PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejahatan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala
bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur
tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan di mana orang
dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki
pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau
aktivitas seksual.1
Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011 tercatat 93.960
kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Dengan
demikian rata-rata ada 20 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tiap
harinya. Hal yang lebih mengejutkan adalah bahwa lebih dari 3/4 dari jumlah
kasus tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan
dengan korban.2
Terdapat dugaan kuat bahwa angka-angka tersebut merupakan fenomena
gunung es, yaitu jumlah kasus yang dilaporkan jauh lebih sedikit daripada jumlah
kejadian sebenarnya di masyarakat. Banyak korban enggan melapor, mungkin
karena malu, takut disalahkan, mengalami trauma psikis, atau karena tidak tahu
harus melapor ke mana. Seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum di
Indonesia, jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan pun mengalami
peningkatan.3
Terkait kejahatan seksual, pemeriksaan medik untuk tujuan membantu
penegakan hukum antara lain adalah pembuatan visum et repertum terhadap
seseorang yang diduga sebagai korban suatu tindak pidana 4. Pemeriksaan
medikolegal harus mencakup sepenuhnya aspek medis dan forensik. Target dari
aspek medis adalah untuk menilai luka dan mengobati luka, mengobati potensi
penyakit menular seksual, menginisiasi krisis intervensi untuk perawatan lanjutan
dan mengedukasi tentang pengurangan risiko. Target dari aspek forensik adalah
untuk mengambil temuan yang akan mengidentifikasi pelaku dan
mendokumentasikan cedera serta mengkonfirmasi adanya kekerasan terhadap
korban.5 Pada saat pemeriksaan, dokter harus didampingi perawat yang sama jenis
kelaminnya dengan korban (biasanya wanita) atau bidan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi rasa malu korban dan sebagai saksi terhadap prosedur pemeriksaan
dan pengambilan sampel. Selain itu, hal ini juga perlu demi menjaga keamanan
dokter pemeriksa terhadap tuduhan palsu bahwa dokter melakukan perbuatan
tidak senonoh terhadap korban saat pemeriksaan.3
Peran Perawat dalam bidang keilmuan Forensik (Forensic Nursing) pertama
kali dikenali sebagai disiplin ilmiah pada tahun 1991 oleh American Academy of
Forensic Sciences dan awalnya didefinisikan oleh Lynch sebagai: penerapan
aspek forensik perawatan kesehatan yang dikombinasikan dengan pendidikan bio /
psiko / sosial / spiritual perawat dengan tujuan Penyidikan ilmiah dan Pengobatan
trauma atau kematian korban dan pelaku kekerasan, tindak pidana dan kecelakaan
traumatis. SANE (Sexual Assault Nurse Examiner) adalah seorang perawat yang
telah terdaftar yang dilatih dalam pemeriksaan forensik korban pelecehan seksual.
Klien yang mengalami penyerangan secara seksual membutuhkan pengobatan
medis, hukum dan psikologis.6
Akhir-akhir ini dapat dilihat dalam setiap pemberitaan di media cetak
maupun elektronik yang memperlihatkan bahwa adanya peningkatan angka
kejahatan yang signifikan. Salah satunya adalah kasus pemerkosaan seorang
bocah usia 7 tahun. Warga Kota Jayapura, dihebohkan dengan penemuan
seorang bocah berusia 7 tahun dalam kondisi mengganaskan, akibat korban
pemerkosaan oleh seorang pria misterius. Bocah tersebut ditemukan di salah satu
kawasan Distrik Abepura, Kota Jayapura, Sabtu 7 Oktober 2017. Kabid Humas
Polda Papua Kombes Pol Ahmad Mustofha Kamal membenarkan telah terjadi
peristiwa tersebut, dan telah ditangani oleh pihak Polres Jayapura Kota. Menurut
Kombes Kamal, kronologis kejadian, berawal dari ditemukannya korban bernama
bunga (nama samaran) oleh warga di sekitar kompleks di salah satu wilayah di
Distrik Abepura, bernama, Abner Herman Bemey, yang sedang melaksanakan
ibadah di rumahnya kemudian melihat Korban yang sedang berjalan.
Sesampainya disamping rumah menurut Kombes Kamal, saksi, kurang lebih
10 meter korban digogong anjing dan terjatuh (pingsan) di samping rumah.
