Oleh :
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Aset tetap (fix asset) merupakan aset yang digunakan lebih dari satu periode akuntansi, yang
digunakan baik dalam kegiatan produksi maupun untuk tujuan lain. Dengan adanya aset tetap
yang dimiliki perusahaan, perusahaan dapat melaksanakan kegiatan operasionalnya dalam
rangka memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok.
Aset tetap sangat berarti terhadap kelayakan laporan keuangan, kesalahan dalam menilai aset
tetap berwujud dapat mengakibatkan kesalahan yang cukup material karena nilai investasi yang
ditanamkan pada aktiva tetap relative besar. Mengingat pentingnya akuntansi aset tetap dalam
laporan keuangan tersebut, maka perlakuannya harus berdasarkan pada Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK No.16). Aset tetap tersebut dalam penyajiannya pada laporan keuangan
seharusnya membebankan biaya depresiasi yang dimiliki secara konsisten pada setiap periode
dengan menggunakan metode yang dianggap sesuai dengan standart akuntansi di Indonesia,
agar diketahui nilai sisanya pada akhir periode
Dalam perpajakan perlakuan akuntansi atas aset tetap tidak seluruhnya sama dengan Pernyatan
setandar akuntansi keuangan (PSAK) dikarenakan dalam perpajakan terdapat undang undang
yang lebih mengikat atau memaksa sehingga alam akuntasi perpajakan tidak dapat mengikuti
PSAK secara keseluruhan.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
2
BAB II
PEMBAHASAN
ASET TETAP
Berdasarkan definisi di atas terdapat beberapa hal penting terkait dengan aset tetap, yaitu:
a. Aset tetap adalah aset berwujud, yaitu mempunyai bentuk fisik (seperti
tanah,bangunan), berbeda dengan paten atau merek dagang yang tidak mempunyai
bentuk fisik (merupakan aset tak berwujud)
b. aset tetap mempunyai tujuan penggunaan khusus, yaitu digunakan dalam produksi atau
penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif. Aset seperti tanah yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual,
bukan merupakan aset tetap
c. aset tetap termasuk kedalam aset tidak lancar, karena diharapkan akan digunakan untuk
lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap, agar pengguna
laporan keuangan dapat memahami informasi mengenai investasi entitas di aset tetap, dan
perubahan dalam investasi tersebut. Isu utama dalam akuntansi aset tetap adalah pengakuan
aset, penentuan jumlah tercatat, pembebanan penyusutan, dan rugi penurunan nilai atas aset
tetap. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi aset tetap kecuali Pernyataan lain
mensyaratkan atau mengizinkan perlakuan akuntansi yang berbeda.
Biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
3
1. Biaya perolehan dapat diukur secara andal
2. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari asset
tersebut
Entitas harus mengevaluasi berdasarkan prinsip pengakuan ini terhadap semua biaya
perolehan aset tetap pada saat terjadinya. Biaya tersebut termasuk biaya awal untuk
memperoleh atau mengkonstruksi aset tetap dan biaya selanjutnya yang timbul untuk
menambah, mengganti bagian atau memperbaikinya. Jika pengeluaran tersebut menimbulkan
manfaat ekonomis dimasa depan, maka dapat diakui sebagai asset.
Apabila entitas memiliki aset tetap atas kepemilikan aset tetap tersebut,terdapat
kewajiban bagi entitas untuk membongkar atau memindahkan atau merestorasi aset tetap
tersebut pada akhir masa manfaatnya. Ada kalanya entitas membangun sendiri aset tetapnya.
Untuk pendanaan pembangunan tersebut, perusahaan dapat memperoleh pinjaman dan dari
4
pinjaman tersebut terdapat biaya pinjaman yang harus ditanggung entitas. Perlakuan akuntansi
untuk biaya pinjaman diatur dalam PSAK 26 tentang biaya pinjaman. Menurut PSAK 26, biaya
pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau produksi aset
kualifikasian adalah bagian dari biaya perolehan tersebut. Beberapa kategori aset yang dapat
memperoleh kriteria aset kualifikasian, yaitu:
A. persediaan,
B. manufaktur
C. fasilitas pembangkit listrik
D. aset tak berwujud
E. porperti investasi
Dalam model biaya, setelah diakui sebagai aset maka suatu aset tetap dicatat sebesar
biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
aset.
