Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS SEGITIGA KEBIJAKAN KESEHATAN DALAM PEMBENTUKAN

UNDANG-UNDANG TENAGA KESEHATAN

Health Policy TriangleAnalysis in The Forming of Health Workforce Act

Rahmi Yuningsih
Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR

Naskah diterima: 25 Juni 2014


Naskah dikoreksi: 29 Oktober 2014
Naskah diterbitkan: 22 Desember 2014

Abstract: In order toachieve the national health developments goals, we need health workforce who are competent,
responsible, uphold ethical standards and spread evently all over Indonesia. But in fact, health workforce in
Indonesia still face a lot of problem. Therefore the parliament and the government formed health workforce act
as a legal reference to handle the problems. This research was conducted to determine health policy triangle
in forming health workforce act. With qualitative approach, the study concluded that the actors come from the
government, the president, the legislators, interest groups and political party. The content include aspects of
professionalism and the relationship between the health workforce. The context includes aspects of cultural,
social, political, economic, and legal. The process began in 2010 until 2014. This study recommended that in
order to get common perspective, the public and the stakeholders should get involved more intensely.
Keywords:Health policy, health workforce act, policy triangle.

Abstrak:Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional, diperlukan tenaga kesehatan yang
berkompeten, bertanggung jawab, menjunjung tinggi kode etik, dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Pada
kenyataannya, masih banyak ditemukan masalah tenaga kesehatan di Indonesia. Kenyataan ini mendorong
DPR bersama-sama dengan pemerintah untuk membentuk RUU Tenaga Kesehatan sebagai payung hukum
dalam menangani masalah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keterlibatan segitiga kebijakan
kesehatan dalam pembentukan UU Tenaga Kesehatan. Dengan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa
aktor berasal dari pemerintah, presiden, anggota legislatif, kelompok kepentingan dan partai politik;konten
meliputi aspek keprofesian dan hubungan antarsesama profesi; konteks meliputi aspek budaya, sosial, politik,
ekonomi, dan hukum; proses dimulai tahun 2010 hingga tahun 2014. Penelitian merekomendasikan agar
masyarakat ataupun kelompok kepentingan lebih aktif terlibat, sehingga dapat memeroleh kesamaan pandangan
terhadap suatu pembentukan kebijakan.
Kata Kunci: Kebijakan kesehatan, UU Tenaga Kesehatan, segitiga kebijakan.

Pendahuluan pendukung atau penunjang kesehatan yang terlibat


Pembangunan kesehatan ditujukan untuk dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan upaya dan manajemen kesehatan. SDM kesehatan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat merupakan salah satu subsistem dalam SKN
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagaimana tertera dalam Peraturan Presiden
sebagai investasi bagi pembangunan Sumber Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Daya Manusia (SDM) yang produktif secara sosial Nasional. Tujuan dari penyelenggaraan subsistem
dan ekonomis. Dalam mencapai tujuan tersebut, SDM kesehatan adalah tersedianya SDM kesehatan
diperlukan SDM kesehatan yang berkompeten, yang kompeten sesuai kebutuhan, terdistribusi
bertanggung jawab, menjunjung tinggi kode etik, secara adil dan merata, serta didayagunakan
terus-menerus meningkatkan mutunya melalui secara optimal dalam mendukung penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan, dan tersebar merata di pembangunan kesehatan, guna mewujudkan derajat
seluruh wilayah Indonesia. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tenaga kesehatan merupakan bagian dari SDM
2009, SDM kesehatan adalah tenaga kesehatan kesehatan.
profesi termasuk tenaga kesehatan strategis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
dan tenaga kesehatan non profesi, serta tenaga 2009 tentang Kesehatan, tenaga kesehatan

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 93


adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam Berbagai dinamika yang terjadi sepanjang
bidang kesehatan, serta memiliki pengetahuan penyusunan RUU Tenaga Kesehatan sangat menarik
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di untuk dikaji lebih mendalam. Dengan memerhatikan
bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu bagaimana keterlibatan faktor-faktor, konten,
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya konteks, dan proses, sehingga kebijakan yang
kesehatan. Tenaga kesehatan berwenang untuk dikeluarkan dapat secara komprehensif dan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai integratif menampung semua faktor tersebut. Oleh
dengan bidang keahlian yang dimiliki. Kewenangan karena itu, tulisan ini akan mencoba menjawab
tersebut dapat dilakukan setelah mendapat izin pertanyaan penelitian: Bagaimanakah segitiga
praktik dari pemerintah. kebijakan kesehatan yang terdiri dari aktor, konten,
Tenaga kesehatan berperan dalam mencapai konteks, dan proses memengaruhi penyusunan
target Millenium Development Goals (MDGs) RUU Tenaga Kesehatan?
pada tahun 2015 mendatang terutama target Penelitian ini merupakan penelitian
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Peran kualitatif dengan informan terkait yang berasal
tenaga kesehatan sangat erat kaitannya dengan dari Kementerian Kesehatan dan DPR RI. Data
AKI, karena setiap persalinan dibantu oleh tenaga diperoleh dari rapat pembahasan maupun dari
kesehatan. Pada tahun 1991, AKI mencapai 390 per dokumen rapat terkait. Data lain didapat dari
100.000 kelahiran hidup. Pemerintah menargetkan buku, peraturan perundang-undangan, dokumen
pada Tahun 2015 AKI dapat turun hingga 102 per World Health Organization (WHO), dan berita
100.000 kelahiran hidup. Meskipun demikian, data media massa terkait pembentukan RUU Tenaga
terakhir tahun 2012 menunjukkan AKI mengalami Kesehatan.
kenaikan yang signifikan, hingga mencapai 359 per
100.000 kelahiran hidup. Tenaga Kesehatan
Kenyataan tersebut belum mencerminkan Tenaga kesehatan merupakan setiap orang
kondisi tenaga kesehatan sebagaimana yang dicita- yang memeroleh pendidikan, baik formal
citakan dalam Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang maupun nonformal, yang mendedikasikan diri
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu dalam berbagai upaya yang bertujuan mencegah,
untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan mempertahankan, serta meningkatkan derajat
yang merata kepada masyarakat, diperlukan kesehatan masyarakat. Data Kementerian
ketersediaan tenaga kesehatan yang merata. Kesehatan menunjukkan bahwa hingga pertengahan
Maksudnya, pendayagunaan dan penyebarannya tahun 2014 jumlah SDM kesehatan sebanyak
harus merata ke seluruh wilayah sampai ke daerah 891.897. Jumlah tersebut mengalami peningkatan
terpencil, sehingga memudahkan masyarakat dari tahun-tahun sebelumnya. (lihat tabel 1).
dalam memeroleh layanan kesehatan. Permasalahan distribusi tenaga kesehatan
Dalam SKN disebutkan masalah strategis masih menjadi salah satu isu dalam sistem kesehatan
tenaga kesehatan, salah satunya terkait upaya di Indonesia. Indonesia memiliki ciri geografis
pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan yang spesifik, sehingga menimbulkan perbedaan
belum memadai, baik jumlah, jenis, maupun keadaan sosial ekonomi yang cukup tinggi dan
kualitasnya. Distribusi tenaga kesehatan pun masih desentralisasi yang belum mampu menyelesaikan
belum merata. Data tahun 2007 menunjukkan permasalahan pemerataan tenaga kesehatan,
jumlah dokter di Indonesia sebesar 19 per 100.000 terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan
penduduk. Angka ini tergolong masih rendah, Kepulauan (DTPK) serta Daerah Bermasalah
apabila dibandingkan dengan negara lain di Kesehatan (DBK). Oleh karena itu, diadakan
ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000 penduduk program pengangkatan Pegawai Tidak Tetap (PTT)
dan Malaysia 70 per 100.000. dan penugasan khusus. Program tersebut berlaku
Untuk memberikan solusi pengaturan terhadap untuk dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis,
masalah di atas, Pemerintah menyusun RUU dokter gigi spesialis dan bidan. Sampai akhir tahun
Tenaga Kesehatan, yang dimulai sejak tahun 2013, terdapat 46.512 PTT yang terdiri dari 56
2010. Setelah dibahas bersama-sama dengan DPR- dokter spesialis dan dokter gigi spesialis, 3.153
RI, ketika mendekati waktu pengesahan, Ikatan dokter umum, 1.168 dokter gigi dan 42.135 bidan.
Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Sedangkan untuk penugasan khusus, selama tahun
Gigi Indonesia (PDGI) sebagai organisasi profesi 2013 telah dilakukan pengangkatan penugasan
kedokteran dan kedokteran gigi, menyampaikan khusus sebanyak 2.379 orang yang terdiri dari 873
penolakan atas RUU Tenaga Kesehatan. residen, 927 perawat, 203 tenaga gizi, 181 tenaga
kesehatan lingkungan, 105 analis kesehatan, 15

