Anda di halaman 1dari 40

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 20 Maret 2015

LAPORAN PBL

MODUL BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT

Kelompok :2
Tutor : dr.Sri Vitayani, Sp.KK
Anggota :
Muhammad Rizky Wirnawan 1102100141
Dwi Arnhilah Miranda 1102120013
Syahrir M.Pide 1102120014
Dwi Prian Arda 1102120101
Indah Nur Fadillah 1102120102
Riskullah Makmur 1102120103
Ahmad Azhar 1102120104
Kasdianto Bantun 1102120115
Anisa Eka Mulya 1102120116
Fatia Pujiati A. H 1102120117
Nurul Hikmah Pratiwi 1102120118

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
1. Jelaskan Anatomi, fisiologi, histologi dan biokimia dari organ yang terkait !

Jawaban :

ANATOMI

A.Makroskopis

Terletak di bagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal), di


depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum
dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12
hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3
cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1%
berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.1

Gambar 1.1

Ginjal

Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.


Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada
umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya
terletak sedikit kebawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis
dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal)
yang membantu meredam guncangan. 1

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks
yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. 1

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid.1

Gambar 2.1

2. Mikroskopis

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada
tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman,
tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. 1

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga
terbentuk filtrat (urin yang masihencer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian
dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar kesaluran
Ureter, kandung kencing, kemudian keluar melalui Uretra. 1

Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. 1
Gambar 3.1

3. Vaskularisasi ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan
garis tengah. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteriar kuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis
ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus . 1

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk


sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang
mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan ke dalam jalinan vena selanjutnya menuju
vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya
mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit
suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebihdari 90% darah
yang masuk ke ginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat
khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen
mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah.1

Gambar 4.1
FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS

Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk urin-ginjal-dan struktur-struktur yang


membawa urin dari ginjal ke luar untuk dieliminasi dari tubuh. Ginjal adalah sepasang organ
berbentuk kacang yang terlertak di belakang rongga abdomen, satu di masing-masing sisi
kolumna vertebralis, sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal mendapat satu arteri renalis
dan satu vena renalis, yang masing-masing masuk dan keluar ginjal di indentasi (cekungan)
medial ginjal yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti kacang. Ginjal bekerja pada
plasma yang mengalir melaluinya untuk menghasilkan urin, mengehemat bahan-bahan yang
dipertahankan di dalam tubuh dan mengeluarkan bahan-bahan yang tidak diinginkan melalui
urin.

Setelah terbentuk, urin mengalir ke suatu rongga pengumpul sentral, pelvis ginjal,
yang terletak di bagian tengah medial masing-masing ginjal. Dari sini urin disalurkan ke
dalam ureter, suatu saluran berdinding otot polos yang keluar di batas medial dekat dengan
arteri dan vena renalis. Terdapat 2 ureter, satu mengangkut urin dari masing-masing ginjal ke
sebuah kandung kemih.

Kandung kemih, yang menampung urin secara temporer, adalah suatu kantung
berongga berdinding otot polos yang dapat terenggang. Secara periodik, urin dikosongkan
dari kandung kemih keluar melalui saluran lain, uretra, akibat kontraksi kandung kemih.
Uretra pada wanita berukuran pendek dan lurus, berjalan langsung dari leher kandung kemih
ke luar. Pada pria, uretra jauh lebih panjang dan berjalan melengkung dari kandung kemih ke
luar, melewati kelenjar prostat dan penis. Uretra pria memiliki fungsi ganda yaitu menjadi
saluran untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih dan saluran untuk semen dari organ-
organ reproduksi. Kelenjar prostat di bawah leher kandung kemih dan melingkari uretra
secara penuh.2

A. EMPAT PROSES DASAR DI GINJAL:

1. FILTRASI GLOMERULUS

Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas kurang protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma
yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi. Glomerulus adalah
langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125ml filtrat glomerulus (cairan
yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini
sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon) setiap hari. Dengan mempertimbangkan bahwa
volume rerata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa ginjal
menyaring ke seluruh volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar
sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah jam!
Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di
seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat dipertukarkan antara cairan di dalam
tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus.2

2. REABSORBSI TUBULUS

Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian
dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan
yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus
ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang
disaring perhari, sekitar 178,5 liter direabsorbsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam
pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat
oleh tubuh secara selektif direabsorbsi, sementara bahan-bahan yang tidak dibutuhkan dan
harus dikeluarkan tetap berada di urin.2

3. SEKRESI TUBULUS

Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi masuknya bahan
ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi
glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus
difiltrasi ke dalam kapsul bowman; sisa 80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam
kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari
plasma secara cepat dengan mengekstraksikan sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang
tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di
tubulus sebagai hasil filtrasi.2

4. EKSKRESI URIN

Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Ini bukan
merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga proses pertama di atas. Semua
konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di
tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari
tubuh. Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan kemudian direabsorbsi, atau tidak
difiltrasi sama sekali, masuk ke dalam vena dari kapiler peritubulus dan karenanya
dipertahankan di dalam tubuh dan tidak diekskresikan di urin, meskipun mengalir melewati
ginjal.2

B. MIKTURISI (BERKEMIH)

Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan dua tahap utama: pertama, kandung kemih terisi secara progresif hingga
tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan
mencetuskan tahap kedua, yaitu adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih atau, jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan
berkemih yang disadari. Meskipun refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang
bersifat autonom, refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks
serebri atau batang otak.3

HISTOLOGI SISTEM URINARIA


Sistem perkemihan terdiri atas: kedua ginjal (ren, kidney), ureter, kandung kemih
(vesika urinaria/urinary bladder/ nier) dan uretra.4

Ginjal

Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai
jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain
tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan
ada bagian korteks yang masuk ke medula (kolumna renalis Bertini). Bangunan-bangunan yang
terdapat pada korteks dan medula ginjal adalah. 4
1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
A. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)
dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus kontortus
distal.
2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus
yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus
ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.
Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus.
Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal
(nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai
mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis
parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang
melekat erat pada jumbai glomerulus. 4
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih
tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan
gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul
Bowman. 4

Aparatus Yuksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel
epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang
mengandung enzim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-
sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan
berhimpitan dengan sel-sel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus
distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Di antara aparatus yuksta glomerular
dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang
disebut sel mesangial ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. 4

Tubulus Ginjal (Nefron)


A. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang
lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak
agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel
yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di
korteks ginjal. 4
B. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis
(segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai
gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik mempunyai
gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip
pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit
lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong. 4
C. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti
sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil
(kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. 4
D. Tubulus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus
distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus
koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa
duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks
papila. 4

Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler glomerulus dari
filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap glomerulus,
lamina basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel
podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami
perubahan sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai beberapa
juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara seperti tentakel
seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang kecil
atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam susunan yang
rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikel-
pedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran celah (Slit membran).
4
Di bawah membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus.

