Anda di halaman 1dari 14

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

PRINSIP PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DAN TANGGUNG JAWAB


KORPORAT

Disusun oleh:
Kelompok 13

Anisa Nurul Margiani 17/414038/EE/07203


Vanessa Putri Sondakh 17/414074/EE/07240

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2017
PRINSIP PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DAN TANGGUNG JAWAB
KORPORAT

14. 1 Latar Belakang

Kesuksesan perusahaan dipengaruhi oleh peran optimal dari banyak pihak, selain
manajemen, yaitu seperti investor, kreditor, pelanggan, pemasok, masyarakat, pemerintah,
dan lainnya. Seluruh hubungan positif perusahaan dengan para pemangku kepentingannya
memiliki dampak ekonomi yang positif pula untuk kelangsungan usaha dan pencapaian
tujuan jangka panjang perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan perlu untuk mengakui dan
menghormati hak para pemangku kepentingannya dalam seluruh aktivitas dan pengambilan
keputusan perusahaan, serta bekerjasama dengan pemangku kepentingan dalam mencapai
tujuan jangka panjang bersama. Hal ini ditegaskan dalam prinsip OECD ke-4 tentang peran
pemangku kepentingan dalam tata kelola perusahaan yang menyatakan bahwa kerangka |CG
harus mengakui dan menghormati hak-hak pemangku kepentingan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan atau melalui kesepakatan bersama, dan mendorong kerjasama
aktif antara perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menciptkan kemakmuran,
lapangan kerja, serta kelangsungan hidup perusahaan.

14.2 Tanggung jawab korporat, Akuntabilitas, dan Pelaporan Korporat


Tanggung jawab korporat tidak hanya meningkatkan kekayaan pemegang saham,
melainkan juga menjamin hak-hak pemangku kepentingan lainnya tidak dilanggar, yaitu
diantaranya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab berikut ini:
1. Menghasilkan produk yang berkualitas dan aman
2. Menggunakan sistem produksi yang ramah lingkungan dan menggunakan sumber
daya secara efisien
3. Memperlakukan tenaga kerja sesuai peraturan perundang-undangan dan azas
kemanusiaan, termasuk misalnya tidak mempekerjakan anak dibawah umur.
4. Menggunakan bahan baku yang berkualitas, aman, dan tidak merusak lingkungan
5. Memenuhi kewajiban kepada keriditor atas dana yang ditanamkan di perusahaan
6. Menghindari praktik persaingan usaha yang tidak sehat yang dapat merugikan
masyarakat
7. Mentaati seluruh peraturan perundang-undangan, seperti peraturan perpajakan, serta
menghindari praktik yang melanggar ketentuan yang berlaku, seperti transaksi
penyelundupan, pelanggaran hak cipta, dan lainnya
8. Mentaati seluruh perjanjian dan/atau komitmrn dengan berbagai pihak
9. Mengarahkan pembangunan yang bersifat berkelanjutan.

Menurut teori pemangku kepentingan, tanggung jawab korporat mencerminkan kebutuhan


pemangku kepentingan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan dalam menjalankan perannya
sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan (Freeman dan Philips (2002) dalam utama,
2011), sehingga pemangku kepentingan membutuhkan informasi tentang
pertanggungjawaban peran manajemen dalam memenuhi tanggung jawab korporat tersebut.
Utama (2011) menyebutkan terdapat beberapa infrastruktur yang perlu dimiliki untuk
mendukung terciptanya pelaporan tanggung jawab korporat yang transparan dan akuntabel,
yaitu:
1. Standar pelopran tanggung jawab korporat yang berterima umum sebagai acuan
pelaporan
2. Struktur dan mekanisme tata kelola yang mendorong pelaporan tanggung jawab
korporat yang akuntabel dan transparan
3. Pihak eksternal dan independen yang memberikan asersi atas pelaporan tanggung
jawab korporat
4. Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban pelaporan tanggung jawab
koporat, dan
5. Tekanan publik akan praktik dan pelaporan tanggung jawab korporat.