94 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


Tabel 1. Data SDM Kesehatan yang Didayagunakan
pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia Tahun 2010-2014
Tahun
No Jenis SDM Kesehatan
2010 2011 2012 2013 2014
1. Dokter Umum 25.333 33.172 37.364 41.841 42.265
2. Dokter Spesialis 8.403 16.574 27.333 36.756 38.866
3. Dokter Gigi 8.731 10.575 11.826 11.857 13.092
4. Perawat 169.797 230.280 235.496 288.405 295.508
5. Bidan 96.551 120.924 126.276 137.110 136.606
6. Kefarmasian 18.022 25.439 31.223 40.181 46.336
7. Tenaga Kesehatan Lainnya 64.908 99.631 97.904 125.494 125.349
8. Tenaga Non Tenaga Kesehatan 109.307 124.694 139.812 195.454 193.875
Jumlah 501.052 661.289 707.234 877.098 891.897
Sumber: Bank Data SDM Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. 2014.

bidan, 52 farmasi, 20 tenaga kesehatan gigi, 1 Kebijakan Kesehatan


fisioterapis, 1 radiografer dan 1 perekam informasi Kebijakan kesehatan merupakan aplikasi
kesehatan. dari kebijakan publik ketika pedoman yang
Selain data jumlah SDM Kesehatan, data ditetapkan bertujuan untuk meningkatkan derajat
institusi pendidikan tenaga kesehatan selain kesehatan masyarakat. Kebijakan kesehatan
tenaga medis, menunjukkan bahwa hingga akhir nasional ditujukan untuk meningkatkan status
tahun 2013 terdapat 38 Politeknik Kesehatan kesehatan dan kesejahteraan penduduk suatu
(Poltekkes), yang terdiri dari Strata Diploma IV negara (Ayuningtyas, 2014). Kebijakan kesehatan
sebanyak 133 program studi dan Strata Diploma merupakan segala tindakan pengambilan
III sebanyak 262 program studi (Kementerian keputusan yang memengaruhi sistem kesehatan
Kesehatan RI, 2014). Jumlah tersebut sesuai target yang dilakukan oleh aktor institusi pemerintah,
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun organisasi, lembaga swadaya masyarakat dan
2014, yaitu mendirikan jumlah lembaga pendidikan lainnya (Buse, 2005).
tenaga kesehatan yang memenuhi standar sebanyak Kebijakan kesehatan adalah keputusan,
39 Politeknik Kesehatan (Poltekkes). rencana dan tindakan yang dilakukan untuk
Perencanaan tenaga kesehatan tidak terlepas mencapai tujuan kesehatan tertentu di dalam suatu
dari area kebijakan kesehatan. Menurut Green (1999), masyarakat1. Urgensi kebijakan kesehatan sebagai
perencanaan di bidang kesehatan terbagi menjadi bagian dari kebijakan publik semakin menguat
dua yaitu perencanaan aktivitas yang berhubungan mengingat karakteristik unik yang ada pada sektor
dengan pengaturan jadwal dan kerangka kerja yang kesehatan yaitu sektor kesehatan amat kompleks
bisa dimonitor untuk implementasi sebelum suatu karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan
aktivitas dilakukan dan perencanaan alokatif yang kepentingan masyarakat luas dan ketidakpastian
berhubungan dengan pengambilan keputusan tentang kondisi sakit (Ayuningtyas, 2014).
bagaimana seharusnya sumber daya dialokasikan. Untuk membuat sebuah kebijakan kesehatan,
Metode penyusunan rencana kebutuhan SDM perlu memperhatikan segitiga kebijakan yang
kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri terdiri dari aktor, konten, konteks dan proses. Pada
Kesehatan RI Nomor 81/Menkes/SK/I/2004 tentang kenyataannya, aktor baik individu, kelompok, atau
Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan organisasi dipengaruhi oleh konteks, lingkungan di
di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah mana aktor hidup dan bekerja. Konteks dipengaruhi
Sakit antara lain pertama penyusunan kebutuhan oleh banyak faktor seperti politik, ideologi, sejarah,
SDM kesehatan berdasarkan keperluan kesehatan budaya, ekonomi, dan sosial baik yang terjadi
(health need method) menurut golongan umur, jenis pada skala nasional maupun internasional yang
kelamin, dan status ekonomi, kedua penyusunan memengaruhi kebijakan kesehatan. Proses pembuatan
kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan kebutuhan
kesehatan (health services demand method)
1
World Health Organization. 2014. Health Policy.http://
www.who.int/topics/health_policy/en/ diakses tanggal 2
(Kurniati, 2012). Oktober 2014.

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 95


kebijakan dipengaruhi oleh aktor yaitu posisi dalam Aktor Perumusan Undang-Undang Tenaga
struktur kekuasaan, nilai, pendapat dan harapan Kesehatan
pribadi. Konten kebijakan mencerminkan dimensi Aktor atau pemeran serta dalam proses
tersebut. Konten merupakan substansi dari kebijakan pembentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam dua
yang secara detail menggambarkan bagian pokok kelompok, yaitu para pemeran serta resmi dan para
dari kebijakan tersebut. Aktor merupakan pusat dari pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk ke dalam
kerangka kebijakan kesehatan. Aktor merupakan pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah
istilah yang digunakan untuk menyebut suatu (birokrat), presiden (eksekutif), legislatif, dan
individu, kelompok dan organisasi yang memengaruhi yudikatif. Mereka dikatakan aktor resmi karena
suatu kebijakan. Aktor pada dasarnya memang mempunyai kekuasaan yang secara sah diakui oleh
memengaruhi kebijakan namun seberapa luas dan konstitusi dan mengikat. Sedangkan, yang termasuk
mendalam dalam memengaruhi kebijakan tergantung dalam kelompok pemeran serta tidak resmi, yaitu
dari kekuasaannya. Kekuasaan merupakan campuran pihak yang tidak memiliki wewenang yang sah,
dari kekayaan individu, tingkat pengetahuan, dan meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai
otoritas yang tinggi (Buse, 2005). politik dan warga negara individu (Winarno, 2012).
Salah satu kebijakan kesehatan adalah
disusunnya RUU Tenaga Kesehatan. RUU Tenaga Badan Administrasi (Pemerintah)
Kesehatan merupakan RUU usul inisiatif pemerintah Aktor dari pemerintah pada saat penyusunan
pada Prolegnas 2010-2014 dengan nomor urut RUU Tenaga Kesehatan sebelum masuk ke dalam
70. Tujuan RUU Tenaga Kesehatan adalah Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lima tahunan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga adalah Kementerian Kesehatan dan Konsil Kedokteran