B) Model revaluasi
Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara
handal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi
setelah tanggal revaluasi. Hal ini untuk memastikan tidak ada beda material. Jika suatu
aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama direvaluasi.
Contoh: tanah, mesin, kapal, pesawat. Sebagai catatan jika entitas mengubah
kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi dalam pengukuran aset tetap
maka perubahan tersebut berlaku prospektif.
C) Penyusutan
5
Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap
total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah. Beban penyusutan
untuk setiap periode harus diakui dalam laba rugi kecuali jika beban tersebut
dimasukkan dalam jumlah tercatat aset lainnya
Metode Penyusutan
Penyusutan dapat menggunakan metode ini yaitu: garis lurus, saldo menurun, dan unit
produksi
Unit produksi
Seluruh metode membebankan sebagian jumlah biaya asset dalam periode akuntansi,
dan tidak pernah menyusutkan asset dibawah nilai residunya, dan jika melirik kepada
masing-masing metode penyusutannya dapat kita memberi kesimpulan bahwa
6
Metode unit produksi menghasilkan jumlah beban penyusutan periodic yang
berbeda-beda tergantung jumlah asset yang digunakan.
Metode saldo menurun ganda menghasilkan jumlah penyusutan yang lebih
tinggi pada tahun pertama penggunaan asset, diikuti dengan jumlah yang
menurun secara bertahap. Karenanya, saldo menurun ganda disebut metode
penyusutan yang dipercepat (accelerated depreciation method).
D) Penurunan nilai
Entitas harus melakukan review setiap akhir periode untuk menentukan apakah terjadi
penurunan nilai terhadap aset tetapnya. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap
mengalami penurunan nilai, entitas mengacu kepada PSAK 48 (revisi 2009) tentang
penurunan nilai Dalam mempertimbangkan ada tidaknya indikasi penurunan nilai aset
tetap, maka entitas harus mempertimbangkan dari sumber eskternal dan sumber
internal.
Kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan nilai,
hilang atau dihentikan dimasukkan dalam laba rugi pada saat kompensasi diakui
menjadi piutang.
2.6 Pengungkapan
Laporan keuangan mengungkapkan untuk setiap kelompok aset tetap, antara lain
1. Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan aset tetap yang dijaminkan
untuk utang;
2. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang sedang dalam
pembangunan;
3. Jumlah komitmen kontraktual dalam perlehan aset tetap; dan
7
4. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan
nilai, hilang atau diberhentikan yang dimasukan dalam laporan laba rugi
komprehensif, jika tidak diungkapkan secara terpisah pada laporan laba rugi
komprehensif.
Keuntungan atau kerugiannya dimasukkan dalam laporan laba rugi entitas. Aset tetap
dihentikan pengakuannya hanya jika:
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap harus dimasukan
dalam laporan laba rugi komprehensif pada saat aset tersebut diberhentikan pengakuannya.
ASET TAKBERWUJUD
8
memperoleh manfaat ekonomis tersebut. Manfaat ekonomis masa depan tersebut dapat
mencakup pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya, atau
manfaat lain yang berasal dari penggunaan aset tersebut.
c. Tidak mempunyai wujud fisik
Karakteristik berikut juga penting dari suatu aset tak berwujud. Dalam beberapa kondisi
aset takberwujud mempunyai elemen fisik sehingga perlu pertimbangan untuk
menentukan apakah suatu aset tersebut merupakan aset berwujud atau tak berwujud.
Kriteria pengakuan aset takberwujud pada dasarnya sama dengan kriteria pengakuan aset
tetap. Aset takberwujud diakui sebagai aset jika:
Aset takberwujud pada awal pengakuannya harus diakui sebesar biaya perolehan.
Pengukuran biaya perolehan aset takberwujud tergantung dari kondisi aset takberwujud
tersebut diakuisi. Terdapat beberapa kemungkinan cara perolehan aset takberwujud yaitu:
1. Perolehan terpisah
2. Akuisisi sebagai bagian dari kombinasi bisnis
3. Akuisisi dengan hibah pemerintah
4. Pertukaran aset
5. Aset takberwujud yang dihasilkan secara internal (goodwill dan aset takberwujud
lainnya).
