TEMANGGUNG
Kelas : Alamanda
Nim : P.174.24.213.007
2016
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL
TEMANGGUNG
Kelas : Alamanda
Nim : P.174.24.213.007
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran
hidup. Adapun Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248
per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian
Bayi(AKB) yaitu 27 per 1000 kelahiran hidup.(Standar WHO).
Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada
masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi
meninggal. Penyebab kematian BBL di indonesia adalah BBLR 29%,
Asfiksia 27%, trauma lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (JNPK-KR, 2008:145).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
mengestimasikan AKB di Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir, yaitu
tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Banyak faktor
yang mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu salah satunya asfiksia
sebesar 37% yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru
lahir (Depkes.RI, 2008). Sementara target Millenium Development Goals
(MDGs) tahun 2015 adalah 32 / 1. 000 KH.
Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini
ditemukan baik dilapangan maupun dirumah sakit rujukan di indonesia. Di
Amerika diperkirakan 12.000 bayi meninggal atau menderita kelainan
akibat asfiksia perinatal. Retardasi mental dan kelumpuhan syaraf
sebanyak 20-40% merupakan akibat dari kejadian intrapartum
(Wiknjosastro, 2010:10)
Asfiksia pada BBL menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta
kematian BBL setiap tahun. Di Indonesia, angka kejadian asfiksia di
rumah sakit provinsi Jawa Barat ialah 25,2%, dan angka kematian karena
asfiksia di rumah sakit pusat rujukan provinsi di Indonesia sebesar
41,94%. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan
bantuan untuk mulai bernapas, dari bantuan ringan (langkah awal dan
stimulasi untuk bernapas) sampai resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari
jumlah tersebut hanya kira-kira 1% saja yang membutuhkan resusitasi
yang ekstensif. Penulis lain menyebutkan kira-kira 5% bayi pada saat lahir
membutuhkan tindakan resusitasi yang ringan seperti stimulasi untuk
bernapas. Antara 1% sampai 10% BBL di rumah sakit membutuhkan
bantuan ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan
kompresi dada. Sebagian besar bayi yaitu sekitar 90%, tidak
membutuhkan atau hanya sedikit memerlukan bantuan untuk
memantapkan pernapasannya setelah lahir dan akan melalui masa transisi
dari kehidupan intrauteri ke ekstrauterin tanpa masalah .
Kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi pada jumlah besar BBL.
Walaupun demikian, kadang-kadang kebutuhan resusitasi tidak dapat
diduga. Oleh karena itu tempat dan peralatan untuk melakukan resusitasi
harus memadai, dan petugas yang sudah dilatih dan terampil harus sdah
tersedia setiap saat dan di semua tempat kelahiran bayi. Luaran dari BBL
setiap tahun akan menjadi lebih baik dengan penyebaran teknik melakukan
resusitasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan fisiologis pada Bayi Baru Lahir?
2. Apakah definisi asfiksia neonatorum?
3. Apakah penyebab asfiksia?
4. Bagaimana penatalaksanaan asfiksia neonatorum?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif
dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada bayi baru
lahir patologis pada bayi ny. m umur 0 hari dengan asfiksia.
2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya Pengkajian terhadap bayi baru lahir patologis pada bayi
ny. m umur 0 hari dengan asfiksia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TINJAUAN MEDIS
1. Pengertian
a. Neonatus adalah bayi lahir sampai usia 4 minggu (Pusdik dkk, 2000:232)
b. Neonatus adalah bulan pertama kehidupan (Saefudin, 2002:132)
c. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
spontan dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro, 2004).
d. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta berakhir dengan asidosis
(Arief dkk, 2009).
2. Etiologi dan factor predisposisi
Menurut Arief dkk (2009), penyebab secara umum dikarenakn adanya
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Pembagian penyebab kegagalan pernapasan menurut Dewi (2011) adalah
sebagai berikut :
a. Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya :
1) Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, dsebabkan oleh beberapa hal
yaitu :
a) Gangguan aliran pada tali pusat, kali ini biasanya berhubungan
dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan
yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang
menyebabkan tali pusat menumbung., dan kehamilan lebih
bulan (post-partum).
b) Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang
menggunakan narkoba.
