Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu
ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia dan
mahluk hidup lainnya. Untuk mendapatkan produksi yang optimal seperti yang
diharapkan, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam bertani, diantaranya adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi dan teknik tepat dalam bertani. Untuk
mengetahui bagaimana teknik dan perlakuan yang tepat dalam bertani, maka
sudah barang tentu kita harus mengetahui dan memahami sifat, dan kejadian apa
saja yang terjadi baik pada tanaman itu sendiri maupun pada lingkungan
sekitarnya. Untuk dapat memahami bagaimana hubungan yang terjadi antara suatu
organisme dengan lingkungannya, dan pengaruh-pengaruhnya terhadap pertanian,
maka kita perlu mempelajari Ekologi pertanian, yakni suatu ilmu yang
menerapkan prinsip-prinsip ekologi didalam merancang, mengelola, dan
mengevaluasi sistem pertanian yang produktif dan lestari, yang disana akan
dipelajari tentang agroekosistem. Pertanian sebagai suatu ekosistem buatan,
mempunyai hubungan saling mempengaruhi antara makhluk hidup dan
lingkungan sekitarnya, baik yang menguntungkan bagi pertanian itu sendiri
maupun yang merugikan.
Seperti yang kita ketahui, di dalam suatu ekosistem tentunya terdapat
berbagai komponen, dari yang abiotic sampai dengan yang biotik. Di dalam
agroekosistem juga demikian, dan antara komponen-komponen tersebut menjalin
interaksi satu sama lain yang apabila interaksi tersebut normal, akan terjadi
sebuah keseimbangan ekosistem dan sebaliknya apabila tidak normal, atau ada
salah satu di antara komponen tersebut yang jumlahnya melampaui batas, missal
meledaknya hama maka interaksinya akan terganggu dan tidak akan seimbang.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di Bumiaji
2. Mengetahui agroekosistem dari aspek HPT, BP dan Tanah
3. Mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam
pencapaian keseimbangan agroekosistem
1.3 Manfaat Praktikum
1. Untuk mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di
Bumiaji
2. Untuk mengetahui data dan analisis agroekosistem dari aspek HPT, BP
dan Tanah
3. Untuk mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam
pencapaian keseimbangan agroekosistem
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agrosistem Lahan Basah dan Lahan Kering
2.1.1 Agroekosistem Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana
tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau
musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-
kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke
dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa
bakau), payau, dan gambut. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi
agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai
lahan sawah.
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam
padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran
dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan
asalkan air cukup tersedia. Selain itu padi sawah juga ditemukan pada
berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan
jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah
sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.
(Hardjowigno, dan Endang, 2007).

2.1.2 Agroekosistem Lahan Kering


Agroekosistem lahan kering dimaknai sebagai wilayah atau
kawasan pertanian yang usaha taninya berbasis komoditas lahan
kering selain padi sawah. Kadekoh (2010) mendefinisikan lahan
kering sebagai lahan dimana pemenuhan kebutuhan air tanaman
tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang
sepanjang tahun. Pada umumnya istilah yang digunakan untuk
pertanian lahan kering adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah
hujan dan huma. Potensi pemanfaatan lahan kering biasanya untuk
komoditas pangan seperti jagung, padi gogo, kedelai, sorghum, dan
palawija lainnya. Untuk pengembangan komoditas perkebunan, dapat
dikatakan bahwa hamper semua komoditas perkebunan yang
produksinya berorientasi ekspor dihasilkan dari usaha tani lahan
kering. Namun, tipe lahan ini umumnya memiliki produktivitas
rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman tahunan
atau perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan tanaman
semusim, produktivitas relatif rendah serta menghadapi masalah sosial
ekonomi seperti tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah
biofisik (Sukmana, dalam Syam, 2003).

2.2 Proses dan Manajemen Produksi Tanaman


Proses dan Manajemen Produksi pada Lahan Basah
1. Pembukaan lahan dan pengelolaan air
Pembukaan lahan hutan merupakan awal dari pengelolaan lahan
dan sekaligus merupakan upaya pertama pengelolahan air. Langkah yang
pertama yang dilakukan dalam pembukaan lahan meliputi pembukaan
suatu jalur hutan dimana sebuah parit sempit akan digali sehingga lahan di
drainase secara buatan. anjir dibuat untuk memperluas pengaruh pasang
surut air, yang akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian.
2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah di persawahan lahan basah yang dilakukan
adalah pembersihan lahan dengan cara pengendalian gulma yang dominan
pada lahan rawa.
3. Dari persemaian hingga panen
Pada lahan gambut atau pasang surut umumnya permukaan air
cukup tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk menyebarkan benih
secara langsung di areal pertanaman. Untuk mengatasi hal ini, para petani
lahan basah melakukan persemaian (tanam pindah, transplantasi) yang ada
kalanya dilakukan sampai tiga kali persemaian.
4. Panen Panen
Biasanya dilakukan pada bulan agustus-september dengan
memotong tangkal pada dasarnya dengan alat ani-ani (ranggaman). Sabit
tidak umum digunakan didaerah ini. Padi itu dikumpulkan dan dirontokkan
dengan kaki. Dibersihkan dengan gumbaan, sebuah mesin penampi yang
dioperasikan dengan tangan. Padi kemudian dijemur sebelum disimpan di
limbung kecil.
Proses dan Manajemen Produksi pada Lahan Kering
Secara umum, proses budidaya pada lahan kering tidak jauh
berbeda dengan teknik budidaya di lahan basah, yakni sebagai berikut:
1. Pemilihan bibit atau benih
Bibit atau benih merupakan salah satu persyaratan teknik budidaya
yang menentukan keberhasilan usahatani, bibit atau benih yang cocok
digunakan pada budidaya dilahan kering yaitu benih atau bibit yang sudah
cukup tua selain itu pilih bibit atau benih yang secara genetis memiliki
ketahan terhadap cekaman kekeringan.
2. Persiapan lahan
Lahan kering/tegalan perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan
tanah dilakukan secara sempurna, yakni diolah sedalam sekitar 30 cm,
digemburkan, dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibersihkan. dibuat
system Bedengan dan di bagian luar bedengan dibuat guludan keliling
untuk mengurangi tingkat erosi pada lahan nantinya. Setelah pembuatan
bedengan selesai, taburkan pupuk kandang (sebagai pupuk dasar) untuk
menambah serapan unsure hara pada lahan kering .
3. Penanaman
Penanaman sebaiknya dilakukan setelah tujuh hari pemberian
pupuk kandang, Teknis penanaman sama dengan teknik penanaman yang
dilakukan pada umumnya yaitu dengan membenamkan 2/3 bagian bibit ke
dalam tanah. Penyiraman tanah perlu dilakukan sebelum maupun sesudah
tanam.
4. Pemupukan
Pemupukan perlu dilakukan untuk mengembalikan dan menambah
asupan unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman pada lahan. pada
umumnya lahan kering memiliki kandungan unsure hara yang kurang
sehingga perlu ditambahkan lagi pasokan hara melalui system pemupukan.
5. Penyiraman dan Penyiangan
Untuk penyiraman pada lahan kering pada awal tanam dilakukan 2
(dua) kali yakni pagi dan sore hari, sedangkan sesudah umur tersebut
penyiraman cukup dilakukan sekali sehari (sebaiknya dilakukan pada pagi
hari. Cara penyiraman lainnya yakni cara leb (memasukkan air ke
bedengan hingga merata). Apabila digunakan cara ini (leb), sebaiknya
dilakukan setelah tanaman berumur lebih dari 10 hari. Pengairan secara
leb dapat dilakukan setiap 3-4 hari sekali. Penyiangan dilakukan dengan
mencabut gulma di sekitar tanaman.