Untuk aset takberwujud yang diperoleh secara terpisah maka pengukuran biaya
perolehannya terdiri atas:
1. Harga pembelian, termasuk bea impor dan pajak yang tidak dapat dikembalikan,
dikurangi diskon dan rabat;
9
2. Biaya yang secara langsung dapat diatribusikan yang terjadi dalam menyiapkan aset
tersebut sehingga siap untuk digunakan sesuai tujuan penggunannya.
Biaya perolehan aset takberwujud, yang diakuisisi sebagai bagian dari kombinasi bisnis
(PSAK 22), adalah nilai wajarnya pada tanggal akuisisi. Penentuan nilai wajar dalam
kombinasi bisnis bukanlah hal yang mudah. Jika aset takberwujud diperdagangkan secara
bebas dipasar aktif, maka harga pasar adalah dasar pengukuran terbaik. Jika aset takberwujud
tidak mempunyai pasar aktif, maka biaya perolehan ditentukan berdasarkan jumlah yang akan
dibayar perusahaan dalam transaksi normal pada tanggal akuisisi.
Aset takberwujud juga dapat diperoleh melalui hibah pemerintah. Pemerintah dapat
memindahkan atau megalokasikan aset takberwujud, seperti hak untuk mendarat di bandara
udara, hak beroperasi pada stasiun televisi atau radio, hak impor atau hak quota atau untuk
mengakses sumber-sumber terbatas lainnya, kepada entitas tertentu.
Cara lain perolehan aset takberwujud adalah melalui pertukaran aset non moneter atau
sekelompok aset moneter, atau kombinasi dari aset moneter dan aset non moneter. Sama seperti
pada pertukaran aset tetap, biaya perolehan dari aset takberwujud yang diperoleh dari
pertukaran adalah diukur pada nilai wajar, kecuali;
Goodwill hanya boleh diakui sebagai akibat dari kombinasi bisnis, goodwill yang timbul
secara internal tidak diakui sebagai aset takberwujud karena tidak memenuhi kriteria
pengakuan sebagai berikut:
10
Untuk menentukan apakah aset takberwujud yang dihasilkan secara internal (Selain
goodwill) dapat diakui sebagai aset takberwujud, maka perlu dibedakan antara tahap penelitian
dan tahap pengembangan.
1. Tahap penilitian.
Penelitian adalah penelitian yang orisinal dan terencana yang dilaksakan dengan
harapan memperoleh pembaharuan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang
baru.
2. Tahap pengembangan
Pengembangan adalah penerapa temuan penelitian atau pengetahuan lainnya pada suatu
rencana atau rancangan produksi bahan, alat, produk, proses, sistem atau jasa yang
sifatnya baru atau yang megalami perbaiki substantial, sebelumnya dimulai produksi
komersial atau pemakaian.
Setelah pengakuan awal, entitas harus memilih salah satu dari 2 (dua) dasar pengukuran
aset takberwujud, yaitu (1) model biaya perolehan dan (2) model revaluasi.
Apabila model aset revaluasi dipilih, makanya nilai setelah pengukuran awal
dinilai berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan
akumulasi rugi penurunan nilai. Penerapan revaluasi seperti yang telah dijelaskan
pada bab mengenai aset tetap.
11
2. Ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari
pengunaan atau pelepasannya.
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan aset takberwujud
dihitung sebagai perbedaan antara nilai tercatat aset takberwujud dan wajar dari imbalan yang
diterima.
Suatu entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk setiap kelas aset takberwujud,
dipisahkan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset takberwujud
lainnya, antara lain:
1. Apakah masa manfaat tidak terbatas atau terbatas, jika masa manfaat terbatas
diungkapkan tingkat amortisasi yang digunakana atau masa manfaatnya.
2. Metode amortisasi yang digunakan untuk aset takberwujud dengan masa manfaat
terbatas;
3. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode
4. Unsur-unsur dalam laporan pendapatan komprehensif yang mana amortisasi aset tak
berwujud termasuk (di dalamnya).
5. Pengakuan atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.
2.13 Hubungan revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak dan akuntansi
Revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak tunduk pada PMK 191/2015 sebagaimana telah diubah
dengan PMK 233/2015, yang mengatur sebagai berikut:
Sedangkan revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi mengikuti ketentuan PSAK 16 "Aset
Tetap" sebagai berikut:
1. Revaluasi aset tetap dilakukan regular untuk memastikan jumlah tercatat tidak
berbeda secara material dengan nilai wajar
12
2. Jika suatu aset direvaluasi maka seluruh kelompok aset tetap dalam kelas yang sama
direvaluasi.