2) Faktor dari ibu selama hamil
a) Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat
menyebabkan hipertoni
b) Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta
yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara
mendadak.
c) Vasokontriksi arteria pada kasus hipertensi kehamilan dan pre
eklampsia dan eklampsia.
d) Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan
pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang).
3. Patofisiologi
Menurut Hasan (2005), pernafasan spontan bayi baru lahir
tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap sangat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi Primary
gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat
asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi
dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat.
Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode atau (primary apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan yang teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan
bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoea).
Pada tingkat ini di samping bridakardia ditemukan pula penurunan tekanan
darah.
Kekurangan O2 akan merangsang usus sehingga mekonium keluar
sebagai tanda janin dalam asfiksia. Secara klinis tanda-tanda asfiksia
adalah denyut jantung janin yang ebiih cepat dari 160x/ment atau kurang
dari 100x/menit, halus dan irregular, serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan terdapat mekonium, maka janin mulai asfiksia. Jika
DJJ lebih dari 160x/menit dan ada mekonium maka janin sedang asfiksia.
Jika DJJ kurang dari 100x/menit dan ada mekonium maka janin dalam
keadaan gawat (Mochtar, 1998)
4. Tanda dan gejala
a. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit.
2) Bayi tampak sianosis.
3) Adanya retraksi sela iga.
4) Bayi merintih (grunting)
5) Adanya pernapasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas.
7) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif (Dewi, 2011).
5. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
hipoksia janin. Diagnosis hipoksia dapat dibuat ketika dalam persalinan
yakni saat ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapatkan perhatian (Ssifuddin, 2002) :
a. Denyut jantung janin
Frekuensi normal denyut jantung janin adalah antara 120 sampai
160x/menit. Selama his frekuensi tersebut bisa turun, tetapi di luar his
kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut
jantung umumnya tidak banyak artinya, namun apabila frekuensi
turun sampai dibawah 100 per menit di luar his dan terlebih jika tidak
teratur, hal tersebut merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal tersebut dapat dilakukan dengan
mudah.
c. Pemeriksaan darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan melalui servik
yang dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
darah janin. Darah tersebut diperiksa pH nya, adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH turun sampai 7.2 hal tersebut
dianggap sebagai tanda bahaya. Kelahiran yang telah menunjukan
tanda-tanda gawat janin dimungkinkan akan dissertai dengan asfiksia
neonatorum. Oleh karena itu perlu diadakan persiapan untuk
menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia. Tingkatannya
perlu diketahui untuk melakukan tindakan resusitasi yang sempurna.
Hal tersebut diketahui dengan penilaian menurut APGAR.
6. Prognosis
Asfiksia livida (biru) lebih baik dari pada pallida (putih). Prognosis
tergantung pada kekurangan CO2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi
yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan
kemungkinannya penderita cacat mental seperti epilepsia dan bodoh dan
masa mendatang.
7. Penilaian APGAR score
P : Pulse = nadi
G : Grimace = menyeringai (akibat refleks kateter dalam hidung)
A : Activity = keaktifan
R :Respiration = pernapasan
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada bayi asfiksia neonatorum, adalah
dengan resusitasi segera setelah lahir. Resusitasi segera setelah lahir adalah
upaya untuk membuka jalan nafas, mengusahakan agar oksigen masuk
tubuh bayi dengan meniupkan nafas ke mulut bayi (resusitasi pernafasan),
menggerakkan jantung (resusitasi jantung) sampai bayi mampu bernafas
spontan dan jantung berdenyut spontan secara teratur.
Resusitasi dilakukan sesuai dengan tahapan resusitasi dan sangat
bergantung pada derajat asfiksia (ringan,sedang,berat), keadaan tidak
bernafas disertai jantung tidak berdenyut, serta tidak ada aspirasi
mekonium. Pada asfiksia berat diperlukan pemasangan endotrakheal tube.
