TENTANG
NIM 091624653002
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusunan Makalah dengan judul ”Perspektif rangka dan kaitannya
dalam forensik” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Antropologi Forensik pada program studi Ilmu forensik di Sekolah
Pascasarjana Universitas Airlangga.
Dalam penyusunan Makalah ini, penyusun banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun
menyampaikan terima kasih kepada Dosen pengajar mata kuliah Antroplogi atas
bimbingan maupun arahannya dalam penyusunan Makalah ini, kepada rekan-
rekan seperjuangan “Mahasiswa pascasarjana magister ilmu forensik” yang selalu
memberikan saran serta motivasi yang sangat tinggi dalam penyusunan Makalah
ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun, demi penyempurnaan Makalah ini. Semoga Makalah
ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu forensik.
( Penyusun )
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...........................................................................
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................
1.3. Tujuan Penulisan Makalah.........................................................
1.4. Manfaat Penulisan Makalah.......................................................
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
korban. Dengan keadaan korban yang sudah tercerai-berai, hangus terbakar dan
membusuk, akan sulit bagi ahli antropologi forensik untuk mengidentifikasi
korban.
Hal yang paling penting dalam mengungkap identitas seorang korban
kecelakaan adalah penentuan jenis kelamin sang korban. Jenis kelamin sang
korban bisa ditentukan melalui penelitian terhadap anggota tubuh yang masih utuh
dan mengandung perbedaan yang jelas dan akurat antara laki-laki dengan
perempuan.
Namun ahli forensik yang menggeluti bidang antropologi ragawi sangat
terbatas jika dibandingkan dengan jumlah korban kecelakaan yang harus diperiksa
identitasnya, dalam hal ini khususnya pada korban yang sudah tidak utuh lagi
secara fisik. Selama ini proses identifikasi masih dilakukan dengan cara manual
yang sangat mengandalkan kemampuan dan keakuratan analisis seorang
antropolog, yang didasarkan pada pengalaman yang dimiliki. Namun seringkali
diperlukan suatu pembanding yang harusnya dimiliki oleh semua rumah sakit atau
pusat forensik.
Terkait berbagai masalah di atas, maka penulis menyusun sebuah makalah
ilmiah mengenai perspektif rangka dan kaitannya dengan persoalan forensik
melalui study literatur yang disusun secara sistematis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2) Tulang Belikat.
Tulang belikat terdapat di atas sendi bahu dan merupakan bagian pembentuk bahu.
3) Tulang Pangkal Lengan, Pengumpil, Hasta.
Tulang pangkal lengan bersama dengan tulang pengumpil dan tulang hasta
menyusun alat gerak, yaitu tangan.
4) Tangan.
Tulang tangan tersusun atas tulang-tulang pergelangan tangan, telapak tangan, dan
jari tangan. Tangan disusun oleh karpal skafoid, lunate, triquetrum, pisiform,
trapesium, trapesoid, kapitatum, hamate. Telapak tangan (metakarpal) terdiri dari
bagian dasar, batang, dan kepala. Jari tangan terdiri dari tiga ruas, kecuali ibu jari
yang mempunyai dua ruas.
5) Kaki
Tulang apendikuler bagian bawah terdiri atas beberapa tulang yang menyusun
kaki (alat gerak bagian bawah). Kaki terdiri atas tulang kaki dan telapak kaki.
Tulang kaki disusun oleh tulang paha , tempurung lutut, tulang kering dan tulang
betis. Pergelangan kaki disusun oleh tulang tumit, kalkaneus, talus, kuboid,
navikular, kuneiformis, dan jari – jari.
7
variasi biologi manusia dan produk budayanya dalam suatu rentang ruang dan
waktu. Rentang ruang menyebabkan antropologi mempelajari manusia dari
berbagai asal tempat, sedangkan rentang waktu mencakup masa lampau (fosil –
paleoantropologi, manusia prasejaraharkeologi) dan masa kini (manusia hidup).