2.3 Komponen dalam Manajemen Agroekosistem


Agroekosistem ialah ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan
secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan dan atau sandang (Taufiq, 2011).
Menurut Taufiq (2011), Dalam Agroekosistem meliputi seluruh
komponen ekosistem yang berada di lingkungan pertanian, yang meliputi :
1. Komponen abiotik.
a. Air
Tak kurang dari 50% penyusun tubuh organisme terdiri akan air. Oleh
sebab itu, air merupakan salah satu komponen abiotic yang sangat
menentukan kelangsungan hidup organisme. Jika kita perhatikan berbagai
daerah di skitar kita, maka ada daerah yang kaya akan air, tetapi ada pula
yang kering. Perbedaan keadaan tersebut menyebabkan cara adaptasi
berbeda-beda. Di dalam agroekosistem, perbedaan keadaan lahan yang berair
dengan lahan kering memiliki penanganan yang berbeda dan tentunya
berbeda dalam segi varietas tanaman yang ditanam.
b. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup seluruh kehidupan. Sebagian besar
penyusun makhluk hidup baik langsung maupun tidak langsung berasal dari
tanah. Oleh sebab itu tak mungkin ada kehiduan tanpa adanya tanah. Karena
sebagian besar kebutuhan makhluk hidup berasal dari tanah, maka
perkembangan suatu ekosistem, khususnya ekosistem darat seperti pertanian
dan sebagainya sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanahnya. Tanah yang
subur adalah tanah yang mampu menyediakan kebutuhan organisme, yaitu
banyak kandungan unsur hara makro dan mikro-nya, cukup remah, dan
mengandung biomass yang berguna bagi tanaman dan tanah itu sendiri
khususnya.
c. Udara
Udara atau gas merupakan komponen utama dari atmosfer bumi. Gas-gas
di atmosfer ini disamping sebagai selimut bumi, juga sebagai sumber
berbagai unsur zat tertentu, seperti oksigen, karbondioksida, nitrogen dan
hidrogen. Di atmosfer, udara juga merupakan komponen utama tanah. Tanah
yang cukup pori/rongganya akan baik pertukaran udara atau aerasinya. Tanah
yang baik aerasinya akan baik proses mineralisasinya. Dengan demikian
komponen udara di atmosfer maupun di tanah sangat berpengaruh terhadap
kesuburan tanah. Hal ini akan berpengaruh pada tanaman.
d. Cahaya
Cahaya matahari merupakan komponen abiotic yang berfungsi sebagai
sumber energi primer bagi ekosistem. Seperti yang kita ketahui, pada aliran
energy yang bersumber dari matahari yang kemudian diserap dan digunakan
tanaman ataupun tumbuhan dalam proses fotosintesis. Kemudian tumbuhan
dimakan oleh konsumen I, dan seterusnya sebagaimana yang kita lihat pada
rantai makanan. Penyebaran cahaya matahari ke permukaan bumi tidaklah
merata. Oleh sebab itu, organisme mempunyai cara menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang intensitas dan kualitas cahayanya berbeda.
e. Suhu
Setiap makhluk hidup memerlukan suhu lingkungan tertentu, hal itu
karena pada setiap tubuh makhluk hidup akan berlangsung proses kimia yang
berkitan erat dengan suhu. Tak terkecuali pada tanaman, yang juga
memerlukan suhu optimum untuk metabolisnya. Tinggi rendahnya suhu suatu
lingkungan mempengaruhi varietas apa yang cocok untuk di tanam di sana.
Suhu tanah yang rendah akan berakibat absorpsi air dan unsur hara teganggu,
karena transpirasi meningkat. Apabila kekurangan air ini terus-menerus
tanaman akan rusak. Suhu rendah pada kebanyakan tanaman mengakibatkan
rusaknya batang, daun muda, tunas, bunga dan buah. Besarnya kerusakan
organ atau jaringan tanaman akibat suhu rendah tergantung pada keadaan air,
keadaan unsur hara, morfologis dan kondisi fisiologis tanaman. Pada suhu
maksimum, jaringan tanaman akan mati. Suhu yang baik untuk tanaman
dalah suhu maksimum.
f. Kelembapan
Kelembapan adalah kadar air pada udara. Kelembapan udara mempunyai
pengaruh yang besar terhadap keersediaan air dalam tubuh. Tersedianya air
dalam tubuh berperan besar dalam menunjang proses metabolisme. setiap
organisme mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang kelembapannya berbeda-beda. Dengan begitu, tingkat kelembapan pada
suatu wilayah akan mempengaruhi jenis varietas, OPT, kondisi tanah, dan
penanganannya tentunya.
g. Arus angin
Arus angin mempunyai pengaruh yang besar terhadap perikehidupan
tumbuhan. Di samping itu, arus angin juga berpengaruh dalam menjaga
kesuburan tanah suatu lingkungan. Pada daerah yang arus anginnya kencang,
hanya jenis tumbuhan yang mempunai perakaran kuat dan berbatang liat yang
dapat bertahan hidup. Sedangkan tumbuhan yang perakarannya tidak kuat
dan batangnya tidak liat, maka akan mudah terangkat atau patah oleh
kencangnya angin.
h. Derajat keasaman / pH
Derajat keasaman atau pH pada media memberi pengaruh yang besar
terhadap distribusi organisme. Pada lingkungan yang berbeda pH-nya akan
berbeda pula organisme yang hidup disana. Hal tersebut karena ada beberapa
jenis organisme yang hidup di medium yang netral, da nada juga yang suka
hidup di media masam dan ada pula yang menyukai medium yang bersifat
basa. Dalam agroekosistem ataupun pertanian, berdasarkan derajat
keasamannya memiliki penanganan yang berbeda-beda.Daerah yang memiliki
derajat keasaman yang tinggi biasanya adalah daerah gambut.
i. Iklim
Iklim merupakan komponen abiotik yang terbentuk sebagai hasil interaksi
berbagai komponenabiotik lainnya, seperti kelembapan udara, suhu, curah
hujan, dan lain-lain. Perbedaan iklim dengan cuaca adalah, cuaca merupakan
keadaan atmosfer dalam waktu tertentu dan pada area yang terbatas.
Sedangkan iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam waktu yang lama dan
dalam tempat yang luas. Iklim uatu daerah sangat menentukan jenis tanaman
dan hasil produksi pertaniannya. Perubahan iklim yang tiba-tiba, akan
membuat petani kewalahan terutama dalam menentukan waktu tanam, atau
bahkan bisa berakibat gagal panen. Bukan hanya itu, akibat iklim tertentu
juga dapat menyebabkan meledaknya suatu populasi hama, dan berakibat
fatal pada tanaman budidaya petani. Organisme penganggu tanaman (OPT)
merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman
pangan, hortikultura maupun perkebunan.
Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga
yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman
secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska.
Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman,
disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan
tumbuhan tingkat tinggi.Perkembangan hama dan penyakit sangat
dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada
musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit
tanaman sperti penyakit kresek dan blas pada padi, antraknosa cabai dan
sebagainya. Sementara pada musim kemarau banyak masalah hama
penggerek batang padi dan hama belalang kembara.
Pada hakikatnya, iklim sangat berpengaruh pada kesuburan ta tanah dan
tumbuhan, banyaknya tumbuhan juga berpengaruh pada iklim, namun tanah
yang subur tidak berpengaruh pada tumbuhan.
j. Topografi
Topografi adalah altitude dan latitude suatu tempat. Topografi mempunyai
pengaruh besar terhadap penyebaran makhluk hidup, yang tampak jelas
adalah penyebaran tumbuhannya. Demikian pada pertanian atau
agroekosistem, topografi juga sangat menentukan jenis varietas, pengelolaan
lahan dan lain-lainnya. Missal pada daerah lereng gunung, pengelolaan lahan
biasanya dibuat perundakan pada penanaman padi, atau pada daerah puncak
yang biasanya digunakan untuk perkebunan teh.
k. Garam mineral
Tumbuhan mengambil zat hara dari tanah atau air di lingkungan berupa
larutan ion garam-garam mineral. Ada tanaman yang mampu menyerap
unsur-unsur tertentu dari tanah tanpa bantuan orgnisme lain. Namun ada juga
tumbuhan yang untuk mendapatkan suatu unsur memerlukan oranisme lain.
Misal pada tanaman atau tumbuhan polong-polongan yang memerlukan
bantuan bakteri rhizobium untuk mmengikat unsur N dari udara.
l. Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama dalam arti luas (jazat pengganggu). Pestisida
juga merupakan factor penting dalam fagroekosistem. Penggunaan pestisida
dapat embantu petani dalam melindungi tanamannya dari OPT, namun
pemakaian pestisida juga ada yang memberi dampak buruk, baik bagi
tanaman atau lingkungan sekitar.
m. Teknologi
Teknologi sangat dibutuhkan dalam pertanian.Mulai dari tahap
pembenihan ada yang disebut dengan teknologi benih, sampai dengan
pemanenan dan pasca panen.Teknologi berperan dalam menghasilkan
varietas unggul demi mendaatkan haasil produksi yang maksimal dan mampu
bersaing di pasaran, serta menciptakan pertanian yang berkelanjutan.