14.3 Pengakuan dan Penghormatan terhadap kepentingan para pemangku


kepentingan
Sebagian kepentingan atau hak pemangku kepentingan diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sebagian lainnya hanya diatur dalam kesepakatan bersama
antara perusahaan dan pemangku kepentingan. Pemenuhan atas kepentingan atau hak
pemangku kepentingan tersebut akan menghindarkan perusahaan dari permasalahan hukum
dan pelanggrana terhadap kesepakatan. Oleh sebab itu perusahaan harus mengakui dan
menghormati kepentingan para pemangku kepentingan tersebut.
Hal tersebut ditegaskan dalam beberapa sub-prinsip OECD ke-4.
Sub-prinsip A hak-hak pemangku kepentingan yang ditetapkan berdasarkan peraturan
peundang-undangan atau melalui kesepakatan bersama harus dihormati
Sub-prinsip B pengakuan dan penghormatan atas hak-hak pemangku kepentingan tersebut
harus disertai dengan kepastian hukum bagi pemangku kepentingan jika hak-haknya tersebut
dilanggar.
Dan secara khusus Sub-prinsip C menggaris bawahi wujud penghormatan dan
pengakuan peran karyawan sebagai salah satu pemangku kepentingan perusahaan melalui
pengembangan mekanisme peningkatan kinerja melalui partisipasi karyawan.
Demikian juga dengan sub-prinsip F yang secara khusus mengatur tentang pengakuan dan
penghormatan hak kreditur melalui keberadaan kerangka penyelesaian kebangkrutan yang
efektif dan efisien serta penegakan hukum yang efektif atas hak-hak kreditur.
Pengakuan dan penghormatan hak pemangku kepentingan untuk ikut serta dalam tata kelola
perusahaan diatur di sub-prinsip D, yaitu melalui jaminan akses informasi yang relevan,
memadai, andal, tepat waktu, dan reguler. Disisi lain, sub-prinsip E, bentuk pengakuan dan
penghormatan hak pemangku kepentingan juga ditunjukkan oleh kebebasan pemangku
kepentingan, khususnya orang dalam perusahaan, untuk mengkomunikasikan dugaan
tindakan pelanggaran aturan/etika kepada pihak berwenang.
Berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur hak-hak pemangku
kepentingan perusahaan, yaitu diantaranya (World Bank, 2010)
1. UU PT, kewajiban perusahaan melaksanakan tanggung jawab korporat (Pasal 74)
a. Hak pemangku kepentingan untuk mengajukan tuntutan atas kerugian yang
disebabkan oleh tindkan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris (Pasal 61, 97
dan 114) serta mengajukan pemeriksaan terhadap Perseroan (Pasal 138)
b. Pengungkapan informasi kepada kreditur atas keputusan RUPS terkait penurunan
modal dn hak kreditur untuk menolak keputusan RUPS tersebut (Pasal 44 dan 45)
2. UU PM, pasal 80, pasal 111
3. Peraturan Bapepam-LK X.K.1 tentang keterbukaan informasi yang harus segera
diumumkan kepada publik,
4. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur hak-hak tenaga kerja dan
hubungannya dengan pemberi kerja (pengusaha/perusahaan),
5. UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
menjadi dasar hukum penyelesaian sengketa pemangku kepentingan selain melalui
penuntutan dan mekanisme pengadilan,
6. UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
7. UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan Peraturan Pemerintah,
8. UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Selain itu berbagia ketentuan tersebut, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan
lainnya yang juga terkait dengan perlindungan hak-hak pemangku kepentingan, yaitu:
9. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
10. UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Praktik Usaha Tidak
Sehat
11. UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi dan UU No. 20
tahun 2001 yang mengubah UU No. 31 tahun 1999
12. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengakuan dan penghormatan atas hak pemangku kepentingan tersebut telah
diakomodasikan dalam Pedoman Umum GCG Indonesia. Uraian pedoman pokok
pelaksanaan atas peran-peran masing-masing kelompok pada Pedoman Umum ini telah
mengakomodasikan substansi prinsip OECD ke-4. Pada bagian lain Pedoman Umum GCG
Indonesia juga mengatur tentang hal berikut ini (World Bank, 2010):
1. Pada bab III tentang Etika bisnis dan Pedoman Perilaku, diuraikan tentang panduan
bagi perusahaan dalam menjalankan usaha, termasuk interaksinya dengan para
pemangku kepentingan.
2. Mengarahkan perusahaan mengembangkan sistem dapat melindungi pihak yang
menjalankan peran sebagai whistleblower
3. Mengarahkan pengungkapan informasi yang diperlukan oleh pemangku kepentingan.