Ureter
Secara histologik ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan adventisia. Lapisan
mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh lamina propria. Epitel transisional ini
terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid (bila
kandung kemih kosong atau tidak teregang) sampai gepeng (bila kandung kemih dalam
keadaan penuh/teregang). Sel-sel permukaan ini mempunyai batas konveks (cekung) pada
lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung. Lamina propria
terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat elastin. Lapisan
muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal disebelah dalam dan sirkular di
sebelah luar (berlawan dengan susunan otot polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau
serosa terdiri atas lapisan jaringan ikat fibroelsatin. 4

Vesika Urinaria
Vesika urinaria terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan serosa/adventisia. Mukosanya
dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel)
dengan jaringan ikat longgar yang membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika
muskularisnya terdiri atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun berlapis-lapis yang
arahnya tampak tak membentuk aturan tertentu. Di antara berkas-berkas ini terdapat jaringan
ikat longgar. Tunika adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik. 4

Uretra
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada bagian lain
berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan akhirnya epitel gepeng berlapis
pada ujung uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat sedikit sel
goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-
elastis longgar. 4
Pada wanita uretra jauh lebih pendek karena hanya 4 cm panjangnya. Epitelnya bervarias
dari transisional di dekat muara kandung kemih, lalu berlapis silindris atau bertingkat hingga
berlapis gepeng di bagian ujungnya. Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun
serupa dengan ureter . 4
BIOKIMIA SISTEM URINARIA

Zat-zat yang normal pada urin.5

a. Komponen organic : urea, asam urat, kreatinin, devirat asam amino, konjugat dengan
asam belerang asam glukoronat, glisin, metabolic dan banyak hormone dan ukokrom
b. Komponen anorganik : di dalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+ +dan NH4+,
demikian juga anion Cl, S042- dan PO42- . Zat-zat patologik yang terdapat dalam urin
glukosa, zat-zat keton, protin, darah, bilirubin.
Kompensasi ginjal :
1. Sekresi ion hydrogen
2. Reabsorbsi ion karbonat
3. Produksi ion bikarbonat baru

Proses dasar di Ginjal dan zat-zatnya :5

1. Filtrasi glomerulus filtrasi nondiskriminatif plasma bebas protein dari glomerulus ke


dalam kapsula bowman. Adapun zat-zat yang di filtrasi yaitu :
- Elektrolit (Na+, K+, Ca++, Mg++, HCO2-, Cl-, HPO4)
- Non elektrolit (Glukosa, asam amino, hasil akhir proses metabolic berupa urea,
asam urat kreatinin)
- Air
2. Reabsorbsi Tubulus Perpndahan selektif bahan-bahan yang terfiltrasi dari lumen
tubulus ke dalam kapiler peritubulus. Adapun zat-zat yang di reabsorbsi yaitu :
- Glukosa dan asam amino diseluruh sepanjang tubulus proksimal
- 2/3 dari jumlah Na+ yang di filtrasi tadi
- Ca2+, HPO4
3. Sekresi tubulus perpindahan selektif bahan-bahan yang tidak terfiltrasi dari kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus.

2. Jelaskan patomekanisme bengka pada wajah dan perut !

Jawaban :

Edema diakibatkan oleh peningkatan tekanan intravaskuler yang cenderung mendorong


cairan ke dalam jaringan interstitial. Edema non inflamasi tergantung pada keadaan :5

1. Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler


2. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma
3. Gangguan pada aliran limfatik
4. Retensi garam dan air, yang merupakan gangguan utama pada penyakit ginjal.

Pada plasma di pembuluh darah dan cairan ekstraseluler di jaringan interstitial, terdapat
2 tekanan yang meregulasi pergerakan cairan yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan koloid-
osmotik. Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan koloid-osmotik cairan ekstraseluler
menyebabkan pergerakan air keluar dari pembuluh darah kejaringan interstitial, manakala
tekanan hidrostatik cairan ekstraseluler dan tekanan koloid-osmotik plasma menyebabkan
pergerakan cairan keluar dari jaringan interstitial ke pembuluh darah. 5

Pada skenario, kemungkinan ginjal mengalami kebocoran sehingga albumin yang


dalam keadaan normal tidak dapat diekskresi oleh ginjal akan terbuang bersama urin.
Akibatnya kandungan albumin di dalam plasma akan berkurang sehingga terjadi penurunan
tekanan koloid osmotik plasma. Penurunan tekanan onkotik plasma dapat disebabkan oleh
hipoalbuminemia, sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium dan
terjadi edema. Oleh karena itu, ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi
natrium dan air. Mekanisma kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi
juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal juga akan menambah terjadinya
retensi natrium dan edema.5,6

Apabila tekanan hidrostatik plasma menjadi lebih tinggi dari normal, atau apabila
tekanan koloid osmotik plasma menjadi lebih rendah dari normal, cairan ekstraselluler darah
akan bergerak dari pembuluh darah ke jaringan interstitial melebihi kadar yang normal. Ini
akan menyebabkan pengumpulan cairan cairan ekstraseluler yang berlebihan di jaringan
interstitial lalu mengakibatkan edema terutama di bagian wajah dan kelopak mata yang
tersusun atas jaringan ikat longgar serta rongga peritoneal yang memiliki tekanan rendah.7

3. Mengapa pembengkakan semakin lama semakin bertambah ?

Jawaban :

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.


Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari
ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume
plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan
natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk
menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya
mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik
plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.13
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis
ini dikenal dengan teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar
renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak
semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita
sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan
aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut
teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium
renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.
Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen
interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan
kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.13

4. Mengapa tidak ada tanda demam dan infeksi lainya ?

Jawaban :

Pada skenario, gejala yang dialami dapat didahului oleh penyakit infeksi, terutama
infeksi Streptococcus dengan gejala demam dan/atau tanda infeksi lain yang telah diobati.
Periode antara infeksi saluran napas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus dinamakan periode laten. Pada periode ini, kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Periode laten ini biasanya antara
1-2 minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan
sindrom nefritik akut karena sebab lainnya.8

Pada penyakit kompleks-imun, antibodi tubuh (host) akan bereaksi dengan circulating
antigen dan komplemen yang beredar dalam darah untuk membentuk circulating immunne
complexes. Pembentukkan circulating immunne complexes ini memerlukan antigen dan
antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau antibodi
lebihsedikit. Antigen yang bersirkulasi dalam darah bersifat heterolog baik eksogen maupun
endogen. Kompleks-imun yang beredar dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang
singkat akan menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan
mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.9

5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari senario tersebut !

Jawaban :

Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan pasien atau


keluarganya diperoleh melalui anamnesis yang sistematik dan terarah. Hal ini tentu sangat
penting untuk mendapatkan diagnosis suatu penyakit.12

a. Anamnesis
Menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis untuk mengetahui diagnosis
yang sebenarnya. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan agar dapat
memudahkan dalam penentuan diagnosis yang tepat. Setelah menanyakan identitas
pasien. Edema merupakan gejala utama bervariasi dari bentuk ringan, sampai berat.
(anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Dengan keluhan utama
Edema yang merupakan keluhan paling banyak diajukan pasien gangguan ginjal. kita
dapat menanyakan onset dan durasi terjadinya edema, lokasi, adanya nyeri, serta
panas. 12
Setelah menggali keluhan utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit penyerta
seperti lemah, sakit kepala, penurunan berat badan, perubahan mental dan motoric,
demam, anoreksia, mual, nyeri perut, muntah, diare, perut terasa penuh, dan urin yang
tampak cokelat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, apakah buang air kecil dan
besar lacar. Apakah kuku tampak pucat dan membentuk pita berwarna putih hal ini
menandakan terjadinya hipoalbuminemia yang kronik, kesadaran menurun serta
gangguan pernafasan. 12
Riwayat penyakit terdahulu pada pasien gangguan ginjal perlu diketahui
seperti hipertensi karena dengan terjadinya gangguan ginjal akan memicu terjadinya
vasokontriksi dari pembuluh darah sebagai bentuk kompensasi. Selain itu penyebab
lain timbulnya edema adalah penyakit jantung dan sirosis hati untuk itu perlu
ditanyakan. 12
Riwayat penyakit keluarga dengan gejala edema perlu ditanyakan pada pasien
(seperti penyakit ginjal polikistik), dll. Dalam melakukan anamnesis riwayat
kebiasaan memiliki peran terhadap terjadinya malnutrisi yang juga dapat
menimbulkan terjadinya edema. Riwayat social seperti kehidupan yang kurang
memadai kebutuhan sehari-hari perlu kita ketahui untuk menyingkirkan edema akibat
malnutrisi. 12

b. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan inspeksi wajah pasien apakah tampak sakit, pucat, sesak nafas, daerah
pinggang dimulai dengan meminta pasien duduk relak dengan membuka penutup
(pakaian) pada daerah perut sebelah atas. Diperhatikan adanya pembesaran asimetri
pada daerah pinggang atau abdmen sebelah atas. Pembesaran itu mungkin disebabkan
oleh karena hidronefrosis, abses paranefrik, tumor ginjal, atau tumor pada organ
peritoneum yang lain. 12
Palpasi abdomen biasanya dibagi menjadi palpasi ringan, palpasi dalam dalam,
palpasi hati, palpasi limpa, dan palpasi ginjal. Selama palpasi pasien diposisikan
berbaring terlentang. Bila pasien mengeluh sakit mulailah palpasi dari daerah yang
jauh dari lokasi nyeri. 12
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual dengan memakai dua tangan. Tangan kiri
diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan
kanan meraba ginjal dari depan dibawah arkus kosta. Pada bayi atau neonatus palpasi
ginjal dilakukan dengan cara meletakkan ibu jari disebelah anterior dan keempat jari
lainnya di sebelah posterior pada sudut kosto-vertebra. Pada saat inspirasi ginjal
teraba kebawah. Dengan melakukan palpasi bimanual, ginjal kanan yang normal pada
anak atau dewasa bertubuh kurus seringkali masih dapat diraba. Ginjal kiri sulit
diraba, karena terletak lebih tinggi daripada sisi kanan. 12
Perkusi dipakai untuk memperlihatkan adanya distensi gas, cairan, atau massa padat.
Pada pemeriksaan normal, biasanya hanya ukuran dan lokasi hati dan limpa yang
dapat ditentukan. 12
c. Pemeriksaan Penunjang. 12
Urinalisis
Parameter fisik urin:
Warna. Normal pucat-kuning tua tergantung kadar urokrom. Keadaan
patologis didalam tubuh dapat merubah warna urin. Urin merah disebabkan
hb, myoglobin, atau pengaruh obat. Warna hijau dapat karena zat klinis
eksogen atau infeksi pseudomonas. Warna oranye/jingga menandakan pigmen
empedu. Bila urin keruh dapat karena fosfat atau leukosituria dan bakteri.
Turbiditas. Normal transparan, urin keruh karena hematuria, infeksi dan
kontaminasi.
Bau. Beberapa penyakit mempunyai bau urin yang khas, missal bau keton,
maple syrup disease, isofloric academia, dsb.
Densitas relative. Metode pemeriksaan ada beberapa macam:
1. Berat jenis: diukur memakai urinometer, mudah dilakukan, butuh urin 25
cc, BJ urin dipengaruhi oleh suhu urin, protein, glukosa dan kontras media.
BJ mencerminkan konsentrasi yang larut dalam urindan nilai normal 1010-
1030. Pada orang tua BJ bisa dibawah atau diatas normal karena
kehilangan daya mengencerkan atau memekatkan urin.
2. Refraktometri: mudah dilakukan dan hanya membutuhkan 1 cc urin.
Factor yang mempengaruhi BJ juga akan mempengaruhi pemeriksaan ini.
3. Osmolalitas: berbeda dengan BJ, temperature dan protein tidak
mempengaruhi, tetapi kadar glukosa meningkatkan osmolalitas.
Osmolalitas urin normal 50-1200 mOsm/L walau penting menandakan
konsentrasi urin, tetapi tidak rutin diperiksa. Pada kasus batu ginjal atau
kelainan elektrolit perlu diperiksa untuk diagnosis.
4. Dipstik: memakai indicator perubahan warna pada dipstick dan sudah luas
dipakai.

Parameter Kimia

pH. Tes memakai dipstick, pada pH <5,5 atau >7,5 akurasinya kurang dan
harus memakai pHmeter. pH hasilnya dipengaruhi oleh asam-basa sistemik.

Hb. Dalam kondisi normal tidak dijumpai pada urin. Bila positif harus
dicurigai hemolisis atau mioglobinuria.

Glukosa. Dengan dipstick untuk menilai reabsorpsi glukosa dan bahan lain.
Tes ini sangat sensitive dan dapat dilanjutkan dengan kadar glukosa urin
secara kuantitatif dengan metode enzimatik.

Protein. Normal proteinuria tidak lebih 150mg/hari untuk dewasa. Pada


kondisi patologis proteinuria dapat dibedakan:

Proteinuria glomerulus: ini terjadi pada penyakit glomerulus karena


gangguan permeabilitas protein (misal: albumin, globulin)
Proteinuria tubular: ini terjadi pada penyakit tubulus dan interstisium
dan disebabkan gangguan reabsorbsi protein berat molekul (BM)
ringan.
Proteinuria overload: ini disebabkan peningkatan protein BM rendah
melebihi kapasitas tubulus (Bence-jones protein, lisosom, myoglobin)
Proteinuria benigna: protein ini termasuk proteinuria karena demam,
ortostatik atau kerja fisik.

Proteinuria biasanya dites menggunakan dipstick, dan cukup sensitive


terhadap urin.
Mikroskopk Urin
Metode. Urin pertama atau kedua pada pagi hari dan untuk cegah kerusakan
sel harus segera diperiksa. Setelah disentrifugasi memakai alat hitng khusus,
urin diperiksa dengan mikroskop. Yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan
ini :
1. Sel
2. Eritrosit (isomorfik dan dismorfik); dalam kondisi normal eritrosit
dijumpai <12.000 eri/cc
3. Leukosit; pada urin normal leukosit ditemukan 2-3/LPB. Bila jumlah
berlebih dicurigai adanya infeksi atau inflamasi.
4. Sel tubulus ginjal; walaupun tidak diperiksa pada urinalisis rutin, sel-
sel yang besar ini sering ditemukan pada nekrosis tubular akut,
glomerulonephritis atau pielonefritis.
5. Lipid
6. Kristal. Macam-macam Kristal; Kristal asam urat atau urat amorf,
kalsium oksalat, tripel fosfat, kolesterol, sistin, karena obat. Ada
beberapa Kristal yang selalu patologis yaitu Kristal kolesterol yang
ditemukan dengan proteinuria massif.
7. Organisme (misal: schistosoma haematobium yang disertai hematuria
dan leukosituria)

Pemeriksaan Fungsi Ginjal


Fungsi filtrasi glomerulus dan konsep klirens ginjal.
Laju filtrasi glomerulus adalah mengukur berapa banyak filtrate yang dapat
dihasilkan glomerulus. Ini adalah pemeriksaan yang paling baik dalam menilai
fungsi ekskresi. Untuk setiap nefron, filtrasi dipengaruhi oleh aliran plasma,
perbedaan tekanan, luas permukaan kapiler dan permebilitas kapiler. Jadil
LFG merupakan jumlah dari hasil semua nefron. Rumus baku untuk menilai
klirens:

UxV
C =
P

C: klirens, U: konsentrasi marker dalam urin, V: Volume urin, P: konsentrasi


zat marker dalam plasma.
Pemeriksaan Konsentrasi Ureum Plasma. Nilai norma Ureum Plasma 20-40%

Pemeriksaan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) Kreatinin Plasma dan bersihan


kreatinin. Manfaat klinis pemeriksaan LFG:

1. Deteksi dini kerusakan ginjal


2. Pemantauan progresifitas penyakit
3. Pemantauan kecukupan terapi ginjal pengganti
4. Membantu mengoptimalkan terapi dengan obat tertentu

Kreatinin sangat berguna untuk menilai fungsi glomerulus dan kadar plasma
kreatinin lebih baik dibandingkan kadar plasma ureum. Kenaikan kadar
plasma kreatinin 1-2 mg/dl dari normal menandakan penurunan LFG 50%.
Nilai normal dari LFG dipengaruhi usia, kelamin, luas permukaan badan. LFG
pada orang dewasa rata-rata 130 cc/min/1,73m2 untuk pria dan untuk wanita
120 cc/min/1,73m2

d. Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi (klasik & kontras USG)
USG klasik mudah dilakukan dapat digunakan untuk menentukan lokasi ukuran dan
bentuk ginjal. 12
Foto Polos Abdomen
Cara pembacaan foto yang sistematis harus memperhatian 4s Side (sisi), Skeleton
(tulang), Soft tissue (jaringan lunak), dan Stone (batu). 12
1. Side : apakah penempatan sisi kiri dan kanan sudah benar. Sisi kiri ditandai
dengan adanya bayanan gas dalam lambung sedangkan sisi kanan oleh
bayangan hepar.
2. Skeleton: perhatikan tulang-tulang vertebra, sacrum, costa, serta sendi
sakroiliaca. Adakah kelainan bentuk atau perubahan densitas tulang akibat dari
suatu proses inflamasi.
3. Soft tissue: perhatikan adanya pembesaran hepar, ginjal, buli-buli akibat
retensi urine atau tumor buli-buli, serta perhatikan bayangan gari psoas
4. Stone: perhatikan adanya gambaran opak dalam system urinaria, yaiu mulai
dari injal, ureter, hingga buli-buli. Bedakan dengan kalsifikasi pembuluh darah
atau flebolit dan feses yang mengeras atau fekolit.
Pielogravi Intravena (PIV)