2. Komponen Biotik
a. Manusia
Di dalam agroekosistem ataupun ekosistem buatan manusia yang
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, manusia sangat berperan
penting di dalamnya, mulai dari persiapan awal sampai dengan pasca panen,
dan bahkan sebagai konsumen hasil produksi.
b. Biota tanah
Di dalam tanah, berdasarkan berdasarkan fungsinya dalam budidaya
pertanian secara umum terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang
mrnguntungkan dan yang merugikan. Berdasarkan spesifikasi fungsinya,
jasad hayati tanah digolongkan menjadi:
Jasad fungsional, contohnya bakteri nitromonas dan nitrobacter yang
berperan dalam nitrifikasi, bakteri rhizobium alam fiksasi N-bebas,
endomikoriza dalam penyediaan dan penyerapan hara P oleh tanaman.
Jasad nonfungsional, contohnya media decomposer bahan organic.
c. Hewan ternak
Kehadiran hewan ternak seperti kerbau juga dapat menjadi komponen
yang menguntungkan dalam pertanian, terutama dalam tipe persawahan.
Kerbau dapat digunakan sebagai alat bantu manusia dalam membajak sawah
secara tradisional.
d. Pathogen
Pathogen dapat diartikan sebagai mikroorganisme yang menyebabkan
timbulnya penyakit pada tanaman.
e. Gulma
Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki, atau tumbuhan yang
umbuh tidak sesuai dengan tempatnya. Kehadiran gulma pada suatu lahan
pertanian menyebabkan berbagai kerugian yakni menurunkan ngka hasil,
menurunkan mutu hasil, menjadi inang alternative hama atau patogen,
mempersulitpengolahan dan mempertinggi biaya produksi, dapat
menumbuhkan zat beracun dari golongan fenol bagi umbuhan lainnya, dan
mengurangi debit dan kualitas air.
f. Hama
Ada beberapa hama yang dikenal dalam pertanian yakni Nematoda
parasitic tanaman, serangga hama tanaman, tungau, siput, hewan vertebrata,
satwa liar dan burung.

