun) Total Biaya (Ribuan)
30 Maret 2.000 Rp 4,75 Rp 9.500
15 Maret 4.000 Rp 4,4 Rp 17.600
Persediaan akhir 6.000 Rp 27.100
Biaya barang yang tersedia untuk dijual Rp 43.900
Dikurangi : Persediaan akhir Rp 27.100
Harga pokok penjualan Rp 16.800
Jika yang digunakan adalah sistem persediaan perpetual baik dalam kuantitas ataupun

nialai dolar, maka angka biaya dikaitkan dengan setiap penarikan barang. Kemudian

biaya dari 4.000 unit yang dikeluarkan pada tanggal 19 Maret akan terdiri dari item-

Tanggalitem yang dibeli tanggal


Pembelian 2 Maret dan 15
(Ribuan) Maret.
Dijual atauNilai persediaan
digunakan akhir menurut
(Ribuan) Saldometode
2 MaretFIFO (2.000
dalam @ Rp persediaan
sistem 4) = Rp 8.000
perpetual untuk PT. ABC adalah (2000 @ Rp 4) = Rp 8.000

15 Maret (6.000 @ Rp 4,4) = Rp 26.400 (2000 @ Rp 4) + (6000 @

Rp 4,4) = Rp 34.400

19 Maret (2.000 @ Rp 4) + (2000 @ Rp 4,4) (4000 @ Rp 4,3) = Rp 17.200

= Rp 16.800

30 Maret (2000 @ Rp 4,75) = Rp 9.500 (4.000 @ Rp 4,4) + (2000 @

Rp4,75) = Rp 27.100

Nilai persediaan dalam kasus ini adalah Rp 27.100 dan ahrag pokok penjualan adalah

Rp 16.800 ((2000 @ Rp 4) + (2000 @ Rp 4,4)).

Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada akhir

bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual dan

periodik. Mengapa? Hal ini disebabkan karena yang akan menjadi bagian dari harga

pokok penjualan adalah barang barang yang dibeli terlebih dahulu, dan karenanya

dikeluarkan lebih dulu, terlepas dari apakah harga pokok penjualan dihitung seiring

dengan barang dijual sepanjang periode akuntansi (sistem perpetual) atau sebagai

residu pada akhir periode akuntansi (sistem periodik).

Salah satu tujuan dari FIFO adalam menyamai arus fisik barang, Jika arus fisik barang

secara aktual adalah yang pertama masuk, yang pertama keluar, maka metode FIFO
menyerupai metode identifikasi khusus. Pada saat yang sama, etode FIFO tidak

memungkinkan perusahaan memanipulasi laba karena perusahaan tidak bebas memilih

item-item biaya tertentu untuk dimasukkan ke beban.

6. Nilai terendah antara Biaya dan Harga Pasar

Persediaan dicatat pada biaya diawalnya, akan tetapi penyimpangan yang besar

terhadap prinsip biaya historis bisa dilakukan jika nilai persediaan menurun dibawah

baiaya awalnya. Apapun alasan penurunan ini, keusangan, perubahan, tingkat harga,

kerusakan, dan lain-lain, persediaan harus diturunkan nilainya untuk melaporkan

kerugian ini. Aturan umumnya adalah prinsip biaya histrori tidak dapat diterapkan

apabila manfaat (kemampuan menghasilkan pendapatan) masa depan dari aktiva itu

tidak lagi sebesar biaya awalnya. Oleh karena itu, perusahaan melaporkan persediaan

pada nilai terendah antara biaya dan harga pasar (LCM) pada setiap periode pelaporan.

7. Nilai Terendah Antara Biaya dan Harga Pasar Batas Atas dan Batas Bawah

Mengapa biaya pengganti digunkaan untuk menyatakan nialai pasar? Alasannya adalah

bahwa penurunan biaya pengganti suatu barang biasanya mencerminkan atau

meramalkan atau meramalkan penurunan harga jual. Pemakaian baiya pengganti

memungkinkan sebuah perusahaan untuk mempertahankan tingkat laba kotor yang

konsisten atas penjualan (margin laba yang normal). Akan tetapi, kadang kadang

penurunan biaya pengganti suatu barang tidak menunjukkan penurunan manfaat

(utilitas). Jadi, dua pembatasan penilaian tambahan akan digunakan untuk menilai

persediaan akhir nilai realisasi bersih dan nilai realisasi bersih dikurangi margin laba

normal.
Nilai Realisasi bersih (NRV) didefinisikan sebagai estimasi harga jual dalam keadaan

bisnis normal dikurangi dengan margin laba normal untuk mendapatkan nilai realisasi

bersih dikurangi margin laba normal.

