Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN PASIEN TERMINAL

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degenerative, penyakit
paru obstruktif kronis, cyctic fibrosis, stroke, parkison, gagal jantung/heart failure,
penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan
perawatan lebih lanjut, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan
pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium
lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga
perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan
keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak napas, penurunan berat badan,
gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien
pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala
fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, social dan
spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. Pada perawatan pasien
dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi perawatan lebih dini agar
masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik.

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Sebagai arahan bagi perawatan pasien terminal di rumah sakit
Tujuan Khusus :
1. Terlaksananya perawatan pasien terminal yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di rumah sakit
2. Tersusunnya panduan pasien terminal
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan

C. Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi
bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapi seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari dan
merupakan suatu kehilangan.

D. Masalah di Akhir Kehidupan


Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien
yang sekarat. Samapai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ
binatang, percobaan mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri
secara medis. Di antara hal-hal yang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti
memulai atau menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup,
perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal secara kelayakan dan
penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut. Dan masalah yang pantas mendapat
perhatian khusus : euthanasia dan bantuan bunuh diri.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas
dimaksudkan untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-
elemen berikut : subyek tersebut adalah orang yang kompeten dan paham
dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang secara sukarela meminta
hidupnya diakhiri, agen mengetahui tentang kondisi pasien dan menginginkan
kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup orang
tersebut, dan tindakan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.
2. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan
atau alat atau keadaan yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk
konseling mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal atau
memberikannya. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering dianggap
sama secara moral, walaupun antara keduanya ada perbedaan yang jauh
secara praktek maupun hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan
bantuan secara definisi harus dibedakan dengan menunda atau menghentikan
perawatan medis yang tidak diinginkan, sia-sia atau tidak tepat ketentuan
perawatan paliatif, bahkan jika tindakan-tindakan tersebut dapat
memperpendek hidup.
Permintaan Euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebagai akibat dari rasa
sakit atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih
memilih mati dari pada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh
lagi, banyak pasien menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan
bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai
instrument kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai
pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk
mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa rasa sakit. Tentunya dokter akan
merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan tindakan
yang illegal di sebagian besar Negara di larang dalam sebagian besar kode etik
kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari Sumpah Hippocrates
dan telah dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia.
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seseorang pasien
dengan segera, tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga
dekatnya yang memintanya. Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari
kewajibannya menghormati keinginan pasien untuk membiarkan proses
kematian alami dalam keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter
tidak dapat melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam
jiwa pada stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-
tahun terakhir telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk
mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak
dengan penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek
dalam pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah control rasa
sakit. Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka
mempunyai cukup keterampilan dalam masalah ini, dan jika mungkin juga
memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan
diatas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun
tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak
mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada
pasien, wakil pasien dalam mengambil keputusan, dan juga dokter.
Kemungkinan memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan,
intervensi resusitasi, procedure radiologi, dan perawatan intensif memerlukan
keputusan mengenai kapan mulai tindakan tersebut dan kapan menghentikan
jika tidak berhasil. Seperti dibahas di atas, jika hubungan dengan komunikasi
dan ijin, pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis
apapun walaupun jika penolakan itu dapat . Dokter tidak boleh
membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas
kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan. Setiap orang berbeda
dalam menanggapi kematian : beberapa akan melakukan apapun untuk
memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun sakit dan
menderitanya, sedang yang lain sangat ingin mati sehingga menolak bahkan
tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti
antibiotic untuk penderita pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberiatahukan kepada pasien semua informasi tentang
perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap
menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu
terapi.
Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten
memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas
mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan
hidup lanjut, keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang
sangat samar-samar dan harus diinterpretasikan berdasarkan kondisi actual
pasien. Jika pasien tidak menyatakan keinginannya dengan jelas, wakil pasien
dalam mengambil keputusan harus menggunakan Kriteria-kriteria lain untuk
keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

E. Tahap-tahap Menjelang Ajal


Kubler Rosa (1969), telah menggambarkan/membagi tahap-tahap menjelang ajal
(dying) dalam 5 tahap, yaitu :
1. Denial (menolak)
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti : Seharusnya
tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?. Beberapa orang
bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya
orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).
2. Anger (Marah)
Kemaran terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala
hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul
pemikiran pada diri klien seperti : Mengapa hal ini terjadi dengan diriku
kemarahan-kamarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek
yang dekat dengan pasien, seperti : keluarga, teman, dan tenaga kesehatan yang
merawatnya.
3. Bargaining (Tawar Menawar)
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien
berkata : Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya
lulus sarjana.
4. Depresion (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedang malalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Aceptance (Penerimaan)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini
sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau
rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya : ingin
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat dan sebagainya.

F. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 type perjalanan proses kematian, yaitu :
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan
yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasif dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama.

G. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


1. Kehilangan Tonus Otot ditandai :
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi, dan lainnya
d. Penurunan control spingter urinary dan rectal
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam sirkulasi, ditandai :
a. Kemunduran dalam sensasi
b. Sianosis pada daerah ekstermitas
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
a. Nadi lambat dan lemah
b. Tekanan darah turun
c. Pernapasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori :
a. Penglihatan Kabur
b. Gangguan penciuman dan perabaan
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang
pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir
yang berfungsi sebelum meninggal.

H. Tanda-tanda klinis saat meninggal :


a. Pupil mata melebar
b. Tidak mampu untuk bergerak
c. Kehilangan reflek
d. Nadi cepat dan kecil
e. Pernapasan chyene-stoke dan ngorok
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka

I. Tanda-tanda meninggal secara klinis :


Secara tradisonal, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernapasan
3. Tidak ada reflek
4. Gambaran mendatar pada EKG.

J. Macam Tingkatan Kesadaran/pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap


Kematian
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type :
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi
perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan
sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan
segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat
baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya
ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun
dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua
orang dapat melaksanaan hal tersebut.

K. Bantuan yang dapat diberikan


1. Bantuan Emosional
a. Pada Fase Denial
Dokter/Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan
pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan
ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa
aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini Dokter/Perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi
Pada fase ini Dokter/Perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara
non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati
reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman
bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan
sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainnya. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-
obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang
nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta
vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia,
perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau
dilakukan kateteri. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
g. Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya menolak/
menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan :
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-
teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan teman-
teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan
diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila
pasien mampu membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
- Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
- Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai keyakinannya.
- Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup prakterk ibadah sesuai dengan
keyakinannya/ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga
harus mampu memberikan ketenangan dan kayakinan-keyakinan spiritualnya.
Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual
pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual pasien
menjelang kemtian dapat terpenuhi.
L. Kesimpulan
Kondisi terminal adalah suatu keadaan diaman seseorang mengalami
penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat
dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap
individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukkan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memakai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukan dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
bernaggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan, kesepaian atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup. Seseorang yang menghadapi
kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai
kejadian dan orang terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih
pada kehilangan control terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan persiapan,
kehilangan orang yang dicintai.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGERTIAN
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang

B. TAHAP-TAHAP BERDUKA
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang dapat
terjadi pada pasien menjelang ajal :
1. Denial ( pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat
menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal
3. Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien mencoba menawar waktu
untuk hidup
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan segera
mati, ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi bersama
keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan )
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan bahwa
ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-
tugasnya yang belum terselesaikan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
A. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit
dengan penyakit yang sama
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan
klien
2) Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
1. Pasien kurang rensponsif
2. Fungsi tubuh melambat
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. Rahang cenderung jatuh
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. Kulit pucat
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ansietas/ ketakutan individu , keluarga yang berhubungan diperkirakan dengan
situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut
akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup
b) Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang
lain
c) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan lingkungnnya penuh dengan stres
(tempat perawatan)
d) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri
dalam menghadapi ancaman kematian
KRITERIA HASIL
a) Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan
2. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal,
tanggung jawab peran dan gaya hidup
b) Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilang dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubunag erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara
berikut:
Menghabiskan waktu bersama klien
Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan klien
Berpartisipasi dalam perawatan
c) Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan:
1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan tempat
perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontinue selama
perawatan klien
d) Klien akan mempertahankan praktik spiritualnya yang akan mempengaruhi
penerimaan terhadap ancaman kematian
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga situasi yang
tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negative pada gaya hidup.
Kriteria Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan
2. Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggungn jawab,
peran dan gaya hidup
No Intervensi Rasional
1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a. Berikan kepastian dan kenyamanan
b. Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan
c. Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan pengobatannya
d. Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif klien yang cemas
mempunyai penyempitan lapang persepsi dengan penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah
atau sedang. Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat
dan dapat dihilangkan dengan memberikan informasi akurat. Klien dengan
ansietas berat atau parah tidak menyerap pelajaran
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan
mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberikan kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar
4) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif.
Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan respon koping
positif yang akan datang
Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi
penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain
Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara sbb:
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan klien
c. Berpartisipasi dalam perawatan
No Intervensi Rasional
1) Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi
dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
sehat. Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan
bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan
anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka
terhadap situasi tersebut
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang
memberikan keberhasilan pada masa lalu. Strategi koping positif membantu
penerimaan dan pemecahan masalah
3) Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif.
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan
penerimaan kematian yang terjadi
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka, proses berkabung adaptif
tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidak nyamanan dan dukungan. Penelitian menunjukkan bahwa klien
sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukan dan
d. Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
DIAGNOSA III
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan takut
akan hasil (kematian) dan lingkungannya penuh stres (tempat perawatan)
Anggota kelurga atau kerabat terdekat akan :
1. Megungkpakan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Menungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontinyu selama perawatan klien
No Intervensi Rasional
1) Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati. Kontak yang sering dan mengkomunikasikan sikap
perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pembelajaran
2) Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan,
ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk
mengidentifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan
intervensi untuk mengatasinya
3) Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan post operasi yang dipikirkan dan
berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien
5) Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawatan.
Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga
berkelanjutan
6) Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya.
Keluarga denagan masalah-masalah seperti kebutuhan financial, koping yang
tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber
tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga
Diagnosa IV
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian. Klien akan mempertahankan praktik spritualnya
yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian
No Intervensi Rasional
1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual
keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesempatan pada
klien untuk melakukannya. Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa
atau praktek spiritual lainnya, praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan
dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan
2) Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan
dan praktik religius atau spiritual klien. Menunjukkan sikap tak menilai dapat
membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya
3) Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien
dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang
memudahkan refresi dan perenungan
4) Bila anda menginginkan, tawarkan untuk berdoa bersama klien lainnya atau
membaca buku ke agamaan. Perawat meskipun yang tidak menganut agama
atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya
5) Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah
sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel
dan injil RS ). Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan
spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 )
D. IMPLEMENTASI
Diagnosa I
1. Membantu klien untuk mengurangi ansientasnya :
a. Memberikan kepastian dan kenyamanan
b. Menunjukan perasan tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari
petayaan
c. Mendorong klien untuk mengungkan setiap ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan pengobatannya.
d. Mengidentifikasi dan mendorong mekanisme koping efektif
2. Mengkaji tingkat ansientas klien. Merencanakan penyuluhan bila tingkatnya
rendah atau sedang
3. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan atau pikiran
mereka
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian dan penguatan prilaku
koping positif
5. Memberikan dorongan pada klien unyuk menggunakan teknik relaksasi seperti
paduan imajines dan pernafasan relaksasi
Diagnosa II
1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat.
2. Memberikan dorongan penggunaam strategi koping positif yang terbukti
memberikan keberhasilan pada masa lalu
3. Memberikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut dari yang
positif
4. Membantu klien menyatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
semua pertanyaan dengan jujur
5. Meningkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidak nyamanan dan dukungan
Diagnosa III
1. Meluangkan waktu bersama keluarga / orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati
2. mengizinkan keluarga klien / orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan ,
ketakutan dan kekhwatiran
3. Menjelaskankan lingkungan dan peralatan itu
4. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan
dan memberikaninformasi spesifik tentang kemajuan klien
5. Menganjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
keperawatan
6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber komunitas dan sumber
lainnya
Diagnosa IV
1. Menggali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktik atau ritual
keagamaan atau spiritual yang diizinkan, bila ia memberikan kesempatan pada
klien untuk melakukannya
2. mengekpresikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya
keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien
3. Memberika privasi dan ketenangan untuk ritual, spiritual sesuai kebutuhan klien
dan dapat dilaksanakan
4. Menawarkan untuk menghubungi religius atau rohaniwan rumah sakit untuk
mengatur kunjungan menjelaskan ketersediaan pelayanan misalnya : Al-Quran
dan ulama bagi yang beragama islam
E. EVALUASI
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3. Klien selalu ingat kepada allah dan selalu bertawakkal
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan allah swt akan kembali
kepadanya

Anda mungkin juga menyukai