Natrium bikarbonat hanya diberikan pada keadaan asidosis metabolik dan
diberikan secara hati-hati, karena cairan ini bersifat hipertonis yang
memudahkan terjadinya perdarahan intrakranial.
Selain tindakan resusitasi, bayi dengan asfiksia neonatorum juga
membutuhkan terapi suportif dan terapi medikamentosa. Terapi suportif
diberikan dalam bentuk cairan infuse dextrose 5-10% untuk mencegah
hipoglikemi, cairan elektrolit untuk mencukupi kebutuhan elektrolit dan
pemberian oksigen yang adekuat. Terapi medikamentosa dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya edemacerebri dengan pemberian kortikosteroid
(masih kontroversi) dan Phenobarbital untuk melokalisir perdarahan dan
mengurangi metabolisme serebral (Nur, 2012:190-192).
Menurut Hidayat( 2008: 128) penatalaksanaan pada bayi dengan
asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut.
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung dan paru
dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta
mamantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik. Cara mengatasi
asfiksia adalah sebagai berikut.
1) Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
Cara mengatasinya adalah sebagai berikut.
1) Bersihkan jalan napas.
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker (ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4 cc disuntikkan melalui vena umbilikus secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial
meningkat.
I. DATA SUBYEKTIF
1. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat untuk memperoleh
gambaran keadaan kesehatan keluarga pasien. Berbagai jenis penyakit
bawaan dan penyakit keturunan juga mempunyai latar belakang sosial-
budaya. Terdapatnya perkawinan dengan keluarga dekat antara ayah dan
ibu terdapatnya penyakit tertentu pada keluarga (stigmata alergi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus, atau penyakit keganasan, epilepsi dan
lain-lain) perlu ditanyakan, sebab mungkin berhubungan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi sekarang. (Matondang, 2003:15-16)
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan bayi (Varney, 2007: 32).
Salah satu faktor yang mempengaruhi bayi asfiksia yaitu riwayat penyakit
ibu, diantaranya hipertensi dan penyakit paru. (Depkes RI, 2008)
2. Riwayat kehamilan sekarang
Hal pertama yang perlu ditanyakan adalah keadaan kesehatan ibu selama
hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang dilakukan untuk
mengatasi penyakit tersebut. Dirinci pula beberapa kali ibu melakukan
kunjungan antenatal dan kepada siapa kunjungan antenatal dilakukan
(dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis).(Matondang,
2003:12-13)
3. Riwayat persalinan sekarang
Riwayat kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti, termasuk tanggal,
dan tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara kelahiran (spontan,
ekstrasi cunam, ekstrasi vacum, bedah caisar), adanya kehamilan ganda,
keadaan segera setelah lahir, dan morbiditas pada hari-hari pertama setelah
lahir. Berat dan panjang badan lahir selalu ditanyakan. Maka dapat
diketahui apakah bayi saat lahir sesui, kecil, atau besar untuk masa
kehamilannya.(Matondang, 2003:13)
DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
1. Menangis
Tangisan bayi dapat memberikan keteranagn keadaan bayi,
misalnya tangisan yang melengking menunjukkan bayi dengan
kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang lemah atau
merintih terdapat pada bayi dengan kesukaran pernapasan
(Matondang,2000:150).
Waspada terhadap tangisan yang berlebihan ,kesakitan,
ketidakmampuan untuk berdiam diri , yang mungkin berhubungan
dengan gejala putus obat neonatus(Ladewig,2006:173)
Vital sign :
Menurut Ladewig (2006:157):
a. Frekuensi nadi : 120-160 kali/menit. Selama tidur nilai paling rendah
100 kali/menit, jika menangis sampai 160 kali/menit.
b. Frekuensi pernapasan : 30-60 kali/menit. Terutama ditandai
pernapasan diapragmatik, namun masih seirama dengan pergerakan
abdominal. Periode apneu singkat (5-10 detik), tanpa perubahan
warna atau frekuensi jantung .
