Anda di halaman 1dari 15

Kasus III

Tn. Z usia 45 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan diagnose medis PPOK (penyakit
paru obstruksi kronis). Klien memiliki riwayat asma. Suara nafas ronkhi positif dan batuk yang
sering. Klien mengatakan perutnya sakit karena sering batuk.

1. Pengertian
Menurut ATS (American Thoracic Society) dan ERS (European Respiratory Society),
rehabilitasi paru adalah suatu intervensi yang komprehensif, multi disiplin dan
berdasarkan bukti ilmiah pada penderita penyakit paru kronik yang terdapat gejala dan
penurunan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Rehabilitasi paru bersifat individual dan didisain untuk mengurangi gejala-gejala,


meningkatkan kapasitas fungsional, meningkatkan partisipasi di masyarakat, mengurangi
biaya kesehatan melalui pengendalian dan penghambatan manifestasisistematik dari
penyakit.
2. Tujuan Rehabilitasi Paru

Tujuan rehabilitasi paru adalah mengurangi gejala-gejala dan kecacatan, meningkatakan


aktivitas fisik dan sosial, meningkatkan kualitas hidup dari penderita paru kronik. Untuk
mencapai tujuan ini diperlukan suatu program yang konprehensif dengan kerjasama team
antar dokter multidisipliner, fisioterapis, terapis okupasi, psikolog, nutrisionis dan pekerja
sosial.

3. Manfaat Program Rehahabilitasi Paru


Disibility dari penyakit paru kronik biasanya disebabkan oleh morbiditas sekunder bukan
dari penyakit parunya sendiri. Konsekuensi dari suatu paru kronik antara lain
menyebabkan gangguan fungsi otot-otot perifer maupun ototpernarasan, gangguan
jantung dan skeletal, gangguan nutrisi serta psikososial.

Mekanisme terjadinya kondisi tersebut adalah adanya dekonditioning, malnutrisi, efek


hipoksimia, hiperinflasi, otot diafragmayang lelah, seringnya keluar masuk rumah sakit,
efek obat-obatan dan disfungsi sosial karena kecemasan depresi, ketergantungan dan
gangguan tidur.

Gejala-gejala yang membatasi aktivitas fisik yaitu adanya sesak dan atau fatigue
(kelelahan) yang disebabkan oleh hambatan ventilasi, pertukaran udara yang abnormal,
disfungsi otot perifer, disfungsi jantung atau kombinasi dari keseluruhannya. Kecemasan
dan motivasi yang kurang juga berperan terhadap aktivitas fisik.

Program rehabilitasi berusaha untuk mengidenfikasi morbiditas sekunder serta


mengurangi gejala-gejala ini sehingga pasien dapat kembali menuju fungsional yang
optimal meskipun penyakit parunya bersifat irreversibel (tidak pulih kembali).
Rehabilitasi paru merupakan penanganan yang sudah terbukti secara ilmiah dan
direkomendasikan untuk penyakit paru obstruktif kronik. Penyakit paru kronik lain, yang
juga dapat diberikan program ini adalah interstitial diseases, cystic fibrosis, bronkiektasis,
kelainan dinding thorak serta pasien-pasien bedah seperti pada reseksi paru.
4. Komponen Rehabilitasi Paru

Rehabilitasi paru secara menyeluruh mencakup beberapa hal yaitu evaluasi penderita,
edukasi dan dukungan psikososial,latihan relaksasi, latihan pernapasan, latihan fisik dada,
dan latihan fisik (exercise training).

1) Evaluasi Penderita

Penilaian pasien PPOK untuk program rehabilitasi paru bertujuan mendapatkan


kandidat pasien yang tepat untuk diberikan program latihan. Pasien PPOK yang
dianjurkan mengikuti program rehabilitasi paru adalah pasien dengan derajat 2
atau PPOK sedang atau Universita Sumatera Utara Tampilan Klinis pasien yang
memiliki VEP1 kurang dari 80% dari nilai prediksi. Pasien dengan derajat PPOK
ringan dan sangat berat juga dapat dianjurkan untuk melakukan rehabilitasi paru.
Rehabilitasi paru secara umum diindikasikan untuk penderita PPOK yang telah
mengalami gejala pernapasan yang menetap, penurunan kapasitas latihan,
penurunan aktivitas dan penurunan kualitas hidup.

Akan tetapi sebenarnya tidak ada suatu penurunan fungsi paru spesifik yang
dijadikan standar pada program rehabilitasi paru. Kontraindikasi relatif
rehabilitasi paru adalah pasien yang tidak dapat berjalan disebabkan kelainan
ortopedi atau saraf, angina pektoris tidak stabil atau infark miokard, gangguan
psikiatrik atau kognitif tidak dapat berkomunikasi dengan efektif.

