TRANSFER PASIEN
A. Latar Belakang
Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruang perawatan / ruang
tindakan lain didalm rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan pasien dari satu rumah
sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak atau stabil untuk dilakukan
proses transfer. Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan
pasien dan keamanan pasien saat menjalani transfer. pelaksanaan transfer dapat dilakukan intra
rumah sakit atau antar rumah sakit.
Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra transportasi
pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan peralatan yang
disertakan saat transfer dan monitoring pasien selama transfer. Transfer pasien hanya boleh
dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang kompeten serta petugas profeional lainnya
yang sudah terlatih.
B. Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah :
1. Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan berdedikasi tinggi
2. Agar proses transfer / pemindahanpasien berlangsung dengan aman dan lancar serta
pelaksanaanya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan.
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Pengaturan Transfer
1. Rumah Sakit Islam Bogor memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter senior (dr
HCU), DPJP, dr IGD/dr Ruangan, perawat yang kompeten dalam merawat pasien kritis
(Perawat HCU), petugas medis, dan petugas ambulan. Tim ini yang berwenang untuk
memutuskan metode transfer mana yang akan dipilih.
2. Berikut adalah metode transfer yang ada di Rumah Sakit Islam Bogor
a. Layanan antar jemput pasien "merupakan pelayanan/jasa umum khusus untuk
pasien Rumah Sakit Islam Bogor dengan tim transfer dari petugas IGD, dimana tim
tersebut akan mengambil / menjemput pasien dari rumah untuk dibawa ke Rumah
Sakit Islam Bogor
b. Transfer Lokal : Rumah Sakit Islam Bogor memiliki Ambulan untuk digunakan
mentransfer pasien yang kritis dan didampingi oleh petugas/perawat yang terlatih,
tetapi bila ambulan sedang tidak siap maka transfer dilakukan dengan menggunakan
jasa transfer ambulan gawat darurat 118
3. Rumah Sakit Islam Bogor mempunyai sistim resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk
pasien-pasien dengan sakit berat / kritis, tanpa terkecuali
B. Keputusan Melakukan Transfer
1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan treansfer, kemudian lakukan
stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer
3. Hal ini mencakup tahapan : evaluasi, komunikasi, dokumentasi/pencatatan, pemantauan,
penatalaksanaan,penyerahan pasien antar ruangan dalam rumah sakit maupun ke rumah
sakit rujukan / penerima, dan kembali ke Rumah Sakit Islam Bogor.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman : edukasi dan
persiapan
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan dengan matang
karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personil rumah sakit akan bahaya
tambahan, serta menambah kecemasan keluarga dan kerabat pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya lebih besar,
sebaiknya jangan dilakukan transfer
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personil yang terlatih dan kompeten, peralatan dan
kendaraan khusus
8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP/DOkter senior (biasanya seorang
konsultan) dan dokter ruangan
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang
mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu
diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.
10. Terdapat tiga alasan untuk melakukan transfer pasien keluar Rumah Sakit Islam Bogor,
yaitu :
a. Transfer Untuk Penanganan dan Perawatan Spesialistik lebih lanjut
a) Ini merupakan situasi emergensi dimana sangat diperlukan transfer yang efisien
untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat disediakan Rumah Sakit
Islam Bogor
b) Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer
c) Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan sebagai tipe transfer
"gawat darurat" (misalnya ruptur aneurisma aorta juga dapat dikategorikan
sebagai tipe transfer 'gawat', misalnya pasien dengan kebutuhan haemodialisa.
b. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non medis
Transfer dilakukan karena ruangan penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah
petugas rumah sakit tidak adekuat
a) Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk kepentingan mereka
b) Terdapat beberapa kondisi dimana permintaan/kebutuhan akan tempat
tidur/ruang rawat inap melebihi suplai sehingga diputuskanlah tindakan untuk
mentransfer pasien ke unit/rumah sakit lain
c) Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika, apakah akan
mentransfer pasien stabil yang telah berada/dirawat di unit intensif rumah sakit
atau mentransfer pasien baru yang membutuhkan perawatan intensif tetapi
kondisinya tidak stabil
d) saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan sebagai tipe
transfer gawat.
c. Repatriasi / Pemulangan kembali
a) Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya dinilai
cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/dokter senior/konsultan yang
merawatnya
b) Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer harus dipikirkan
dengan matang dan dicatat.
c) jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini haruslah
menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya lebih diutamakan
dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang rawat. hal ini juga
membantu menjaga hubungan baik antar rumah sakit.
d) Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya di kategorikan sebagai
pasien transfer 'elektif'.
11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertangggung jawab/dokter ruangan
akan menghubungi unit/rumah sakit yang di tuju.
12. Dalam mantransfer pasien antar rumah sakit, petugas transfer Rumah Sakit Islam Bogor
akan menghubungi rumah sakit yang dituju dan melakukan negosiasi dengan unit yang
dituju. jika unit tersebut setuju untuk menerima pasien rujukan, petugas Rumah Sakit
Islam Bogor harus memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah
sakit yang dituju
13. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar Rumah Sakit Islam Bogor dipegang
oleh dokter senior / DPJP .
14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga mengenal
perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, dan mintalah persetujuan tindakan
transfer.
15. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien yang
meliputi : nama, jabatan dan detail kontak personil yang membuat kesepakatan baik di
rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit penerima, tanggal dan waktu dilakukannya
komunikasi antar rumah sakit, serta saran-saran / hasil negosiasi kedua belah pihak.
