Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DESENTRALISASI FISKAL

Untuk Melengkapi Tugas Keuangan Negara dan Daerah

Lecturer :

Member of the Group:

1. SANDRA LUSI (1310531011)


2. JOSSICA PUTRI (1410531040)
3. VONNY FITRI AMINI (1410531045)

THE DEPARTMENT OF ACCOUNTING

FACULTY OF ECONOMIC

ANDALAS UNIVERSITY

2017
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN DARI DESENTRALISASI FISKAL
1. Pengertian
Desentralisasi fiskal dapat didefinisikan sebagai devolusi (penyerahan) tanggungjawab fiskal
dari pemerintah pusat kepada tingkatan pemerintahan yang ada dibawahnya.Desentralisasi fiskal
juga dapat diartikan sebagai penyerahan urusan fiskal ke bawah, dimana jenjang pemerintahan
yang lebih tinggi menyerahkan sebagian kewenangannya mengenai anggaran dan keputusan-
keputusan finansial kepada jenjang yang lebih rendah.
Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah
melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan
pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan
yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi / Bantuan dari Pemerintah Pusat. Pelaksanaan
desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:
Pemerintah Pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement;
SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pemerintah Pusat;
Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam
melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah

2. Tujuan Desentralisasi Fiskal


a. Mengurangi kesenjangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal
imbalance).
Baik Dana Bagi Hasil (DBH), baik pajak maupun non pajak (SDA), DAU, DAK, Dana Otsus
maupun dana insentif bagi daerah berkinerja baik merupakan transfer keuangan dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah, sehingga dengan demikian otomatis kesenjangan fiskal antara pusat
dan daerah dapat lebih kecil dengan semua instrumen ini, karena semua dana masuk ke daerah
dan mengurangi alokasi di pusat. Dengan kata lain, vertical fiscal imbalance dapat dikurangi.

b. Mengurangi kesenjangan antar daerah (horizontal fiscal imbalance).


Instrumen subsidi (grants) khususnya dalam konteks Indonesia adalah melalui Dana Alokasi
Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, atau
dengan kata lain mengurangi horizontal fiscal imbalance. Implikasinya, subsidi yangdialokasikan
kepada setiap daerah dalam rangka menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakatberbeda-beda. DAU ditransfer pemerintah
pusat kepada daerah bersifat block grant, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam
penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk
menyeimbangkan kemampuan keuangan antardaerah.
a. Kesinambungan kebijakan fiskal (fiscal sustainability) secara makro.
b. Meningkatkan akuntabilitas, efektivitas & efisiensi Pemda.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan publik
d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan

B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DAN FUNGSI PEMERINTAH

PEMBAGIAN WEWENANG

Pembagian Kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

(Dalam UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007)

A. Pembagian Kekuasaan dan Pemisahan Kekuasaan

Pembagian kekuasaan (Distribution of Power)

Membicarakan hubungan vertikal, dalam hal ini adalah hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Hubungan ini merupakan hubungan yang bersifat atasan dan bawahan, dalam
artian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat pembagian kerja antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Hubungan secara vertikal ini melahirkan garis hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam beberapa sistem, yakni:

1. Desentralisasi
Pasal 1 Butir 7 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: Penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sentralisasi berfungsi menciptakan keseragaman, sedangkan desentralisasi berfungsi


menciptakan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Keduanya merupakan suatu
rangkaian kesatuan (continuum), walaupun fungsinya berlainan, namun akan saling melengkapi
bagi keutuhan organisasi negara.

2. Dekonsentrasi

Pasal 1 Butir 8 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: Pelimpahan wewenang


pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.

3. Tugas Pembantuan (Medebewind)

Pasal 1 Butir 9 UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah: Penugasan dari Pemerintah
kepada daerah* dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa,
serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. (*
daerah = Provinsi, Kabupaten, Kota)

Pemisahan kekuasaan (Separation of Power)

Membicarakan hubungan horizontal, dalam hal ini adalah hubungan antara lembaga- lembaga
negara, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudisiil. Hubungan antara lembaga- lembaga negara ini
bertujuan untuk check and balances. Lord Action Power tende to corrupt, absolute power tende
corrupt absolutely

B. Pembagian Kekuasaan dalam UUD NKRI 1945

Pada konsep Negara Kesatuan, semua wewenang milik pemerintah pusat tetapi pemerintah pusat
tidak dapat melaksanakan seluruh kewenangannya, kemudian sebagian wewenangnya tersebut
diserahkan pada daerah. Hal ini disebut desentralisasi karena ada pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, maka terbentuklah hierarki kekuasaan.
Pembagian kekuasaan terdapat pada Pasal 18 UUD NRI 1945 dan Pasal 2 Undang-undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal tersebut menerangkan bahwa Negara
kesatuan Republik Indonesia itu dibagi dan memiliki pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah
tersebut dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Dari pasal tersebut secara eksplisit tercermin bahwa Negara kesatuan tidaklah
sentralistik.

