PATOFISIOLOGI
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi
oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis),
akan
tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith. Hasil observasi epidemiologi
juga
menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar.
TANDA-TANDA KLINIS
Pada appendicitis klasik, mula-mula pasien merasakan nyeri pada bagian tengah
abdominal, tepatnya pada periumbilikal. Hal ini disebabkan oleh spasme otot yang
merupakan reaksi terhadap obstruksi appendix. Selain nyeri tersebut pasien biasanya
juga
mual dan muntah. Setelah inflamasi berjalan 12-24 jam, inflamasi yang tadi hanya
terjadi
pada dinding appendix kini telah mencapai peritoneum bagian parietal (dipersarafi
oleh
saraf somatik), sehingga timbul rasa nyeri yang terlokalisasi di kuadran kanan bawah
abdomen, biasanya peritonitis lokal ini juga ditandai dengan abdominal tenderness.
Tanda-tanda dari appendicitis klasik ini dapat ditemukan kurang dari setengah kasus
yang
terjadi.
Selain tanda-tanda dari appendix klasik, ada juga tanda-tanda lain yang muncul
pada appendicitis. Bila appendix berada di dekat rektum, maka itu dapat
menyebabkan
iritasi lokal dan diarrhoea. Bila appendix terletak dekat dengan vesica urinaria atau
ureter,
maka itu dapat menyebabkan dysuria dan pyuria (secara mikroskopik).
DIAGNOSIS APPENDICITIS
Appendisitis akut dapat didiagnosis secara klinis dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik (physical examination). Selayaknya diagnosis sesegera mungkin
ditegakkan dan appendix dapat segera diangkat bila ternyata terjadi appendisitis.
Diagnosis menjadi mudah untuk ditegakkan bila tampak tanda dan gejala dari
appendisitis klasik pada pasien, tanda dan gejala tersebut seperti: a. Nyeri pada
bagian
abdominal kurang dari 72 jam; b. Muntah 1-3 kali; c. Facial flush; d. Tenderness pada
fossa iliaca kanan; e. Demam dengan suhu antara 37,3-38,5 C; f. Tidak ada bukti
terjadi
infeksi traktus urinarius pada pemeiksaan urin dengan mikroskop.
Tanda inflamasi peritoneal bagian fossa iliaca kanan yang berupa rasa nyeri,
sering tidak tampak. Untuk itu kita perlu untuk menyuruh pasien agar batuk, bila
terjadi inflamasi pada peritoneum parietal maka pasien akan merasakan nyeri. Selain
itu
dapat dilakukan rebound tenderness untuk membantu menegakkan diagnosis, yaitu
dengan melakukan perkusi pada fossa iliaca kanan, rasa nyeri akan diraskan oleh
pasien
akibat perkusi bila pasien tersebut mengalami peritonitis.
Pada saat menegakkan diagnosis perlu juga diperhatikan diagnosis banding dari
appendisitis. Kondisi lain yang sering mengkaburkan diagnosis appendisitis adalah
infeksi traktus urinarius (cystis atau pyelonephritis), mesentetic adenitis, konstipasi,
pankreatitis akut,dll.
Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa iliaca kanan, namun belum
dapat dipastikan diagnosis dari pasien tersebut apakah appendisitis atau penyakit
lainnya,
maka kita harus mereview pasien tersebut secara periodik, bila perlu pasien kita
sarankan
untuk rawat inap agar dapat dipantau perkembangannya dengan baik, bila setelah
dipantau masih menimbulkan keraguan maka kita dapat melakukan
pemeriksaanpemeriksaan
yang dapat mendukung diagnosis, seperti memeriksa urine secara
mikroskopis, X-ray, full blood count, dan serum amylase.
Sedangkan bila kita mendapatkan pasien dengan keluhan nyeri pada fossa iliaca
kanan, dan setelah kita pelajari ternyata pasien tidak mengalami appendisitis, maka
kita
harus memberi pengobatan sesuai dengan apa yang diderita pasien.