16. Petugas transfer harus mengikuti pelatihan transfer, memiliki kompetensi yang sesuai,
berpengalaman, mempunyai peralatan yang memadai, dapat bekerjasama dengan jasa
pelayanan ambulan, protokol dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya yang
terkait, dan juga memastikan proses transfer berlangsung dengan aman dan lancar tanpa
mengganggu pekerjaan lain di rumah sakit yang merujuk
17. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika keputusan untuk
melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum diputuskan . Hal ini
memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan pengerahan petugas dengan lebih
efisien.
C. Stabilisasi Sebelum Transfer
1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer yang aman
dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis (extremly ill)
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien kalau kondisi
sudah stabil)
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya akselerasi dan
deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia harus sepenuhnya dikoreksi
sebelum transfer.
4. Unit / rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada prosedur /
pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. perlu waktu hingga beberapa jam mulai setelah dari pengambilan keputusan dibuat hingga
pasien ditransfer ke unit / rumah sakit lain
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer :
a. Amankan potensi jalan nafas, beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau
trakheostomi dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat.
b. Analisi gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator portabel
selama minimal 15 menit
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau sentral)
d. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinyu / terus-menerus merupakan teknik
terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama proses transfer berlangsung.
e. Jika terdapat pneumothorax, selang drainase dada (Water Sealed Drainage/WSD)
harus terpasang dan tidak boleh diklem.
f. Pasang Kateter urjn dan Nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
g. Pemberian terapi/tata laksana tidak boleh ditunda saat menunggu pelaksanaan transfer
7. Unit / rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan segera /
resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi khusus, namun
tanggung jawab tetap pada petugas transfer.
8. Petugas transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen menilai
kondisi pasien
9. seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk memastikan bahwa semua
persiapan yang diperlukan telah lengkapdan tidak ada yang terlewat
D. Pendampingan Pasien Selama Transfer
1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga medis
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien bergantung
pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya penyakit / kondisi
pasien)
3. Dokter senior (dr HCU /. dr Anastesi ) bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus faham dan mengerti akan
kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan proses transfer
5. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan pendampingan dokter HCU /
dokter Anastesi selama proses transfer antar - rumah sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan nafasnya dengan baik dan tidak
membutuhkan ventilator / oksigenasi
b. Pasien dengan perintah DNR (Do Not Resucitate)
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut dimana intervensi
anastesi tidak akan mempengaruhi hasil.
6. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan tingkat /
derajat kebutuhan perawatan pasien kritis ( keputusan harus dibuat oleh dokter
HCU/DPJP )
a. Derajat 0 :
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit / rumah
sakit yang dituju, biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat atau
paramedis (selama transfer)
b. Derajat 1 :
pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani
perawatan di High Care Unit (HCU), dimana membutuhkan perawatan di ruang
rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari tim perawatan kritis, dapat
diampingi oleh perawat, petugas ambulan, dan atau dokter (selama transfer)
c. Derajat 2 :
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk penanganan
kegagalan satu sistim organ atau perawatan pasca-operasi, dan pasien yang
sebelumnya dirawat di HCU, harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih
dan berpengalaman ( biasanya dokter dan perawat / Paramedis lainnya )
d. Derajat 3 :
Pasien yang membutuhkan bantuan pernafasan lanjut (Advanced respiratory
support) atau bantuan pernafasan dasar (Basic respiratory support ) dengan
dukungan / bantuan pada minimal 2 sistim organ, termasuk pasien pasien yang
membutuhkan penanganan kegagalan multi organ, harus didampingi oleh petugas
yang kompeten, terlatih dan berpengalaman (biasanya dokter anastesi dan perawat
ruang intensif / IGD atau paramedis lainnya).
7. Saat dokter HCU/DPJP di Rumah Sakit Islam Bogor tidak dapat menjamin terlaksananya
bantuan / dukungan anastesiologi yang aman selama proses transfer, pengambilan
keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait transfer.
8. Semua petugas yang tergabung dalam proses transfer untuk pasien dengan sakit berat /
kritis harus kompeteten, terlatih, dan berpengalaman.
9. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama proses transfer
berlangsung yang berisi nomor telepon Rumah Sakit Islam Bogor dan rumah sakit
tujuan.
10. Keselamatan adalah paremeter yang penting selama proses transfer
E. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus dibawa selama transfer
1. Kompetensi SDM untuk Transfer Intra Rumah Sakit Islam Bogor
Pasien Petugas Keterampilan yang Peralatan
Pendamping Dibutuhkan Utama
(Minimal)
Derajat 0 TPK/Petugas Bantuan Hidup Dasar
Keamanan
Derajat 0,5 TPK/Petugas Bantuan Hidup Dasar
(Orang Keamanan
Tua/delirium)
Demikian buku panduan ini dibuat untuk pedoman Transfer Pasien, sehingga
didalam Prosedur Transfer Pasien dapat berjalan dengan baik dan sesuai standar yang
telah ditetapkan undang-undang kesehatan yang berlaku. Dengan terbitnya Buku Panduan
Pelayanan Transfer Pasien di RS Islam Bogor ini maka segala Pelayanan Transfer Pasien
wajib berlandaskan buku panduan ini terhitung setelah ditandatangani oleh Direktur RS
Islam Bogor.
Ditetapkan di : Bogor
Pada tanggal : 1 Maret 2017
2 Jumadil Akhir 1438H
Direktur Rumah Sakit Islam Bogor