FUNGSI PEMERINTAH

Van Poelje (dalam hamdi, 1999 : 52) menjelaskan bahwa pemerintahan dapat dipandang
sebagai suatu ilmu yaitu yang mengajarkan bagaimana cara terbaik dalam mengarahkan dan
memimpin pelayanan umum.

Fungsi Pemerintah

1. Fungsi Primer

Fungsi Primer merupakan fungsi pemerintah yang berjalan terus-menerus dan memiliki
hubungan positif dengan kondisi masyarakat yang diperintah. Maksudnya adalah fungsi primer
dijalankan secara konsisten oleh pemerintah, tidak terpengaruh oleh kondisi apapun, tidak
berkurang dan justru semakin meningkat jika kondisi masyarakat yang diperintah meningkat.
Fungsi primer dibedakan menjadi dua:

a. Fungsi Pelayanan

Fungsi utama pemerintah adalah memberikan pelayanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat disemua sektor. Masyarakat tak akan dapat berdiri sendiri memenuhi kebutuhan
tanpa adanya pemerintah yang memberikan pelayanan. Ini merupakan fungsi yang bersifat
umum dan dilakukan oleh seluruh negara di dunia.

b. Fungsi Pengaturan

Pemerintah memiliki fungsi pengaturan(regulating) untuk mengatur seluruh sektor dengan


kebijakan-kebijakan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lainnya.
Maksud dari fungsi ini adalah agar stabilitas negara terjaga, dan pertumbuhan negara sesuai yang
diinginkan.

2. Fungsi Sekunder

Fungsi sekunder merupakan fungsi yang berbanding terbalik dengan kondisi dan situasi di
masyarakat. Maksudnya adalah semakin tinggi taraf hidup masyarakat, maka semakin tinggi
bargaining position, tetapi semakin integratif yang diperintah, maka fungsi sekunder pemerintah
berkurang atau turun. Fungsi sekunder dibedakan menjadi :

a. Fungsi Pembangunan

Fungsi pembangunan dijalankan apabila kondisi masyarakat melemah dan pembangunan akan
dikontrol ketika kondisi masyarakat membaik(menuju taraf yang lebih sejahtera). Negara-negara
terbelakang dan berkembang menjalankan fungsi ini lebih gencar daripada dengara maju.

b. Fungsi Pemberdayaan

Fungsi ini dijalankan jika masyarakat tidak mempunyai skill dan kemampuan untuk bisa keluar
dari comfort zone atau zona aman. Contohnya masyarakat bodoh, miskin, tertindas, dan
sebagainya. Pemerintah wajib mampu membawa masyarakat keluar dari zona ini dengan cara
melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan dimaksud agar dapat mengeluarkan kemampuan yang
dimiliki oleh masyarakat sehingga tidak menjadi beban pemerintah. Pemberdayaan dilakukan
untuk meningkatkan kualitas SDM atau masyarakat. Ketergantungan terhadap pemerintaha akan
semakin berkurang dengan pemeberdayaan masyarakat. Sehingga hal ini akan mempermudah
pemerintah mencapai tujuan negara.

Pemerintah merupakan suatu bentuk organisasi yang bekerja dan menjalankan tugas untuk
mengelola sistem pemerintah dan menetapkan kebijakan dalam mencapai tujuan negara. Hal
tersebut seperti yang telah kami sampaikan melalui tulisan mengenai Arti Pemerintah. Dalam
menyelenggarakan tugasnya, pemerintah memiliki beberapa fungsi seperti yang dijelaskan
beberapa tokoh dibawah ini.
Sedangkan menurut Richard A. Musgrave dibedakan menjadi tiga fungsi dan tujuan
kebijakan anggaran belanja pemerintah, yaitu:

1. Fungsi Alokasi (Allocation Branch) yaitu fungsi pemerintah untuk menyediakan


pemenuhan untuk kebutuhan Publik (public needs)
2. Fungsi Distribusi (Distribution Branch) yaitu fungsi yang dilandasi dengan
mempertimbangkan pengaruh sosial ekonomis; yaitu pertimbangan tentang kekayaan dan
distribusi pendapatan, kesempatan memperoleh pendidikan, mobilitas sosial, struktur pasar.
Macam-ragam warga negara dengan berbagai bakatnya termasuk tugas fungsi tersebut.
3. Fungsi Stabilisasi (Stabilizaton Branch) yaitu fungsi menyangkut usaha untuk
mempertahankan kestabilan dan kebijaksanaan- kebijaksanaan yang ada. Disamping itu, fungsi
ini bertujuan untuk mempertahankan kestabilan perekonomian (stabilisator
perekonomian)(Guritno, 2000:2)

C. MANFAAT DAN MASALAH DESENTRALISASI FISKAL

Manfaat desentralisasi fiskal dalam kaitannya dengan penyediaan barang publik menurut
Wallace Oates adalah kemampuan meningkatkan efisiensi ekonomi dalam penyediaan barang
publik, menghasilkan pemerintahan daerah yangexperimentation and innovationdalam
memproduksi barang publik, dan membawa kepada tingka efisiensi out put publik yang lebih
baik.Desentralisasi akan lebih mampu menyukseskan tujuan-tujuan pembangunan lewat
pemberian hak kontrol kepada masyarakat yang memiliki informasi dan insentif untuk membuat
keputusan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.Pemberian tanggung jawab dan kewenangan
yang lebih kepada daerah dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi dari layanan publik.
Menurut Bahl (2008), terdapat dua manfaat dan empat kelemahan desentralisasi fiskal. Manfaat
desentralisasi fiskal adalah:
Efisiensi ekonomis.
Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah disesuaikan dengan preferensi
masyarakat setempat dengan tingkat akuntabilitas dan kemauan bayar yang tinggi.
Peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah.
Pemerintah daerah bisa menarik pajak dengan basis konsumsi dan aset yang tidak bisa
ditarik oleh pemerintah Pusat.
b. Masalah Desentralisasi Fiskal
Kelemahan desentralisasi fiskal adalah:
Lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro.
Sulitnya menerapkan kebijakan stabilitas ekonomi.
Sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi dengan pemerataan.
Besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah daripada keuntungan yang
didapat.
Kendala dan Tantangan Pengelolaan Pajak Daerah
Baru 18 dari 492 daerah yang telah memungut PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-
P2)sebagai pajak daerah pada tahun 2012, meskipun batas waktu pengalihan sampai dengan
Januari 2014.
Sampai akhir 2012 50,2% Pemda siap untuk memungut PBB-P2, yang dari sisi potensi
telah mencakup 91,3%.
Beberapa daerah terkendala oleh kecilnya potensi PBB-P2, kesiapan SDM, sarana dan
prasarana, dan perangkat pendukung lainnya.

Kendala dan Tantangan Transfer ke Daerah


Dana Bagi Hasil (DBH)
Identifikasi daerah penghasil (prinsip by origin) seringkali terlambat karena
keterlambatan penyediaan data perhitungan.
Penyaluran DBH didasarkan pada realisasi yang baru diketahui pada tahun berikutnya,
sehingga menimbulkan permasalahan kurang bayar.
Banyaknya usulan daerah untuk mendapatkan bagi hasil yang belum diatur dalam UU,
misalnya pajak ekspor, perkebunan, daerah pengolah migas.

Dana Alokasi Umum (DAU)


Alokasi dasar yang dihitung berdasarkan gaji PNSD, menyebabkan inefisiensi dalam
belanja pegawai daerah.
Formulasi dan kebijakan DAU yang dialokasikan secara otomatis untuk daerah otonom
baru mendorong pemekaran daerah.
Alokasi DAU hasilnya baru dapat diinformasikan ke daerah pada bulan November
(setelah penetapan APBN akhir Oktober) menyulitkan daerah dalam penyusunan APBD.

Dana Alokasi Khusus (DAK)


Kerancuan fokus DAK, equalisasi, national priority, atau support untuk daerah dengan
kapasitas fiskal rendah.
Petunjuk teknis DAK yang rigid dan seringkali terlambat sehingga menyulitkan daerah
dalam melaksanakan kegiatan DAK.
Penyediaan Dana Pendamping dianggap memberatkan bagi beberapa daerah.
Penetapan daerah penerima dan besarannya tidak dapat diprediksi dan baru dapat
diinformasikan ke daerah pada bulan November (setelah penetapan APBN akhir Oktober)
menyulitkan daerah dalam penyusunan APBD.