Antropologi forensic bermanfaat untuk membantu penyidik dan penegak
hukum untuk mengidentifikasi temuan rangka tak dikenal. Temuan rangka
biasanya terdapat pada daerah terpencil, di atas permukaan tanah, di kubur pada
lubang yang dangkal karena pelaku kejahatan terburu – buru menguburkannya, di
sungai, di rawa atau di hutan. Korban yang tidak dikubur secara layak ini biasanya
menjadi salah satu indikasi adanya tindak pidana terhadap korban kejahatan. Pada
kasus forensik seperti ini, antropologi forensik berguna dalam menentukan
identifikasi temuaan.
(Indriarti, 2010) Dalam identifikasi pada antropologi forensik meliputi
sejumlah pertanyaaan seperti :
1. Apakah kerangka temuan adalah kerangka manusia atau hewan?
2. Apakah kerangka temuan adalah satu individu atau beberapa individu?
3. Kapan terjadinya kematian?
4. Berapa umur jenazah/rangka pada saat mati?
5. Apakah jenis kelamin temuan rangka?
6. Apakah ras/kelompok etnis/asal temuan rangka?
7. Berapa tinggi badan, berat badan dan bentuk fisik temuan rangka?
8. Apakah temuan rangka menunjukan anomali yang signifikan, tanda-tanda
penyakit yang lama atau luka, atau tanda-tanda lain yang signifikan yang
dapat memberi petunjuk positif dalam mengungkap identitas seseorang?
9. Apakah sebab kematiannya?
10. Bagaimana cara kematiannya?
11
BAB III
PEMBAHASAN
11
12
badan serta bentuk fisik dari temuan rangka tersebut. Tidak lupa pula dilakukan
identifikasi tanda-tanda penyakit, tanda trauma atau cidera sehingga dapat
diketahui pula penyebab kematian dari temuan rangka tersebut.
3.2.3. Identifikasi Usia, jenis kelamin & ras dari temuan rangka
1. Identifikasi Usia
Identifikasi usia dapat dilihat dari panjang tulang, penyatuan tulang, serta
erupsi gigi (pada anak-anak). Seorang antropolog forensik cukup dapat
memperkirakan umur seseorang pada saat kematian dengan memeriksa
perubahan biologis yang terjadi selama kehidupan orang itu. Investigator
dapat memperkirakan lebih akurat ketika pada usia tersebut ada erupsi
gigi, pertumbuhan tulang dan penyatuan tulang. Penutupan sutura di
tengkorak juga merupakan indikator usia. Setelah 25 sampai 30 tahun,
estimasi umur menjadi sulit.
Penentuan Usia dari tulang:
(1) Usia 0-5: terbaik menggunakan gigi (odontologi forensik)
Fase gigi sulung, pola erupsi gigi dewasa dapat diketahui
(2) Usia 6-25: penyatuan epifisis
Fusi epifisis bervariasi dengan jenis kelamin dan biasanya selesai pada
usia 25 tahun
(3) Usia 25-40: Sangat keras
(4) Usia > 40: pada dasarnya terdapat keausan pada tulang, Penyakit
periodontal, arthritis, kerusakan panggul dan lain-lain
Penentuan perkiraan usia melalui Penyatuan Ephiphise:
(1) Garis-garis pada gambar 1 menunjukan garis atau lapisan tulang rawan
antara tulang dan epifisis. Garis-garis sangat jelas pada tulang ketika
seseorang baik pria atau wanita belum dewasa
(2) Dalam gambar 2, tidak terlihat garis. Orang ini keluar dari masa
pubertas. Epifisis telah sepenuhnya bergabung ketika seseorang
mencapai usia dewasa, menutup kemampuan untuk tumbuh lebih
tinggi atau dalam kasus lengan, tumbuh lebih panjang.
14
2. Jenis kelamin
Dalam menentukan jenis kelamiin dapat dibedakan melalui pelvis,
cranium dan femur. Menentukan jenis kelamin sangat penting ketika
menganalisis sisa-sisa manusia tak dikenal. Os pubis, os sacrum dan os
ilium pelvis adalah tulang yang memiliki perbedaan paling jelas antara
laki-laki dan perempuan. Bentuk tengkorak, bentuk mandibula dan ukuran
protuberentia occipitalis.