1. Tujuan akuntansi
2. Tujuan pajak
3. Tujuan pajak & akuntansi
Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak, maka konsekuensi pajak yang
timbul dari revaluasi tersebut diakui dalam laba rugi. Maka:
a. Jumlah pajak yang telah dibayar diakui sebagai beban pajak dalam laba rugi;
b. Timbul perbedaan temporer yang dapat dikurangkan, karena dasar pengenaan pajak
atas aset tetap menjadi lebih tinggi dari jumlah tercatat secara akuntansi.
Perbedaan temporer tersebut menimbulkan aset pajak tanguhan karena manfaat ekonomik
akan mengalir ke entitas dalam bentuk pengurangan laba kena pajak di masa depan ketika
jumlah tercatat aset tersebut dipulihkan. Kenaikan dasar pengenaan pajak setelah revaluasi
mengakibatkan jumlah penyusutan secara pajak menjadi lebih besar dibandingkan dengan
penyusutan secara akuntansi dimasa depan. Pajak tangguhan yang berasal dari perbedaan
temporer ini diakui dalam laba rugi.
Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi dan pajak, maka pajak
kini dan tangguhan di penghasilan komprehensif lain atau laba rugi, bergantung pada peristiwa
yang menyebabkan timbulnya konsekuensi pajak kini dan tangguhan tersebut. secara
akuntansi, kenaikan nilai tercatat aset akibat revaluasi diakui di penghasilan komprehensif lain.
Pada periode entitas memperoleh persetujuan dari otoritas perpajakan, maka:
a. Jumlah pajak yang telah dibayar diakui dipenghasilan komprehensif lain dan
terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
b. Jumlah tercatat suatu aset tetap yang direvaluasi secara pajak dan akuntansi akan
menjadi sama dengan dasar pengenaan pajaknya, sehingga tidak terdapat perbedaan
temporer atas aset yang direvaluasi tersebut. Jika sebelum tanggal persetujuan
otoritas perpajakan entitas memiliki aset atau liabilitas pajak tangguhan, maka
13
peristiwa ini mengakibatkan pembalikan perbedaan temporer yang sebelumnya
timbul. Pembalikan perbedaan temporer tersebut diakui dalam laba rugi.
c. Pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menentukan perbedaan temporer yang
mungkin timbul atas nilai tercatat aset dalam laporan keuangan dan dasar pengenaan
pajaknya. Entitas mengakui konsekuensi pajak kini dan tangguhan yang timbul atas
aset tetap yang direvaluasi, termasuk pembalikan perbedaan temporer yang mungkin
timbul pada masa depan, bergantung pada peristiwa yang menyebabkan timbulnya
konsekuensi pajak tersebut sesuai dengan PSAK 46 par 58.
Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap yang telah berlaku efektif pada
tanggal 1 Januari 2008 ditetapkan dua model penilaian Aset Tetap, yaitu: model biaya (cost
model) dan model revaluasi (revaluation model) yang mana pada PSAK 16 sebelumnya (revisi
1994) hanya mengenai model biaya.
Menurut PSAK 16 (revisi 2007), apabila suatu entitas memilih model revaluasi, maka
entitas tersebut harus menilai kembali aset tetapnya secara berkala sesuai dengan nilai pasar
wajar. Jika tidak terdapat nilai wajar yang dapat dijadikan dasar revaluasi, maka menurut PSAK
16 (revisi 2007) pada paragraf 33, dapat dilakukan estimasi nilai wajar menggunakan
pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan.
Frekuensi revaluasi aset tetap tersebut, dalam paragraf 34 PSAK 16 (revisi 2007)
dilakukan tergantung materialitas perbedaan nilai dari aset tetap yang direvaluasi. Jika material
atau signifikan, maka revaluasi aset tetap perlu dilakukan setiap tahun. Namun, jika tidak
material atau signifikan maka revaluasi aset tetap bisa dilakukan setiap 3 atau 5 tahun sekali.