Sebagai ilustrasi, dengan mengasumsikan bahwa PT. ABC memiliki persediaan barang

yang belumnjadi dengan nilai jual Rp. 1.000.000, estimasi biaya penyelesaian Rp

300.000 dan margin


Persediaan laba normal 10% dari penjualan, PT ABC menentukan
nilai Jual nilai
Rp 1.000.000
Dikurangi
realisasi nilai: Estimasi biaya penyelesaian
realisasi bersih dan: penjualan
sebagai berikut Rp 300.000
Nilai Realisasi bersih Rp 700.000
Dikurangi : Penyisihan untuk margin laba normal 10% dari penjualan Rp 100.000
Nilai realisasi bersih dikurangi margin laba normal Rp 600.000

Aturan umum dari nilai terendah antara biaya dan harga pasar adalah persediaan

dinilai pada nilai terendah antara biaya dan harga pasar, dengan harga pasar dibatasi

hingga jumlah yang tidak melebihi nilai realisasi bersih atau lebih rendah dari nilai

realisasi bersih dikurangi margin laba normal.

Batas atas (ceiling) adalah nilai realisasi bersih persediaan. Batas bawah (Floor) adalah

nilai realisasi bersih dikurangi margin laba normal. Apakah dasar pemikiran untuk

kedua pembatas ini? Kedua batas nilai persediaan itu dimaksudkan untuk mencegah

persediaan dilaporkan lebih saji atau kurang saji.

Pembatasan maksimum, tidak melebihi nilai realisasi bersih (batas atas), mencegah

lebih saji nilai persediaan yang usang atau rusak. Yaitu jika biaya pengganti suatu

barang lebih besar dari nilai realisasi bersihnya. Maka persediaan tidak boleh

dilaporkan menurut baiya pengganti. Perusahaan hanya bisa menerima harga jual
dikurangi biaya penjualan. Pelaporan persediaan menurut biaya pengganti akan

menyebabkan persediaan lebih saji dan kerugian saji dalam periode berjalan.

8. Pencatatan HargaPasar dan Bukan Biaya

Salah satu dari dua metode untuk mencatat persediaan pada harga pasar. Dalam metode

pertama, yang disebut sebagai metode langsung, biaya digantikan dengan harga pasar

(yang lebih rendah) ketika menialai persediaan. Akibatnya tidak ada kerugian yang

dilaporkan dalam laporan laba rugi karena kerugian ini sudah dimasukkan dalam harga

pokok penjualan. Metode kedua, yang disebut sebagai metode tidak langsung atau

penyisihan aktiva yang terpisah dan akun kerugian untuk mencatat penghapusan.

Ilustrasi :

Harga pokok penjualan (sebelum penyesuaian harga pasar) Rp 108.000.000

Persediaan Akhir (biaya) Rp 82.000.000

Persediaan Akhir (pada harga pasar) Rp 70.000.000

Ayat jurnal metode langsung dan tidak langsung untuk mengurangi nilai persediaan

dari biaya ke harga pasar:

Metode Langsung :

(D) Harga pokok penjualan Rp 12.000.000

(K) Persediaan Rp 12.000.000

Metode Tidak Langsung :

(D) Kerugian akibat penurunan harga pasar persediaan Rp 12.000.000

(K) Penyisihan untuk mengurangkan persediaan ke harga pasar Rp 12.000.000

Keunggulan dari pengidentifikasian atas pencatatan kerugian akibat dari penurunan

harga pasar adalah bahwa diperlihatkan secara terpisah dari harga pokok penjualan
dalam laporan laba rugi, jadi harga pokok penjualan untuk tahun berjalan tidak tidak

terdistorasi.