Kendala dan Tantangan Pengelolaan Pengelolaan APBD


APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum tahun anggaran
berjalan. Namun, pada tahun 2012, 524 daerah, yang menetapkan APBD tepat waktu hanya
sebanyak 274 daerah (52% daerah). Pada 2011 hanya 211 daerah (40%) dan 2010 sebanyak 214
daerah (41%).
Proporsi terbesar belanja daerah adalah belanja pegawai, dengan proporsi diatas 40%
(untuk provinsi di kisaran 25% dan untuk kabupaten/kota di kisaran 51%) dan terus meningkat
hingga tahun 2011. Baru tahun 2012 belanja pegawai mengalami penurunan secara proporsi
terhadap belanja total.
Proporsi belanja modal mengalami peningkatan di tahun 2011 dan 2012, dimana belanja
modal mempunyai proporsi diatas 20%.

D. DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI


Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah

Perkembangan Aliran Dana APBN ke Daerah


Alokasi Transfer ke Daerah selalu meningkat dari tahun ke tahun, dari Rp 253,3 triliun pada
realisasi tahun 2007 menjadi Rp 518,9 triliun pada APBN 2013.

Transfer ke daerah telah mencapai kisaran 1/3 dari belanja negara. Pada APBN Perubahan Tahun
2012, total transfer ke daerah mencapai 30,9% dari belanja negara dan direncanakan menjadi
31,3% pada APBN 2013.

Selain dana transfer ke daerah, pemerintah pusat juga mengalokasikan sebagian besar belanja
untuk mendanai urusan pusat di daerah dan pelayan kepada masyarakat, antara lain melalui
subsidi, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, bantuan masyarakat melalui PNPM dan
Jamkesmas, dan lain-lain. Apabila dihitung secara keseluruhan, maka dana yang mengalir ke
daerah mencapai kisaran 60% dari belanja negara.

Beberapa Fakta Keberhasilan

Secara nasional (agregat), transfer per kapita yang meningkat sangat tajam dari tahun ke tahun
selaras dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran. Pada
beberapa daerah yang tingkat transfer per kapitanya sangat tinggi, ternyata mengalami
menurunan kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya.

Desetralisasi fiskal telah secara nyata memberikan dampak catching-up bagi daerah-daerah yang
sebelumnya sangat tertinggal untuk mengejar ketertinggalannya.

Telah terjadi peningkatan output layanan publik di daerah:

- Output pendidikan (Angka Partisipasi Murni/APM Sekolah Dasar)yang meningkat di


seluruh provinsi.
- Output kesehatan (Angka Kematian Bayi/IMR) yang menurun signifikan di seluruh
provinsi.

Keberhasilan Desentralisasi Fiskal dari Sudut Pandang International Expert/Scholars

Sistem transfer yang berbasis equalization di Indonesia terbukti bekerja secara lebih efektif dibanding
beberapa negara lain seperti Cina dan Filipina.
Desain sistem Dana Alokasi Umum (DAU) di Indonesia banyak mengurangi ketimpangan antardaerah
sehingga mampu mendukung peningkatan identitas lokal dan sekaligus mengurangi gejolak perpecahan
antardaerah.
Desentralisasi fiskal telah mendorong pemerintah daerah membelanjakan secara lebih banyak pada sektor
layanan publik yang mendasar, utamanya pendidikan dan kesehatan, guna mengejar ketertinggalan
kualitas laynan di kedua sektor tersebut.

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENERAPAN DESENTRALISASI FISKAL DI


SUMATERA BARAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI SUMATERA BARAT
1. PERMASALAHAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL
a. Korupsi di Daerah
Berdasarkan keterangan dari Dirjen Otonomi Daerah kemendagri, sebagaimana diberitakan
dalam Republika (9/5) sebanyak 325 kepala daerah terjerat masalah hukum. Dari jumlah
tersebut sebagian sudah menjadi Narapidana, sementara sebagian lagi masih berstatus tersangka.
Para pejabat kepala daerah yang seharusnya memimpin jalannya pelaksanaan desentralisasi,
justru banyak yang bermasalah dengan hukum. Hal ini bisa menghambat jalannya pembangunan
di Daerah. Faktor yang menyebabkan banyaknya kasus korupsi ini adalah karena mahalnya
biaya kampanye pilkada dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan desentralisasi.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Bambang Suprayitno, S.E sebagaimana dikutip
Dedi,dkk., dalam artikel ilmiah yang berjudul Desentralisasi Fiskal dan Korupsi: Fakta dalam
Otonomi Daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif
terhadap korupsi artinya semakin tinggi tingkat desentralisasi fiskal daerah tersebut maka
meningkatkan korupsi pada daerah yang bersangkutan.
Contoh kasus di Sumatera Barat:
kasus pengalihan tanah negara di Kabupaten Solok yang dilakukan oleh Wakil Walikota
Pariaman Helmi Darlis. Dalam kasus ini Kejati Sumbar telah menetapkan tujuh tersangka
termasuk mantan Bupati Solok, Gusmal. Dalam kasus ini negara dirugikan sekitar Rp 288 juta
(Padangekspress, Sabtu, 9 Juli 2011).