Perbedaan akuntansi atas selisih nilai wajar dengan nilai buku yang ditemukan
berdsarkan hasil revaluasi pada tahun berjalan, berdasarkan paragraf 35, PSAK 16 (revisi 2007)
dapat dilakukan dengan dua alternatif sebagai berikut:
1. Penyajian kembali
2. Eliminasi akumulasi penyusutan
14
Pada akhir tahun 2008, PT. AC mkkemiliki aset tetap yang dibeli pada awal tahun 2007 dengan
harga perolehan Rp. 10000 dengan taksiran masa manfaat 5 tahun. Saldo akumulasi penyusutan
aset tetap tersebut pada tanggal 31 desember 2008 Rp. 4000. Berdasarkan revaluasi aset tetap
PT. AC per 31 desember 2008 diketahui nilai wajarnya Rp.8000
Terhadap aset tetap diatas diketahui pula pada akhir tahun 2009 dilakukan revaluasi kembali
dengan nilai wajar hasil revaluasi Rp.3000 dan akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2009
Rp. 2667
Dari data diatas, perlakuan akuntansi berdasarkan PSAK 16 (revisi 2007) adalah sebagai
berikut:
Tanggal Keterangan Dr Cr
Tanggal Keterangan Dr Cr
15
Kenaikan nilai tercatat aset tetap sebesar Rp.2000, diperoleh dari perbedaan nilai pbuku
Rp.6000 dengan nilai wajar Rp.8000. Berdasarkan PSAK 16 (revisi 2007) paragraph 39 selisih
tersevut dibukukan pada akun buku surplus revaluasi yang merupakan komponen ekuitas,
bukan komponen laba-rugi.
Adapun pada tahun 2009, sebagaimana telah diilustrasikan diatas telah direvaluasi kembali dan
mendapatkan nilai wajar Rp.3000,- sehingga pada tahun 2009 terjadi penurunan nilai aset tetap
dari Rp.8000 menjadi Rp.5000. Diketahui pula saldo akumulasi penyusutan per akhir tahun
2009 Rp.2667 (dihitung dari Rp.8000 dibagi sisa umur aset, yaitu 3 tahun).
Untuk tahun 2009, dengan mengacu pada PSAK 16 (Revisi 2007) paragraph 40 yang
menyatakan bahwa penurunan nilai aset akibat revaluasi harus diakui dalam laporan laba-rugi,
namun penurunan nilai tersebut langsung di debit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi
selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.
Oleh karena itu, perlakuan akuntansi untuk tahun 2009 adalah:
Tanggal Keterangan Dr Cr
Tanggal Keterangan Dr Cr
16
Sebelum terbitnya PSAK 16 (Revisi 2007), sudah terdapat perbedaan antara PSAK dengan
peraturan perpajakan, seperti tentang metode penyusutan, umur manffat aset tetap dan kapan
aset mulai disusutkan. Dengan munuclnya PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat tambahan
perbedaan lagi yaitu adanya model revaluasi dalam Standar Akuntansi Keuangan yang
kemudian melahirkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79 tahun 2008 tanggal 23 mei
2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan.
PMK NO.79 tahun 2008 ini mengatur revaluasi aset tetap menurut pajak. Perusahaan dapat
menggunakan model revaluasi untuk tujuan perpajakan dengan syarat:
17
b. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk
kelompok aktiva tetap tersebut.
c. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan. ( PMK NO.79 tahun 2008 pasal 7 ayat 1)
7. Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal
tahun pajak yang bersangkutan.
b. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal
tahun pajak yang bersangkutan.
c. Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak tersebut. ( PMK NO.79 tahun 2008 pasal 7
ayat 2)
Mengacu pada pasal 5 PMK NO.79 tahun 2008 yang menyatakan pengenaan pph final sebesar
10% atas selisih lebih penilaian kembali aset, mala perlakuan akuntansi untuk tahun 2008
adalah:
Tanggal Keterangan Dr Cr
Tanggal Keterangan Dr Cr
18
Utang pph final Rp. 200 berasal dari selisih aset tetap yang dinilai kembali dikalikan dengan
tarif 10%. Adapun untuk penilaian kembali tahun 2009 tidak dikenakan pph sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 5 PMK NO.79 tahun 2008, karena nilai aset tetap direvaluasi
menunjukan penurunan nilai dari buku sebelumnya.