Metode langsung

- Pendapatan dari penjualan Rp 200.000.000

- Harga pokok penjualan Rp 120.000.000

- Laba kotor atas penjualan Rp 80.000.000

- Harga pokok penjualan (sebelum penyesuaian ke harga pasar) Rp 108.000.000

- selisih antara persediaan pada biaya dan harga pasar

(Rp 82.000.000 Rp 70.000.000) Rp 12.000.000

- Harga pokok penjualan (setelah penyesuaian ke harga pasar) Rp 120.000.000

Metode Tidak Langsung

- Pendapatan dari penjualan Rp 200.000.000

- Harga Pokok Penjualan Rp 108.000.000

- Laba kotor atas penjualan Rp 92.000.000

- Kerugian akibat penurunan harga pasar persediaan Rp 12.000.000

Rp 80.000.000

9. Dasar Penilaian

Penilaian menurut Nilai Realisasi Bersih

Persediaan dicatat pada biayanya atau menurut LCM. Akan tetapi, banyak pihak yang

percaya bahwa harga pasar harus selalu didefinisikan sebagai nilai realisasi bersih

(harga jual dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan penjualan), bukan biaya

pengganti, untuk tujuan mengaplikasikan aturan LCM.


Dalam situasi terbatas, pencatatan persediaan menurut nilai realisasi bersih mendapat

dukungan dari banyak pihak sekalipun jumlah ini malampaui biaya. Pengecualian atas

aturan pengakuan normal ini adalah :

a. Terdapat pasar terkendali dengan harga kuota yang berlaku bagi semua kuantitas

b. Tidak ada biaya penjualan yang signifikan

c. Terkadang angka biaya terlalu sulit dihitung

10. Metode Laba Kotor

Tujuan dari perhitungan fisik persediaan adalah untuk memeriksa keakuratan catatan

persediaan perpetual atau, jika tidak ada catatan, untuk mengetahui jumlah persediaan.

Kadang kadang perhitungan fisik tidak praktis untuk dilakukan. Jadi ukuran yang lain

dapat digunakan untuk mengestiasi persediaan yang ada ditangan.

Salah satu metode yang dimaksud adalah metode laba kotor. Metode ini digunakan

secara luas oleh para auditor dalam situasi dimana hanya diperlukan suatu estimasi atas

persediaan perusahaan (misalnya, laporan interim). Metode ini juga digunakan ketika

catatan perusahaan atau persediaan itu sendiri telah musnah akibat kebakaran atau

bencana lain.

Metode laba kotor didasarkan pada 3 asumsi, yaitu :

a. Persediaan awal ditambah pembelian sama dengan total barang yang

diperhitungkan

b. Barang yang belum terjual harus berada ditangan

c. Jika penjualan dikurangi biaya, dikurangkan dari jumlah persediaan awal ditambah

pembelian, maka hasilnya adalah persediaan akhir.

Sebagai ilustrasi PT ABC memiliki persediaan awal sebesar Rp 60.000.000 dan

pembelian sebesar Rp 200.000.000, keduanya berbasis biaya. Penjualan menurut


harga jual berjumlah Rp 280.000.000. Laba kotor atas harga jual sebesar 30%.

Metode laba kotor diaplikasikan sebagai berikut :

Persediaan awal (pada biaya) Rp 60.000.000


Pembelian (pada biaya) Rp 200.000.000
Barang yang tersedia (pada biaya) Rp 260.000.000
Penjualan (pada harga jual) Rp 280.000.000
Dikurangi: Laba kotor 30% x Rp 280.000.000 Rp 84.000.000
Penjualan (pada biaya) Rp 196.000.000
Perkiraan persediaan (pada biaya) Rp 64.000.000

Perhitungan Persentase Laba Kotor

Dalam sebagian besar situasi , persentase laba kotor disediakan sebagai persentase

harga jual. Sebagai contoh, ilustrasi sebelumnya menggunkan laba kotor 30% atas

penjualan. Laba kotor atas harga jual merupakan metode yang umum untuk

menghitung laba karena beberapa alasan :

a. Sebagian besar barang dinyatakan atas dasar eceran, bukan biaya

b. Laba yang dihitung atas harga jual lebih rendah daripada laba yang didasarkan

atas biaya, dan persentase yang lebih rendah ini disukai pelanggan

c. Laba kotor yang didasarkan atas harga jual tidak pernah melebihi 100%.

