BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pembuktian. Sistem pembuktian pidana Indonesia yang ada pada KUHAP masih menganut
Sistem Negatif Wettelijk dalam pembuktian pidana. Tujuan pembuktian dalam hal ini bukanlah
upaya untuk mencari kesalahan pelaku namun untuk mencari kebenaran dan keadilan materil.
Didalam pembuktian pidana di Indonesia kita mengenal dua hal yaitu alat bukti dan barang bukti
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah: Keterangan
saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa. Untuk mendukung dan
menguatkan alat bukti yang sah sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dan
untuk memperoleh keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan penuntut umum kepada
mungkin mendapatkan barang bukti untuk mengungkapkan perkara di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Dalam mendapatkan barang bukti, kedokteran Forensik dan Medikolegal dapat
memberikan bantuan pada penyidik berupa pemeriksaan TKP. Dengan pemeriksaan TKP dapat
membantu menentukan cara dan sebab kematian. Untuk menentukan cara kematian korban
mutlak harus dilakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara dengan seksama, sedangkan untuk
Namun tidak selalu pada suatu otopsi dokter dapat menentukan sebab kematian korban.
Seperti halnya pada pemeriksaan korban hidup seringkali diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk menegakan diagnosa agar dokter bisa memberikan terapi yang tepat, dan untuk itu perlu
bantuan tenaga ahli. Untuk itu pemeriksaan tambahan juga dibutuhkan untuk mencari dan
2
mengumpulkan barang bukti lain baik yang berasal dari tubuh pasien atau sekitarnya.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi, toksikologi dan
analisis DNA.
Kegunaan pemeriksaan tambahan ini untuk melengkapi visum et repertum baik pada
korban hidup maupun korban mati. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan tambahan yang baik
guna mendukung pembuktian di peradilan dibutuhkan tenaga ahli dan peralatan yang memenuhi
standar. Namun, tidak semua unit pelayanan kesehatan di daerah dilengkapi sarana yang
memadai, baik dari segi peralatan maupun tenaga ahli. Maka untuk pemeriksaan tambahan perlu
Dalam usaha menjaga agar bahan pemeriksaan tetap bernilai, yakni barang tetap tidak
mengalami kerusakan dan tetap terjaga keasliannya sebagai barang bukti maka diperlukan
penanganan khusus mengingat memiliki peran penting dalam proses penyidikan suatu kasus
tindak pidana. Kenyataannya sampai saat ini masih banyak terjadi kesalahan pengiriman barang
bukti dari daerah meliputi kesalahan dalam hal pengawet, cara pembungkusan atau pemilihan
dan perlakuan organ yang dikirim sehingga barang bukti tidak dapat diperiksa. 2
Penatalaksanaan barang bukti untuk pemeriksaan tambahan kasus forensik meliputi : cara
sehingga pada saat diterima di laboratorium, yang dituju bahan masih dalam keadaan baik dan
layak untuk diperiksa. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam refarat ini akan dibahas cara
pengirimanan barang bukti untuk pemeriksaan tambahan kasus forensik, sehingga bahan tersebut
dapat dikirim ke laboratorium dengan baik dan benar dan mendapat hasil yang diharapkan. 2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang sebelumnya maka didapatkan rumusan masalah
pada refarat ini yaitu bagaimana cara dan prosedur pengirimanan barang bukti untuk
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui cara dan prosedur pengirimanan barang bukti untuk pemeriksaan tambahan kasus
forensik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui cara pengumpulan, pengawetan dan pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan
histopatologi.
b. Mengetahui cara pengumpulan, pengawetan dan pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan
toksikologi.