2.4 Hama dan Penyakit Penting Tanaman pada Agroekosistem


2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami dan Serangga Lain terhadap Agroekosistem
Musuh alami merupakan komponen penyusun keanekaragaman hayati di
lahan pertanian. Keanekaragaman hayati di lahan pertanian (agrobiodeversity)
meliputi diversitas (keaneka ragaman) jenis tanaman yang di budidayakan,
diversitas (keanekaragaman) spesies liar yang berpengaruh dan di pengeruhi oleh
kegiatan pertanian, dan diversitas ekosistem yang dibentuk oleh populasi spesies
yang berhubungan dengan tipee penggunaan lahan yang berbeda (dari habitat
lahan pertanianintensif sampai lahan pertanian alami). Diversitas spesies liar
berperan penting dalam banyak hal. Beberapa menggunakan lahan pertanian
sebagai habitat ( dari sebagian sampai yang tergantung pada lahan pertanian
secara total) atau mengguanan habitat lain tetapi di pengaruhi oleh aktivitas
pertanian. Adapun yang berperan sebagai gulma dan spesies hama yang
merupakan pendatang maupun yang asli ekosistem sawah tersebut, yang
mempengaruhi prosuksi pertanian dan agroekosistem (Channa.et,al. 2004).
Dari uraian diatas jelas bahwa terdapat organisme yang berperan positif
terhadap tanaman yang dibudidayakan (produksi pertanian), dan ada juga yang
berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan. Musuh alami (predator,
parasitoid dan patogen) dapat berperan positif dalam pertanian yaitu sebagai
berikut:
1. Dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama dan
gulma. Dimana setiap jenis hama dikendalikan oleh kompleks musuh
alami yang meliputi predator, parasitoid dan patogen hama.
Dibandingkan dengan memakai pestisida yang dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup (Untung, 2006)
2. Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara optimal
sejak awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkat equilibrium
positif atau flukstuasi populasi hama dan musuh lamia menjadi seimbang
shingga tidak akan terjadi ledakan hama (Oneil,et.al. dalam
Maredia,et.al.2003)
3. Pengelolaan ekosistem pertanian dengan perpaduan optimal teknik-
teknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan pestisida
sintetis yang berspektrum luas. (Untung,1993).
4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat
pengaturannya bergantung pada kepadatan (density dependent), sehingga
mampu mempertahankan populasi hama pada keseimbangan umum
(general equilibrium position) dan tidak menimbulkan kerusakan pada
tanaman. Keberadaan musuh alami dapat meningkatkan
keanekaragaman hayati, sehingga tercipta keseimbangan ekosistem
(ecosystem balance) (.Prof.Dr.H. Ishak Manti, 2012).
5. Musuh alami sebagai salah satu komponen ekosistem berperan penting
dalam proses interaksi intra- dan inter-spesies. Karena tingkat
pemangsaannya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama, maka
musuh alami digolongkan ke dalam faktor ekosistem yang tergantung
kepadatan (density dependent factors). Ketika populasi hama meningkat,
mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami semakin meningkat,
demikian pula sebaliknya. (Muhammad Arifin. 2012)
6. Lebih ekonomis, karena dapat meminimalisir penggunaan pestisida
selama proses budidaya, diman bahwa penggunaan musuh alami bersifat
alami, efektif, murah dna tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan dan lingkungan hidup (Untung, 2006). Dan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam meningkatkan kualitas
dan kwuantitas produksi hasil panennya.
7. Dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dalam agroekosistem,
dinyatakan bahwa keanekaragaman dalam agroekosistem dapat berupa
variasi dari tanaman, gulma, anthropoda, dan mikroorganisme yang
terlibat beserta faktor-faktor lokasi geografi, iklim, edafik, manusia dan
sosioekonomi. Menurut Southwood & Way (1970), tingkat
keanekaragaman hayati dalam agroekosistem bergantung pada 4 ciri
utama, yaitu:
Keanekaragaman tanaman di dalam dan sekitar agroekosistem
Keragaman tanaman yang sifatnya permanen di dalam agroekosistem
Kekuatan atau keutuhan manajemen
Perluasan agroekosistem
2.6 Indikator Kesehatan Tanah
Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui
pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan,
sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi
sekarang dan generasi mendatang.
Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat :
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman
dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan
kembali. Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah
yang merupakan bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga
dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh
ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan
organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik
berupa pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati
(inokulan). Bahan organic tersebut berperan langsung terhadap perbaikan
sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun biologinya,
diantaranya :
Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam
Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah
Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak
berlebihan, kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil.
Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama
heterotrofik.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation
Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa
oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh
tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang
bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur
alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga
tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro
menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn
dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun
bagi tanaman.
Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman
terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas
tanaman budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang
berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan
digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan
dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu
bertahan dengan pH tertentu
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan
organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan
pemberian pupuk kimia. Pada lahan pertanian diketahui sumber unsur hara
berasal dari bahan organik, karena pada lokasi tersebut banyak ditemukan
seresah yang merupakan sumber bahan organic selain itu aplikasi pupuk
kandang juga menambah ketersediaan unsur hara yang berfungsi ganda,
diserap oleh tanaman dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah.

2. Dari Segi Fisika Tanah

a) Kondisi kepadatan tanah


Widiarto (2008) menyatakan bahwa, Bahan organik dapat
menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu
merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai
tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 1,8 g / m3,
Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 1,6 g / m3 dan Nilai BI
untuk tekstur berliat antara 1,1 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang
dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami
pemadatan.
b) Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat
ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan
dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik
akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat
menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman
efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno,
2007).
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke
tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi
penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah
konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah
lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab
itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia
tanah.

3. Dari Segi Biologi Tanah


a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah
Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang peranan
penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang
sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota
tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah
melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik
sisa makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan
K 2,5 kali kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas
tanah (pori total dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis
penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya
berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar
yang mati di dalam tanah.
Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah
yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan
liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam
tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan
karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).

2.7 Hubungan antara Aspek Budidaya, Pengolahan Tanah, dan Pengendalian


Hama Penyakit Tanaman dalam Agroekosistem
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu, Tempat dan deskripsi Lokasi Fieldtrip secara umum

Fieldtrip Manajemen Agroekosistem dilakukan pada tanggal hari minggu


22 Mei 2016. Fieldtrip dilakukan di Wisata Desa Bumi Aji Kota Wisata Batu
Jawa Timur. Pengamatan dan wawancara dilakukan di lahan wisata petik jambu
kristal organik milik Pak Hardi. Luas lahan yang dimiliki oleh Pak Rahmat yaitu
4000m2.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang dilakukan dalam fieldtrip yang mencakup 3
aspek yaitu BP, HPT dan TANAH yaitu :
Alat :
1. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan dan wawancara
2. Form wawancara : Berisi daftar pertanyaan untuk narasumber
3. Pit fall : Perangkap untuk hama
4. Yellow sticky trap : Perangkap untuk hama
5. Pan trap : Perangkap untuk hama
6. Sweep net : Menangkap hama secara langsung (manual)
7. Kamera : Mendokumentasikan hasil pengamatan dan wawancara
8. Ring sampel : Mengambil sampel tanah utuh
9. Cetok : Memisahkan dan mengambil sampel tanah utuh
10. Plastik : Wadah sampel tanah utuh.
11. Frame : Sebagai batas pengukuran biodiversitas
12. Fial film : Wadah sampel tanah untuk pengukuran pH
13. Amplop coklat : Wadah seresah dan ranting yang jatuh.
14. Oven : Menghilangkan kadar air tanah
15. Timbangan : Menghitung massa sampel tanah.
16. Kertas label : Memberi label pada sampel tanah
17. Botol piknometer : Wadah tanah kering dari oven
Bahan :
1. Sampel tanah utuh : Bahan perlakuan di laboratorium
2. Pohon jambu Kristal : Bahan pengamatan intensitas penyakit
3. Air dan detergen : Bahan untuk perangkap serangga
4. Aseton : Membilas botol piknometer

3.3 Cara Kerja


Aspek Tanah

1. Pengambilan Contoh Tanah Utuh

Ratakan dan bersihkan lapisan permukaan tanah


yang akan diambil contohnya

Letakkan ring contoh tegak lurus dengan tanah, tekan hingga sebagian masuk ke
dalam tanah, letakkan ring contoh lain di atas ring contoh dan tekan hingga
sebagian ring master masuk ke dalam tanah

Gali tanah di sekeliling ring contoh dengan sekop, ambil tanah beserta ring
contoh.

Pisahkan ring pertama dan kedua dengan hati-hati, kemudian potong kelebihan
tanah yang berada di bagian atas dan bawah ring dengan hati-hati sampai rata.