Ilustrasi :

Suatu barang berbiaya $ 15 dijual seharga $ 20 atau dengan laba $ 5 . markup ini

berjumlah atau 25% dari harga eceran dan 1/3 atau 33 1/3% dari biaya.

Walaupun perusahaan biasa menghitung laba kotor atas dasar harga jual, namun

harus dipahami hubungan antara dasar markup atas biaya dan markup atas jual.

Asumsikan anda diberitahu bahwa markup atas biaya untuk suatu barang tertentu

adalah 25%. Lalu berapa laba kotor atas harga jual? Untuk mendapatkan
jawabannya asumsikan bahwa harga jual barang tersebit adalah $1. Dalam kasus

ini rumus tersebut dapat diaplikasikan sebagai berikut :

11. Metode Persediaan Eceran

Alternatf yang bisa dilakukan adalam menyusun persediaan menurut harga eceran.

Dalam sebagian besar perusahaan eceran, terdapat pola yang dapat diamati antara

biaya dengan harga. Karena itu, harga eceran dapat dikonversikan menjadi biaya

dengan suatu rumus. Metode ini yang dinamakan metode persediaan eceran.

Mensyaratkan bahwa pencatatan dilakukan atas:

a. Total biaya dan nilai eceran dari barang yang dibeli

b. Total biaya dan nilai eceran barang yang tersedia untuk dijual

c. Penjualan periode berjalan.

Penyajian perhitungan dengan metode persediaan eceran dapat digunakan sebagai

berikut :

Biaya Harga Eceran


Persediaan Awal $ 14.000 $ 20.000
Pembelian $ 63.000 $ 90.000
Barang tersedia untuk dijual $ 77.000 $ 110.000
Dikurangi : Penjualan $ 85.000
Persediaan akhir, pada harga eceran $ 25.000
Rasio biaya terhadap harga eceran ($ 77.000 $110.000 = 70%
Persediaan akhir pada biaya (70% x $ 25.000) = $ 17.500
12. Penyajian Persediaan

Standar akuntansi mewajibkan laporan mengungkapkan komposisi dari persediaan,

pengaturan pembiayaan persediaan, dan metode kalkulasi biaya-biaya persediaan yang

digunakan. Standar akuntansi ini juga mewajibkan metode kalkulasi biaya

diaplikasikan secara konsisten dari satu periode ke periode berikutnya.

Perusahaan manufaktur harus melaporkan komposisi persediaan baik dalam neraca

ataupun dalam skedul terpisah dari catatan ini. Bauran relatif dari bahan baku, barang

dalan proses, dan barang jadi akan diperlukan untuk menilai likuiditas serta menghitung

tahap penyelesaian persediaan.

Pengaturan pembiayaan yang penting atau tidak biasa yang berhubungan dengan

persediaan mungkin memerlukan catatan pengungkapan. Dasar penilaian persediaan

dan metode yang dipakai dalam menghitung biaya juga harus dilaporkan.
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan :

Hanya satu akun persediaan, yaitu persediaan barang dagangan, yang muncul dalam

laporan keuangan perusahaan dagang. Sedangkan perusahaan manufaktur biasanya

memiliki tiga akun persediaan : Bahan baku, barang dalam proses, dan Barang Jadi.

Biaya yang dibebankan ke barang dan bahan yang ada ditangan tetapi belum dilibatkan

dalam produksi dilaporkan sebagai persediaan bahan baku. Biaya bahan baku untuk

produk yang telah dibuat tetapi belum diselesaikan, ditambah biaya tenaga kerja

langsung yang diaplikasikan secara khusus ke bahan baku ini dan biaya overhead yang

dialokasikan merupakan persediaan barang dalam proses. Biaya yang berkaitan dengan

prosuk yang telah selesai tetapi belum belum terjual pada akhir periode fiskal

dilaporkan sebagai persediaan barang jadi.

Yang membedakan antara sistem persediaan perpetual dengan sistem persediaan

periodik adalah dalam sistem persediaan perpetual akun persedian mengandung catatan

perubahan persediaan secara berkelanjutan. Sedangkan dalam sistem persedian periodik

kuantitas persediaan di tangan ditentukan secara periodik.

Anda mungkin juga menyukai