c. Mengetahui cara pengumpulan, pengawetan dan pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan
analisis DNA.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil pembahasan refarat ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah informasi
dan pengetahuan mengenai cara dan prosedur pengirimanan barang bukti untuk pemeriksaan
tambahan kasus forensik sehingga barang bukti dapat dikirim ke laboratorium dengan baik dan
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan refarat ini dapat menjadi bahan informasi bagi penyidik dalam hal pencarian dan
b. Diharapkan refarat ini dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga medis tentang cara
pengumpulan hingga pengiriman barang bukti yang baik dan benar sehingga didapatkan hasil
PEMBAHASAN
Dalam menentukan sebab kematian, harus dilakukan otopsi. Namun, tidak selalu pada
suatu otopsi dokter dapat menentukan sebab kematian korban. Untuk itu pemeriksaan tambahan
juga dibutuhkan dalam hal mencari dan mengumpulkan barang bukti lain, baik yang berasal dari
Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai sejumlah material
baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan melalui pemeriksaan yang ilmiah dan
Gambaran intravitalitas
Menentukan umur secara histomorphologi (infark lama/baru, umur luka, dan lain-lain)
Kematian mendadak
Aborsi
Hanging-chocking-throttling (asphyxia)
Tenggelam
Trauma thermik
Trauma listrik
Luka tembak
Keracunan
Berikut akan diuraikan mengenai cara pegambilan, pengawetan serta pengiriman barang
bukti untuk pemeriksaan tambahan yang mencakup pemeriksaan histopatologi, toksikologi dan
analisis DNA.
A. Pemeriksaan Histopatologi
Jaringan yang akan diambil dipotong terutama pada daerah yang dicurigai dengan ukuran
lebih 3 x 2 x 0,5 cm. Tebal jaringan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 cm agar bahan pengawet dapat
Apabila mengirim jaringan yang utuh, seperti jantung dan uterus sebaiknya jaringan
tersebut dibelah dan diiris agak tipis, sehingga pengawet dapat meresap ke dalam jaringan
dengan merata. Agar mudah dipotong menggunakan mikrotom untuk mendapatkan irisan
- Hindari kontak dengan air, jangan dicuci atau dipegang dengan tangan basah
- Hendaknya tidak mengirimkan bahan yang telah membusuk atau dari jenazah yang telah lama
meninggal, terlebih bila tidak disimpan dalam almari pendingin, karena mengalami autolisis.
Fiksasi akan mempertahankan susunan jaringan agar mendekati kondisi sewaktu hidup.
Tujuan fiksasi adalah mengawetkan jaringan secara permanen sedekat mungkin dengan keadaan
saat hidup. Fiksasi sebaiknya dikerjakan sesegera mungkin setelah pengambilan jaringan (pada
kasus patologi bedah) atau segera setelah kematian (dengan otopsi) untuk mencegah autolisis.
Tidak ada bahan pengawet yang sempurna; formalin mendekati kesempurnaan. Dengan
demikian, bahan pengawet yang digunakan bergantung pada jenis jaringan dan fitur yang akan
didemonstrasikan. Sering kali larutan pengawet merupakan campuran dari berbagai bahan
Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang disebabkan oleh kuman pembusuk
dari dalam/luar tubuh. Waktu pembusukan untuk setiap jaringan/organ adalah berbeda
tergantung pada konsistensi dan kandungan unsur penyusun jaringan. Usus dan otak sangat
rentan terhadap proses pembusukan dibandingkan dengan jaringan tubuh lainnya. Pembusukan
Autolisis adalah proses kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan enzim-enzim proteolitik
yang terdapat pada sel/jaringan tersebut. Proses proteolitik ini akan lebih cepat terjadi pada suhu
Untuk menghindari proses pembusukan dan autolisis, jaringan harus segera dimasukkan ke
dalam cairan fiksasi segera setelah kematian atau diambil dari tubuh. Bila keadaan ini tidak
Pengawetan atau fiksasi bahan untuk pemeriksaan harus dilakukan dengan benar agar
jaringan tidak mudah rusak. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Sediakan wadah atau stoples yang terbuat dari gelas atau plastik dengan ukuran memadai atau
tertutup.