c. Suhu tubuh
Aksila : 26,5oC-37oC
Kulit : 36 oC-36,5 oC
Pengukuran antropometri :
1) Berat
Rata-rata : 3405 g
Kisaran : 2500-4000 g
2) Panjang
Rata-rata : 50 cm
Kisaran : 48-52 cm
3) Lingkar kepala
Rata-rata : 32-37 cm
Kira-kira 2 cm lebih besar dari lingkaran dada
4) Lingkar dada/ LD
Lingkar dada diperiksan pada bayi Baru lahir serta setiap
kunjungan sampai usia 2 tahun. (Matondang, 2003:34)
5) Lingkar lengan
Lila dapat menunjukan status gizi pada anak umur 1-5 tahun
kurang dari 12,5 cm gizi buruk (merah) 12,3 sampai 13,5 cm
gizi kurang atau kuning Lebih dari 13,5 cm gizi baik atau
hijau.
(Matondang, 2003:33-34)
2. Status Present
a. Kepala
Lingkaran kepala hendaknya diperiksa rutin sampai anak umur 2
tahun. Pengukuran dilakukan pada diameter oksipito frontal
terbesar. Dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata atau sedikit
cekung. Ubun-ubun besar menonjol pada keadaan tekanan
intracranial meninggi. (Matondang, 2003: 48-49)
b. Muka
Asimetris wajah pada neonatus biasanya disebabkan oleh posisi
janin intrauteri. Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah sisi
yang paresis tertinggal bila bayi menangis atau tertawa, sehingga
wajah akan tertarik ke sisi sehat. (Matondang, 2003:50)
c. Mata
Pada mata meliputi :
1) Konjungtiva
Pedarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada diathesis haemoragi,
trauma, pertisis, iritasi, dan endocarditis infeksi akibat fenomena
emboli.(Matondang, 2003:51-52)
2) Sklera
Sklera berwarna putih ,kadang-kadang pada bayi sedikit kebiruan. .
(Matondang, 2003:51-52)
d. Hidung
Perhatikan bentuk hidung yang abnormal. Adanya garis melintang
di batang hidung menunjukkan batang hidung sering didorong
keatas sebagai usaha anak yang menderita rhinitis alergi untuk
melebarkan lubang hidung yang tersumbat. (Matondang, 2003:56)
e. Mulut
Bibir: perhatikan warna mukosa bibir. Anemia menyebabkan warna
pucat, sedangkan sianosis akan menyebabkan warna biru keabu-
abuan.
Gusi: perhatikan warna, terdapatnya oedema dan tanda-tanda
radang gusi.
Lidah : perhatikan apakah terdapat kelainan congenital yang jelas,
seperti bifurkasio lidah.(Matondang, 2003:57-59)
f. Telinga
Telinga diperiksa dari daun telinga apakah bentuk, besar, dan
posisinya normal.
Pemeriksaan liang telinag sebaiknya didahului dengan
pembersihan serumen..(Matondang, 2003:55)
g. Leher
Pada leher bayi tampak pendek baru pada umur 3-4 tahun tampak
memanjang. Perhatikan vena dileher. Pulsasi vena yang tamak pada
anak yang duduk atau berdiri berarti normal, yakni terdapat
kalainan tekanan vena jugularis. .(Matondang, 2003:59)
Pembesaran kelenjar getah bening merupakan tanda kelainan
sistemik yang berbahaya.Kelenjar getah bening diderah leher atau
inguinal berdiameter <10mm, adalah sesuatu yang normal
(Matondang, 2010:47)
h. Dada
Untuk dapat diperoleh informasi yang akurat pemeriksaan dada
harus dilakukan dengancermat dan sistematis yabg meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. .(Matondang, 2003:67)
i. Ketiak
Kelenjar supratrokhlear dapat yang pertama-tama terkena
peradangan dalam hal infeksi yang menjalar ke kelenjar-kelenjar
aksialis. (Pearce 2000:162)
Kelenjar yang teraba sampai 3 mm dalam batas normal. Kelenjar
yang sama sekali tidak teraba mungkin menunjukkan terdapatnya
agamaglobulinemia. Pembesaran kelenjar regional dapat
menunjukkan kelainan tertentu (Matondang, 2010:46).
j. Pulmo/cor
Pulmo:
Inspeksi keadaan pada paru telah dicakup pada waktu inspeksi
dada. Pelbagai keadaan fisiologis dan patologis pernapasan telah
diuraikan pada pemeriksaan tanda vital.