Untuk selisih lebih atau kurang karena revaluasi aset yang disajikan dalam laporan laba-rugi,
komponen ini tidak lagi dimaksudkan dalam perhitungan pph badan , karena selisih lebih atau
kurang tersebut bersifat final atau dikenakan pajak secara final. Selisih lebih atau kurang yang
akan dimasukan dalam laporan laba-rugi akan dimasukan dalam koreksi fiskal pada saat
perhitungan pph badan tahunan.
Sesuai dengan karakteristik dari penghasilan yang dikenakan pajak final, maka penghasilan
tersebut adalah:
Selain aspek pengenaan pajak seperti yang diuraikan diatas, hal lain yang juga diatur dalam
PMK No.79 tahun 2008 adalah perlakuan revaluasi aset tetap menurut fiskal harus ditetapkan
pada seluruh aset tetap. Kemudian ini berbeda dengan yang menurut akuntansi/komesil yang
menetapkan revaluasi bahwasanya dapat dilakukan hanya pada kelompok aset yang ingin
diterapkan model revaluasi tersebut. Selain itu, jangka waktu revaluasi menurut fiskal dapat
dilakukan kembali setelah 5 tahun terhitung dari jangka waktu terakhir aset tersebut
direvaluasi, sedangkan menurut akuntansi dalam PSAK 16 (Revisi 2007) paragraph 34,
menyatakan bahwa revaluasi dapat dilakukan secara berkala sesuai dengan tingkat sgnifikansi
perubahan nilai aset tetap. Perbedaan tersebut tentunya akan menimbulkan kompleksitas pada
pajak tangguhan.
19
Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada
periode masa depan sebagai akibat adanya:
Beban pajak (Penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan
yang diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode. Laba akuntansi
adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah laba (rugi) selama
satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas
pajak penghasilan yang terutang (dilunasi). Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak
penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena
pajak.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas. Pajak penghasilan final adalah pajak
penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah
selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan
jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini
dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu. Pajak kini adalah
jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk satu
periode.
Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi
keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa:
20
2.16 Perbedaan permanen dan perbedaan tetap dalam pajak
Perbedaan permanen adalah perbedaan pengakuan pajak yang timbul karena terjadi
transaksi-transaksi pendapatan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial dan tidak
diakui menurut fiskal (pajak). Dimana pengakuan seperti hal tersebut biasanya terdapat pada
kategori dibwa ini, yaitu:
21
2.16.2 Beda Sementara
Beda sementara adalah perbedaan yang terjadi secara fiskal karena perbedaan pengakuan
waktu dan biaya dalam menghitung laba. adapun unsur-unsur yang menjadi objek dalam beda
sementara adalah
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang
disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta
kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry forward)
yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa
saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang
lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar
saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang. Bila
dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan
keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.
DPP aktiva adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap setiap
manfaat ekonomi(penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat
memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) trsebut tidak
akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva.
Contoh :
1. Mesin nilai perolehan 100. Untuk tujuan fiskal, mesin telah disusutkan sebesar 30
dan sisa nilai buku dapat dikurangkan pada periode mendatang. Penghasilan
22
mendatang dari penggunaan aktiva merupakan obyek pajak. DPP aktiva tersebut
adalah 70.
2. Piutang bunga mempunyai nilai tercatat 100. Untuk tujuan fiskal, pendapatan
bunga diakui dengan dasar kas. DPP piutang adalah nihil
3. Piutang usaha mempunyai nilai tercatat 100. Pendapatan usaha terkait telah diakui
untuk tujuan fiskal. DPP piutang adalah 100.
4. Pinjaman yang diberikan mempunyai nilai tercatat 100. Penerimaan kembali
pinjaman tidak mempunyai konsekuensi pajak. DPP pinjaman yang diberikan
adalah 100
DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat
dikurangkan pada masa mendatang. Contoh :
1. Nilai tercatat beban yang masih harus dibayar (accured expenses) 100. Biaya
tersebut dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal dengan dasar kas. DPP-nya adalah
nol.
2. Nilai tercatat pendapatan bunga diterima dimuka 100. Untuk tujuan fiskal,
pendapatan bunga tersebut dikenakan pajak dengan dasar kas. DPP-nya adalah nol.
3. Nilai tercatat beban masih harus dibayar (accured expense) 100. Untuk tujuan
fiskal biaya tersebut telah dikurangkan. DPP-nya adalah 100.