Kemudian saksi memanggil beberapa warga untuk bersama - sama melihat
keadaan korban dan mendapatkan di bagian belakang tubuh korban penuh
dengan darah kemudian saksi Abner memanggil warga yang berada disekitar
TKP untuk membawa korban ke rumah salah satu warga. Korban selanjutnya
dibawa ke RSUD Abepura selanjutnya mendapatkan perawatan Medis oleh
Dokter Jaga RSUD Abepura.
Menurut Kombes Kamal, pihak Kepolisian dari Polsekta Abepura, yang
mendapatkan laporan tersebut, selanjutnya mendatangi lokasi korban ditemukan,
dan mengambil keterangan para saksi - saksi dan mengecek keadaan korban di
RSUD Abepura. Dari informasi sementara, korban tinggal bersama neneknya di
Distrik Abepura, Kota Jayapura karena kedua orang tuanya telah bercerai.
Sementara itu, Angraimun Arwam, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Provinsi Papua, mengecam keras kasus tersebut, menurut
Angra (panggilan akrab) pihaknya berharap pihak Kepolisian segera menangkap
pelaku pemerkosaan tersebut. Angra menegaskan, pelaku juga harus dihukum
berat atas perbuatan biadab yang dilakukan terhadap anak di bawah umur
tersebut. Terkait kondisi korban, menurut Angra, kondisi korban sudah mulai
stabil, namun masih dalam pengawasan pihak medis.
Berdasarkan kasus di atas, Pemeriksaan Serologi forensik adalah salah satu
cara yang dapat diandalkan untuk mendapatkan bukti yang jelas dan akurat
sehingga dapat di identifikasi pelaku pemerkosaan tersebut. Serologi forensik
merupakan bagian dari kriminalistik, yang meliputi semua pemeriksaan darah dan
cairan tubuh yang berkaitan dengan peristiwa kriminal kejahatan5. Penentuan jenis
dan asal cairan tubuh yang ditemukan di TKP dapat memberikan wawasan
penting ke rekonstruksi TKP dengan memeriksa hubungan antara sampel korban
dan pelaku tindak pidana yang sebenarnya. Selama lebih dari satu abad, banyak
jenis metode identifikasi cairan tubuh telah dikembangkan, seperti tes kimia, tes
imunologi, protein tes aktivitas katalitik, metode spektroskopi dan mikroskopi.
Maka berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis memaparkan analisa
kasus perkosaan & kekerasan seksual dengan penerapan Ilmu serologi forensik
untuk proses identifikasi Pelaku.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan disusunnya Makalah ini, yaitu?
1. Mengidentifikasi trace evidence dalam upaya pembuktian kasus
pemerkosaan disertai kekerasan
2. Menjelaskan tahap-tahap dalam mengumpulkan barang bukti, guna
identifikasi pelaku tindak pidana pemerkosaan disertai kekerasan
3. Menganalisa hasil pemeriksaan fisik & pemeriksaan Penunjang dalam
proses identifikasi identifikasi pelaku tindak pidana pemerkosaan disertai
kekerasan
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Makalah ini secara umum adalah Bagaimanakah
upaya pembuktian secara hukum akan tindak pidana pemerkosaan disertai
kekerasan. Secara rinci, rumusan masalah yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Apa saja bentuk-bentuk barang bukti yang perlu dikumpulkan, guna
identifikasi pelaku tindak pidana pemerkosaan disertai kekerasan?
2. Bagaimana proses serta prosedur pemeriksaan fisik pada korban tindak
pidana pemerkosaan disertai kekerasan?
3. Bagaimanakah proses serta prosedur pelaksanaan pemeriksaan barang
bukti secara laboratoris?
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dalam penyusunan Makalah ini yaitu
1. Secara teoritis menambah wawasan penyusun dan pembaca mengenai
upaya-upaya dalam pembuktian tindak pidana pembunuhan & kekerasan
seksual untuk mencari identitas pelaku tindak pidana tersebut.