Konteks

Aktor
Individu
Kelompok
Organisasi
Konten Proses
Gambar 1 Segitiga Faktor yang
Mempengaruhi Kebijakan Kesehatan
Sumber: Kent Buse, Nicolas Mays dan Gill Walt. 2005. Making Health Policy. England:
Open University Press.
kesehatan, mendayagunakan tenaga kesehatan Indonesia. Setelah RUU Tenaga Kesehatan menjadi
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, memberikan usul inisiatif pemerintah, dilakukan penyusunan
pelindungan kepada masyarakat dalam menerima internal Kementerian Kesehatan dan rapat panitia
penyelenggaraan upaya kesehatan, mempertahankan antarkementerian yang terdiri dari Kementerian
dan meningkatkan mutu penyelenggaraan upaya Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga
kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pemberdayaan
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Aparatur Pemerintah dan Reformasi Birokrasi,
dan tenaga kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
dalam penyusunan undang-undang tersebut, faktor- Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, dan
faktor yang memengaruhi kebijakan kesehatan yaitu Kementerian Dalam Negeri. Pada saat pembahasan
yang sebagaimana digambarkan dalam segitiga pembicaraan tingkat I dan II dilakukan pembahasan
kebijakan ikut berperan. RUU Tenaga Kesehatan antara Panitia Kerja (Panja)
Di bawah ini merupakan penjabaran faktor- Pemerintah dengan Panja Komisi IX DPR RI. Panja
faktor yang memengaruhi kebijakan kesehatan Pemerintah diwakili oleh lima kementerian yaitu
dalam pembentukan RUU Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan

96 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja Lembaga Yudikatif
dan Transmigrasi, Kementerian Pemberdayaan Lembaga ini mempunyai peran dalam
Aparatur Pemerintah dan Reformasi Birokrasi, dan kebijakan publik melalui pengujian kembali
Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan Surat suatu undang-undang. Pada dasarnya, tinjauan
Presiden Nomor R-75/Pres/09/2012 tanggal 24 yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk
September 2012. menentukan apakah tindakan-tindakan yang
Menurut Winarno, badan administrasi diambil oleh cabang-cabang eksekutif maupun
dianggap sebagai badan pelaksana telah diakui legislatif sesuai dengan konstitusi atau tidak.
secara umum dalam ilmu politik, namun bahwa Bila keputusan-keputusan tersebut melawan atau
politik dan administrasi telah bercampur aduk bertentangan dengan konstitusi negara, maka badan
menjadi satu juga telah menjadi aksioma yudikatif ini berhak membatalkan atau menyatakan
yang diakui kebenarannya. Selain itu, saat ini tidak sah terhadap peraturan atau undang-undang
badan-badan administrasi sering terlibat dalam yang telah ditetapkan (Winarno, 2012). Secara tidak
pengembangan kebijakan publik. Hal ini berkaitan langsung keterlibatan lembaga yudikatif dalam
erat dengan pemahaman kebijakan sebagai apa pembentukan RUU Tenaga Kesehatan ada dalam
yang dilakukan oleh pemerintah mengenai masalah hal penetapan keputusan Mahkamah Konstitusi
tertentu. Dengan pemahaman yang demikian, maka untuk kasus hukum perawat yang dikenakan
keterlibatan badan-badan administrasi sebagai agen hukuman penjara karena memberikan obat kepada
pemerintah semakin terbuka untuk ikut menentukan pasien. Keputusan tersebut yaitu bahwa Pasal
kebijakan. Apakah ikut membuat, mendukung atau 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tentang
melanggar undang-undang atau kebijakan yang Kesehatan bertentangan dengan UUDNRI 1945 dan
telah ditetapkan sebelumnya. Badan administrasi bersifat tidak mengikat (Republika, 2011). Dengan
juga menjadi sumber utama usul-usul pembuatan kata lain, tenaga kesehatan lain seperti dokter,
undang-undang dalam sistem politik. Badan-badan dokter gigi, perawat dan bidan dapat memberikan
tersebut secara khas tidak hanya menyarankan jenis obat tertentu kepada pasien dalam keadaan
undang-undang tetapi juga secara aktif melakukan darurat yang mengancam nyawa pasien. Keputusan
lobi dan menggunakan tekanan dalam penetapan ini berkaitan dengan adanya Pasal 63 ayat (1)
undang-undang (Winarno, 2012). RUU Tenaga Kesehatan yang menyebutkan bahwa
dalam keadaan tertentu tenaga kesehatan dapat
Presiden (Eksekutif) memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
Peran penting presiden dan para menterinya Penjelasan pasal tersebut menerangkan bahwa
dalam proses pembentukan kebijakan, tidak perlu keadaan tertentu adalah suatu kondisi tidak adanya
disangsikan lagi. Sistem konstitusi Indonesia tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan
memberikan wewenang yang besar kepada eksekutif untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan
untuk menjalankan pemerintahan (Winarno, 2012). yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk
Presiden sebagai kepala eksekutif yang memegang dirujuk. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan
kekuasaan pemerintahan dalam UUD Negara pelayanan di luar kewenangannya, misalnya
Republik Indonesia 1945 Pasal 5 mempunyai hak perawat atau bidan yang memberikan pelayanan
mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kedokteran dan/atau kefarmasian dalam batas
kepada DPR dan menetapkan peraturan pemerintah tertentu.
untuk menjalankan undang-undang. Penyusunan
RUU Tenaga Kesehatan diawali dengan Lembaga Legistlatif
dikeluarkannya persetujuan presiden atau izin Para politisi digolongkan menjadi aktor
prakarsa tertanggal 25 Juni 2010. Presiden melalui inkrementalis menurut teori golongan aktor yang
Menteri Kesehatan mengusulkan RUU Tenaga terlibat dalam perumusan kebijakan Charles O.
Kesehatan untuk masuk menjadi Program Legislasi Jones (Wahab, 1997). Aktor inkrementalis memiliki
Nasional (Prolegnas) tahun 2011. Keterlibatan sikap kritis namun acapkali tidak dapat menunggu
Presiden dalam perumusan RUU Tenaga Kesehatan lama terhadap gaya kerja para golongan aktor
dapat dilihat dari penugasan perwakilan pihak lain seperti golongan rasional atau perencana dan
pemerintah dalam menyusun dan membahas RUU, golongan teknisi. Gaya kerja aktor inkrementalis
serta dalam menyampaikan tanggapan pemerintah dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu
dalam pembicaraan tingkat II di DPR. Presiden melakukan tawar-menawar yaitu dengan secara
juga terlibat dalam pengesahan RUU setelah RUU teratur mendengarkan tuntutan, menguji seberapa
berhasil melewati pembicaraan tingkat II. jauh intensitas tuntutan tersebut dan menawarkan
kompromi.