14.4 Peran aktif korporat dalam memberantas korupsi


Korupsi merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak-hak pemangku kepentingan,
khususnya masyarakat/publik karena dana yang dikorupsi merupakan sumber daya yang
dimiliki oleh masyarakat/publik dan dikelola negara.
Tindakan kejahatan korupsi juga kadang kalanya terjadi dalam dunia usaha yang sering kali
menjadi pendorong tindakan korupsi yang dilakukan pejabat publik. Oleh sebab itu upaya
pemberantasan korupsi harus mengikutsertakan peran aktif korporat. Upaya korporat dalam
menghindari penyuapan dalam menghindari akan menekan peluang pejabat publik
melakukan korupsi dan juga dapat berperan aktif melaporkan tindkan yang dilakukan oleh
pejabat publik.
Prisip OECD pada sub-prinsip A dan E mengandung semangat anti korupsi yang
harus dilaksanakan perusahaan. Upaya korporat dalam menghindari tindakan korupsi
merupakan penghormatan koporat terhadap hak pemangku kepentingan, yaitu negara dan
masyarakat (society). Sementara itu, peran aktif korporat menjadi whistleblower atas dugaan
tindakan korupsi merupakan salah satu bentuk implementasi sub-prinsip E.
Peran korporat dalam memberantas korupsi juga dinyatakan dalam Pedoman Umum GCG
Indonesia pada Bab I tentang Penciptaan Situais Kondusif untuk Melaksanakan Good
Corporate Governance, bagian Pedoman Pokok Pelaksanaan untuk Peranan Dunia Usaha,
disebutkan bahwa dunia usaha berperan dalam mencegah terjadinya korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).

14.5 Peran Aktif Korporasi dalam Melestarikan Lingkungan


Dalam mencapai tujuan organisasi, korporasi melakukan berbagai upaya yang tidak
jarang memiliki dampak negatif kepada pihak lain termasuk lingkungan. Tidak sedikit
aktivitas korporasi menimbulkan kerusakan terhadap alam yang akan berpengaruh buruk
terhadap lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya. Oleh sebab itu diperlukan prinsip dan
upaya yang mendorong peran korporasi dalam mencegah hal tersebut. Korporasi justru harus
berperan aktif dalam melestarikan lingkungan.
Peran aktif korporasi dalam melestarikan lingkungan secara tersirat terkandung dalam
prinsip OECD ke-4, sub-prinsip A. Lingkungan dan komunitas masyarakat dimana korporasi
berada merupakan salah satu kepentingan dan menurut sub-prinsip A, seluruh hak pemangku
kepentingan yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan atau melalui
kesepakatan bersama harus dipenuhi. Oleh sebab itu, sesuai dengan sub-prinsip A, korporasi
harus berperan aktif dalam melestarikan lingkungan dan memberdayakan komunikasi
masyarakat disekitarnya.
Peran aktif korporasi dalam melestarikan lingkungan juga tertuang dalam Pedoman
Umum GCG Indonesia. Pedoman Pokok Pelaksanaan asas Responsibilitas menyatakan
bahwa perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkunga terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
Dalam UU PT juga terdapat beberapa pengaturan terkait peran aktif perusahaan dalam
melestarikan lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial, yaitu:
1. Pasal 66 ayat 2 menegaskan bahwa laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan merupakan informasi minimum yang harus disajikan perusahaan dalam
laporan tahunannya.
2. BAB V secara khusus membahas tentang kewajiban perusahaan melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.
Selain mematuhi UU PT, peran aktif perusahaan dalam melestarikan lingkungan juga
dilakukan dengan memenuhi UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Perusahaan juga harus mentaati peraturan perundang-undangan lain yang
terkait dengan lingkungan.