Tutup bagian atas dan bawah tanah beserta tabung untuk menghindari contoh
tanah terganggu selama penyimpanan dan perjalanan

Beri label pada masing-masing contoh tanah


2. Pengukuran Berat Isi Tanah

Timbang contoh tanah beserta ring contoh

Keringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam sampai


mendapatkan berat yang konsisten

Timbang berat kering tanah beserta berat ring

Tentukan berat isi tanah dengan rumus perhitungan



=

3. Pengukuran Berat Jenis Tanah

Cuci botol piknometer dengan sabun dan bilas dengan air suling, kemudian
keringkan dengan cara membilas botol dengan aceton.

Masukkan contoh tanah yang sudah kering oven sebanyak 50 g ke dalam


piknometer, kemudian timbang beserta botolnya.

Tambahkan air kurang lebih setengah, sambil membilas tanah yang ada di
leher labu

Untuk mengeluarkan udara yang terjerat di dalam tanah, lalu dididihkan


perlahan-lahan.

Dinginkan labu sampai suhu ruangan, tambahkan air dingin yang telah
dididihkan sampai batas volume

Hitung berat jenis partikel dengan rumus


BJ = {(L+BKO)-L}/100-{a*((L+BKO+A)-(L+BKO)) = BKO/100- (a*A)
Aspek HPT

1. Pengamatan Hama

Menyiapkan alat (pitfall, yellow sticky trap, pan trap, dan sweep net)

Menangkap hama menggunakan sweep net dengan cara manual

Mengamati hama dan serangga yang terjebak di yellow sticky trap, pit fall, dan
pan trap

Meletakkan hama dan serangga yang didapat dari alat penangkap hama dan
serangga pada kertas HVS putih.

Menganalisa jenis atau macam hama dan serangga yang didapatkan

Melakukan dokumentasi dengan menggunakan kamera.

2. Penghitungan Intensitas Penyakit

Menyiapkan alat tulis dan dokumentasi

Menentukan pohon yang akan diamati Intensitas penyakitnya dengan metode


scoring (pohon yang jumlah daunnya sedikit)

Menghitung jumlah daun yang terkena penyakit karat daun dan embun jelaga

Menghitung seluruh jumlah daun

Menghitung intensitas penyakit

Menarik kesimpulan
Aspek BP

Menyiapkan alat untuk wawancara aspek BP

Menentukan Narasumber

Melaksanakan wawancara terhadap narasumber terkait dengan budidaya jambu


Kristal sesuai dengan form wawancara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lahan


Untuk kondisi umum lahan yang di peroleh dari kegiatan fieldtrip di UD.
Bumi Aji Sejahtera disini adalah bahwa UD. Bumi Aji Sejahtera memiliki total
luas lahan 24.000m2 dengan luas lahan produktif untuk jambu kristal sebanyak
2.600 m2 yang terletak pada dua tempat yang berbeda yaitu pada kebun Dayakan
(2.500 m2) dan kebun Keramat (100m2). Kemudian pemilik dari UD. Bumiaji
Sejahtera sendiri merupakan seorang kepala SMKN 2 Batu. Pada tahun 2006
beberapa siswa SMKN 2 Batu yang dibimbing pemilik UD. Bumiaji Sejahtera
mengikuti praktek kerja di Balai Penyuluhan Pertanian Mojokerto. Pada saat
kegiatan praktek kerja Balai. Penyuluhan Pertanian Mojokerto mendapatkan
kunjungan dari Taiwan yang bertujuan memperkenalkan bibit jambu Kristal. Oleh
karena itu, pemilik UD. Bumiaji Sejahtera membeli bibit jambu kristal sebanyak
12 bibit dengan harga Rp. 2,8 juta yang kemudian ditanam di belakang rumah.
Pada tahun 2008 pemilik UD. Bumi Aji Sejahtera melakukan pencangkokan bibit
jambu kristal sebanyak 56. Awal berdirinya agrowisata pada tahun 2005 di
lakukan deklarasi desa wisata di Kecamatan Bumiaji Kota Batu setelah penulisan
proposal Indonesia Daya Masyarakat oleh pemilik UD. Bumi Aji Sejahtera. Pada
proposal tersebut pemilik UD. Bumiaji Sejahtera menuliskan tiga
prinsip pengubahan pola pikir yaitu :
1. Pengubahan pola pikir produk ke proses
2. Tengkulak ke konsumen
3. Konvensional ke berkelanjutan
Di UD. Bumi Aji Sejahtera yang bergerak pada bidang pertanian,
pariwisata dan home industri. Pada perusahaan ini yang diutamakan adalah pada
bidang agrotourism (wisata pertanian), komoditas utama yang di miliki untuk
agrowisata ialah tanaman jambu kristal (Psidium guajava).
Visi Perusahaan perusahaan tersebut adalah :
a. Menjadikan Bumiaji sebagai sentra agritourism Kota Wisata Batu pada
2014
b. Menjadikan Bumiaji sebagai sentra home industry makanan olahan Kota
Wisata Batu pada 2014
Misi Perusahaan Tersebut adalah :
a. Menciptakan sumber daya manusia jujur, kreatif, inovatif dan
berjiwaentrepreneur
b. Mengeksplorasi potensi pariwisata dan ekonomi kreatif
berbasis pemberdayaan masyarakat

4.2 Analisis Keadaan Agroekosistem


4.2.1 HPT
a. Data hasil pengamatan arthtropoda
Yellow Sticky Trap
Titik Jumlah Individu Presentase
Pengamatan Hama Musuh Serangga Total Hama Musuh Serangga
Sampel Alami Lain Alami Lain
1 223 1 13 237 94% 0,5% 5,5%
2 409 0 1 410 99,75% 0% 0,25%
3 300 0 10 310 97% 0% 3%
4 350 0 2 352 99,4% 0% 0,60%
5 0 0 0 0 0% 0% 0%
Pitfall
Titik Jumlah Individu Presentase
Pengamatan Hama Musuh Serangga Total Hama Musuh Serangga
Sampel Alami Lain Alami Lain
1 5 0 0 5 100% 0% 0%
2 50 0 0 50 100% 0% 0%
3 0 0 0 0 0 0 0
4 1 0 0 1 100% 0% 0%
5 0 3 13 16 0% 18,75% 81,25%
Pantrap
Titik Jumlah Individu Presentase
Pengamatan Hama Musuh Serangga Total Hama Musuh Serangga
Sampel Alami Lain Alami Lain
1 3 0 0 3 100% 0% 0%
2 8 0 0 8 100% 0% 0%
3 1 0 0 1 100% 0% 0%
4 0 0 0 0 0% 0% 0%
5 0 4 2 6 0% 67% 33%

Sweepnet
Titik Jumlah Individu Presentase
Pengamatan Hama Musuh Serangga Total Hama Musuh Serangga
Sampel Alami Lain Alami Lain
4 0 2 3 5 0% 40% 60%
b. Segitiga Faktorial

(Yellow Sticky Trap)


(Pitfall)