- Tambahkan bahan pengawet yaitu larutan formalin 10% secukupnya sampai seluruh jaringan
terendam sempurna. Jangan ada jaringan yang mengapung. Larutan formalin 10% dibuat dari
campuran larutan formalin teknis (commercial formaline) dan air dengan perbandingan volume
1:3
Wadah yang berisi jaringan yang telah diawetkan dimasukan ke dalam kotak kardus,
biasanya terbuat dari karton sedemikian rupa sehingga tidak bergerak atau bergoyang sehingga
tidak tumpah bahkan pecah. Selanjutnya kertas kardus dibungkus dengan kertas bersih dan diikat
dengan tali tidak bersambung. Pada ikatan tali diberi label dan segel (bubuhkan cap segel dinas).
Bungkuslah sekali lagi dengan kertas yang bersih, lem dan bubuhkan alamat laboratorium yang
dituju serta alamat pengirim. Identitas pasien harus dilengkapi seperti, nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, riwayat penyakit, dan bagian yang ingin diperiksa.2
Cara lain yaitu setelah jaringan dimasukan dalam wadah dan diawetkan, maka wadah
diikat dengan tali tak bersambung sedemikian rupa dan pada ikatannya diberi label serta disegel
dengan cap segel dinas. Selanjutnya masukan kedalam kardus yang cukup tebal dan dijaga agar
wadah tidak bergerak atau bergoyang. Bungkus kardus dengan kertas bersih, lem dan kirim ke
alamat laboratorium pemeriksaan histopatologi yang dituju. Pengiriman bahan sebaiknya diantar
sendiri oleh petugas pengirim (kurir) atau bila terpaksa dapat pula melalui pos atau per paket.2
B. Pemeriksaan Toksikologi
Pada kasus keracunan, dengan gejala klinis masih dapat diamati terutama pada saat
korban masih hidup, sangat membantu penyebab keracunan. Pada kenyataannya, pada jenazah
dengan tanpa data klinis akan mengakibatkan sulitnya memperkirakan jenis racun. Sehingga,
keracunan harus selalu dipikirkan terutama pada kasus kematian mendadak atau nontrauma.2
Terkadang racun tertentu dapat dideteksi jenisnya dari bau khas yang ditemukan saat
melakukan otopsi. Otopsi lebih penting lagi terutama pada kasus keracunan dengan korban yang
masih sempat dilakukan perawatan. Hal ini dikarenakan kemungkinan dengan perawatan tidak
akan ditemukan racun atau metabolitnya namun masih dimungkinkan untuk ditemukan kelainan
Spesimen atau bahan dari pemeriksaan toksikologi forensik pada umumnya adalah
spesimen biologi seperti : cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ
tubuh. Dalam pengumpulan spesimen, dokter forensik memberikan label pada masing-masing
bungkus atau wadah dan menyegelnya. Lebel seharusnya dilengkapi dengan informasi : nomor
identitas, nama korban, tanggal atau waktu otopsi, nama spesimen beserta jumlahnya.
Pengiriman dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita acara penyerahan
Harus dilakukan dengan hati-hati karena akan mempengaruhi hasil analisa. Secara umum
Amankan sisa bahan makanan, minuman, atau obat-obatan atau sisa bahan yang diduga sebagai
penyebab keracunan
Amankan sisa bahan muntahan, cairan kumbah lambung yang pertama kali
b. Pada jenazah:
1) Darah
Darah yang diperoleh dari pembuluh darah perifer merupakan spesimen darah pilihan
untuk analisis toksikologi, karena konsentrasi senyawa dalam darah dari jantung mungkin dapat
berubah setelah kematian oleh karena redistribusi darah dari paru-paru atau hati. Darah yang
dikumpulkan kemudian harus disimpan dalam tabung berpenutup abu-abu yang mengandung
Darah merupakan sampel paling baik untuk tes toksikologi postmortem, dan umumnya 20
ketika rongga tubuh terbuka. Darah perifer merupakan spesimen pilihan dan dapat diambil dari
vena femoralis, vena iliaka, yang mudah di akses saat pemeriksaan internal, atau dari vena
subsklavia di dalam dada. Ukuran sampel dari 15-20 ml seharusnya cukup adekuat untuk
pemeriksaan toksikologi. Pengambilan darah dengan volume yang lebih besar (> 20 mL) dapat
menyebabkan pergerakan darah antar pembuluh darah dan terjadi percampuran darah dalam
pembuluh darah yang berbeda. Risiko ini lebih besar terjadi pada vena subsklavia dibandingkan
Jika tidak dilakukan otopsi, blind stick sampling tidak boleh dilakukan. Prosedur
pemotongan pembuluh darah dapat dilakukan. Bahkan tanpa otopsi, vena femoralis dapat dengan
mudah terekspos dan pengambilan sampel darah perifer dapat dilakukan. Demikian juga jantung
dapat dapat diekspos dan ventrikel kiri dapat dengan mudah diidentifikasi sehingga pengambilan
Darah perifer secara umum diterima sebagai spesimen yang paling akurat untuk
2) Humor Vitreous
Cairan dalam bola mata harus secara rutin dikumpulkan (semua cairan yang dapat
dikumpulkan, secara khas 3-5 mL pada tiap bola mata). Lebih dari 98% air dan beberapa obat
yang di temukan pada darah nantinya akan mengalami ekuilibrasi di dalam vitreous.