Palpasi bermanfaat untuk menegaskan penemuan-penemuan pada
inspeksi. Palpasi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan serta
jari-jari pada seluruh dinding dada dan punggung.
Perkusi dilakukan dengan mengetukkan ujung jari tengah atau jari
telunjuk langsung ke dinding dada.
Auskultasi dilakukan untuk mendeteksi suara napas dasar dan
suara napas tambahan.(Matondang, 2003:70-72)
Cor: variasi yang umum : mur-mur yang tidak menetap dapat
didengar pada beberapa jam pertama kehidupan
(Ladewig,2006:169)
k. Abdomen
Inspeksi pada pemeriksaan ini dilihat ukuran dan bentuk perut,
dinding perut, gerakan dinding perut.
Auskultasi dalam keadaan normal suara peristaltic terdebgar
sebagai suara yang intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30
detik.
Perkusi penekanan jari lebih ringan dan juga ketukan lebih
perlahan. Perkusi ditujukan untuk menentukan adanya cairan
bebas(asites) atau udara didalam rongga abdomen.
Palpasi pada pemeriksaan ini meliputi ketegangan dinding perut
dan nyeri tekan.(Matondang, 2003:95-103)
l. Genetalia
Pemeriksaan genetalia pada anak dilakukan dengan cara inpeksi
dan palpasi.
Genetalia wanita perhatikan perkembangan bagian-bagian
genetalia eksterna labiya minora telatif menonjol serta berwarna
kemerahan. Sudut labia minora pada bayi baru lahir berwarna
gelap.(Matondang, 2003:114-115)
Genetalia lelaki
Pada anak lelaki perhatikanlah ukuran dan bentu penis, testis dan
terdapatnya kelainan perkembangan misalnya hipospadia,
epispadia atau vimosis serta kelainan lainnya seperti infeksi,
ulserasi dan lain-lain.
m. Punggung
Pemeriksaaan tulang belakaang merupakanbagian integral
pemeriksaan pediatric .(Matondang, 2003:125)
n. Anus
Pemeriksaan anus pada bayi dan anak tidak dilakukan secara rutin.
Pemeriksaan colok dubur hanya dikerjakan pada pasien sakit perut
yang mengarah kegawat perut (abdomen akut), dan pada kelainan
yang mungkin ditemukan pada daerah ini diuraikan secara
ringkas. .(Matondang, 2003:111)
o. Ekstremitas atas/ bawah
Pemeriksaan anggota gerak dengan memperhatikan sikap kedua
lengan. Bayi normal sampaI 6 bulan sering tampak terpaku melihat
salah satu sisinya, atau dengan tangan yang saling berpegangaan
pada posisi yang tidak biasa. bila sikap ini terdapat pada bayi lebi
dari 6 bulan mungkin memberi petunjuk terdapatnya spasme
infantil.(Matondang, 2003:120)
p. Kulit
Pada pemeriksaan ini meliputi warna, sianosis, ikterus,
hemangioma, eczema, pucat, purpura, eritoma, macula, papula
vesikula, pustule, ulkus, nodul subkutan, turgor kulit, kelembaban
kulit, tektur kulit, edema dan malaria.(Matondang, 2003:36-43)
q. Reflek
1) Rooting reflek di periksa dengan menyentuhkan ujung jari di
mulut pasien, maka pasien akan menengok kearah rangsangan.
2) Sucking reflek
Pasien berusaha memasukkan ujung jari ke dalam mulutnya
sedalam 3 cm dan dihisap(Matondang, 2003:140)
3) Swallowing reflek
Pemeriksaaan reflek menelan dilakukan untuk memeriksa saraf
IX dan X. (Matondang, 2003:140). Saraf nomor IX adalah
nervus glosso-varingeics yang menggandung serabut motorik
dan sensorik yang menuju kelenjar parotis (Pearce, 2000:290).