Keterangan : Caput humeri lebih besar dan Muscle Keterangan : Femur pada wanita (F), caput humerinya lebih
Markings lebih prominent pada pria (M), sedangkan pada kecil dan lebih halus dibandingkan pria (M). Juga pada Muscular
wanita (F) lebih kecil dan halus. Marking pria lebih prominent dan condylusnya juga lebih besar.
15
R = Radius (tulang hasta) Semakin banyak tulang yang diukur, semakin besar
ketepatan tinggi badan yang didapat.
16
3. Penentuan Ras
Tiga kelompok ras utama yang dapat diamati berdasarkan fitur skeletal:
1. Kaukasoid: Eropa, timur tengah dan keturunan india timur
2. Negroid: Afrika, aborigin dan keturunan melanesia
3. Mongoloid: asia, penduduk asli keturunan amerika dan polinesia
Sangat sulit untuk menentukan ras sejati dari skeleton karena beberapa
alasan:
1. Antropologi forensik umumnya menggunakan model 3 ras untuk
mengkategorikan ciri kerangka: Caucasian (eropa), asia
(asia/amerindian), dan afrika (afrika dan india barat). Meskipun ada
pasti beberapa karakteristik fisik umum di antara kelompok-kelompok
ini, tidak semua individu memiliki ciri-ciri kerangka yang benar-benar
konsisten dengan asal geografisnya.
2. Orang-orang keturunan ras campuran yang umum, sering kali
kerangka menunjukan karaktteristik lebih dari satu kelompok ras dan
tidak cocok dengan model 3 ras. Sebagian besar indikator kerangka
yang digunakan untuk menentukan ras sifat non metrik yang dapat
sangat subjektif. Meskipun ada kelemahan ini, penentuan ras
dipandang sebagai bagian penting dari icentifikasi keseluruhan sisa-
sisa individu.
Ras
Kerangka Yang diperiksa
Caucasoid Mongoloid Negroid
Agak
Panjang dan Agak lebar
Tulang hidung lebar
sempit pendek
pendek
Bentuk rongga Diantara
Tinggi Rendah
Tengkorak hidung bawah keduanya
Tinggi tulang Diantara Agak
Agak tinggi
hidung keduanya rendah
Melengkung Diantara Lebar dan
Tulang pipi
lebih lebar keduanya datar
19
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Antropologi forensik adalah bagian dari antropologi ragawi yang
berkaitan dengan analisis sisa rangka manusia dari aspek medikolegal.
2. Antropologi forensik berkerja menurut protokol yang bermuatan
informasi dan definisi mengenai karakter yang akan di analisis.
3. Karakteristik demografis seperti umur, jenis kelamin, ras dan sebagainya
dapat ditentukan dari sisa rangka manusia.
4. Antropologi sering kali mencoba menentukan sebab kematian sisa rangka
manusia berdasarkan trauma atau sebab lain luar.
5. Identifikasi dalam bidang Forensik mengacu terhadap korelasi antara
tinggi badan dengan panjang tulang panjang keenam anggota tubuh
(humerus, radius, ulna, femur, tibia, dan fibula).
6. Identifikasi personal juga diperlukan pada berbagai kasus kekerasan yang
dapat masuk ke dalam kepentingan kasus pidana maupun perdata.
Keahlian khusus sangatlah diperlukan dalam penilaian terhadap
cara/teknik mengukur anggota tubuh tersebut dan menentukannya sebagai
perkiraan panjang badan/tinggi badan korban sewaktu masih hidup.
4.2. Saran
Dalam penyusunan Makalah ini, sangatlah jauh dari kata sempurna, maka
dari itu untuk penyempurnaan Makalah ini, saran dan masukan yang bersifat
membangun sangatlah diharapkan, baik saran dari pembimbing Mata kuliah
Antropologi forensik maupun dari rekan-rekan pembaca.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Burns KR. Forensic anthropology training manual. 3rd ed. Prentice Hall:
Pearson; 2012.
Fauci et al, 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York:
Mc Graw-Hill, 1553-1558.
Indriati E. Antropologi Forensik. Identifikasi manusia dalam konteks hukum.
2nd ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2009.
Idries AM. Identifikasi. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina Rupa Aksara.
1997; 32-52.
Moore KL., Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta.
Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
Twelfth Edition. Asia: Wiley
24