Vitreous merupakan sampel yang berguna untuk pemeriksaan alkohol ketika terjadi
beberapa penguraian, karena mata merupakan organ tertutup yang lebih tahan terhadap
mikroorganisme dibandingkan jaringan lain. Vitreous juga dapat digunakan untuk pemeriksaan
3) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal merupakan cairan yang bening yang mengisi kolumna spinalis dan
menyelimuti otak (kira-kira 10 mL atau 1 tabung harus dikumpulkan dengan cisternal tap dan
disimpan.
Seperti cairan vitreous, CSF memiliki komposisi air yang banyak 98%, dan konsentrasi
obat dalam CSF pada akhirnya akan diekuilibrasikan dalam jaringan lain. Pada pemeriksaan
kematian pembedahan, ketika opiat atau analalog opiat lain diberikan secara intratekal, atau
obat ke CSF dan karena sirkulasi CSF secara langsung menuju otak, hal ini dapat menyebabkan
intoksikasi yang cepat dan potensial menyebabkan kematian. CSF harus selalu di ambil pada
4) Organ-organ
Organ-organ dikelompokan berdasarkan urutan kontaknya racun pada organ tubuh yang
menggambarkan saat racun mulai masuk tubuh, diserap, dan didistribusikan ke seluruh tubuh
hingga akhirnya diekskresikan dari dalam tubuh. Untuk itu, bahan pemeriksaan dikelompokan
Stasiun I
Organ traktus digestivus berupa lambung, sebagian usus besar dan usus halus beserta isinya.
Lambung dibuka diatas mulut stoples. Cium bau lambung, karena bau racun atau pelarutnya
dalam lambung masih dapat dikenal terutama untuk racun dengan bau spesifik.
Stasiun II
Organ lain seperti hati, paru, jantung, limpa, otak maupun pankreas diambil dalam jumlah
secukupnya. Beberapa literatur menyarankan untuk hati dan otak masing-masing 500 gr, paru
masing-masing setengah bagian terutama untuk racun dengan ekskresi melalui paru.