Proses evaluasi terdiri atas:


a. Wawancara

Wawancara merupakan langkah pertama yang penting untuk mengenalkan


pasien tentang program, mengetahui riwayat penyakit dan problem
psikososial. Anggota keluarga dan lingkungannya dilibatkan dalam
wawancara ini. Komunikasi dengan dokter yang merawat dan petugas
rehabilitasi penting untuk menentukan prioriti pertanyaan medis dalam
mengawali program sehingga setiap individu mendapatkan jenis program
yang sesuai dengan harapan.

b. Evaluasi medis

Sebelum program rehabilitasi dilakukan, penting kiranya mengetahui kondisi


penyakit penderita serta therapy yang diberikan selama ini apakah sudah
optimal.

c. Uji diagnostik

Riwayat penyakit penyerta harus diperhatikan untuk menentukan tingkat


program. Data dasar harus dicatat termasuk faal paru, kemampuan uji latih,
analisis gas darah (AGDA), foto toraks, elektro kardiografi (EKG), kadar
hemoglobin (Hb), fungsi ginjal dan lainnya. Uji faal paru digunakan untuk
menentukan karakteristik penyakit paru dan derajat kelainan. Spirometri
digunakan untuk mengukur faal paru. Parameter yang sering diukur adalah
kapasiti difusi, tahanan jalan napas dan tekanan maksimal respirasi.

Uji latih membantu untuk menentukan toleransi latihan, perubahan


hipoksemia dan hiperkapnia selama latihan sehingga dapat menentukan
intensiti latihan yang aman. Toleransi latihan juga ditentukan oleh persepsi
gejala sesak napas. Pengukuran yang dilakukan selama monitoring adalah
besarnya beban kerja, heart rate, EKG, oksigen arteri, analisis gas darah,
konsumsi oksigen (VO2) dan gejala sesak napas. Pemeriksaan AGDA
sebelum dan selama latihan penting untuk mengukur kapasiti latihan yang
menginduksi hipoksemia.

d. Status psikososial

Keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh penanganan masalah


fisik pasien tetapi juga masalah psikologi, emosi dan sosial. Penderita dengan
problem psikososial sering tidak dapat menentukan masalahnya sendiri.
Kelainan neuropsikologi sering ditemukan pada PPOK, pasien menjadi
depresi, takut, cemas dan sangat tergantung kepada orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya. Gejala sesak yang progresif adalah gejala yang
sangat ditakuti karena sedikit aktiviti akan bertambah sesak sehingga
menghasilkan rasa takut dan cemas yang berlebih. Pada akhirnya aktiviti
penderita akan terbatas. Status psikososial dan perhatian terhadap masalahnya
dapat ditentukan waktu wawancara misalnya tingkat dukungan keluarga dan
lingkungannya, aktiviti harian, hobi dan tingkat keterbatasannya. Kunci
penting saat wawancara adalah memperhatikan komunikasi nonverbal seperti
ekspresi wajah, sikap tubuh, sikap tangan dan gerakan tubuh. Kelainan
kognitif yang terbatas pada pasien dapat secara baik diidentifikasi. Anggota
keluarga dan lingkungan dapat dimasukkan dalam proses seleksi dan program
bila memungkinkan.

e. Target yang akan dicapai


Target rehabilitasi ditentukan berdasarkan derajat penyakit, kebutuhan dan
harapan penderita. Target harus realistik dan objektif sesuai dengan program.
Keluarga dan lingkungan lainnya dilibatkan dalam penentuan target.

2) Edukasi dan Dukungan Psikososial


Edukasi pasien bertujuan agar setiap pasien PPOK memahami kondisi
penyakitnya dan keterbatasan aktifitas yang disebabkan oleh progresifiti PPOK.
Edukasi program komponen haruslah mencakup review terapi yang telah
digunakan selama ini, pemakaian oksigen, mekanisme penyakit, modifikasi gaya
hidup. Pasien PPOK selayaknya memahami penyakit yang diderita agar
meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian.