(Pantrap)
(Sweepnet)

c. Perhitungan Intensitas Penyakit

Titik 1

Jumlah daun 420 helai

Penyakit karat merah

( )
= 100%

( 0 346)+ (1 x 17 )+( 2 11 )+( 3 5 )+( 4 5 )


= 100%
4 420

74
= 100%
1680

= 4.4 %

Penyakit Embun Jelaga

( )
= 100%

(0 376)+ (1 x 1 )+( 2 4 )+( 3 5 )+( 4 5 )


= 100%
4 420

44
= 100%
1680
= 2.6 %

Titik 2

Jumlah daun 623 helai

Penyakit karat merah

( )
= 100%

( 0 578 )+ (1 x 7 )+( 2 6 )+( 3 6)+( 4 2 )


= 100%
4 623

45
= 100%
2492

= 1.8 %

Penyakit embun jelaga

( )
= 100%

( 0 545)+ (1 x 2 )+( 2 2 )+( 3 4 )+( 4 15 )


= 100%
4 623

78
= 100%
2492

= 3.1 %

Penyakit bercak daun

( )
= 100%

( 0 580)+ (1 x 3 )+( 2 4 )+( 3 4 )+( 4 5 )


= 100%
4 623

43
= 100%
2492

= 7.1 %
Titik 3

Jumlah daun 1050 helai

Penyakit karat merah

( )
= 100%

( 0 535)+ (1 x 75 )+( 2 25 )+( 3 50 )+( 4 60 )


= 100%
4 1050

515
= 100%
4200

= 12.3 %

Titik 4

Jumlah daun 2300

Penyakit karat merah

( )
= 100%

( 0 1921)+ (1 x 30 )+( 2 35 )+( 3 37 )+( 4 42 )


= 100%
4 2300

379
= 100%
9200

= 4.1 %

Penyakit embun jelaga


( )
= 100%

( 0 2050)+ (1 x 15 )+( 2 10 )+( 3 25 )+( 4 35 )


= 100%
4 2300

250
= 100%
9200

= 2.7 %
Titik 5

Jumlah daun 425

Penyakit karat merah

( )
= 100%

( 0 260)+ (1 x 25 )+( 2 16 )+( 3 8 )+( 4 21 )


= 100%
4 425

165
= 100%
1700

= 9.7 %

Penyakit embun jelaga

( )
= 100%

(0 349) + (1 x 10 )+( 2 10 )+( 3 6 )+( 4 7 )