4. Nilai tercatat beban denda yang masih harus dibayar 100. Untuk tujuan fiskal,
beban denda tersebut tidak dapat dikurangkan. DPP-nya adalah 100.
5. Nilai tercatat pinjaman yang diterima 100. Pelunasan pinjaman tersebut tidak
mempunyai konsekuensi pajak. DPP-nya adalah 100.
Apabila DPP aktiva atau kewajiban tidak begitu jelas, maka DPP tersebut dapat
ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan dalam Pernyataan ini. Dengan beberapa
pengecualian, perusahaan harus mengakui kewajiban (aktiva) pajak tangguhan apabila
pemulihan nilai tercatat aktiva atau pelunasan nilai tercatat kewajiban tersebut akan
mengakibatkan pembayaran pajak pada periode mendatang lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan dengan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aktiva atau pelunasan
kewajiban yang tidak memiliki konsekuensi pajak.
23
SPT konsolidasi, maka DPP aktiva dan kewajiban ditentukan dengan merujuk pada SPT
masing-masing entitas.
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang
memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan
laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial
maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen.
Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak
tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan matching principle pada
periode terjadinya perbedaan tersebut.
Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan
temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas
nilai asset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini,
beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan
yang terhutang menurut SPT tahunan.
a. Pengakuan (Recognition)
Standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss carry
forward (TLCF) atau kompensasi rugi harus diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan ini
menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat asset pajak tangguhan
24
atau deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat dalam kewajiban pajak
tangguhan atau deferred tax liability (DTL) tersebut.
b. Pengukuran (Measurement)
Cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan. Dalam
hal ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku atau efektif akan
berlaku di masa yang akan datang.
c. Penyajian (Presentation)
Standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam neraca
ataupun laba rugi. Asset pajak tangguhan (DTA) atau kewajiban pajak tangguhan (DTL) harus
disajikan secara terpisah dari asset atau kewajiban pajak kini dan disajikan dalam unsur non
current dalam neraca.
d. Pengungkapan (Disclosure)
Berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.Misalnya unsur-unsur utama perbedaan temporer yang menimbulkan pajak
tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan tarif pajak dan
sebagainya.
Pengakuan asset atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa adanya
kemungkinan pemulihan asset atau pelunasan kewajiban yang mengakibatkan pembayaran
pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih besar. Tetapi, apabila akan terjadi
pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang, maka berdasarkan standar
akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu kewajiban.
25
Dapat diakui apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa
yang akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu
asset. Dengan kata lain apabila kemungkinan pembayaran pajak dimasa yang akan datang lebih
kecil akan dicatat sebagai asset pajak tangguhan.
Bagaimana Cara Mengindentifikasi Aktiva atau Kewajiban Pajak Tangguhan dan Penghasilan
atau Beban Pajak Tangguhan menggunakan Pendekatan Laba Rugi
a. Lihat rekonsiliasi fiskal yang sudah dibuat dan identifikasi akun-akun di laba rugi yang
termasuk dalam beda waktu, seperti:
Beban penyisihan persediaan
Beban penyisihan piutang tak tertagih
Beban penyisihan bonus
Beban penyisihan pensiun
Beban penyusutan atau dan Beban amortisasi
b. Identifikasi koreksi fiskal yang dihasilkan dari akun-akun di atas dan tentukan apakah
koreksi fiskal tersebut termasuk koreksi positif atau negatif.
c. Hitung pajak tangguhan dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh dikali koreksi
fiskal yang dihasilkan oleh langkah di atas.
d. Tentukan DTA/DTL dengan cara merujuk pada saldo DTA/DTL tahun sebelumnya.
26
BAB III
Kesimpulan
Didalam mengetahui aset tetap, merupakan hal penting jika mampu menyelesaikan semua
persoalan yang diberikan, baik ketika aset tetap diperoleh, dimiliki, maupun dijual ataupun
tidak digunakan lagi, dan dalam kaitannya dengan perpajakan. Apabila entitas memiliki aset
tetap atas kepemilikan aset tetap tersebut,terdapat kewajiban bagi entitas untuk membongkar
atau memindahkan atau merestorasi aset tetap tersebut pada akhir masa manfaatnya. Ada
kalanya entitas membangun sendiri aset tetapnya.
27