Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buah apel merupakan buah yang berasal dari daerah sub-tropis yang

sewaktu-waktu dapat dijumpai di pasar karena buah apel bukan merupakan

buah musiman. Di Indonesia, tanaman apel telah berhasil dikembangkan

dengan baik di dataran tinggi yang beriklim kering seperti di daerah Batu dan

Poncokusumo di kabupaten Malang, Jawa Timur.

Terdapat tiga varietas apel yang dikembangkan di daerah tersebut yakni

Manalagi, Rome Beauty, dan Anna. Apel Rome Beauty berwarna merah

kehijauan, rasanya segar manis asam, kulitnya berpori kasar mempunyai

tekstur kurang renyah dibandingkan apel Manalagi. Keunggulan apel Rome

Beauty mempunyai umur simpan yang lebih lama dibandingkan apel Anna

dan apel Manalagi, juga tidak mudah memar jika terbentur. Namun,

kelemahan apel Rome Beauty yaitu mempunyai umur petik yang lebih lama

sekitar 120 hari. Apel ini diduga mempunyai kandungan antioksidan tinggi

yang ditandai dengan adanya warna merah. Tanin merupakan antioksidan

yang larut dalam air yang banyak terdapat pada buah apel dan -karoten

merupakan antioksidan yang larut dalam lemak berperan penting sebagai

pigmen warna pada buah apel.

Buah apel merupakan buah klimaterik sehingga setelah dipanen akan

mengalami perubahan-perubahan sifat fisik dan kimianya, yang disebabkan

16

oleh berlanjutnya kegiatan metabolisme. Kandungan gula, asam, tekstur,

warna, laju respirasi, kandungan air, total tanin maupun beta karoten akan

berubah seiring dengan perkembangan fisiologis buah sehingga kemudian

akan terjadi kerusakan.

Kerusakan-kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis,

fisik, mikrobiologis, dan proses fisiologis. Akibatnya buah apel mempunyai

umur simpan yang relatif pendek sehingga mempengaruhi mutu simpan buah.

Mutu simpan buah erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi

selama penanganan dan penyimpanan.

Untuk mencegah kerusakan tersebut, perlu dilakukan penanganan pasca

panen yang tepat sehingga umur simpan menjadi lebih panjang yaitu dengan

cara buah apel tersebut disimpan pada suhu rendah.

Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau

pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak

sesegar buah aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan nilai gizi

bahkan terkadang terjadi pembusukan. Penanganan yang tidak optimal

disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai.

Dalam perdagangan, buah apel disimpan pada suhu rendah, kurang dari

10C. Pada suhu tersebut, apel mampu bertahan hingga 6 bulan. Akan tetapi,

penyimpanan pada suhu tersebut masih dianggap mahal oleh mayoritas

pedagang buah. Mereka cenderung menyimpan pada suhu ruang, dengan

konsekuensi umur simpannya pendek. Sejauh ini kajian penurunan total tanin

dan -karoten yang merupakan senyawa antioksidan pada apel Rome Beauty

17

selama dijajakan oleh pedagang buah belum ada. Oleh karena itu, perlu

dilakukan evaluasi perubahan senyawa tersebut selama diperdagangkan pada

suhu ruang. Sebagai control, buah yang sama disimpan pada suhu sekitar 5oC.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang, kondisi perdagangan buah apel yang terjadi di

Indonesia, yakni penyimpanan pada suhu ruang oleh pedagang kecil buahan

dan penyimpanan pada suhu rendah sekitar 5oC oleh pedagang grosir atau

pedagang kelas menengah ke atas atau super market. Perbandingan tingkat

kerusakan buah yang disimpan pada kedua suhu tersebut untuk Apel cultivar

Rome Beauty belum diketahui khususnya tentang total tanin dan beta karoten

yang merupakan antioksidan dan sifat fisiknya.

1.3. Tujuan

a. Mengetahui perubahan total tanin dan -karoten yang merupakan senyawa

antioksidan selama penyimpanan pada suhu ruang dan 5oC.

b. Mengetahui perubahan sifat fisik (susut berat, tekstur, warna), sifat fisiologis

(laju respirasi) dan sifat kimia (kadar air, total asam, total gula, ratio gula

asam) selama penyimpanan suhu ruang dan 5oC

1.4. Hipotesis

Buah selama penyimpanan akan mengalami penurunan total tanin dan -

karoten akibat peristiwa respirasi. Pada suhu 5oC laju respirasi dapat ditekan,

18

oleh karena itu laju kerusakan ataupun penurunan kandungan tanin, beta-

karoten, flavonoid, relatif lebih rendah dibandingkan dengan pada suhu

ruang.

19

Anda mungkin juga menyukai