= 100%
4 425

76
= 100%
1700

= 4.4 %

d. Pembahasan Umum
Pembahasan hama yang ditemukan
Pengamatan hama dan penyakit tanaman jambu (Psidium guajava L.) ini
dilakukan di desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Pengamatan dilakukan
pada 5 titik yang berbeda dengan menggunakan perangkap Yellow Sticky Trap,
Pitfall dan Pantrap pada setiap titik pengamatannya. Namun pada pengamatan
titik ke 4 ditambah dengan menggunakan sweepnet. Yellow Sticky Trap
merupakan sebuah perangkap yang dirancang untuk menarik perhatian serangga
yang terbang. Perangkap ini terbuat dari botol yang dilapisi dengan kertas
berwarna kuning dengan perekat. Sama dengan Yellow sticky trap yang dirancang
untuk hama terbang namun perangkap ini berbentuk wadah berisi detergen.
Sedangkan Pitfall adalah perangkap yang diletakkan ditanah untuk serangga yang
aktif di permukaan tanah yang berupa wadah yang berisi larutan detergen. Yang
selanjutnya adalah sweepnet perangkap yang sama untuk menangkap serangga
terbang.
Dari hasil perangkap Yellow Sticky Trap, dan Pitfall dari titik 1 sampai titik
5 diperoleh berbagai jenis hama. Diantaranya hama yang mendominasi lahan ialah
lalat buah dan kutu kebul karena jumlahnya yang banyak. Lalat buah (Bactocera
dorsalis) merupakan hama penting pada tanaman jambu biji. Lalat buah
menyerang pada buah yang sudah matang sehingga buah menjadi busuk dan
kualitasnya rendah. Pada buah yang terserang lalat buah apabila dibukan
dalamnya akan terdapat ulat atau belatung. Menurut Sutrisno (1991) Salah satu
hambatan yang paling utama dalam meningkatkan produksi tanaman jambu biji
adalah dalam peningkatan mutu buah, yaitu adanya serangan hama lalat buah
(Bactrocera dorsalis).Tingkat kerusakan dari hama lalat buah ini bahkan bisa
mencapai 90-100%. Natalia, (2006) menambahkan diperlukan cara yang tepat
dalam mengendalikan atau membasmi lalat buah ini. Sifat khas lalat buah ini
adalah meletakkan telurnya di dalam buah. Tempat peletakan telur itu ditandai
dengan adanya noda/ titik kecil hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil
bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah. Telur
yang menetas menghasilkan larva (belatung). Akibat gangguan larva yang
menetas dari telur tersebut, noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat di
sekitarnya. Selanjutnya larva akan merusak daging buah,sehingga buah menjadi
busuk dan gugur sebelum tua/masak (sering disebut buah berulat).
Selanjutnya hama yang mendominasi lainnya ialah kutu kebul karena
hampir dari semua titik pengamatan ditemukan kutu kebul. Kutu kebul (Bemisia
pada tabaci) ini menyerang daun-daun tua, mengkolonisasi pada bagian bawah
bawah daun. Daun yang dikolonisasi oleh kutu kebul pada permukaan atasnya
akan terbentuk embun jelaga. Menurut Syukur., M dkk (2015), kerusakan
langsung berupa kerusakan disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya, akibat
aktivitas makan tersebut tanaman akan menjadi lemah dan layu sehingga
menurunkan pertumbuhan tanaman dan hasil. Kerusakan tidak langsung berupa
akumulasi embun madu yang dihasilkan oleh kutu kebul. Embun madu
merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan
buah, akibatmya menurunkan efesiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah.
Kerusakan karena kemampuannya sebagai vektor virus tanaman, populasi kutu
kebul yang kecil sudah dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman, karena
serangga ini merupakan vektor virus tanaman.
Populasi musuh alami yang dijumpai pada lahan yang diamati sangat sedikit
dan sangat jauh apabila dibandingkan dengan populasi hama yang ada. Pada lahan
tersebut terlihat tidak adanya tanaman yang dapat digunakan sebagai habitat bagi
musuh alami. contohnya adalah tanaman refugia yang dapat berfungsi sebagai
habitat bagi musuh alami dan tempat persediaan makanan. Selain itu penggunaan
pestisida berlebihan dapat mengganggu perkembangan musuh alami sehingga
musuh alami mati. Musuh alami dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan dan
mengatur populasi hama pada tingkat keseimbangan umum (general equilibrium
position), baik secara alamiah maupun buatan. Pemanfaatannya secara alamiah
dapat dilakukan melalui konservasi dan peningkatan efektivitas musuh alami,
antara lain dengan menerapkan teknik budi daya yang baik, dan menggunakan
pestisida secara bijaksana, sehingga tidak mengganggu kehidupan musuh alami.
Pemanfaatan musuh alami secara buatan dapat dilakukan dengan cara pelepasan
(augmentation) setelah dibiakkan/diperbanyak di laboratorium, introduksi, dan
kolonisasi musuh alami (Watson et al. 1976).
Sedangkan serangga lain yang ditemukan pada lahan tersebut jumlahnya
juga sangat sedikit. Contoh serangga lain yang ditemukan pada lahan tersebut
ialah mrutu dan nyamuk. Hal tersebut dapat disebabkan karena memang pada
lahan tersebut hanya didominasi oleh tanaman jambu sehingga populasi serangga
lain pada lahan tersebut sedikit.
Berdasarkan segitiga fiktorial juga dapat dilihat bahwa pada lahan tersebut
lebih mendominasi untuk serangga hama. sedangkan untuk musuh alami dan
serangga lain sangat sedikit. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa pada lahan
jambu biji tersebut agroekosistem kurang seimbang sehingga perlu dilakukannya
perbaikan pada lahan tersebut.
Pembahasan Intensitas Penyakit
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada lahan tersebut penyakit
yang sering dijumpai pada tanaman jambu dari titik 1 sampai 5 ialah embun
jelaga, karat merah dan bercak daun. Perhitungan penyakit dilakukan dengan
menggunakan metode skoring. Dari data intensitas penyakit terbesar untuk embun
jelaga yaitu 4,4% pada titik 5. Dan paling rendah pada titik ke 1 yaitu 2,6%.
Untuk embun jelaga gejala yang timbul yaitu bercak bercak hitam pada
permukaan daun yang kemudian menebal berdebu dan tampak kotor. Penyakit ini
disebabkan oleh jamur Capnodium sp (Puslitbangbun, 2009). Jamur tersebut
menjadi patogen dikarenakan mengurangi kapasitas permukaan daun yang dapat
melakukan fotosintesis (Sinaga, 2006). Lapisan miselium yang hitam dan tebal
yang terbentuk pada permukaan daun akan mengurangi jumlah cahaya yang
masuk ke daun (Sinaga, 2006), sehingga kemampuan fotosintesis dari daun akan
mengalami penurunan akibat energi matahari yang akan digunakan sebagai bahan
pembentuk energi kimiawi berupa ATP tidak terserap optimal.
Untuk intensitas penyakit pada karat merah terbesar yaitu 12,3% pada titik
ke 5. Dan terendah pada titik ke 2 yaitu 1,8%. Penyakit karat merah disebabkan
oleh Cephaleuros spp. yang dapat menyerang berbagai bagian tanaman yaitu
daun, buah, ranting, dan batang. Namun pada tanaman jambu biji yang diamati
kebanyakan karat merah meneyerang pada daun. Menurut Misra (2004)
Cephaleuros menginfeksi daun jambu biji muda. Bercak pada daun dapat berupa
titik kecil sampai bercak yang besar; menyatu atau terpencar. Daun diinfeksi pada
bagian pada tepi, pinggir atau seringkali pada area dekat tulang daun. Kemudian
penyakit bercak daun sebesar 1,7% yang diperoleh pada titik ke 3. Gejala pada
bercak daun diawali dengan adanya nekrosis pada tepi daun. Bercak tidak
mempunyai bentuk dengan warna kuning kecoklatan bercak kemudian melebar
dengan batas tepi yang lebih tua. Pada bagian tengah bercak seperti berbentuk
lingkaran dengan warna lebih coklat tua kemerah-merahan.Bercak daun dapat
disebabkan antara lain oleh Cercosporaspp., Pestalotiopsi sp., dan Colletotrichum
sp. (Semangun 1994).
4.2.2 BP
Pada fieldtrip Manajemen Agroekosistem aspek BP dilakukan
wawancara terhadap produsen atau petani pada lahan tersebut. Dengan
narasumber Bapak Rahmat sebagai direktur UD. Bumi Aji Sejahtera yang
notabenenya sebagai Badan Usaha Komoditas Jambu jenis Jambu Kristal,
awal proses produksi benih didapat dari ATM-RUI yang benihnya berasal
dari Taiwan. Sistem penanaman pada lahan tersebut adalah monokultur,
dilakukan polikultur hanya sebagai pemanfaatan lahan kosong, agar tidak
ditumbuhi gulma. Jumlah benih yang ditanam adalah 90-94 per 1000 m2
dalam luasan lahan 4 ha dengan jarak tanam 2,5 x 2.5 m atau 3 x 3 m. Pada
saat proses produksi penggunaan pupuk juga diperhatikan, hal ini terbukti
narasumber menyebutkan bahwa pemberian pupuk dilakukan sesuai
dengan kebutuhan tanaman atau bergantung pada masa pertumbuhan
tanaman, mengenai irigasi yang beliau gunakan adalah irigasi campuran,
beliau mengungkapkan bahwa irigasi yang digunakan bergantung pada
musim, semisal pada musim hujan maka digunakan irigasi tadah hujan,
dan pada musim kemarau dilakukan irigasi permukaan yang teraliri dari
sungai, Bapak Rahmat juga memelihara eceng gondok, dikarenakan fungsi
tanaman tersebut yang bisa digunakan sebagai filter aliran irigasi dari
kandungan logam berbahaya. Pada saat panen dilakukan dengan cara petik
manual dengan hasil 90 kg per minggu per 1000 m2 dengan harga jual
15ribu per kilogramnya.
Narasumber mengungkapkan permasalahan awal yang dialaminya
seperti kekurangan modal finansial dan kekurangan modal ilmu, tenaga
kerja pada saat awal karier, tinggi hama seperti lalat buah akan tetapi tidak
melebihi ambang batas ekonomi. Narasumber juga menyebutkan bahwa
mereka tidak melakukan rotasi tanaman, dan alasan bahwa memilih jambu
kristal sebagai komoditas produksinya dikarenakan peluang bisnis yang
cukup besar, Potensi peluang bisnis jambu Kristal masih sangat besar, hal
ini dikarenakan permintaannya yang tinggi sedangkan pasokannya masih
rendah.
Dari wawancara tersebut dapat dianalisis mengenai komponen
manajemen agroekosistem yaitu mengenai productivity dimana
produktivitas dari komoditas ini terbilang cukup baik, hal ini karena jambu
kristal yang panen tidak bergantung pada musim, setiap seminggu bisa
menghasilkan produk 90 kg, dengan harga jual 15ribu. Dilihat dari aspek
stabilitas, badan usaha ini terbilang cukup stabil dan manajemen
agroekosistemnya pun stabil, hal ini terlihat dari perawatan pohon jambu
dengan peremajaan pohon, dilakukan pemangkasan sehingga pohon tetap
berproduksi, dan dilakukan pula pengendalian hama terpadu,
menggunakan pestisida organik. Mengenai komponen kemerataan atau
keseragamaan hasil produksi terbilang kurang, hal ini karena kemerataan
produksi disalurkan hanya pada daerah- daerah tertentu. Sustainability dari
badan usaha ini terbilang cukup baik, hal ini terlihat dari usaha produsen
untuk tetap bercocok tanam jambu kristal, dan tidak melakukan
pemberantasan hama secara brutal, akan tetapi dilihat dari segi ambang
batas ekonominya.
4.2.3 Tanah
A. Data dan Interpretasi Data
Tabel Hasil Pengamatan Lapangan
No Pengamatan Hasil
1 Penggunaan lahan Perkebunan
Jenis tanaman Jambu kristal yang ditumpangsarikan
2
dengan tanaman jeruk
3 Berat basah seresah -
4 Berat basah kascing 2 gram
Berat basah tanaman -
5
bawah
Gejala defisiensi Tidak ada
6
tanaman
7 Erosi Percik
8 Berat kering seresah 3,2 gr
9 Berat kering kascing 0.4 gr
Berat kering tanaman 13 gr
10
bawah
11 Berat isi 0.81 cm3/gr
12 Berat jenis 3,16
13 Porositas 25 %
14 Ph 6,7