Stasiun III
Organ traktus urogenitalis berupa ginjal kiri dan kanan, kandung kencing beserta isinya. 2
Pada korban keracunan yang sempat dilakukan perawatan namun meninggal, selain bahan seperti
pada jenazah diatas, dikumpulkan pula bahan seperti pada korban hidup. 2
Larva dan belatung banyak ditemukan pada jaringan yang mengandung obat dengan
konsentrasi tinggi, dan dapat menggabungkan obat kedalam jaringannya. Obat-obat ini juga
dapat mempengaruhi laju pertumbuhan pada tingkat larva ini, dengan stimulan, depresan, dan
narkotika umumnya meningkatkan laju pertumbuhan. Larva ini harus di kumpulkan, dan
dibekukan atau ditempatkan dalam sebuah vial alkohol untuk membunuh dan mengawetkan
larva hingga akan dianalisis. Pemeriksaan larva hanya berguna untuk analisis obat secara
kualitatif dan konsentrasinya tidak dapat diukur atau diintepretasikan secara pasti.8
Sumsum tulang atau jaringan otot sebagai pengganti darah bila korban mengalami mutilasi hebat
Rambut, kuku (dicabut seluruhnya) dan tulang pada keracunan arsen kronis
dan segera dilakukan analisis toksikologi. Bila keadaan tidak memungkinkan, karena lokasi yang
Sebaiknya, pada spesimen darah harus ditambahkan bahan pengawet dengan maksud untuk
mencegah aktivitas bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas spesimen atau bisa memproduksi
atau memetabolisme alkohol. Telah diketahui bahwa inhibitor enzim yang paling umum yaitu
NaF merupakan inhibitor yang lemah terhadap kolinesterase plasma. Terdapat bukti baru bahwa
beberapa obat dapat terdegradasi oleh metabolisme bakteri, sehingga dibutuhkan penggunaan
Gunakan alkohol absolut 96% sebagai bahan pengawet, karena selain ekonomis dan mudah
didapat. Jaga agar seluruh bahan pemeriksaan terendam oleh bahan pengawet, namun, jangan
sampai volume bahan pemeriksaan dan pengawet memenuhi volume wadah karena dapat
memecahakan wadah yang dipakai. Usahakan perbandingan volume bahan pemeriksaan dan
pengawet berkisar antara 2/3 volume wadah.2 Wadah untuk sampel harus diisi sepenuh mungkin,
meninggalkan sedikit udara diatas sampel. Volatil seperti alkohol, dan bahkan sianida serta CO
dapat segera hilang jika menyisakan volume udara yang besar dalam wadah. 8
Pada korban dengan kecurigaan keracunan alkohol, pilih bahan pengawet selain alkohol
absout atau dikirim dalam keadaan segar apabila memungkinkan (tempat pemeriksaan dekat).
Bila tidak memungkinkan, maka bahan pemeriksaan dapat di awetkan dengan dry ice atau es
Juga kirimkan contoh bahan pengawet yang digunakan (alkohol absolut) sejumlah 100 ml
dalam wadah yang sesuai dan bersih dari zat kimia sebagai bahan pembanding. Contoh bahan
pengawet sebagai pembanding juga harus diberi label dan segel serta dikirim bersama-sama
Bahan pemeriksaan yang akan dikirim dimasukan dalam wadah atau stoples dengan syarat
:2
Bermulut lebar dan dapat ditutup rapat dengan ukuran yang disesuaikan dengan volume bahan
pemeriksaan
Pada jenazah yang meninggal, karena keracunan, bahan pemeriksaan diambil pada saat
dilakukan otopsi. Minimal sediakan 3 buah stoples. Masing-masing diisi dengan bahan
selanjutnya ditutup rapat. Pada bagian tepi tutup dilapisi parafin, atau lilin atau seal, kemudian
diikat dengan tali tak bersambung sedemikian rupa dan pada ikatannya diberi lebel dan segel.
Sertakan contoh bahan pengawet yang digunakan, perlakukan sama dengan bahan pemeriksaan.
Bungkus kotak tersebut dengan kertas bersih, cantumkan alamat laboratorium yang dituju dan
Sekali sampel dikumpulkan, harus didinginkan hingga sampel dikirim, terutama jika akan
ditunda pengirimannya lebih dari satu hari. Sampel tidak perlu dibekukan atau dikirimkan
dengan es. Sampel harus selalu dikirim dalam kotak yang dikirim lewat pos yang diakui oleh
kantor pos, dimana diwajibkan semua sampel tabung terkandung dalam wadah (disegel kantung
plastik) harus berisi bantalan penyerap yang mampu menyerap isi tabung jika tabung pecah.