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 97


Dalam perumusan kebijakan dalam RUU penyusunan RUU dengan Kementerian Kesehatan
Tenaga Kesehatan yang merupakan usul inisiatif sebelum RUU Tenaga Kesehatan dibahas dengan
pemerintah, Pimpinan DPR mempunyai peran DPR. Setelah RUU Tenaga Kesehatan masuk ke
memberikan pandangan fraksi ataupun pandangan DPR, keterlibatan organisasi profesi terlihat dalam
masing-masing anggota terhadap Daftar hal penyampaian tanggapan penolakan terhadap
Inventarisasi Masalah (DIM) yang dibuat oleh RUU Tenaga Kesehatan seperti yang dilakukan
pemerintah. Pandangan fraksi merupakan keputusan oleh persatuan dokter umum, persatuan Bidan PTT,
masing-masing partai mengenai substansi RUU. solidaritas tukang gigi dan penyandang disabilitas
Pandangan fraksi ditulis berdasarkan poin-poin kepada pimpinan DPR RI.2
DIM. DIM beirisi draft RUU yang lengkap dari Selain itu, mendekati waktu pengesahan UU
judul hingga bagian penutup. Pada saat dilakukan Tenaga Kesehatan, IDI dan PDGI sebagai organisasi
rapat pembahasan pembicaraan tingkat I, DIM profesi kedokteran menyampaikan penolakan atas
yang disertai tanggapan fraksi menjadi bahan RUU Tenaga Kesehatan dengan mengirimkan surat
rapat. Dalam menjalankan fungsi legislasi, DPR kepada pimpinan Komisi IX DPR RI.
mempunyai hak menyatakan pendapat dan setiap
anggota DPR mempunyai hak mengajukan Partai Politik
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, Dalam sistem demokrasi, partai politik
dan hak imunitas. Di sini peran tawar-menawar memegang peran penting dalam meraih kekuasaan,
atau lobi antara anggota fraksi kerap terjadi dalam termasuk berpengaruh dalam proses pembentukan
hal tidak ada kesamaan suara dari masing-masing kebijakan. Partai politik berusaha mengubah
fraksi. tuntutan dari kelompok kepentingan menjadi
alternatif kebijakan. Walaupun jangkauan partai
Kelompok Kepentingan politik lebih besar dari kelompok kepentingan,
Di samping para pembuat keputusan kebijakan namun lebih cenderung bertindak sebagai perantara
yang resmi, sering ditemukan para pemeran yang dari pada sebagai pendukung kepentingan-
tidak resmi. Dikatakan tidak resmi karena meskipun kepentingan tertentu dalam pembentukan kebijakan
terlibat dalam perumusan kebijakan, akan tetapi (Winarno, 2012). Keputusan partai politik terlihat
tidak mempunyai kewenangan yang sah untuk dalam pandangan fraksi sebagai tanggapan
membuat keputusan yang mengikat. Misalnya, terhadap DIM pemerintah dan juga tanggapan
kelompok kepentingan yang tidak dapat membuat terhadap selesainya pembicaraan tingkat I dan II.
keputusan, namun hanya sebatas menyatakan
tuntutan-tuntutan dan memberikan alternatif- Warga Negara Individu
alternatif tindakan kebijakan. Selain itu, kelompok Dalam pembahasan mengenai pembuatan
kepentingan juga sering memberikan informasi kebijakan, warga negara individu sering diabaikan
kepada para publik dan seringkali informasi yang dalam hubungannya dengan legislatif, kelompok
diberikan bersifat teknis mengenai sifat serta kepentingan, serta aktor lainnya yang lebih
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul menonjol. Tugas pembentukan kebijakan pada
dari usul-usul kebijakan yang diajukan. Dengan dasarnya diserahkan kepada para pejabat publik,
demikian, kelompok kepentingan telah memberikan namun dalam beberapa hal para individu warga
sumbangan yang berarti bagi rasionalitas negara individu masih dapat mengambil peran serta
pembentukan kebijakan. Kelompok-kelompok aktif dalam pengambilan keputusan (Winarno,
penekan yang kuat cenderung berhubungan dengan 2012). Meskipun demikian, dari hasil penelitian ini
partai yang lemah dalam pemilihan maupun diketahui bahwa dalam perumusan RUU Tenaga
dalam legislatif, penduduk perkotaan yang Kesehatan tidak ada peran warga negara individu
rendah, pendapatan perkapita yang rendah, serta yang terlibat secara langsung dalam pengambilan
tersedianya lapangan kerja yang tinggi di sektor keputusan dan perumusan kebijakan.
non industri pertanian, perikanan dan kehutanan
(Winarno, 2012). Tidak dapat dipungkiri bahwa Konten UU Tenaga Kesehatan
organisasi-organisasi profesi tenaga kesehatan RUU Tenaga Kesehatan berisi mengenai
terlibat dalam perumusan UU Tenaga Kesehatan. ketentuan umum, tanggung jawab dan wewenang
Hal ini mengingat substansi materi UU Tenaga
Kesehatan menyangkut masalah keprofesian tenaga
2
Pramono Anung Minta Tunda Pengesahan RUU Tenaga
Kesehatan. 24 September 2014. http://dpr.go.id/id/
kesehatan dan hubungan kerja antarprofesi tenaga
berita/pimpinan/2014/sep/24/8790/pramono-anung-
kesehatan. Perwakilan seluruh organisasi profesi minta-tunda-pengesahan-ruu-tenaga-kesehatan diakses
atau asosiasi tenaga kesehatan terlibat dalam rapat tanggal 21 Oktober 2014.