2. Sebagai media maupun sumber informasi yang dapat digunakan dalam
proses belajar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nursing Forensic
Keperawatan forensik pertama kali dikenali sebagai disiplin ilmiah pada
tahun 1991 oleh American Academy of Forensic Sciences dan awalnya
didefinisikan oleh Lynch sebagai: penerapan aspek forensik perawatan kesehatan
yang dikombinasikan dengan pendidikan bio / psiko / sosial / spiritual perawat
yang terdaftar di Penyidikan ilmiah dan Pengobatan trauma atau kematian korban
dan pelaku kekerasan, tindak pidana dan kecelakaan traumatis. Ini memberikan
layanan langsung kepada klien perorangan dan layanan konsultasi kepada agen
keperawatan, medis, dan hukum, dan memberikan kesaksian pengadilan ahli di
bidang penanganan proses investigasi kematian yang ditanyakan, kecukupan
pemberian layanan, dan diagnosis khusus mengenai kondisi spesifik terkait
dengan keperawatan.6
Asosiasi Perawat Forensik Internasional (IAFN) didirikan pada tahun 1992
dan selanjutnya mendefinisikan keperawatan forensik sebagai praktik
keperawatan global, di mana sistem kesehatan dan hukum saling terkait. Hal ini,
pada dasarnya, merupakan hubungan yang kuat dengan ilmu fisik dan sosial
karena berlaku untuk proses publik atau hukum. Keistimewaan ini
menggabungkan aspek forensik perawatan kesehatan dengan penyelidikan ilmiah
dan penanganan kasus kejahatan atau pertanggungjawaban. Konsep spesialis
forensik dalam keperawatan telah memicu pengembangan inovatif dari disiplin
baru dalam ilmu forensik dan klinis yang telah direplikasi di seluruh Amerika
Serikat dan di negara lain.6
2.1.1. Perawat Pemeriksa Pelecehan Seksual
Yang dimaksudkan oleh SANE (Sexual Assault Nurse Examiner) adalah
seorang perawat yang telah terdaftar yang dilatih dalam pemeriksaan forensik
korban pelecehan seksual. Klien yang mengalami penyerangan secara seksual
membutuhkan pengobatan medis, hukum dan psikologis. Biasanya SANE bekerja
di rumah sakit atau di instalasi gawat darurat . Anggota tim lainnya termasuk
dokter, penegak hukum, pekerja sosial, orang dewasa/anak pelindung pekerja dan
terapis. Dalam pelatihan, SANE mempelajari semua aspek perawatan seksual
klien. Pekerjaan mereka itu mewawancarai korban, pengkajian fisik,
mengumpulkan barang bukti dan mendokumentasinya. Dan juga mereka
memberikan emosional support untuk klien dan keluarga.6
2.2 Corpus Delicti
2.2.1 Definisi
Corpus delicti (jamak, corpora delicti) merupakan suatu istilah dalam bahasa
Latin yang berarti badan kesaksian atau barang bukti. Hal ini merujuk pada
proses yurisprudensi dimana suatu kejahatan/kriminal harus dapat dibuktikan
sebelum seseorang terdakwa dihukum. Contohnya, seseorang tidak dapat dihukum
atas pencurian kecuali telah terbukti bahwa ada barang yang telah dicurinya.
Black's Law Dictionary (6th ed.) mendefinisikan corpus delicti sebagai fakta
yang menunjukkan suatu kejahatan memang terjadi. 8,10
Corpus delicti merupakan salah satu konsep paling penting dalam investigasi
pembunuhan. Contohnya, pada saat seseorang dinyatakan hilang dan tidak
terdapat kontak, maka hal ini akan digolongkan pada kasus orang hilang. Apabila
selama pencarian ditemukan bahwa korban telah dibunuh, maka badan bukti
atau yang menunjukkan/mengarahkan pada tindak pidana harus didapatkan untuk
menguatkan bahwa korban tersebut telah benar-benar dibunuh, sebelum
ditentukan siapa tersangkanya. Bukti paling baik dan paling mudah ditemukan
dalam kasus seperti ini adalah mayat korban itu sendiri. Meskipun begitu, pada
kasus dimana mayat tidak ditemukan atau belum ditemukan, analisis tetap dapat
dilakukan berdasarkan bukti lain maupun penelusuran motif. 10
Sebuah corpus delicti membutuhkan minimalnya dua syarat, yaitu 10:
a. Terjadinya suatu kerusakan yang spesifik.
b. Terdapat pelaku kriminal yang menyebabkan terjadinya kerusakan.