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa manajemen agroekosistem dari
aspek tanah pada lahan ini cukup baik. Jika dilihat dari penggunaan lahan sudah
ada sistem tanam dengan tumpang sari dimana menurut Santoso (1990)
keuntungan dari sistem tanam tumpangsari mengurangi resiko kerugian harga
(sosial ekonomi), menekan biaya operasional, memperbaiki sifat tanah. Selain itu,
sedikit kascing ditemukan dilahan ini sehingga aktifitas cacing sebagai
penggembur tanah dipastikan ada. Gejala erosi tidak ditemukan dan erosi pada
lahan hanya erosi percik saja jika dilihat dari segi sifat fisik berat isi, berat jenis
tanah disini optimal dimana berat isi dan berat jenis ini akan mempengaruhi
porositas tanah. Menurut Prabowo (2007) proporsi tanah yang seimbang yaitu
45% mineral, 5% bahan organik dan 50% air dan udara. Porositas tanah
berhubungan dengan ruang pori dimana didalam ruang pori ini yang berguna
untuk perakaran tanaman serta ruang untuk tanah dan udara sehingga bisa kita
lihat bahwa tanah padalahan ini cukup baik karena ruang pori yang tersedia cukup
tinggi.

B. Pembahasan Umum Kondisi Kesuburan Tanah di Lokasi Fieldtrip

Menurut hasil pengamatan dilapang yang kami dapat saat fieldtrip, di


daerah Bumiaji memiliki kesuburan tanh yang cukup baik. Tanah tanah di daerah
Bumiaji dapat kami simpulkan bahwa kondisi tanahnya yang cukup baik tingkat
kesuburannya. Hal ini dapat terlihat dari adanya kascing di sekitar area
perkebunan yang artinya ada aktifitas cacing tanah yang telah memmbantu
mensuplai bahan organik yang di butuhka oleh tanaman. Dari pendapat kami
tersebut dapat di perkuat oleh Sri (2012) yang menyebutkan bahwa cacing tanah
berpotensi dan berperan terhadap kesuburan tanah yaitu mengolah bahan organik
menjadi humus. Hal ini di lakukan melalui aktifitas cacing tanah dengan
membawa bahan organik kebagian dalam tanah. Selain itu kodisi ketersediaan
unsur hara, air tanah, mikroba tanah cukup baik. Menurut Nurhajati dkk. (1968)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah yaitu,
ketersedian unsur hara yang cukup dan berimbang, kondisi air tanah yang optimal,
kondisi udara dalam tanah dan kondisi mikroba tanah yang baik. Tingkat
kesuburan tanah juga berkaitan dengan sifat fisik tanahyaitu sifat kimia tanah,
fisika dan biologi tanah.
4.3 Rekomendasi
4.3.1 HPT
4.3.2 BP
4.3.3 Tanah
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kegiatan Fieldtrip

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2012. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/01/59-potensi-


dan-pemanfaatan-musuh-alami. diakses tanggal 28 Mei 2012.

Channa,N.B., Bambaradeniya and Felix P.Amarasinghe. 2004. Biodiversity


Associated With The Rice Field Agro Ecosystem In Asian Countries : A
Brief Review. Ghana, Pakistan, South Afrika, Srilanka, Thailand : IWMI.

Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah


Aliran Sungai (DAS) Sehat. FP-UB. Malang.

Hardjowigwno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah.

Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Berkelanjutan Dengan


Sistem Polikultur.

Maredia, K.M., Dakouo, D., and Mota Sanchez, D. 2003. Integrated Pest
Management In The Glibal Area. USA : CABI Publishing.

Misra AK. 2004. Guava diseases: their symptoms, causes and management. Di
dalam: Naqvi SAMH, editor. Diseases of Fruits and Vegetables Diagnosis
and Management Volume II. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Hlm
81-119

Prabowo. 2007. Budidaya Tanaman Perkebunan. PenebarSwadaya: Jakarta.

Prof. Dr. H. Ishak Manti. 2012. http://ishakmanti.blogspot.com/2012/04/orasi-


pengukuhan-profesor-riset-bidang_14.html. Diakses tanggal 28 Mei 2012.

Puslitbangbun. 2009. Tekhnologi Unggulan Tanaman Jambu Kristal. Pusat


Penelitian dan Pengembangan

Santoso. 1990. Fisiologi Tumbuhan. Metabolisme dan pertumbuhan tanaman


tingkat tinggi. Yogyakarta

Semangun H. 1994. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM


Press. Yogyakarta

Sinaga, M.S., 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Southwood, T.R.E. & M.J. Way. 1970. Ecological background to pest


management. Dalam Concepts of Pest Management, pp.7-13. R.L. Rabb &
F.E. Guthrie, eds. North Carolina State University, Raleigh
Suryawan, I.B.G. dan I.N. Oka. 1992. Bioekologi serangan dan pengendarian
hama-hama pengisap daun kedelai. Risalah Lokakarya Pengendalian Hama
Terpadu Tanaman Kedelai Balittan Malang. pp. 104-116.

Sutrisno, S. 1991. Current Fruit Fly Problem in Indonesia. Procedding of


Internasional Symposium on The Biology and Control of Fruit Filies.
Okinawa-Japan 2-4 September. 72-78

Taufiq Arminuddin dan Indah Permanasari, Ahmad. 2011. Ekologi


Pertanian.Suska Press: Pekanbaru.

Tim Dosen dan Asisten Pengampu Manajemen Agroekosistem. 2014. Modul


Praktikum Manajemen Agroekosistem. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya: Malang

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua).


Yogayakarta : Gadjah Mada University Press

Untung, K., 1993. Konsep Pengendalian Hama terpadu. Andi ofset. Yogyakarta.
150 h

Watson, T.F., L. Moore, and G.W. Ware. 1976. Practical insect pest management:
a self-instructuion manual. W.H. Freeman and Company, San Francisco.

Anda mungkin juga menyukai