Foto pencitraan yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria melalui bahan
kontras. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan
fungsi ginjal serta saluran kemih. 12

Biopsi Ginjal

Dapat memberikan gambaran dan pengertian penyakit ginjal primer maupun


sekunder. Indikasi utama biopsi: Sindrom nefrotik, gagal ginjal akibat penyakit
sistemik, gagal ginjal akut dan transplantasi ginjal. Indikasi lain adalah: proteinuria
ringan, hematuria, penyakit ginjal kronik. 12

6. Sebutkan dan Jelaskan differential diagnosis ari skenario tersebut !

Jawaban :

SINDROM NEFROTIK

Definisi
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakait tersendiri, melainkan merupakan komplex gejala
klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri sebagai berikut : 11

1. Edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria, termasuk albuminuria ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar protein
plasma total kurang dari 6 gram per 100 ml dan fraksi albumin kurang dari 3 gram per
100 ml.
3. Hiperlipidemia, khususnya hiperchlolesterolemi ; sebagai batas biasanya ialah bila
kadar cholesterol plasma total lebih dari 300 miligram per 100 ml.
4. Lipiduria ; dapat berupa lemak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak (ovel
fat bodies), torak lemak.
5. Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada yagn berpendapat
bahwa proteinuria, terutama albuminuria yang masif serta hipoalbuminemia sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik.
Epidemiologi / insiden
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer.
Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu
penyakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagai
besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada
penelitian di Jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan KM.
Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anak-anak dengan
kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya
adalah penyakit sistemik karena, obat-obatan, alergen dan toksin, dll. Sindrom nefrotik
dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerulus dengan keluarnya
protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.11

Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui ; akhir-akhir ini dianggap sebagai satu penyakit
autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi
etiologinya menjadi : 11

1. Sindrom nefrotik bawaan


a) Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
b) Resisten terhaap semua pengobatan.
c) Gejala adalah edema pada masa neonatus.
d) Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
e) Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
a) Malaria kuartana atau parasit lain
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
c) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis vena renalis.
d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
e) Amilodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementamik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. Membangi dalam 4 golongan
yaitu :

a) Kelainan minimal
Dengan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop elektron terdapat IgG atau imunoglobulin bet-1C pada dinding kapiler
glomerulus.

Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.

b) Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi set. Tidak sering ditemukan pada anak.

Prognosis kurang baik.

c) Glomerulonefritis proliferatif
1) Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan
Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.

Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah


pengobatan yang lama.

2) Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)


Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular)
dan viseral.

3) Dengan bulan sabit (crescent)


Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (simpai
(kapsular) dan viseral.

4) Glomerulonefritis membranopliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai membrana
basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta 1A rendah.

5) Lain-lain Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.


4. Glomeruloksklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi
tubulus.

Prognosis buruk.
Patofisiologi
1. Proteinuria
Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan gejala klinis lainnya
dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat untuk
membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom
nefrotik. Eksresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan
badan, dianggap proteinuria berat. 11

2. Selektivitas protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan
dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas
albimin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat
ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM
150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari
0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rendah
umumnya berkaitan dengan KM dan responsif terhadap steroid. Namun karena
selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untuk membedakan
jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan ini dianggap
tidak efisien. 11

3. Perubahan pada filter kapiler glomerulus


Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe
kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral
dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan
negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar
muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan
pada kedua-duanya. 11

Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara
interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan
negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan
hepartinase mengakibatkan timbulnya albuminaria. 11

Di samping itu sialoprotein glomerulus yaitu polianion yang terdapat pada tonjolan
kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang penting
untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel.
Suatu protein dengan berat molekul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin
rupanya mengandung asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada model
eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali
normal sebagai respons pengobatan steroid yang menyebabkan hilangnya proteinuria.
11

4. Hipoalbuminemia
Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan
pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Dalam
keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah
seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein
urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak responsif steroid,
albumin serumnya dapat kembali normal atau hampri normal dengan atau tanpa
perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam keadaan
seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal. 11

Jumlah albumin absolut yagn didegradasi masih normal atau di bawah normal,
walaupun apabila dinyatakan terhadap pool albumin intravaskular secara relatif, maka
katabolisme pool fraksional yagn menurun ini sebetulnya meningkat. Meningkatnya
katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat
menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yagn normal albumin plasma yang
rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan
meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena
meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.
Gangguan protein lainnya di dalam plasma adalah menurunnya - 1 globulin,
(normal atau rendah), dan - 2-globulin, B globulin dna figrinogen meningkat secara
relatif atau absolut. Meningkatnya - 2 globulin disebabkan oleh retensi selektif
protein berberat molekul tinggi oleh ginjal dengan adanya laju sintesis yang normal.
Pada beberapa pasien, terutama mereka dengan SNKM, IgM dapat meningkat dan
IgG menurun. 11

5. Kelainan metabolisme lipid


Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan kenaikan ini tampak lebih
nyata pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat korelasi tebalik antara konsentrasi
albumin serum dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih bervariasi dan bahkan dapat
normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien dengan
analbuminemia kongenital dapat juga timbul hiperlipidemia yang menunjukkan
bahwa kelainan lipid ini tidak hanya disebabkan oleh penyakti ginjalnya sendiri. Pada
pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotien
densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang sangat mencolok. Lipoprotein
densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak dengan SN
walaupun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau
karena degradasi yang menurun. Bukti menunjukkan bahwa keduanya abnormal.
Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis
albumin dan sekudner terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun
meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal.
Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya -glikoprotein asam
sebagai perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini
menjadi normal kembali. Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin
serumnya, karena efek yang sama dapat ditimbulkan dengan pemberian infus
pilivinilpirolidon tanpa mengubah keadaan hipoalbuminemianya. Pada beberapa
pasien, HDL tetap meningkat walaupun terjadi remisi pada SN-nya pada pasien lain
VLDL dan LDL tetap meningkat pada SN relaps frekuensi yang menetap bahkan
selama remisi. Lipid dapt juga ditemukan di dalam urin dalam bentuk titik lemak oval
dan maltase cross. Titik lemak itu merupakan tetesan lipid di dalam sel tubulus yang
berdegenerasi. Maltese cross tersebut adalah ester kolesterol yang berbentuk bulat
dengan palang di tengah apbila dilihat dengan cahaya polarisal. 11

6. Edema
Keterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah dianggap jelas
dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa
mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik
mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan
onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial.
Dengan meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus, albumin keluar
menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid plasma
intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruagn intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan
terbentuknya edema. 11

Kelainan glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik hidorpatik koloid plasma

Volume plasma

Retensi Na renal sekunder

Edema

Terbentuknya edema menurut teori underfilled

Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri dalam
peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume
plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan
natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk menjaga
volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai
peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan, yang secara terus-menerus menjaga
volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk
ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat
keseimbangan hingga edema stabil. 11

Dengan teori underfilled ini diduga terjadi terjadi kenaikan kadar renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada
semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya volume
plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga
timbul konsep teori overfilled. Menurut teori ini retensi natrium renal dan air terjadi
karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan
cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke
dalam ruang interstiasial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume
plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun seukunder
terhadap hipervolemia. 11

Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primeri


Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma

Edema

Terjadinya edema menurut teori overfilled

Melzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisologi SN, yaitu tipe nefrotik dan tipe
nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokonstriksi
perifer denan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus
(LFG) masih baik dengan kadar albumin yang rendah dan biasanya terdapat pada
SNKM. Karakteristik patofisiologi kelompok ini sesuai dengan teori tradisional
underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan fenomena sekunder. Di pihak
lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai dengan volume plasma tinggi,
tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan aldosteron rendah yang meningkat
sesudah persediaan natrium habis. kelompok kedua ini dijumpai pada
glomerulonefritis kronik dengan LFG yang relatif lebih rendah dan albumin plasma
lebih tinggi dari kelompok petama. Karakteristik patofisiologi kelompok keduaini
sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan retensi air dan natrium yang
merupakan fenomena primer intrarenal. 11

Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan mungkin
saja kedua proses underfilled berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada
individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin suatu
kombinasi rangsangan yang lebih dari satu dan ini dapat menimbulkan gambaran
nefrotik dan nefritis. Akibat mengecilnya volume intravaskular akan merangsang
kelarnya renin dan menimbulkan rangsangan non osmotik untuk keluarnya hormon
volume urin yang sedikit dan pekat dengan sedikit natrium. 11

Karena pasien dengan hipovolemia disertai renin dan aldosteron yang tinggi
umumnya menderita penyakit SNKM dan responsif steroid, sedangkan mereka
dengan volume darah normal atau meningkat disertai renin dan aldosteron rendah
umumnya menderita kelainan BKM dan tidak responsif steroid, maka pemeriksaan
renin dapat merupakan petanda yang berguna untuk menilai seorang anak dengan SN
responsif terhadap steroid atau tidak disamping adanya SNKM. Namun derajat
tumpang tindihya terlalu besar, sehingga sukar untuk membedakan pasien antara
kedua kelompok histologis tersebut atas dasar pemeriksaan renin. Peran peptida
natriuretik atrial (ANP) dalam pembentukan edema dan diuresis masih belum pasti. 11

Manisfestasi klinis
1. Edema
Di masa lalu orangtua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu makan yang
kurang. Mudah terangsang adanya gangguan gastrointestinal dan sering terkena
infeksi berat merupakan keadaan yang sangat erat hubungannya dengan beratnya
edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini sebagai akibat edema. 11

Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya edema dapat
dicegah pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten dengan
komplikasi yang menggangu merupakan masalah klinik utama bagi mereka yang
menjadi non responden dan pada mereka yang edemanya tidak dapat segera diatasi.
Edema umumnya terlihat pada kedua kelopak mata. Edema minimal terlihat oleh
orangtua atau anak yang besar sebelum kedokter melihat pasien untuk pertama kali
dan memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau bertabah, baik lambat atau
cepat atau dapat menghilangkan dan timbul kembali. Selama periode ini edema
periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema
menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit
yang sebenarnya menjadi tambah nyata. Edema berpindah dengan perubahan posisi
dan akan lebih jelas dalam posisi berdiri. Kadang-kadang pada edema yang masif
terjadi robekan pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini,
edema telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan
skrotum atau labia, bahkan efusi plerura. Muka dan tungkai pada pasien ini mungkin
bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti malnustrisi sebagai tanda
adanya edema menyeluruh sebelumnya. 11

Gangguan Gastrointestinal
Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare sering dialami
pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan
dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema submukosa di mukosa usus.
Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di
perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada keadaan SN yang kambuh.
Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada,
kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema
dinding perut atau pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah
kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya
edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin
mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien SN non-
responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites terjadi hernia umbilikalis dan
prolaps ani. 11

2. Gangguan Pernapasan
Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini
dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan obat flurosemid. 11

3. Gangguan Psikososial
Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya pada penyakit berat
umumnya yang merupakan stres nonspesifik .Perasaan-perasaan ini memerlukan
diskusi, penjelasan dan kepastian untuk mengatasinya. 11

Klasifikasi (histopatologis)
Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada SN yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi Komisi Internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan dengan pemeriksaaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan
mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Pada tabel di bawah ini dipakai istilah /
terminologi yang sesuai dengan laporan ISKDC (1970) dan Habib dan Kleinknecht
(1971). 11

Tabel 6.1 KLASIFIKASI KELAINAN GLOMERULUS PADA SN PRIMER

Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus EKSUDATIF

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotlial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe IIi dengan deposit subendotlial transmembran/subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)


Morfologi kelainan glomerulus primer

1. Penyakit kelainan minimal (KM)


ISKDC (1978) malaporkan pada penelitiannya diantara 521 pasien SN, 76,4%
menderita KM. Pada penelitian di Jakarta (Wila Eirya, 1992) diantara 364 pasien yang
dibiopsi 44,2% menunjukkan Km. 11

2. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)


Penyakit glomerulus fokal merupakan suatu proses penyakit yang mengenai hanya
beberapa glomerulus, sedang yang lainnya tampak normal. Penyakit glomerular
segmental menyatakan beberapa lobus gloemrulus terkena, sedangkan yang lain
masih normal. Kelainan ini dapat dijumpai pada beberapa kelainan glomerulus atau
bahkan pada kelainan tubulo interstisial. Namun kelainan ini ditemukan tersendiri
pada pasien dengan SN. Apakah kelainan ini merupakan penyakit tersendiri atau suatu
progresivitas penyakit KM belum dapat dipastikan. Kemungkinan ialah bahwa
keduanya dapat terjadi keadaan klinis yang berbeda. 11

3. Glomerulunefritis proliferatif mesangial (GNPM)


Secara histologis kelainan ini menunjukkan pembesaran merata dan pertambahan
selularitas didaerah mesangial yang mengandung masing-masing 4 sel. Dibawah
mikroskop cahaya tidak mungkin untuk menetapkan adanya pertambahan selularitas
sebagai akibat proliferasi monosit atau proliferasi sel meangial glomerulus atau
keduanya. Dieprlukan pemulasan khusus untuk membedakan hiperselularitas ini
yaitu dengan esterase monospesifik atau enzim lisosomal lainnya yang terdapat
didalam monosit. 11

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP)


Dikenal 3 subtipe pada kelainan ini yaitu tipe I yang merupakan tipe klasik dan tipe
III yang erat hubungannya, hanya berbeda paada letak deposit imunnya. Sedang tipe
II, atau penyakit deposit padat (denso-deposit disease) walpun klinis hampir serupa,
namun menunjukkan kelainanmorfologis dan imunologis yang sangat berbeda,
11
sehingga suatu penyakit yang berbeda.

5. Glomerulopati Membranosa (GM)


Kelainan ini untuk pertama kali dilaporkan oleh Bill dalam tahun 1950. Dibedakan 2
jenis bentuk klinik yaitu yang didiopatik dan sekudner. Penyakit GM ditandai dengan
kelainan dinding kapiler glomerulus yang progresif dan kompleks. Berdasarkan ME,
kelainan ini terdiri atas deposit padat electron dan spikes yang tampak menonjol dair
membran basal. Deposit ini homogen, berdekatan dan dipisahkan oleh sikes. 11

Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada penderit SN tergangung faktor-faktor sebagai berikut : 11
histopatologi renal, lamanya sakit, umur dan jenis kelamin penderita.

1. Infeksi
Infeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu gama
globulin serum, penurunan konsetnrasi IgG, abnormalitas komplemen, penurunan
konsentrasi transferin dan seng, serta pungsi lekosit yang berkurang. Infeksi yang
serign terjadi berupa peritonitis primer, selulitis, infeksi saluran kemih,
bronkopneumonia dan infeksi virus.