Pasien harus mengerti bagaimana memakai obat inhalasi secara tepat. Kebiasaan
merokok harus dihentikan karena dapat memperburuk kapasiti fungsional pasien
dan juga karena pasien yang masih tetap merokok biasanya akan menolak
program rehabilitasi dengan alasan yang tidak jelas. Penderita PPOK cenderung
untuk kehilangan berat badannya, terutama bagi penderita dengan derajat
obstruksi yang berat. Kehilangan berat badan selalu dihubungkan dengan tingkat
kematian yang tinggi. Oleh karena itu, jika hal ini dapat diatasi maka akan
meningkatkan survival rate. Dibutuhkan dukungan nutrisi pada penderita PPOK.

Obesitas pada penderita PPOK juga harus dikurangi untuk menghindari


komplikasi pada kardiorespirasi sistem dengan jalan pengaturan diet. Dukungan
psikososial berguna untuk memberikan rasa percaya diri pasien PPOK dan
mencegah depresi yang akan berakibat menurunkan efektifiti rehabilitasi paru.
Pasien PPOK harus dihindari dari keadaan depresi yang juga dapat menjadi alasan
drop out program rehabilitasi. Prevalens serangan panik pada pasien PPOK
sepuluh kali lebih besar daripada orang normal.

Hal tersebut menyebabkan berkurangnya partisipasi penderita dalam


kegiatankegiatan sosial termasuk dalam hal hubungan seksual. Bimbingan
psikologis sebaiknya dilakukan terhadap pasien PPOK terutama mereka yang
memiliki kecenderungan mengalami serangan panik. Psikoterapi baik dalam
bentuk penyuluhan atau edukasi maupun terapi relaksasi dan desentisasi sesak
napas yang diintegrasikan dalam komponen rehabilitasi paru lainnya diharapkan
dapat mengurangi kecemasan, depresi, dan sesak napas, serta meningkatkan rasa
percaya diri.

3) Latihan relaksasi
Tujuan latihan relaksasi adalah:
a. Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan.
b. Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.
c. Memberikan sense of well being

Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa tegang,


cemas dan takut. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi
yang menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai
dengan memutar bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap
ini selalu diambil setiap akan memulai latihan pernapasan dan terapi fisik dada .
Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi
hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang dan posisi yang nyaman.

4) Latihan Pernapasan
Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita.
Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:
a. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
b. Memperbaiki fungsi diafragma
c. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
d. Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa
meningkatkan kerja pernapasan
e. Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas
lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.

Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling


penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan
diafragma sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah
digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti skalenus,
sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang) ini terjadi bila
ventilasi melampaui 50 l/menit. Pada penderita PPOK terdapat hambatan
aliran udara terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma
rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga secara mekanis otot-
otot pernapasan bekerja kurang efektif. Fungsi diafragma penderita PPOK
kurang dari 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan otot-
otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan
kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PE max) sekitar
37%.

Latihan pernapasan meliputi:


a. Latihan pernapasan diafragma Melatih kembali penderita untuk
menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesorius.
Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut:
Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang
reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus
dilakukan drainase postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila
penderita mendapat terapi oksigen di rumah.
Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke
kiri atau ke kanan, mendatar .
Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah,
tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas
mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita
perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu
inspirasi. Saat gerakan dada minimal, dinding dada dan otot bantu
napas relaksasi.
Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan
melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma
sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan)
perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi
untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi
sangkar toraks bagian bawah.
Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut
untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5-1 kg
dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini.
Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga.

b. Pursed lips breathing


Tujuan program ini adalah mengurangi napas pendek dan aktiviti otot
asesorius, mencegah kolaps saluran napas kecil selama ekspirasi,
meningkatkan P02 dan menurunkan PC02. Pursed lips breathing (PLB)
dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik
melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup,
kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan
posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar
4-6 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras.
PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi.

Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena
terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang
nasofaring. Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan
tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps
saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume
residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru
sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat
menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal,
PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan memberikan
keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada penderita.
Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-
sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang efektif terlihat
setelah latihan berlangsung lebih dari 10 menit.

c. Latihan batuk
Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda asing atau
sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui
kriteria:
Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret.
Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal
yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.

Cara melakukan batuk yang baik:


Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi
kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi,
sehingga menimbulkan tekanan intratorak. Tungkai bawah fleksi
pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut.
Penderita diminta menarik napas melalui hidung, kemudian
menahan napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan
otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk ke depan.
Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase
ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita
yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan
dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara latihan batuk.
1) Terapi Fisik Dada
Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan membantu
menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat dilakukan dengan
cara drainase postural, perkusi dinding dada, vibrasi menggunakan tangan
(manual) atau dengan bantuan alat (mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat,
ketukan dengan telapak tangan (clapping), atau memakai rompi perkusi listrik
serta latihan batuk akan memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan
fungsi paru terutama pada penderita PPOK dengan produksi sputum yang
meningkat (>30 ml/ hari).