Terakhir, masukan wadah kedalam kotak kardus yang cukup tebal, jaga agar wadah atau stoples
tidak begerak. Wadah harus ditempatkan di dalam kotak terisolasi yang mampu melindungi
sampel agar tidak pecah jika jatuh dari ketinggian 12 kaki. Sisi luar wadah harus diberi tanda
Biological Specimen. Tidak boleh meletakan tabung berisi spesimen biologi dengan longgar
Bila dilakukan penggalian jenazah yang dicurigai akibat keracunan, bila masih mungkin
ambil bahan sesuai dengan diatas. Disamping itu sertakan contoh tanah tempat pemakaman,
diambil dari bagian atas, bawah, kanan dan kiri jenazah atau peti jenazah. Sebagai pembanding
diambil pula contoh tanah sekitar jenazah dalam jarak rasius 5 meter kearah samping dengan
kedalaman yang sama dengan jenazah tadi. Masing-masing bahan pemeriksaan atau contoh tanah
ditempatkan dalam wadah tersendiri, diberi label dan segel seperti pada umumnya barang bukti
lainnya. 2
Tes DNA atau disebut juga dengan DNA Finger Printing adalah suatu teknik biologi
molekuler yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan
profil DNA. Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada
tahun 1987, dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris. Di Indonesia, istilah DNA Finger
Printing mulai mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa
peledakan bom di tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan
Kedubes Australia dan lain-lain. Metode ini menjadi lebih sering didengar saat pihak berwajib
berusaha mengidentifikasi korban bencana Tsunami Aceh maupun korban bencana besar
belakangan ini, seperti di Wasior (Papua Barat), Mentawai (Sumatera Barat), dan korban erupsi
Penggunaan DNA Finger Printing ini umumnya ditempuh setelah melihat kondisi korban
yang sudah tidak berbentuk. Dalam kondisi tubuh korban masih utuh, identifikasi biasa
dilakukan melalui dua dari sembilan metode identifikasi. Kesembilan metode itu ialah
pemeriksaan secara visual, lewat dokumen atau surat, dari perhiasan, pakaian, data pemeriksaan
medis, serologi, pemeriksaan gigi dan odontologi, sidik jari, dan pemeriksaan berdasarkan
prinsip eksklusi. Beberapa kelebihan tes DNA dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional
Sebagai contoh dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum ditemukannya pemeriksaan
DNA dilakukan pemeriksaan golongan darah. Hasil pemeriksaan golongan darah yang tidak
cocok akan menyebabkan orang yang dicurigai tersingkir sebagai sumber darah tersebut, namun
jika cocok maka merupakan suatu kemungkinan saja. Sedangkan hasil pemeriksaan DNA
terhadap bercak darah tersebut akan nyaris sempurna dalam menentukan siapa sumber bercak
darah tersebut.
Pada kasus-kasus dimana bukti sebagai sampel sudah membusuk, maka hanya tes DNA yang
masih dapat dilakukan, karena DNA bersifat tahan pembusukan dibandingkan protein.
Penyebaran DNA hampir pada seluruh bagian tubuh membuat sampel untuk tes DNA dapat
Hanya tes DNA yang dapat dilakukan untuk pemecahan kasus-kasus sulit yang tidak dapat
dipecahkan oleh metode konvensional antara lain seperti: penentuan keayahan, kasus incest,
kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan, kasus paternitas dengan bayi yang sudah
Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak pelaku, pemeriksaan DNA dapat
Sensitifitas tes DNA dapat mencapai 99,9 %. Tes DNA juga dapat dilakukan pada sampel
Tahap pengambilan dan penyimpanan bahan atau sampel merupakan tahapan yang vital,
Hindari tempat yang terkontaminasi sampel DNA dengan tidak menyentuh objek secara
langsung dengan tangan, tidak bersin atau batuk didekat barang bukti.
Menggunakan sarung tangan bersih untuk pengumpulan barang bukti. Sarung tangan harus
Bercak darah, bercak sperma, dan bercak lainnya harus dikeringkan dahulu sebelum disimpan.
Sampel harus disimpan pada amplop atau kertas setelah dikeringkan. Jangan menggunakan
bahan plastik karena plastik dapat mempercepat degradasi molekul DNA. Setiap amplop harus
Bercak pada permukaan meja atau lantai dapat diambil dengan swab kapas steril dan alkohol.
Di laboratorium, sampel DNA disimpan dalam kulkas bersuhu 4oC atau dalam freezer bersuhu -
20oC. Sampel yang akan digunakan dalam waktu yang lama, dapat disimpan dalam suhu -70oC.