2. Tromboemboli dan gangguan koagulasi


Pada penderita SN terjadi hiperkoagulasi dan dapat menimbulkan tromboemboli baik
pada pembuluh darah vena maupun arteri. Keadaan ini disebabkan oleh faktor-faktor :

a) Perubahan zymogen dan kofaktor dalam hal ini penignkatan fakto V.X.VII.
Fibrinogen dan fakto von Willebrand.
b) Perubahan fungsi platelet karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia.
c) Perubahan fungsi sel endotelial karena perubahan sirkulasi lipid.
d) Peran obat kortikosteroid : yakni meningkatkan konsentrasi Fc. VIII dan
memperpendek Protrombin time dan PTT Namun dalam dosisi besar
kostikosteroid akan menignkatkan AT III dan mencegah agregasi trombosit.
e) Diuretik akan menurunkan voluem plasma sehingga meninggikan angka
hematokrit dengan demikian viskositas darah dan konsentrasi fibrinogen akan
meningkat.
3. Perubahan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein
Pada penderita SN terjadi peningkatan total kolesterol, LDL dan VLDL seta
apolipoprotein di dalam plasma sementara HDL dapt normal atau turun khususnya
HDL 2. Hiperlipidemia ini berlangsung lama dan tidak terkontrol dapat mempercepat
proses aterosklerosis pembuluh darah koroner. Aorta dan arteria renalis. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya penyakti jantung eskemik ataupun trombosis arteri Renalis.
Tidak sepeti pada lemak, penelitian mengenai perubahan metabolisme karbohidrat
belum komprehensif. Namun telah diketahui pada hati yang mensintesis protein lebih
besar akan meningkatkan ptikogenolisis, selain itu didapatkan penignkatan ambang
vespin terhadap insulin dan glukosa. Hal ini dapat terjadi hipoalbuminemia pada
keadaan malnutrisi kronik. Sejumlah protein plasma yang penting pada transport besi,
hormon dan obat-obatan, karena molekulnya kacil, dengan mudah keluar melalui urin,
kehilangan zat-zat tersebut akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

a) Transferin ion yang menurun menyebabkan anemia.


b) Penurunan seruloplasmin belum dilaporkan akibat klinisnya.
c) Berkurangnya albumin pengikat seng dan besi menyebabkan hipogensia dan
penurunan sel-sel imunitas.
d) Berhubungan protein pengikat vitamin D akan mempengaruhi metabolisme
kalsium sehingga terjadi osteomalasia dan hiper paratiroid.
e) Berkurangnya protein pengikat kostisol menyebabkan dibutuhkannay dosis lebih
besar terhadap kortikosteroid.
Kehilangan sejumlah besar protein ini akan menyebabkan penderita jatuh dalam
keadaan malnutrisi. Karena itu dilanjutkan diet tinggi protein diberikan 2-3 5
gram/kg/24 jam untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Diet rendha protein,
meski dapat mengurangi proteinuria dalam jangka penek mempunyai risiko
kesimbangan negatif di masa mendatang.

4. Gagal Ginjal Akut (GGA)


Komplikasi ini mekanismenya belum jelas. Namun banyak ditemukan pada penderita
SN dengan lesi minimal dan gromerulosklerosis fokal. diperkirakan akibat
hipovelemia dan penurunan perfusi ke ginjal. akibat dari GG pada penderita SN
cukup serius. 18% meninggal. 20% dapt bertahan tapi tidak ada perbaikan fungsi
ginjal dan memerlukan dialisis.

Penatalaksanaan
Kasus SNP dengan KM pada pemeriksaan histologisnya dapat sembuh dengan
pengobatan prednison dalam waktu sebulan atau dapat meninggal dalam waktu setahun.
Sebenarnya kalau anak sembuh atau apabila penyakitnya berlangsung progresif cepat dan
mengakibatkan kematian tidak merupakan masalah. Namun akan menimbulkan masalah
psikologis apabila manifestasi klinis penyakitnya hilang timbul, kambuh berulang,
disertai gejala edema, asites dan proteinuria. Di samping itu pemberian obat yang lama
dapat menimbulkan efek samping seperti muka rembulan, obesitas, hipertensi, katarak,
osteoporosis, dan gangguan pertumbuhan. 11

Efek samping yang paling seirng dijumpai adalah obesitas, habitus, cushingoid, katarak,
hipertensi, osteopororis, gangguan pertumbuhan dan gangguan psiko-emosi. Sebetulnya
semua sistem di dalam tubuh dapat terkena efek samping obat tersebut.

Banyak peneliti yang melaporkan hasil yang dapat menurunkan frekuensi dengan obat
sitostatika, steroid jangka lama dengan dosis rendah, atau pemberian levamisol.

1. Kortikosteroid
Pengobatan baku kortikosteroid menurut ISKDC (1978) adalah prednison atau
prenisolon dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kgBB) setiap hari selama 4 minggu,
dilanjutkan denan 40 mg/m2/hari secara intermiten (3 hari dalam 1 minggu) atau dosis
alternating (selang sehari) selama 4 minggu. Studi kolaboratif Jerman (1990)
melaporkan bahwa dengan memperpanjang cara pemberian sehari seperti yang
dilaporkan ISKDC didapatkan penurunan angka relaps 12 bulan setelah obat
dihentikan 36% kasus pada pemberian 12 minggu dibandingkan dengan 81% kasus
dengan cara pemberian baku ISKDC 8 minggu. Bila terjadi kambuh setelah
pengobatan dihentikan, maka pengobatan diulang dengan cara buku ISKDC yaitu
dosis penuh tiap hari sampel terjadi remisi dan dilanjutkan dengan 4 minggu dosis
intermiten atau selang sehari. Menurut Ehrich dkk. dengan memperpanjang
pemberian prednison tersebut diharapkan akan mengurangi terjadinya kambuh sering,
tanpa menambah risiko efek samping steroid.

2. Sitostatika
Penggunaan obat sitostatika pada kasus SNP-KS dan SNP-DS telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti dan dapat memperpanjang remisi, bahkan pada beberapa penderita
menimbulkan remisi permanen. Apabila dibandingkan pengobatan sitostatika pada
penderita SNP-DS dengan SNP-KS, hasilnya lebih baik pada kambuh sering daripada
yang dependen steroid.

Siklosfosfamid dan klorambusil merupakan obat yang banyak dipakai dengan efek
yang hampir sama.

a) Siklofosfamid
Siklofosfamid diberikan dengan dosis 2-3 mg/kgBB selama 8 minggu dilaporkan
efektif dalam mengurangi jumlah kambuh pada SNP-KS. Sekitar 60% kasus yang
diberi siklofosfamid tetap remisi selama 2 tahun setelah obat dihendikan dan 40%
kasus tetap remisi selama 5 tahun.

b) Klorambusil
Klorombusil mempunyai efek sama dengan siklofosfamid dalam memperpanjang
masa remisi SNP-KS dan SNP-DS. Studi kolaboratif Jerman mendaptkan remisi
87% kasus selama 30 bulan pada penderita kambuh sering.

Alatas dkk. dalam suatu studi kontrol pada 20 kasus SNP-KS melaporkan pada
kelompok yang diberi klorambusil (8 minggu) dengan prednison interminten
selama pengobatan 12 bulan hanya 12% kasus yang mengalami kekambuhan,
sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi plasebo dengan prednison
intermiten, 88% kasus mengalami kekambuhan.

3. Siklosporin A
Siklosporin A (Si A) adalah suatu imunosupresan yang banyak digunakan pada
transplantasi ginjal, merupakan obat alternatif lain di samping steroid. SiA besifat
menghambatr generasi dan aktival sel T sitotoksik. Akhir-akhir ini SiA dicoba pada
SNP-KS dan resisten steroid. Pada kasus SNP-KS dan SNP-DS. Tejani dkk
melaporkan 11 dari 13 kasus mengalami remisi dengan pemberian SiA selam 8
minggu. Niaudet dkk memberikan SiA 2-8 bulan, 80% dilaporkan mengalami remisi.
Namun bila obat dihentikan akan terjadi kekambuhan kembali, sehingga dikatakan
obat ini menimbulkan efek dependen SiA. Pada kasus SNP-RS pemberian SiA tidak
memberiakn hasil memuaskan. Dosis yang dipakai adalah 5 mg/kgBB/hari,
disesuaikan dengan kadar SiA darah 200-400 /ml. Obat ini dapat menimbulkan
nefritis interstisialis sehingga pada pemberian jangka panjang perlu dilakukan
pemantauan denan biopsi ginjal. karena obat ini mahal harganya dan hasilnya kurang
memuaskan, pemakaian obat ini pada kasus SN belum dapat diterima sebagai
pengobatan alternatif. Jika SiA akan dipakai sebaiknya untuk kasus yang sudah tidak
mempan dengan obat sitostatika lainnya.