98 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


pemerintah dan pemerintah daerah, kualifikasi dan 7 kelompok tenaga kesehatan yang terdiri dari 27
pengelompokkan tenaga kesehatan, perencanaan, jenis tenaga kesehatan yaitu tenaga medis, tenaga
pengadaan dan pendayagunaan, Konsil Tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
Kesehatan Indonesia (KTKI), registrasi dan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik,
perizinan tenaga kesehatan, organisasi profesi, dan tenaga keteknisian medis.
tenaga kesehatan warga negara indonesia lulusan Berbagai jenis tenaga kesehatan tersebut
luar negeri dan tenaga kesehatan warga negara didasarkan pada bidang keilmuannya, keprofesian
asing, hak dan kewajiban tenaga kesehatan, dan adanya pendidikan tinggi dalam masing-masing
penyelenggaraan keprofesian, penyelesaian jenis tenaga kesehatan tersebut. Saat ini ada sekitar
perselisihan, pembinaan dan pengawasan, sanksi 32 Perguruan Tinggi Politeknik Kesehatan di bawah
administratif, sanksi pidana, ketentuan peralihan Kementerian Kesehatan seperti keperawatan,
dan ketentuan penutup. kebidanan, keperawatan gigi, kesehatan
Konten RUU Tenaga Kesehatan mencakup lingkungan, gizi, fisioterapi, okupasi terapi, terapi
pengaturan untuk seluruh jenis tenaga kesehatan wicara, ortotik prostetik, farmasi, analis farmasi dan
tidak terkecuali tenaga medis. Walaupun dalam makanan, teknik radio diagnostik dan radioterapi,
amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 analis kesehatan, teknik gigi, teknik elektromedik,
tentang Kesehatan Penjelasan Pasal 21 ayat (3) refraksi optisi, perekam dan informatika kesehatan,
disebutkan bahwa pengaturan tenaga kesehatan teknologi transfusi darah, akupunktur, dan teknik
di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan kardiovaskuler. Berbeda dengan klasifikasi jenis
di luar tenaga medis. Hal ini terjadi karena pada tenaga kesehatan pada Peraturan Pemerintah
awal penyusunan di Kementerian Kesehatan, Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,
substansi RUU tidak mencakup tenaga medis. pada RUU Tenaga Kesehatan terdapat penambahan
Dalam pembahasan dengan DPR, berkembang jenis tenaga kesehatan yaitu tenaga psikologi
penyatuan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) klinis dan tenaga kesehatan tradisional. Selain itu,
ke dalam Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia terdapat pemecahan jenis tenaga kesehatan yaitu
untuk menghindari terbentuknya beberapa konsil tenaga kebidanan yang sebelumnya termasuk jenis
yang masing-masing bertanggung jawab kepada tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lingkungan
presiden. Beberapa pengaturan mengenai KKI yang sebelumnya termasuk jenis tenaga kesehatan
sejak diundangkan UU Tenaga Kesehatan mengacu masyarakat, dan tenaga teknik biomedika yang
pada UU Tenaga Kesehatan. Pengaturan mengenai sebelumnya termasuk jenis tenaga keteknisian
KKI dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun medis.
2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 4 ayat (2), WHO menggunakan pedoman ISCO-08
Pasal 17, Pasal 20 ayat (4) dan Pasal 21 dinyatakan sebagai dasar pengelompokkan tenaga kesehatan
dicabut dan tidak berlaku sejak diundangkannya yang digunakan dalam laporan internasional
UU Tenaga Kesehatan. WHO. Pada ISCO-08 para profesional di bidang
Dalam RUU Tenaga Kesehatan, tenaga di kesehatan dikelompokkan menjadi dokter yang
bidang kesehatan dibedakan menjadi dua, yaitu terdiri dari dokter umum dan dokter spesialis,
tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan. profesional perawat dan bidan yang terdiri dari
Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi profesi perawat dan profesi bidan, profesional
minimum diploma tiga, kecuali tenaga medis; pengobatan tradisional dan komplementer, praktisi
sedangkan asisten tenaga kesehatan harus memiliki paramedis, dokter hewan, dan jenis profesional
kualifikasi pendidikan menengah, diploma satu kesehatan lainnya seperti dokter gigi, apoteker,
atau diploma dua di bidang kesehatan. Tenaga dan profesional kesehatan dan keselamatan kerja,
kesehatan dikelompokkan menjadi 13 jenis, profesional kesehatan lingkungan, fisioterapis,
yaitu tenaga medis, tenaga psikologi klinis, dietisien dan nutrisionis, audiologis dan terapi
tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga wicara, optometris dan refraksionis optisien dan
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, para profesional di bidang kesehatan lain yang
tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi,tenaga tidak masuk kategori di atas. Selain tenaga medis,
keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga dikelompokkan juga para penunjang profesional
teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional dan di bidang kesehatan seperti teknisi medis dan
tenaga kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri farmasi, profesional penunjang perawat dan
Kesehatan. bidan, profesional pengobatan tradisional dan
Dalam peraturan tenaga kesehatan sebelumnya, komplementer, teknisi dan asisten dokter hewan,
yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun jenis profesional penunjang lainnya (ILO, 2012).
1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 2 disebutkan

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 99


Selain pengelompokkan tenaga kesehatan, konten menjadi salah satu alasan untuk dirumuskannya
RUU Tenaga Kesehatan mengenai perencanaan, RUU Tenaga Kesehatan. Dengan pengaturan dalam
pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan pasal mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan
yang juga melibatkan pemerintah daerah provinsi di wilayah seluruh Indonesia dan hak memeroleh
maupun kabupaten/kota. Perencanaan kebutuhan kenaikan pangkat istimewa, serta pelindungan
tenaga kesehatan berdasarkan pertimbangan jenis, dalam pelaksanaan tugas bagi tenaga kesehatan
kualifikasi, jumlah, pengadaan dan distribusi tenaga yang bertugas di daerah DTPK.
kesehatan, penyelenggaraan upaya kesehatan, Dari aspek sosial yang memengaruhi
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, perumusan RUU Tenaga Kesehatan, dapat
kemampuan pembiayaan, kondisi geografis dan sosial disebutkan bahwa kesehatan merupakan salah
budaya dan kebutuhan masyarakat. satu unsur kesejahteraan sosial yang menjadi
cita-cita bangsa Indonesia yang hendak dicapai.
Konteks UU Tenaga Kesehatan Tidak dapat dipungkiri bahwa profesi maupun
Dalam teori sistem politik David nonprofesi tenaga kesehatan merupakan bagian
Easton, pembentukan kebijakan tidak dapat dari pekerjaan sosial yang tidak hanya menuntut
dipertimbangkan secara memadai bila terpisah dari imbalan hak, namun juga aspek pengabdian pada
lingkungannya. Tuntutan-tuntutan menyangkut masyarakat. Kesehatan merupakan Hak Asasi
tindakan-tindakan kebijakan timbul dari dalam Manusia, sehingga tenaga kesehatan merupakan
lingkungan dan ditransmisikan ke dalam sistem pihak yang paling berperan dalam memberikan
politik. Kebijakan publik dipandang sebagai upaya pelayanan kesehatan.Tenaga kesehatan
tanggapan dari suatu sistem politik terhadap dituntut memiliki rasa simpati pada masyarakat.
tuntutan-tuntutan yang timbul dari lingkungan, Sebagaimana yang diatur dalam Asas RUU Tenaga
yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada Kesehatan, disebutkan dalam asas pengabdian,
di luar batas-batas sistem politik. kekuatan- bahwa pengaturan tenaga kesehatan diarahkan
kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan dan agar lebih mengutamakan kepentingan pemberian
memengaruhi sistem politik dipandang sebagai pelayanan kesehatan kepada masyarakat dari pada
input bagi sistem politik. Lingkungan dapat terdiri kepentingan pribadi.
dari lingkungan budaya, politik, kondisi sosial dan Selain budaya dan sosial, terdapat aspek
ekonomi yang berpengaruh terhadap perumusan politik dalam pembahasan RUU Tenaga Kesehatan.
kebijakan publik (Winarno, 2012). Proses politik kebijakan adalah proses legitimasi
Budaya merupakan warisan sosial yang kebijakan publik sebagai solusi masalah publik
diturunkan dari satu generasi ke generasi dengan menyandarkan pada proses pembahasan
berikutnya, sehingga menjadi identitas dari kebijakan di lembaga politik yang diakui sebagai
suatu komunitas. Budaya hanya merupakan salah representatif publik. Hambatan legitimasi
satu saja dari banyak faktor yang memengaruhi rekomendasi kebijakan menjadi kebijakan muncul
tindakan atau perilaku manusia. Tindakan manusia ketika rekomendasi kebijakan tersebut mengalami
akan memengaruhi perumusan kebijakan. Seperti tantangan dari kelompok lain (biasanya oposisi)
halnya dalam perumusan RUU Tenaga Kesehatan, dengan juga menyandarkan argumentasi atas
ada nilai budaya yang secara umum melekat dalam nama publik. Kemudian proses politik kebijakan
dunia kesehatan di Indonesia. Seperti diketahui harus masuk ke dalam ranah tawar-menawar
bahwa sejak dahulu kala masyarakat sudah kepentingan. Kebijakan yang keluar dari proses
mengenal pengobatan dan perawatan kesehatan politik berdasarkan politik tawar-menawar
yang dilakukan oleh dukun dan paraji hingga merumuskan bahwa kebijakan yang keluar sebagai
menjadi suatu budaya dalam suatu komunitas. pemenang adalah kebijakan yang lahir dari
Sampai saat ini, peran dukun dan paraji masih perekomendasi yang memiliki kekuatan paling
banyak dijumpai terutama di daerah DTPK dan besar dari suatu sistem politik (Indiahono, 2009).
DBK. Budaya pengobatan dan perawatan oleh Pembuat keputusan mungkin menilai alternatif-
dukun tersebut tidaklah cocok lagi dengan kondisi alternatif kebijakan berdasarkan pada kepentingan
saat ini, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan partai politiknya beserta kelompoknya. Keputusan
teknologi dan berbagai macamnya jenis penyakit, yang dibuat didasarkan pada keuntungan politik
serta gangguan kesehatan yang makin rumit. dengan dipandang sebagai sarana untuk mencapai
Seperti diketahui bahwa tingginya AKI salah tujuan-tujuan partai atau tujuan-tujuan kelompok
satunya disebabkan oleh pertolongan persalinan kepentingan (Winarno, 2012). RUU Tenaga
oleh tenaga kesehatan masih jauh dari target 2015. Kesehatan merupakan usul inisiatif pemerintah
Tidak dapat dipungkiri bahwa konteks budaya ini dalam Prolegnas 2010-2014. RUU tersebut telah