Diantara bahan bahan yang berasal dari tubuh manusia yang biasanya digunakan untuk
Pulpa gigi
Cairan amnion
Pada dasarnya bahan tersebut mengandung intisel karena DNA berada pada intisel
Siapkan 2 tabung dengan EDTA. Dapat dipakai antikoagulan lain, tetapi perlu diingat bahwa
Simpan di pendingin
Hindari kontaminasi
Simpan di pendingin, bila mungkin di bekukan.
Di pakaian
Pakaian dengan noda darah diletakan dalam permukaan bersih, keringkan di udara.
Jangan letakan pada tempat tertutup, kedap udara atau tas plastik. Akan menyebabkan bahan
pemeriksaan menjadi basah dan timbul bakteri yang dapat merusak barang bukti.
Pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan, maka hisap bercak tersebut dengan kain katun
Pada benda yang padat dengan permukaan tidak menyerap dan tidak dapat dipindahkan, misal :
lantai
Bercak darah kering pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan atau dipotong serta tidak
dapat dikerok.
Bercak dapat dilarutkan dengan kapas bersih yang telah dibasahi dengan cairan salin steril atau
1) Sperma cair
2) Bercak sperma pada benda yang dapat dipindah. Misal : celana, pakaian, sprei, bantal, guling,
dll.
3) Bercak sperma pada benda besar yang dapat dipotong. Misal : Karpet, tempat tidur, kasur, atau
perkakas lain
Hindari kontaminasi
4) Bercak sperma pada benda yang tidak dapat dipindah dan permukaan tidak menyerap. Misal :
Beri label
- Tiap item ditempatkan pada wadah yang bersih tanpa diberi pengawet
- Beri label
- Simpan di pendingin
- Ambil tiap jaringan organ dan tulang dengan sarung tangan bersih
- Tiap item ditempatkan pada wadah yang bersih tanpa diberi pengawet
- Beri label
Untuk jaringan otot minimal jumlah 25 mg, karena DNA otot sangat sedikit, sedangkan jaringan
1) Sampel Cair
- Urin atau saliva cair masukan ketempat steril dari plastik atau kaca sesegera mungkin
- Simpan di pendingin
- Beri label, dipak dan dikirim ke laboratorium pemeriksaan DNA
- Bercak dikerok dengan alat yang bersih atau memotong benda yang mengandung bercak
e. Rambut2,9
- Rambut yang tercampur darah, jaringan atau cairan tubuh yang lain diperlakukan dengan hati-
hati
- Simpan dipendingin
f. Pulpa Gigi2,9
g. Cairan Amnion2,9
- Dengan bimbingan USG, tentukan lokasi amniosentesis, setinggi mungkin dalam uterus
- Lakukan prosedur asepsis dan antisepsis tanpa anastesi lokal insersi jarum dengan dituntun USG
- Aspirasi cairan amnion 0,5 ml, kemudian buanglah karena kemungkinan terkontaminasi dengan
sel maternal
- Simpan di pendingin
Untuk kasus forensik, perlu dijaga keaslian bahan dan jangan sampai rusak sehingga dapat
diperiksa dengan baik, maka bahan tersebut harus diperlakukan sebagai berikut :2
- Tempatkan wadah tersebut sedemikian rupa agar bahan-bahan cair tidak tumpah
- Jaga suhu dalam keadaan dingin, dengan pemberian dry ice atau masukan kedalam termos es
- Tulis alamat laboratorium yang dituju dan alamat pengirim yang jelas dan lengkap . Contoh
Bagian/ Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga RSU Dr. Soetomo Jl. Maijen Prof. DR. Moestopo 6 8, Jawa Timur
Pengiriman barang pemeriksaan tambahan harus dilengkapi dengan surat surat sebagi
berikut :
- Identitas korban
- Kelainan yang ditemukan pada otopsi, sertakan laporan otopsi bila perlu
4. Fotocopy SPVR
- Tanda tangan, nama terang petugas penyegel dan dokter yang, melakukan otopsi
- Segel dinas
Semua surat tersebut dimasukan dalam amplop tersendiri dan dikirim bersama dengan bahan
pemeriksaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah diuraikan pada pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
pengambilan hingga pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan tambahan kasus forensik perlu
1. Pemeriksaan Histopatologi
Pengambilan : Jaringan yang akan diambil dipotong pada daerah yang dicurigai dengan ketebalan sebaiknya
tidak lebih dari 0,5 cm agar pengawet dapat menembus dan masuk ke dalam jaringan sehingga
Pengawetan : Rendam bahan dalam bahan pengawet yaitu larutan formalin 10% yang dibuat dari campuran
lautan formalin teknis (Commercial Formline) dan air dengan perbandingan volume 1 : 3.