b. Kebebasan menggali Potensi Daerah


Semenjak adanya desentralisasi, telah terjadi pemekaran daerah baru dan investor asing mulai
melirik daerah Sumatera Barat. Kita dapat merasakan, adanya pembangunan akhir-akhir tahun
ini, seperti Bandara Internasional Minangkabau , Supermarket dan Hotel berbintang. Antar
Daerah saling berkompetensi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, itulah kenyataanya.
Jika berfikir jernih, saling berkompetesi juga memiliki kelemahan yang dapat saling
menjatuhkan. Demi mendapatkan sebuah prestasi, antar kota maupun kabupaten saling berlomba
dalam mengumpulkan pendapatan asli daerah. Contoh konkret adalah pembangunan tempat
rekreasi air di ranah minang ini. Tergiur hasil retribusi dan return proyek yang tinggi pemda telah
membuat objek rekreasi yang sama. Bisa kita lihat menjamurnya tempat rekreasi air di
Kabupaten Solok, Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan Kota Padang Panjang. Tingkat
persaingan antar daerah sangatlah tinggi.

2.SOLUSI PENERAPAN DESENTRALISASI FISKAL DI SUMATERA BARAT

a. Pemerintah pusat perlu mengatur sistem pemilukada langsung yang hemat biaya politik.
Selain agar biaya politik yang timbul tidak besar, agar pemimpin daerah yang terpilih merupakan
yang terbaik. Dalam kaitannya untuk meminimalisir politik dinasti, pemerintah juga perlu untuk
memperketat persyaratan pencalonan kepala daerah.
b. Perlu dikaji ulang, penempatan investasi untuk setiap daerah. Menjadi daerah yang
unggul, bukan berarti harus berkompetensi di jalur yang sama.
c. Sumatera Barat harus lebih bisa menggali potensi yang dapat menambah Pendapatan Asli
Daerah. Penguatan itu dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat daerah , pembangunan
pasar tradisional dan pasar agribisnis sesuai kebutuhan.
d. Pemerintah pusat sebagai regulator perlu mengupayakan agar pemerintah daerah dapat
mengalihkan porsi belanja lebih besar untuk peningkatan infrastruktur yang produktif sehingga
mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
e. Perlu dibuat mekanisme pengukuran kinerja dengan Balanced Scrore Card
dalam rangka pemberian reward dan punishment terkait dengan evaluasi efektivitas pengelolaan
keuangan daerah. Hal ini perlu dilakukan untuk mendorong pemerintah daerah mengelola
keuangan daerahnya dengan lebih baik dan profesional
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
DI SUMATERA BARAT
Dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan wilayah
antar kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat selama 8 tahun periode penelitian yaitu 2002-
2009, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Sumatera Barat selama pelaksanaan desentralisasi
fiskal mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2007 mengalami penurunan
akibat krisis global yang melanda dunia dan tahun 2009 juga mengalami penurunan akibat
gempa bumi yang menimpa Sumatera Barat. Dengan melihat peningkatan pertumbuhan ekonomi
dalam beberapa tahun terakhir, maka pelaksanaan desentralisasi fiskal berdampak baik bagi
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Sumatera Barat.
2. Tingkat ketimpangan/kesenjangan wilayah antar kabupaten/kota Sumatera Barat selama
pelaksanaan desentralisasi fiskal mengalami penurunan setiap tahunnya. Dengan melihat
penurunan tingkat ketimpangan/kesenjangan wilayah dalam beberapa tahun terakhir, maka
pelaksanaan desentralisasi fiskal berjalan baik dalam menurunkan kesenjangan wilayah. hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi pemerataan pembangunan di kabupaten/kota Sumatera Barat.

Anda mungkin juga menyukai