Contohnya, pada suatu pembunuhan harus terdapat individu yang mati dan
pelaku kriminal, baru benda-benda yang terdapat di sekitarnya dapat digolongkan
sebagai corpus delicti. Begitu pula pada kasus pencurian, setidaknya terdapat
barang yang hilang dan adanya upaya pencurian. Pada intinya, corpus delicti pada
kriminal merujuk pada suatu kejahatan yang dapat terungkap. Dimana terdapat
pelanggaran terhadap hukum. 10
2.2.2 Jenis-Jenis Corpus Delicti
Hal-hal yang termasuk sebagai corpus delicti adalah 9:
a. Barang bukti biologis, yaitu segala hal yang berasal ataupun diduga berasal,
dari tubuh manusia. Misalnya darah, sperma, kulit, rambut, sidik jari, bagian
tubuh manusia, ataupun yang diduga bagian tubuh manusia. Barang bukti
ini bisa merujuk kepada korban maupun pelaku.
b. Mayat/ jenazah, yaitu tubuh korban.
c. Senjata atau alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
d. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh pelaku
e. Benda-benda yang terbawa maupun tertinggal di lokasi kejadian, baik milik
pelaku maupun korban.
Namun pada praktik pemeriksaan forensik, barang bukti yang bermakna
dan umum diperiksa adalah barang bukti biologis dan mayat korban. 9
2.2.3 Cara Penilaian Corpus Delicti
Pada prinsipnya ada banyak bukti fisik yang bisa dipakai oleh ahli forensik
untuk pemeriksaan. Bukti fisik itu bisa berupa percikan darah, helaian rambut,
kesan air liur, air mani, serat-serat benang pakaian, cap jari, pecahan kaca,
serpihan cat, apusan minyak, kesan tanah, debu tertentu pada tubuh maupun
pakaian korban / tersangka, kesan gigitan pada makanan serta lain sebagainya.11
Semua bukti fisik yang dijumpai baik pada korban, TKP maupun tersangka
akan saling mengaitkan diantara ketiganya tersebut. Prinsip yang digunakan
dalam pemeriksaan bukti fisik tersebut ialah Prinsip Locard yang dicetuskan
oleh Edmond Locard (1877-1966) yang seorang dokter dan juga seorang
kriminolog Perancis. 12
Prinsip Locard menyatakan bahwa setiap sentuhan akan meninggalkan
kesan / jejak. Kesan/ jejak yang dimaksudkan disini ialah bukti fisik. Locard
mengutarakan bahwa ada suatu segitiga yang mengaitkan antara korban, pelaku
dan tempat kejadian. Sehingga segitiga ini dikenal pula dengan istilah Segitiga
Locard atau Segitiga bukti fisik. 12
KORBAN
BUKTI
FISIK
PELAKU TKP
1. Husnayain KI, Utama WT. Tindak Kesusilaan pada Anak di Bawah Umur
The Sexual Offences in Child Under Age. 2016;5:33-40.
2. Undang-undang PDANU. Kekerasan seksual terhadap perempuan dan
urgensi undang-undang tentang kekerasan seksual. 2016;VII(22).
3. Kedokteran F, Indonesia U, Cipto R. EDUCATION Prinsip Pemeriksaan
dan Penatalaksanaan Korban ( P3K ). 2012;39(8):579-583.
4. Tahun M, Sumampouw BT, Siwu JF, Mallo JF, Billsumampouwymailcom
E. YANG MASUK BAGIAN FORENSIK RSUP PROF DR . R . D
KANDOU. 2016;1(2):29-36.
5. Ps P, Herryadi N, Rusman AA, Linasari D. ASPEK MEDIKOLEGAL
PEMERIKSAAN SELAPUT DARA PADA KORBAN DUGAAN
PERKOSAAN DI RSUP Dr . HASAN. 2017:15-16.
6. Lynch VA. Forensic nursing science: Global strategies in health and
justice. Egypt J Forensic Sci. 2011;1 (2): 69-76.
doi:10.1016/j.ejfs.2011.04.001.
7. Bhayangkara RS, Tahun M, Siwu J. HASIL VISUM ET REPERTUM
KORBAN PERKOSAAN DI. 2015;3.
8. Andreoli, T.E., et al. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000: 1997.
9. Mawardi, H. Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Penyelesaian
Tindak Pidana Perkosaan. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional
Veteran.2008.
10. Wikipedia. Corpus Delicti. Available from: URL Google
http://en.wikipedia.org/wiki/corpusdelicti Accessed : 10 January 2012
11. Budiyanto A. Widiatmaka W. Atmadja D.S. Pemeriksaan Laboratorium
Forensik Sederhana. Dalam : Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta. 1999. H.177-196
12. Wikipedia. Identifikasi Forensik (Trace Evidance). Available from: URL
Google http://en.wikipedia.org/wiki/traceevidence Accessed : 10 January
2012.
13. Yudianto, Ahmad. Panduan praktik Serologi Forensik. Surabaya: Global
Persada Press. 2013