14.6 Penyaluran Pengaduan oleh Pemangku Kepentingan terhadap Kemungkinan


Pelanggaran Aturan/Etika oleh Orang Dalam Korporat
Prinsip OECD ke-4, sub-prinsip F, menegaskan bahwa untuk mewujudkan tata kelola
perusahaan yang baik, maka perlu dilakukan upaya yang memungkinkan para pemangku
kepentingan, termasuk karyawan secara individu dan lembaga yang mewakilinya, dapat
secara bebas mengkomunikasikan kemungkinan tindakan pelanggaran aturan/etika kepada
Board (Dewan Komisaris atau lembaga yang diberi kewenangan itu, misalnya Komite Audit)
dan mendapatkan perlindungan atas pelaksanaan haknya tersebut.
Menurut OECD, dibeberapa negara, peraturan perundang-undangan mendorong
Dewan Komisaris untuk memberikan perlindungan kepada pihak pelapor atau whistleblower,
dan memberikan akses langsung yang bersifat rahasia kepada anggota komisaris independen,
anggota komite audit, atau komite etika. OECD menegaskan perlindungan yang sama harus
diberikan baik kepada whistleblower yang merupakan institusi maupun individu. Jika
mekanisme di dalam perusahaan tidak dapat memfasilitasi mekanisme whistleblowing atau
penanganan tidak dilakukan dengan memadai, maka whistleblower dapat melaporkannya
kepada pejabat publik yang berwenang. Perusahaan tidak boleh melakukan tindakan
hukuman atau tindakan diskriminatif terhadap whistleblower.
Pedoman Umum GCG Indonesia mendorong keberadaan mekanisme whistleblowing
dan perlindungan terhadap whistleblower secara sukarela dan tidak ada kewajiban bagi
perusahaan untuk menerapkannya. Namun demikian, dalam Peraturan Bapepam-LK X.K.6
disebutkan bahwa jika emiten atau perusahaan publik memiliki sistem whistleblowing, maka
perusahaan wajib mengungkapkannya dalam laporan tahunan sebagai komponen dari
informasi tentang tata kelola perusahaan. Informasi tentang whistleblowing yang wajib
diungkapkan antara lain meliputi: (a) cara penyampaian laporan pelanggaran; (b)
perlindungan bagi pelapor; (c) penanganan pengaduan; (d) pihak yang mengelola pengaduan;
dan (e) hasil dari penanganan pengaduan.

14.7 Peran Akuntan Profesional


Akuntan profesional dapat berperan aktif dalam mewujudkan prinsip peran pemangku
kepentingan, diantaranya, namun tidak terbatas pada:
1. Mendorong pengungkapan tentang pemenuhan tanggung jawab korporat
2. Membangun sistem pengendalian internal perusahaan yang menjamin ketaatan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan, kontrak perjanjian, serta
norma-norma yang berlaku
3. Membangun sistem yang menghubungkan remunerasi karyawan dengan kinerja
jangka panjang perusahaan sehingga dapat meningkatkan partisipasi karyawan
dalam tata kelola perusahaan
4. Membangun sistem informasi yang menjaamin pengungkapan informasi tepat
waktu dan andal kepada seluruh pemangku kepentingan
5. Membangun sistem whistleblowing yang andal dan aman bagi para pihak yang
menjalankan peran sebagai whistleblower dan informatif bagi pihak berwenang
untuk menindaklanjuti informasi yang diperoleh
6. Mendorong pengungkapan informasi yang relevan dan andal dalam kerangka
penyelesaian kebangkrutan perusahaan, untuk melindungi para pemangku
kepentingan, khususnya kreditur.