100 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


disusun di lingkungan pemerintah pada Juni 2010 poin keberatan yang disampaikan, antara lain:
dan masuk dalam pembicaraan tingkat I di DPR RI, materi draft awal RUU Tenaga Kesehatan memiliki
pada September 2012. Proses pembahasan diwarnai substansi yang mengakui keberadaan UU Praktik
dengan berbagai kepentingan yang saling tarik Kedokteran. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal
ulur, sehingga di akhir masa keanggotaan DPR-RI 4, yaitu: Undang-undang ini mengatur mengenai
Periode 2009-2014, RUU Tenaga Kesehatan baru tenaga kesehatan, kecuali hal-hal yang telah diatur
mendapat pengesahan untuk menjadi undang- dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran. Hal
undang. Salah satunya adalah dengan adanya ini sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor
pembahasan RUU Keperawatan yang menjadi usul 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada penjelasan
inisiatif DPR yang menjadi pertimbangan politik Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi pengaturan tenaga
apakah RUU Keperawatan atau RUU Tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga
Kesehatan yang dibahas terlebih dahulu. kesehatan di luar tenaga medis. Tetapi, pada draft
Selain itu, dengan adanya Undang-Undang terakhir RUU, substansi Pasal 4 hilang. Selain itu,
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pembahasan RUU Tenaga Kesehatan ini juga tidak
dan Undang-Undang Nomor Tahun 2013 tentang melibatkan organisasi profesi, sehingga menimbulkan
Pendidikan Kedokteran membuat tenaga kesehatan kebingungan dalam penafsiran dan tujuan disusunnya
lainnya merasa seperti didiskriminasikan karena RUU. Hal tersebut tidak sesuai dengan tata cara
tidak ada undang-undang yang secara lex penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik
specialist mengatur mengenai masing-masing dan baku. Seharusnya, setiap penyusunan peraturan
tenaga kesehatan. Padahal sebelumnya, masing- perundang-undangan melibatkan semua pemangku
masing tenaga kesehatan seperti perawat, kepentingan yang akan terlibat atau terdampak dari
farmasi, bidan telah membuat masing-masing peraturan perundang-undangan. Usulnya, yaitu secara
undang-undang namun yang disahkan hanya tegas menolak RUU Tenaga Kesehatan dan meminta
UU Praktik Kedokteran. Masalah ini juga yang untuk meninjau kembali seluruh materi muatan
melatarbelakangi kelompok kepentingan RUU RUU, dengan melibatkan semua organisasi profesi
Keperawatan terus menyuarakan agar segera kesehatan seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, IAI dan
dibahas dan disahkan RUU Keperawatan.Tabel 2 lainnya.
merupakan perbandingan urutan dalam Prolegnas. Pemerintah menanggapi keberatan IDI dan
Dalam RUU Tenaga Kesehatan terdapat beberapa PDGI dengan menjelaskan bahwa pada awal
pihak yang merasa kepentingannya terganggu, yaitu penyusunan RUU, organisasi profesi telah diajak
IDI dan PDGI. Keduanya menyampaikan penolakan membahas bersama pemerintah, namun karena
RUU Tenaga Kesehatan melalui surat surat Pengurus kemudian substansi RUU tidak mencakup tenaga
Besar IDI Nomor 5093/PB/E.9/09/2014. Beberapa medis, maka IDI dan PDGI tidak turut dalam
poin keberatan tersebut disampaikan melalui Konsil pembahasan berikutnya. Demikian pula, pada
Kedokteran Indonesia, yang dibacakan pada saat RUU awal tidak didesain penyatuan KKI ke dalam
rapat kerja dengan pemerintah, sebagai tanda akhir KTKI. Gagasan penyatuan KKI ke dalam KTKI
telah selesainya pembahasan tingkat I. Adapun baru muncul pada pembahasan di akhir bulan

Tabel 2. Perbandingan RUU dalam Prolegnas


RUU Nomor Urut
Prolegnas 2005-2009
RUU Praktik Kefarmasian 159
RUU Praktik Perawat 160
RUU Praktik Bidan 161
RUU Tenaga Kesehatan -
Prolegnas 2010-2014
RUU Keperawatan 18
RUU Praktik Bidan 202
RUU Praktik Kefarmasian 203
RUU Tenaga Kesehatan 70
Sumber: Prolegnas 2005-2009 dan Prolegnas 2010-2014