4. Levamisol
Levamisol adalah suatu anti hemintik yang ternyata mempunyai efek imunologis
menstimuloasi sel T. sesuai dengan teori Shalhoub pada sindrom nefrotik ditemukan
adanya gangguan fungsi sel T. akhir-akhir perhatian pada levamisol muncul kembali
dengan waktu pemberian yang lebih lama. Perhimpunan Nefrologi Pediatri Inggris
melakukan uji klinis dengan kontrol pada kasus SNP-DS dan melaporkan bahwa
levamisol dapat memperpanjang masa remisi. Efek samping yang dilaporkan hanya
sedikit dan sebagaian besar penderita adalah SNP-KM. Dosis yang dipakai adalah 2-3
hari (+ 4 bulan) pada 61 kasus SNP-DS. Pada kasus yang diberi levamisol, 14 orang
anak tetap dalam remisi sedangkan pada yang tidak diberi levamisol hanya 4 orang
anak yang tetap remisi. Efek samping yang dapat ditemukan adalah gejala
gastrointestinal, mual dan muntah, serta agranulositosis yang bersifat reversibel
apabila obat dihentikan.

Prognosis
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur, jenis
kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. prognosis pada
umur muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki.
Makin dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal
mempunyai respons terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan
mempunyai prognosis paling buruk pada glomerulonefritis proliferatif. 11

Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai
sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya pneumonia).

GLOMERULONEPHRITIS AKUT

Definisi
Glomerulonephritis merupakan suatu reaksi peradangan pada glomerulus.Glomerulonephritis
dapat bersifat akut, yang berarti gejala klinis muncul tiba-tiba;ataupun bersifat kronis, yang
berarti gejala klinisnya berkembang atau bertambah parah dalam waktu yang cukup lama.8
Etiologi
Timbulnya glomerulonefritis biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal,terutamadi traktus
respiratorius. Glomerulonephritis dapat jiga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 8
Pada anak, yang paling sering menyebabkan glomerulonephritis akut
adalah pasca infeksi streptokokus. Namun sebenanya bukan streptokok yangmenyebabkan
kerusakan pada ginjal. Diduga, terdapat suatu antibodi yangditujukan terhadap antigen
khusus yang merupakan unsur membrana plasmaspesifik streptokok. Glomerulonephritis
jenis ini biasanya dinamakan Glomerulonphritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)
Systemic immune disease seperti SLE atau lupus
Penyakit immune lainnya, seperti :
- Polyarteritis nodosa group; yaitu peradangan pada arteri
- Wegener vasculitis; yaitu penyakit progresif yang dapat menyebabkan penyebaran
radangnya ke seluruh tubuh- Henoch Schnlein purpura
penyakit yang umumnya menyerang anak-anakyang berkaitan dengan purpura dan
melibatkan banyak sistem organ.
Glomerulonephritis dapat juga disebabkan oleh pengaruh gen X yang diturunkanoleh
ibu yang carrier ke anak laki-laki
Prevalensi
Glomerulonephritis umumnya menyerang anak-anak pada usia 2 sampai 12tahun, terutama
pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2 : 1. 8

Patogenesis
Glomerulonephritis akut merupakan immune complex disease. Saat antigenmasuk, terbentuk
kompleks antigen-antibodi dalam darah yang bersirkulasi ke dalamglomerulus di mana
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalammembrana basalis. Selanjutnya
komplemen akan terfiksasi menyebabkan lesi
dan peradangan yang menyebabkan penarikan leukosit polimorfonuklear (PMN) dantrombosi
t menuju ke tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom jugamerusak endotel dan
membrana basalis glomerulus. Sebagai respon terhadap lesiyang terjadi timbul proliferasi sel-
sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan sel-sel epitel. Akibat semakin besarnya
kebocoran glomerulus, maka protein dan seldarah merah dapat keluar ke dalam kemih yang
sedang dibentuk oleh ginjal,mengakibatkan proteinuria dan hematuria.Glomerular Flow Rate
(GFR) biasanya biasanya menurun, sehingamengakibatkan eksresi air, natrium, dan zat-zat
nitrogen mungkin berkurang,sehingga timbul edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron
juga berperan dalamretensi natrium dan air. Derajat edema tergantung pada seberapa berat
kerusakan pada glomerulus. 8

Gejala Klinis
Gambaran klinisnya dapat bermacam-macam. Gejala yang dapat ditemukan pada
glomerulonephritis akut antara lain : 8
Edema. Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertamamtimbul
dan menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi diwajah, terutama
di daerah periorbital (palpebra), disusul oleh tungkai. Jika terjadiretensi cairan yang
hebat, dapat timbul asites dan edema genitalia eksternamenyerupai sindrom nefrotik.
Distribusi edema tergantung pada 2 faktor, yaitugravitasi dan tahanan jaringan lokal.
Itu sebabnya edema pada wajah
dan palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi oleh karena adanya jaringanlonggar
pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang setelah melakukankegiatan fisik.
Hal ini terjadi karena faktor gravitasi. Kadang-kadang juga terjadiedema laten, yaitu
edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan
penurunan berat badan. Umumnya edema yang berat terjadi jika ada oligouria dan
gagal jantung.
Hematuria. Urin berwarna seperti coklat kemerah-merahan atau seperti air tehtua, air
cucian daging atau seperti coca-cola. Hematuria makroskopis biasanyatimbul dalam
minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi bisa
juga berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-
kadang masih dijumpai hematuria makroskopis dan proteinuria, walaupun
secaraklinis sudah sembuh. Bahkan, hematuria mikroskopis dapat menetap lebih
darisatu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan ini
disebuthematuria persisten dan merupakan indikasi unntuk dilakukan biopsi
ginjalmengingat kemungkinan adanya glomerulonephritis kronik.
Proteinuria. Namun hilangnya protein dalam urin biasanya tidak cukup banyakuntuk
menyebabkan hipoalbuminemia.
Hipertensi. Merupakan gejala yang penting dan timbul pada seagian besar penderita.
Umumnya hipertensi yang terjadi tidak berat. Timbul terutama dalamminggu pertama
dan umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnyagejala klinik yang lain.
Hipertensi ringan tidak perlu diobati, sebab denganistirahat yang cukup dan diet yang
teratur, tekanan darah akan normal kembali.Adakalanya hipertensi berat
menyebabkan hypertensive encephalopathy, yaituhipertensi yang disertai gejala
serebral seperti sakit kepala, muntah-muntah,kesadaran menurun, dan kejang-kejang.
Sampai sekarang, terjadinya hipertensi belum jelas, diduga karena hipervolemia
akibat ekspansi cairan ekstraseluler.
Oliguria. Tidak sering dijumpai. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun
atautimbul kegagalan ginjal akut. Oliguria umumnya timbul dalam minggu
pertamadan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir
minggu pertama. Oliguria dapat pula menjadi anuria yang menunjukkan adanyakerusa
kan glomerulus yang berat dan prognosisnya jelek.
Dapat juga dijumpai gejala-gejala kardiovaskuler seperti edema pulmonum
yangmengakibatkan batuk-batuk, sesak napas, sianosis; juga bisa dijumpai
edema pulmonum.
Fatique dan anemia
Gejala gasrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dandiare tidak
jarang juga muncul pada penderita.