14.8 Pelakanaan Prinsip Peran Pemangku Kepentingan di Indonesia


Hasil dari penilaian oleh IICD-ASEAN CG Scorecard (2012-2013) menunjukan
rerata skor penerapan prinsip OECD ke-4 pada perusahaan Indonesia adalah 52,2 pada tahun
2012 dan 58,5 pada tahun 2013. Dibandingkan prinsip lain, dispersi skor penerapan prinsip
ke-4 ini juga sangat lebar. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa perusahaan secara ekstensif
mengungkapkan kebijakan dan program terkair pemangku kepentingannya, sedangkan
beberapa perusahaan lainnya justru sangat sedikit mengungkapkan informasi yang sama
dalam laporan tahunan atau website perusahaannya.
IICD-ASEAN CG Scorecard mengidentifikasi beberapa praktik tanggung jawab
sosial perusahaan yang lazim dilakukan oleh perusahaan-perusahaan go public di Indonesia,
yaitu:
1. Kebijakan dan aktivitas terkait interaksi dengan komunitas
2. Kebijakan terkait kesehatan, keamanan, dan kemakmuran karyawan
3. Kebijakan terkait program pelatihan dan pengembangan karyawan
4. Pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan sebagai salah satu
bagian dalam laporan tahunan perusahaan
IICD-ASEAN CG Scorecard juga mengidentifkasi beberapa tanggung jawab sosial
perusahaan yang belum banyak dilakukan perusahaan-perusahaan go public di Indonesia,
yaitu:
1. Kebijakan dan aktivitas dalam proses seleksi pemasok
2. Kebijakan dan aktivitas anti korupsi
3. Mekanisme whistleblowing
ASEAN CG Scorecard: Peran Pemangku Kepentingan
No. Item Penilaian Kriteria
Pengakuan dan Penghormatan terhadap Kepentingan Para Pemangku
1
Kepentingan
Apakah perusahaan mengungkapkan kebijakan yang:
Menjelaskan keberadaan dan ruang lingkup upaya perusahaan untuk
1.1 Ya
menangani aspek kesehatan dan keselamatan pelanggan
Laporan Tahunan halaman 516-517 pada bagian Tanggung Jawab Sosial terhadap
Konsumen
Tertera pada Standar Etika Perusahaan bagian 2.1.2 Hubungan dengan Pelanggan
1.2 Menjelaskan praktik seleksi pemasok? Ya
Laporan Tahunan halaman 458 pada bagian Kriteria dan Proses Seleksi Pemasok
Standar Etika Perusahaan bagian 2.1.3 Hubungan dengan Pemasok
Website perusahaan bagian e-procurement
Menjelaskan upaya perusahaan untuk menjamin bahwa proses bisnis
1.3 perusahaan bersifat ramah lingkungan atau konsisten dengan upaya Ya
pembangunan berkelanjutan?
Laporan Tahunan halaman 40 pada bagian Laporan Dewan Komisaris
Laporan Tahunan halaman 80 pada bagian Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Laporan Tahunan halaman 509 pada bagian Tanggung Jawab Sosial terhadap Lingkungan
Hidup
Standar Etika Perusahaan halaman 75
Laporan PKBL
Sustainability Report
Menjelaskan upaya perusahaan dalam membangun interaksi dengan
1.4 Ya
komunitas di sekitar perusahaan beroperasi?
Laporan Tahunan halaman 111 pada bagian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan
Pengelolaan Lingkungan
Laporan Tahunan halaman 517-518 pada bagian Pengembangan Sosial dan
Kemasyarakatan
Laporan PKBL
Sustainability Report
Mengatur tentang program dan prosedur anti-korupsi yang dimiliki
1.5 Ya
perusahaan?
Laporan Tahunan halaman 474 pada bagian Penccegahan Gratifikasi dan Benturan
Kepentingan
Laporan Tahunan halaman 517 pada bagian Anti-Korupsi
Sustainability Report
Standar Etika Perusahaan
1.6 Menjelaskan perlindungan terhadap hak-hak kreditur? Ya
Laporan Tahunan halaman 459 pada bagian Kebijakan Tentang Pemenuhan Hak-Hak
Kreditor
Standar Etika Perusahaan halaman 51
Apakah perusahaan mengungkapkan aktivitas yang telah dilakukan
dalam rangka mengimplementasikan kebijakan di atas?
1.7 Kesehatan dan keselamatan pelanggan? Ya
Laporan Tahunan halaman 517
1.8 Kriteria dan proses seleksi pemasok Ya
Laporan Tahunan halaman 458 pada bagian Kriteria dan Proses Seleksi Pemasok
Website Perusahaan bagian e-procurement
1.9 Proses bisnis yang ramah lingkungan Ya
Laporan Tahunan halaman 68 pada bagian Kinerja Lingkungan dan PROPER Emas
Laporan Tahunan halaman 111 pada bagian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan
Pengelolaan Lingkungan
Laporan Tahunan halaman 509 pada bagian Tanggung Jawab Sosial terhadap Lingkungan
Hidup
Sustainability Report
1.10 Interaksi dengan komunitas Ya
Laporan Tahunan halaman 111 pada bagian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan
Pengelolaan Lingkungan
Laporan Tahunan halaman 517-518 pada bagian Pengembangan Sosial dan
Kemasyarakatan
Laporan PKBL
Sustainability Report
1.11 Program dan prosedur anti-korupsi Ya
Laporan Tahunan halaman 474 pada bagian Penccegahan Gratifikasi dan Benturan
Kepentingan
Laporan Tahunan halaman 517 pada bagian Anti-Korupsi