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 101


Agustus 2014, untuk menghindari terbentuknya melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi,
beberapa konsil yang masing-masing bertanggung standar pelayanan profesi dan standar operasional
jawab kepada Presiden. Pertimbangan IDI tersebut, prosedur. Dalam RUU Tenaga Kesehatan juga
tidak berpengaruh pada keberlanjutan rapat. Rapat diatur mengenai ketentuan pidana bagi setiap orang
tetap dilanjutkan pada tingkatan berikutnya, yaitu yang bukan tenaga kesehatan, yang melakukan
Sidang Paripurna tanggal 29 September 2014. praktik seolah-olah sebagai tenaga kesehatan;
Selain itu, dalam RUU Tenaga Kesehatan setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian
terdapat hak politik untuk membentuk satu berat, yang menyebabkan pasien luka berat ataupun
organisasi profesi. Salah satu anggota fraksi PDIP meninggal; dan kepada setiap tenaga kesehatan
Komisi IX menilai bahwa dengan diaturnya hanya baik warga negara Indonesia maupun warga negara
dapat dibentuk satu organisasi profesi maka ini asing, yang dengan sengaja menjalankan praktik
akan membatasi hak politik (Republika, 2014). tanpa surat tanda registrasi dan tanpa surat izin
Organisasi profesi hendaknya hanya satu sesuai praktik.
dengan teori Pavalko yang mengatakan bahwa
dalam profesi dituntut adanya kesamaan tujuan Proses Penyusunan Undang-Undang Tenaga
sehingga, adanya satu organisasi profesi merupakan Kesehatan
wujud dari adanya satu profesi (Blais, 2007). Oleh Dalam penyusunan RUU, menteri membentuk
karena itu, pengaturan mengenai satu organisasi panitia antarkementerian. Pengharmonisasian,
profesi merupakan suatu hal yang tepat. pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU
Lebih lanjut, aspek ekonomi juga terlihat dikoordinaskan oleh Menteri Hukum dan HAM.
dalam perumusan RUU Tenaga Kesehatan. RUU tenaga kesehatan disusun sejak bulan Juni
Aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan 2010 dengan terlebih dahulu dikeluarkannya
tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kondisi persetujuan Presiden atau izin prakarsa pada tanggal
sosial ekonomi yang melingkupinya. Kelompok 25 Juni 2010. Dilakukan beberapa kali rapat internal
yang dirugikan secara ekonomi akan meminta Kementerian Kesehatan,yang dihadiri seluruh unit
pemerintah untuk melindungi kepentingannya, utama Kemenkes dan KKI, serta rapat internal
sehingga mendorong pemerintah untuk melindungi Kemenkes dengan seluruh perwakilan organisasi
mereka. Sektor kesehatan telah menjadi bagian dari profesi atau asosiasi tenaga kesehatan. Selanjutnya,
industri yang memberikan lapangan pekerjaan yang RUU diusulkan masuk dalam Prolegnas prioritas
luas. Ungkapan bahwa kesehatan adalah area yang tahun 2011, sebagai usul inisiatif pemerintah.
padat karya menunjukkan bahwa banyak orang Tetapi, pembahasan menjadi terhenti ketika Baleg
yang bekerja dalam sektor kesehatan. Di Amerika DPR mengumumkan RUU menjadi usul inisiatif
dan Eropa, terdapat sekitar 700 kategori pekerjaan DPR pada Prolegnas 2011. Meskipun demikian,
dalam sektor pelayanan kesehatan dan lebih dari 5 rapat BPHN Kementerian Hukum dan HAM
persen dari pekerja berada dalam sektor kesehatan. bersama Baleg DPR mengalihkan RUU Tenaga
Hal ini menyebabkan sektor kesehatan sebagai Kesehatan menjadi usul inisatif pemerintah,
industri individual terbesar yang memberi pekerjaan sehingga dilanjutkan rapat pembahasan internal
di Amerika dan juga negara-negara Eropa sehingga Kemenkes, maupun rapat dengan organisasi
organisasi pelayanan kesehatan atau industri profesi, rapat panitia kerja pemerintah. Rapat-
kesehatan disebut-sebut sebagai industri individual rapat tersebut dilakukan dalam kurun waktu April
terbesar yang memberi pekerjaan (Ayuningtyas, sampai Juli 2011 dilanjutkan dengan mengirimkan
2014). Ekonomi terkait dengan kesejahteraan naskah akademik dan draft RUU untuk proses
tenaga kesehatan. Dengan adanya RUU Tenaga harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
Kesehatan, terdapat pembagian tugas pelimpahan Rapat harmonisasi dimulai bulan September
yang berasal dari tenaga medis dan kefarmasian. hingga November 2011. Selanjutnya, dikirim ke
Hal ini terkait dengan hak tenaga kesehatan yaitu BPHN Kementerian Hukum dan HAM untuk
memperoleh imbalan jasa atas praktik dan tugas pengajuan Prolegnas 2012. Menteri Kesehatan
lain yang dikerjakan. mengirim surat kepada Presiden pada Januari 2012
Aspek hukum dirumuskannya RUU Tenaga untuk pengajuan RUU Tenaga Kesehatan ke DPR
Kesehatan adalah memberikan pelindungan sehingga lahirnya surat Presiden.
hukum kepada masyarakat dalam menerima RUU Tenaga Kesehatan dari Presiden diajukan
penyelenggaraan upaya kesehatan dan memberikan dengan Surat Presiden Nomor R-75/Pres/09/2012
kepastian hukum kepada tenaga kesehatan. kepada Ketua DPR RI pada tanggal 24 September
Pelindungan hukum menjadi hak tenaga 2012. Surat dari Presiden memuat penyampaian
kesehatan dalam menjalankan praktik sepanjang RUU Tenaga Kesehatan untuk dibahas bersama

102 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


dengan DPR, agar mendapatkan persetujuan 3. Rapat Tim Perumus. Keanggota timus paling
bersama. Surat tersebut juga berisi penugasan banyak 2/3 dari jumlah anggota Panja. 19 orang
pihak dari pemerintah yang mewakili Presiden dari 29 orang. Timus bertugas merumuskan
dalam membahas RUU Tenaga Kesehatan. Pihak materi RUU sesuai dengan keputusan raker
tersebut adalah Menteri Kesehatan, Menteri dan rapat panja, bersama-sama dengan
Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Tenaga menteri, diwakili oleh pejabat eselon I yang
Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pendayagunaan membidangi materi RUU yang sedang dibahas.
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Tabel 3 Perbandingan Komposisi Anggota Raker,
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Panja dan Timus dalam Pembahasan Tingkat I RUU
Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Tenaga Kesehatan Tahun 2014
Kesehatan Nomor 094/Menkes/SK/III/2014 No. Fraksi Partai Panja Timus
tentang Panitia Kerja Pemerintah Pembahasan
RUU tentang Tenaga Kesehatan, membentuk 1. Pimpinan 4 4
Panitia Kerja di lingkungan pemerintah. Tujuannya 2. FPD 6 4
adalah mempersiapkan bahan dan memberikan 3. FPG 5 3
masukan kepada pimpinan Panja Pemerintah
pada pembahasan di DPR, menyempurnakan 4. FPDI-P 4 3
bahan-bahan masukan dan tanggapan yang 5. FPKS 3 2
diperlukan dalam mendukung proses pembahasan 6. FPAN 2 1
dan mempersiapkan dukungan substansi sesuai
7. FPPP 1 2
kesepakatan pembahasan menurut tugas dan
fungsi masing-masing. Struktur Panja Pemerintah 8. FPKB 2 1
terdiri dari Menteri Kesehatan sebagai pelindung, 9. FPGerindra 1 2
Wakil Menteri Kesehatan dan Sekretaris Jenderal
10. FPHanura 1 1
Kementerian Kesehatan sebagai pengarah, Kepala
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Jumlah 29 orang 19 orang
Kesehatan sebagai ketua, Staf Ahli Menteri Sumber: Data diolah dari Dokumen Komisi IX DPR RI Tahun 2014.
Bidang Mediko Legal sebagai wakil ketua, Kepala Penunjukan menteri yang ditugasi mewakili
Biro Hukum dan Organisasi Setjen Kementerian presiden dalam melakukan pembahasan dengan
Kesehatan dan Sekretaris Badan Pengembangan DPR. DPR mulai membahas RUU dalam jangka
dan Pemberdayaan SDM Kesehatan sebagai waktu paling lama enam puluh hari terhitung
sekretaris. sejak surat presiden diterima. Pembahasan RUU
Sebagai respon atas surat Presiden, Badan dilakukan oleh DPR bersama presiden atau menteri
Musyawarah DPR menugaskan Komisi IX DPR yang ditugasi. Pembahasan RUU dilakukan melalui
sebagai alat kelengkapan dewan yang akan dua tingkat pembicaraan yaitu:
membahas RUU bersama dengan wakil dari a. Pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi.
pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Tata tertib RUU Tenaga Kesehatan mulai masuk ke
DPR RI Pasal 138, pembicaraan tingkat I dilakukan dalam pembicaraan tingkat I pada tanggal 27
dalam rapat kerja, rapat panitia kerja, rapat tim November 2013. Pembicaraan tingkat I diawali
perumus dan rapat tim sinkronisasi. Komisi IX dengan penjelasan pemerintah atas RUU
DPR telah melakukan pembahasan RUU Tenaga Tenaga Kesehatan, pandangan fraksi-fraksi
Kesehatan melalui: atas RUU Tenaga Kesehatan, pembahasan
1. Rapat Kerja Komisi IX terdiri dari semua jadwal acara rapat pembicaraan tingkat I
anggota Komisi IX DPR dengan Menteri dan penyerahan DIM oleh komisi IX DPR.
Kesehatan serta perwakilan dari Kementerian Penunjukan anggota DPR sebagai ketua panja
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian adalah Pimpinan Komisi IX DPR RI sedangkan
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian dari pemerintah yaitu Kepala Badan PPSDM
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesehatan. Kegiatan pembahasan selanjutnya
Kementerian Hukum dan HAM. dilakukan melalui rapat kerja, rapat panitia
2. Rapat Panitia Kerja RUU Tenaga Kesehatan kerja dan rapat tim perumus antara pemerintah
terdiri dari 29 anggota DPR. Anggota Panja dan DPR. Proses pembahasan RUU Tenaga
tersebut paling banyak separuh dari jumlah Kesehatan dilakukan secara simultan dengan
anggota Komisi IX. Panja bertugas membahas RUU Keperawatan agar pengaturan tetap
substansi RUU. sinkron dan tidak ada pengaturan yang