Pengiriman : Beri label dan segel, kemudian dikirimkan ke laboratorium yang dituju dengan dilengkapi surat-
2. Pemeriksaan Toksikologi
Pengambilan : Pada korban hidup, penting untuk diamankan sisa bahan makanan, minuman, obat-obatan atau
sisa bahan yang diduga penyebab kematian serta sisa bahan muntahan, cairan kumbah lambung
dan juga harus di sediakan darah dan urin 100 ml. Pada jenazah, organ dikelompokan menjadi 3
Pengawetan : Bahan pemeriksaan toksikologi sebaiknya diserahkan dalam keadaan segar, namun bila tidak
Pengiriman : Bahan yang akan dikirim dimasukan kedalam wadah atau stoples dengan syarat tertentu,
ditambahkan pengawet, ditutup rapat, tepi tutup dilapisi parafin/lilin/seal, selanjutnya diikat
dengan tali dan diberi label dan segel, kemudian wadah dimasukan kedalam kotak kardus tebal
dan usahakan tidak bergerak. Sertakan juga contoh bahan pengawet. Selanjutnya kotak
dibungkus dengan kertas bersih, cantumkan alamat laboratorium yang dituju dan alamat
pengirim.
ngambilan : Sampel bahan untuk pemeriksaan DNA harus mengandung inti sel karena DNA berada pada
inti sel.
ngawetan : Pengawetan tergantung pada bahan yang dipakai, ada yang tanpa pengawetan, disimpan di suhu
ngiriman : Wadah yang berisi bahan pemeriksaan, dimasukan kedalam kotak kardus dan diberi dry ice
selanjutnya diikat dan diberi label dan segel, dibungkus lagi dengan kertas bersih dan
dicantumkan alamat laboratorium yang dituju dan alamat pengirim yang jelas dan lengkap.
B. Saran
a. Bagi Penyidik
Dalam hal pencarian dan pengumpulan barang bukti guna kepentingan peradilan sebaiknya
dilakukan dengan lebih hati-hati untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada barang bukti.
Dalam pengumpulan hingga pengiriman barang bukti harus dilakukan dengan baik dan benar
1. Afiah, Nurul Ratna. Barang bukti dalam Proses Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. 1988
2. Hoediyanto. Pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan tambahan forensik. Dalam : Buku ajar
ilmu kedokteran forensik dan medikolegal edisi ketujuh. Surabaya: fakultas kedokteran
3. Kiely, Terrence F, Forensic Evidence Science and the Criminal Law, Science, Forensic Science
and Evidence, 2002, Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York :
4. Fitri Ambar Sari. Dept. Forensik & Medikolegal. FKUI-RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo.
URL: http://id.scribd.com/doc/138655841/Histopatologi-Forensik-Ft
URL: http://histologi.usu.ac.id
6. Davis GG. Forensic toxicology drugs and chamical. Oct 20th 2014 [cited May 2 2014] [3
7. Wirasuta IMAG. Buku ajar analisis toksikologi forensik. Universitas Udayana: Bukit Jimbaran;
2008.
8. Logan B K, Labs NMS, Grove W. Death investigation toxicology a manual for coroners,
URL:https://www.scribd.com/document_downloads/direct/77174262?extension=docx&ft=141417429
8<=1414177908&user_id=205465030&uahk=B7DsZE90v3soyUtAb+J52U76znc