Saraf nomor X adalah nervus vagus yang terdiri dari serabut
motorik dan sensorik (Pearce, 2000:290). Saraf ini dapat
menyebabkan kontraksi pada bronki,lambung, usus dan
mengurangi kecepatan dan kekuatan jantung (Pearce,
2000:308).
4) Moro reflek
Adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan
jatuh pada bayi(Matondang, 2003:142)
5) Tonic neck reflek
Bayi di posisikan terlentang, kepala di garis tengah dan anggota
gerak dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditengokkan ke
kanan, maka akan terjadi ekstensi pada anggota gerak sebelah
kanan, dan fleksi pada anggota gerak sebelah kiri (Matondang,
2003:142)
Babinski reflek
Dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dengan
ala yang sedikit runcing. Bila positif terjadi reaksi berupa
ekstensi ibu jari kaki disertai dengan menyebarnya jari-jari kaki
yang lain. (Matondang, 2003:130)
III. ASSESSMENT
Setelah data subyektif dan obyektif di dokumentasikan hasil assessment data
yang akurat berupa diagnose atau masalah yang spesifik didokumentasikan
sesuai dengan nomenklatur diagnose kebidanan(Marmi, 2012:495).
Bayi Ny. .. Umur ..... Dengan Asfiksia .......
IV. PELAKSANAAN
Tanggal : Jam:
1. Lakukan penilaian usia kehamilan dan ait ketuban sebelum bayi lahir,
sambil menletakkan & menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat
perineum, lakukan penilaian cepat usaha nafas dan tonus otot. Penilaian
ini menjadi dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi (JNPKR,
2008:152).
2. Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan
keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan sekali. Setiap
tahapan manajemen asfiksia, senantiasa dilakukan penilaian untuk
membuat keputusan tindakan apa yang tepat dilakukan (JNPKR,
2008:152).
Dasar asuhan BBL:
1. Keringkan , bersihkan , dan hangatkan
2. Bebaskan dan bersihkan jalan nafas BBL
3. Rangsang taktil
4. ASI
5. Pemotongan tali pusat
6. Jaga bayi tetap hangat
7. Atur posisi bayi
8. Isap lendir
9. Keringkan dan rangsang bayi
10. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
11. Lakukan penilaian
12. Ventilasi
(JNPKR,2008:154-155)
Bayi perlu rujukan:
1. Konseling
2. Melanjutkan resusitasi (bila diperlukan)
3. Memantau tanda bahaya
4. Memantau dan merawat tali pusat
5. Jaga bayi agar tetap hangat saat dalam perjalanan, kenakan tutup kepala
dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat
6. Jelaskan pada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada bayinya,
kecuali pada gangguan keadaan nafas dan kontraindikasi lainnya
7. Memberikan vitamin K1
8. Mencegah infeksi
9. Membuat surat rujukan
10. Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernafasan, warna kulit, suhu
tubuh) dan catatan medic
11. Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus
(JNPKR,2008:165)
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mahasiswa
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kasus bayi Ny H dengan asfiksia sedang, setelah dilakukan
pengkajian dan pemeriksaan diketahui penyebab utama terjadinya asfiksia
adalah lahir perabdominal dengan riwayat ibu APH e/c PP Totalis dengan
hasil APGAR SCORE 7-8-9 . Sehingga pada intervensi dan implementasi
dilakukan tindakan HAIKAL dengan segera untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Dan kolaborasi dengan dr.SpA untuk pengananan lanjut.
B. Saran
1. Petugas
Diharapkan selalu siap melakukan resusitusi bayi pada setiap
pertolongan persalinan
2. Orang Tua
a) Mampu menjaga kehangatan tubuh bayi dengan dekapan
b) Segera memberikan Asi kepada bayinya
3. Institusi
Mampu memberikan ketrampilan penatalaksanaan BBL dengan asfiksia
sesuai dengan mutu standar pelayanan kesehatan
4. Mahasiswa
Diharapkan mampu menerapkan ilmu dan ketrampilan penanganan
bayi dengan asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA
Marmi dan Kukuh Rahardjo.2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah.Yokyakarta: Pustaka Pelajar