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 103


bertentangan. Penandatanganan selesainya kesehatan, organisasi profesi, tenaga kesehatan
tingkat I dilakukan di Komisi IX DPR RI warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan
pada tanggal 11 September 2014. Dalam acara tenaga kesehatan warga negara asing, hak dan
tersebut, pemerintah yang diwakili oleh Menteri kewajiban tenaga kesehatan, penyelenggaraan
Kesehatan memutuskan bahwa seluruh fraksi keprofesian, penyelesaian perselisihan, pembinaan
dan pemerintah menyepakati RUU Tenaga dan pengawasan, sanksi administratif, sanksi
Kesehatan untuk dilanjutkan ke pembicaraan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan
tingkat II agar dapat disahkan menjadi penutup. Konteks RUU Tenaga Kesehatan antara
undang-undang. Sebelum penandatanganan lain konteks budaya, sosial, politik, ekonomi dan
tingkat I, kesembilan fraksi telah membacakan hukum. Sedangkan, prosesnya dimulai tahun 2010
masing-masing pendapat mini fraksi dan telah hingga selesai tahun 2014.
menyerahkan secara tertulis kepada Pimpinan Saran yang dapat diberikan dalam penyusunan
Komisi IX dan kepada Menteri Kesehatan. suatu kebijakan yang akan datang, yaitu diperlukan
Urutan prosesnya, yaitu: ucapan pengantar keterlibatan aktif dari masyarakat ataupun
pimpinan Komisi IX DPR terhadap RUU kelompok kepentingan, guna mendapatkan
Tenaga Kesehatan, laporan panja RUU Tenaga kesamaan sudut pandang yang akan mempermudah
Kesehatan, pembacaan naskah RUU Tenaga penyusunan dan pelaksanaan kebijakan.
Kesehatan, Pendapat Mini Fraksi, sambutan
pemerintah, penandatanganan naskah RUU
Tenaga Kesehatan, pengambilan keputusan
untuk melanjutkan pada pembicaraan tingkat DAFTAR PUSTAKA
II dalam rapat Paripurna DPR.
b. Pembicaraan tingkat II dalam rapat
paripurna. RUU Tenaga Kesehatan masuk
pada pembicaraan tingkat II pada tanggal Buku
29 September 2014. Kegiatannya antara Adisasmito, Wiku. 2013. Perancangan Naskah
lain penyampaian laporan yang berisi latar Akademik dan Kebijakan Kesehatan. Jakarta:
belakang disusunnya RUU, proses pembahasan Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
RUU, dan hasil pembicaraan tingkat I. Setelah Ayuningtyas, Dumilah. 2014. Kebijakan Kesehatan: Prinsip
itu, tanggapan fraksi yang berupa pernyataan dan Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi Blais, Kathleen Koenig, dkk. 2007. Praktik Keperawatan
dan anggota secara lisan dan terakhir pendapat Profesional: Konsep & Perspektif. Jakarta: EGC.
akhir presiden yang disampaikan oleh menteri
yang mewakilinya. RUU yang telah disetujui Buse, Kent, Nicholas Mays and Gill Walt. 2005. Making
bersama oleh DPR dan presiden, disampaikan Health Policy. England: Open University Press.
oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan
disahkan menjadi undang-undang dalam Nasional.
jangka waktu paling lama tujuh hari, terhitung Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
sejak tanggal persetujuan bersama. RUU Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
disahkan oleh presiden dengan membubuhkan
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis
tanda tangan dalam jangka waktu paling lama
Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Penerbit
tiga puluh hari terhitung sejak RUU disetujui Gava Medika.
bersama oleh DPR dan presiden.
International Labour Organization. 2012. International
Penutup Standard Classification of Occupations 2008 (ISCO-
08) Volume 1: Structure, Group Definitions and
Penyusunan RUU Tenaga Kesehatan
Correspondence Tables. Geneva: ILO Publications.
melibatkan faktor-faktor, konten, konteks, dan
proses. Aktor yang terlibat antara lain pemerintah, Kementerian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan
presiden, anggota legislatif, kelompok kepentingan Indonesia Tahun 2013.
dan partai politik. Konten berisi mengenai Kronenfeld, Jennie J. 2002. Health Care Policy: Issues
ketentuan umum, tanggung jawab dan wewenang and Trends. USA: Praeger Publishers.
pemerintah dan pemerintah daerah, kualifikasi dan
Kurniati, Anna dan Ferry Efendi. 2012. Kajian SDM
pengelompokkan tenaga kesehatan, perencanaan, Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba
pengadaan dan pendayagunaan, konsil tenaga medika.
kesehatan Indonesia, registrasi dan perizinan tenaga

104 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


Republika. Kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi Internet
Republik Indonesia. 28 Juni 2011. Pramono Anung Minta Tunda Pengesahan RUU
Tenaga Kesehatan. http://dpr.go.id/id/ berita/
Republika. Beda dengan Fraksi, RiekeNilai UU Tenaga
pimpinan/2014/sep/24/8790/pramono-anung-
Kesehatan Diskriminatif. 26 September 2014.
minta-tunda-pengesahan-ruu-tenaga-kesehatan
Winarno, Budi. 2012. KebijakanPublik: Teori, Proses, diakses tanggal 21 Oktober 2014.
dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.
World Health Organization. 2014. Health Policy.http://
World Health Organization. 2006. The World Health www.who.int/topics/ health_policy/en/ diakses
Report 2006: Working Together for Health. Geneva: tanggal 2 Oktober 2014.
WHO Press.
Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan:
dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: BumiAksara.

Rahmi Yuningsih, Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan | 105

Anda mungkin juga menyukai