Sustainability Report
1.12 Hak-hak kreditur Ya
Laporan Tahunan halaman 459
Daftar Pembayaran Bunga
Catatan atas Laporan Keuangan
Apakah perusahaan memiliki laporan tanggung jawab sosial tersendiri
1.13 Ya
atau laporan berkelanjutan tersendiri?
Laporan Tahunan halaman 223 pada bagian Peta Situs www.antam.com (website)
Laporan Tahunan halaman 507 pada bagian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sustainability Report
Laporan PKBL
Ketika kepentingan pemangku kepentingan dilindungi oleh hukum,
2 pemangku kepentingan memiliki kesempatan untuk melakukan
penuntutan terhadap pelanggaran atas hak-haknya
Apakah perusahaan menyediakan informasi tentang jalur pengaduan
(pihak yang dapat dihubungi) di halaman website atau laporan tahunan
2.1 perusahaan yang dapat digunakan oleh pemangku kepentingan untuk Ya
menyampaikan pendapat dan/atau keluhan atas kemungkinan
pelanggaran hak-hak mereka?
Melalui mekanisme yang disebut Whistleblowing System, yang mekanismenya tercantum
dalam website Perusahaan, Laporan Tahunan dan Standar Etika Perusahaan
1. Website perusahaan www.antam.com
2. Standar Etika 2016 halaman 100-115
3. Laporan Tahunan 2016 halaman 467-471
Mekanisme peningkatan kinerja melalui partisipasi pekerja
3
dimungkinkan untuk dikembangkan
Apakah perusahaan secara eksplisit mengungkapkan kebijakan terkait
3.1 Ya
kesehatan, keselamatan kerja, serta kesejahteraan karyawannya?
1. Corporate Govenrnance policy
2. Standar Etika 2016
3. Laporan tahunan 2016
4. Sustainability Report halaman 130-143 dan halaman 151-153
Apakah perusahaan mempublikasikan data terkait kesehatan,
3.2 Ya
keselamatan kerja, serta kesejahteraan karyawannya?
1. Laporan tahunan 2016
2. Sustainability Report halaman 130-143 dan halaman 151-153
Apakah perusahaan memiliki program pelatihan dan pengembangan
3.3 Ya
untk karyawan?
1. Sustainability Report halaman 130-143 dan halaman 157-158
Apakah perusahaan mempublikasikan data tentang program pelatihan
3.4 Ya
dan pengembangan untuk karyawannya?
1. Sustainability Report halaman 130-143 dan halaman 157-158
Apakah kebijakan remunerasi/kompensasi perusahaan
3.5 mempertimbangkan ukuran kinerja keuangan perusahaan selain yang Ya
bersifat jangka pendek?
1. Sustainability Report halaman 130-143 dan halaman 152-153
Pemangku kepentingan, termasuk karyawan individu dan lembaga
yang mewakilinya, dapat secara bebas mengkomunikasikan
4 kemungkinan tindakan pelanggaran aturan/etika kepada dewan
komisaris serta mendapatkan perlindungan atas pelaksanaan haknya
tersebut
Apakah perusahaan memiliki prosedur untuk mengakomodasi laporan
4.1 karyawan atas dugaan tindakan yang melanggar ketentuan hukum Ya
(termasuk korupsi) dan tindakan tidak etis?
ANTAM memiliki system pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang dalam
kebijakannya menyatakan bahwa pengelola whistleblowing system wajib merahasiakan data
pihak yang menyampaikan laporan, termasuk isi laporan. Mekanisme tersebut dipublikasikan
dalam website, laporan tahunan dan standar etika perusahaan
1. Website Perusahaan www.antam.com
2. Standar Etika 2016 halaman 467-471
3. Laporan Tahunan 2016 halaman 467-471
Apakah perusahaan memiliki kebijakan atau prosedur untuk
4.2 melindungi karyawan/orang yang melaporkan tindakan pelanggaran Ya
hukum atau tindakan tidak etis dari ancaman?
ANTAM memiliki system pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang dalam
kebijakannya menyatakan bahwa pengelola whistleblowing system wajib merahasiakan data
pihak yang menyampaikan laporan, termasuk isi laporan. Mekanisme tersebut dipublikasikan
dalam website, laporan tahunan dan standar etika perusahaan
1. Website perusahaan www.antam.com
2. Standar Etika 2016 halaman 100-115
3. Laporan Tahunan 2016 halaman 467-471

ASEAN CG Scorecard: Peran Pemangku Kepentingan Penalti


No. Item Penilaian Kriteria
Pengakuan dan Penghormatan terhadap Kepentingan Para Pemangku
1
Kepentingan
Apakah pernah terdapat pelanggaran terhadap ketentuan perundang-
undangan terkait
1.1
pekerja/ketenagakerjaan/pelanggan/kebangkrutan/komersial/kompetisi
atau lingkungan?

Ketika pemangku kepentingan berpartisipasi dalam proses tata kelola,


pemangku kepentingan tersebut memiliki akses terhadap informasi
2
yang relevan, memadai, dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan
reguler
Apakah perusahaan pernah memperoleh sanski dari regulator karena
2.1 kegagalan perusahaan dalam mengumumkan informasi atas kejadian
material pada rentang periode yang diwajibkan?

Anda mungkin juga menyukai