Kelainan Laboratorium. 8
UrinProteinuria :
secara kualitatis, proteinuria berkisar antara negatif sampai
++, jarang terjadi sampai +++. Bila terdapat proteinuria sampai +++ harusdipertimban
gkan adanya gejala sindrom nefrotik. Hilangnya proteinuria tidakselalu bersamaan
dengan hilangnya gejala-gejala klinik, karena
lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah
gejala klinik menghilang. Bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria,disebut
proteinuria persisten, yang menunjukkan kemingkinan suatuglomerulonephritis
kronik yang dengan sendirinya memerlukan biopsi ginjaluntuk
membuktikannya.Sedimen : hematuria makroskopis merupakan kelainan yang hampir
selalu ada,oleh karena itu, adanya eritrosit dalam urin merupakan suatu tanda yang
paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonephritis.
DarahReaksi serologis :
Titer ASTO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksisaluran pernapasan oleh
streptokokus. Sedangkan pada infesi kulit, titer ASTOumumnya normal. Hal ini
disebabkan oleh adanya jaringan lemak subkutanyang menghalangi pembentukan
antibodi terhadap streptokokus.Aktivitas Komplemen : komplemen serum hampir
selalu menurun padaGNAPS oleh karena turut serta berperan dalam proses antigen-
antibodi sesudahterjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik.Laju Endap Darah :
LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurunsetelah gejala-gejala klinik
menghilang. Walaupun demikian, LED tidak dapatdipakai sebagai parameter
sembuhnya glomerulonephritis akut.
Bakteriologis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penyebab tersering GNAPS adalahstreptokokus
B hemolitikus grup A. penyebaran penyakit ini dapat melalui saluran napas atas
ataupun kulit, baik secara sporadik maupun epidemiologik.Walaupun begitu, tidak
semua streptokokus B hemolitikus grup A dapatmenyebabkan glomerulonephritis
akut.
Diagnosis
Petunjuk awal adanya glomerul;onephritis ialah dengan melihat tanda dangejala klinis yang
timbul. Namun, pemeriksaan urinalisis juga dapat
membantu penegakan diagnosis. Pemeriksaan urinalisis dapat menunjukakan adannya eritrosi
tyang merupakan indikator adanya kerusakan pada glomerulus; white blood cells(WBC)
sebagai indikator adanya infeksi; atau peningkatan protein yang merupakanindikator adanya
kerusakan nefron. Indikator lain seperti peningkatan kreatinin danurea urin dapat juga
digunakan sebagai petunjuk.Cara penegakan diagnosis yang lain, antara lain : 8
Kultur tenggorokan; jika dicurigai glomerulonephritis akut ini disebabkan
olehstreptokokus B hemolitikus grup A.
Pemeriksaan urin; pemeriksaan ini dapat memberikan kita informasi bagaimanakerja
filtrasi ginjal dengan mengukur kadar zat-zat sisa metabolisme dalam
urin. Normalnya memang banyak zat-
zat sisa metabolisme dalam urin, namun ada batas kadar maksimunnya.
Pemeriksaan darah; pemeriksaan ini dapat memberikan kita informasi bagaimankerja
filtrasi ginjal dengan mengukur kadar zat-zat sisa metabolisme, sepertikreatinin dan
urea nitrogen darah.
Elektrocardiogram; dapat merekam aktivitas listrik jantung, menunjukkan
adanyaaritmia, dan juga dapat mengidentifikasi adanya kerusakan pada otot jantung
Renal ultrasound (sonography); dengan pemeriksaan ini kita dapat melihatukuran
ginjal, adanya massa abnormal seperti kista, batu ginjal ataupun adanyaobstruksi.
Chest X-ray
Renal biopsi; merupakan suatu pemeriksaan dengan mengambil sampel jaringanginjal
dengan menggunakan jarum suntik. Sampel jaringan kemudian diperiksa untuk
melihat ada tidaknya penyakit tertentu. Biopsi ginjal penting untuk penegakan
diagnosis glomerulonephritis.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain : 8
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal kronik
Enselopati hipertensi
Sindrom Nefrotik

Pengobatan. 8
a.Istirahat
Istirahat di tempat tidur, terutama bila terdapat komplikasi sangat
dianjurkan pada minggu pertama. Sesudah fase akut, tidak duanjurkan lagi istirahat di tempatt
idur, tetapi tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan seperti sebelum sakit.Lamanya
perawatan tergantung seberapa berat penyakitnya.dulu
dianjurkan prolonged bedrest sampai berbulanbulan dengan alasan proteinuria dan hematuria
mikroskopis belum hilang. Sekarang penderita dapat dipulangkan sesudah 10-14
hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi dan kelainan yang masih ada
dilalukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempatti
durmenyebabkan anak tidak bisa bermain dan jauh dari teman-temannya sehinggadapat
memberi beban psikologik.
b.Diet
Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpagaram,
sedangkan edema ringan pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari.Protein dibatasi
bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 gram/kgBB/hari.Asupan cairan harus
diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita denganoliguria atau anuria, yaitu
jumalah cairan yang masuk seimbang dengan jumlahcairan yang keluar.
c.Antibiotik
Antibiotik diberikan pada glomerulonephritis akut akibat infeksi streptokokus. Namun ada
pertentangan dalam pemberian antibiotik. Pihak satu hanya memberikanantibiotik bila biakan
hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus,sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan
negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi olehkar
ena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periodelaten yang
terlalu lama.
d.Simptomatis
1.Bendungan sirkulasi.Yang paling penting ialah pembatasan cairan, dengankata lain input
harus sesuai dengan output. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus
diberikan diuretik. Kalau tidak berhasil,dilakukan dialisa peritonial.
2.Hipertensi. Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Istirahat yangcukup dan
pembatasan cairan yang baik dapat menormalkan tekanan
darah pada hipertensi ringan. Sedangkan hipertensi berat atau hipertensi dengangejala-gejala
serebral dapat diberikan klonidin yang dapat diulangi sampai 3kali atau diazoxide 5
mg/kgBB/hari secara intravena. Hipertensi berat tanpagejala-gejala serebral dapat diberikan
kaptopril atau furosemida ataukombinasi keduanya. Pada keadaan intake oral yang baik,
dapat juga diberikannifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgBB/hari yang
dapatdiulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan.
3.Gagal ginjal akut. Yang terutama harus diperhatikan adalah pembatasancairan, pemberian
kalori yang cukup dalam bentuk karbihidrat. Bila terjadiasidosis harus diberikan Na
Bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemidiberikan Ca glukonas atau kayexalate untuk
mengikat kalium.

Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan yang sempurna.Jika pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya sejumlah besar protein dalamair kemih atau terjadi
kemunduran fungsi ginjal yang sangat cepat, maka kemungkinan akan terjadi gagal ginjal dan
kerusakan ginjal.Pada 1% penderita anak-anak dan 10% penderita dewasa, sindroma nefritik
akut berkembang menjadi. sindroma nefritik yang berkembang dengan cepat .Sekitar 85-95%
anak-anak kembali mendapatkan fungsi ginjalnya yang normal,tetapi memiliki resiko tinggi
menderita tekanan darah tinggi di kemudian hari.Sekitar 40% dewasa mengalami
penyembuhan yang tidak sempurna dan tetapmemiliki kelainan fungsi ginjal. 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, SA. Patofisiologi Volume II Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2003
2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta: 2011
3.
4. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta: 2007
5. Mescher LA. Junqueiras Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. California:
Lange Medical Publications; 2010 2 Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of
Histology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006
6. Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid 1 Edisi IV. Dalam
:Waspadji S,Lesmana L, AlwiI,editors. Jakarta: FK UI
7. Alatas, H; Tambunan, Taralan, dkk.2010. Buku Ajar NefrologiAnak. Edisi 2.
Jakarta: BalaiPenerbit FKUI
8. Emil A. T. 2004. Diagnosis of Medical Renal Disease, Smiths General Urology.
6th edition.Washington: The McGraw Hill Companies

9. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi VI, Aru W. Sudoyo 2047-2049,
2056.

10.Herry, G danHeda, M. 2005. Pedoman Diagnosis dan TerapiIlmuKesehatanAnak.


Edisi 3. Bandung : BagianIlmuKesehatanAnak FK UNPAD RSHS
11.Behrman, Kliegman, Arvin. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19.
Philadelphia: Elsevier/Saunders
12.Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
13.BATES, Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat kesehatan 43-44
14.Sukandar, Enday. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD ; 2006

Anda mungkin juga menyukai