Drainase postural adalah cara membersihkan jalan napas dari lendir dengan
meletakkan penderita pada berbagai posisi pada waktu tertentu sehingga gravitasi
akan membantu aliran lendir. Lendir digerakkan dari bronkial ke bronkus dan
menuju trakea untuk dibatukkan. Posisi lobus yang akan didrainase diletakkan
lebih tinggi daripada bronkus utama. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama
5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural sebaiknya penderita minum banyak
atau diberikan mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan
pengaliran sekret.

2) Latihan Fisik (Exercise Training)


Spesifisiti latihan pasien PPOK umumnya dilakukan dengan memusatkan
perhatian pada latihan tungkai dengan menggunakan treadmill, sepeda statis atau
dengan latihan berjalan secara incremental. Aktifiti latihan juga dilakukan
terhadap otor-otot lengan dengan menggunakan arm cycle ergometer, free weights
dan elastic bands. Latihan terhadap otot lengan dapat mengurangi sesak sewaktu
aktifiti dengan menggunakan lengan dan menurunkan kebutuhan ventilasi
sewaktu mengangkat lengan. Orang normal membutuhkan peningkatan ambilan
oksigen sebanyak 16% dan peningkatan ventilasi 24% sewaktu mengangkat
lengan.

Endurance exercise dilakukan dengan cara berjalan atau bersepeda termasuk


latihan yang sering dilakukan dalam program rehabilitasi paru. Durasi latihan
efektif harus melebihi 30 menit. Beberapa pasien sulit diperoleh durasi latihan
yang kontiniu dan sebagai alternatif dapat dilakukan latihan secara interval
dengan cara membagi durasi latihan menjadi beberapa sesi dengan selingan
istirahat atau latihan dengan intensiti lebih rendah. Strength exercise dapat
memberikan perbaikan massa dan kekuatan otot daripada endurance exercise.
18,30 Oca dkk melaporkan bahwa latihan bersepeda meningkatkan kapasiti
fungsional pasien PPOK sebesar 19% lebih besar daripada uji jalan 6 menit yang
hanya meningkatkan 1% kapasiti fungsional pasien.

Latihan fisik dapat mengurangi gejala sesak napas dengan cara mengurangi
hiperinflasi dinamik pada pasien PPOK. Hiperinflasi dinamik terjadi pada saat
latihan fisik yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ventilasi dan
berkurangnya waktu ekspirasi hingga terjadi air trapping. Latihan fisik
menurunkan kebutuhan ventilasi dan frekuensi napas sehingga memberikan waktu
yang cukup untuk ekspirasi dan mengurangi hiperinflasi paru. Desensitisasi
perasaan sesak terjadi di otak melalui mekanisme yang belum dapat dijelaskan.
Kecemasan dan depresi pada pasien PPOK berkurang sebagai efek dari
peningkatan kapasiti latihan.

Resistance training dilakukan dengan cara memberi beban tertentu terhadap


kelompok otot kecil secara berulang. Alasan dilakukannya latihan ini karena pada
pasien PPOK biasanya terjadi kelemahan otot perifer yang juga berperan pada
kelelahan pada waktu latihan. Latihan yang dilakukan pada otot perifer dapat
mengurangi sesak pada pasien.
Latihan fisik bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :
a. Di rumah
Latihan dinamik - Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan,
joging, sepeda
b. Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per
minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi,
lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan
latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan
subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6- 8 minggu di
laboratorium dapat memberikan informasi yang obyektif tentang
beban latihan yang sudah dilaksanakan.
Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di
rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik
daripada walkingjogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan,
latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut
nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai
mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit.
Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa
minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari
perminggu.
Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita
dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani secara potensial
akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi
jantung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
a) Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
b) Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
c) Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental,
gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan.
d) Pakaian longgar dan ringan

DAFTAR PUSTAKA

Goesasi, Rachmat Z. 2013. Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Kronik. Tersedia


dalam http://rsparurotinsulu.org/detailpost/rehabilitasi-medik-pada-
penyakit-paru- kronik. Diakses pada tanggal 07 November 2017
NN. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok ) Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia. Tersedia dalam
http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf . Di akses pada
tanggal 07 November 2017
NN.(Tahun). Bab II Tinjauan Pustaka PPOK. Tersedia dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46368/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=2523B0EFBF68550C9323B3DD5D21E3AB?
sequenc=4. Di akses pada tanggal 07 November 2017

Anda mungkin juga menyukai