Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Fimosis didefinisikan sebagai tidak tertariknya (retraksi) prepusium penis


yang ke proksimal sampai ke korona glandis. Prepusium penis merupakan lipatan
kulit yang menutupi glans penis. Normalnya, kulit prepusium selalu melekat erat
pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun
seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan
epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam prepusium
sehingga akhirnya kulit prepusium terpisah dari glans penis.1,2,3
Fimosis ditemukan sebanyak 34.8% dan fimosis fisiologis sebanyak
56.5% di Kanada dalam kurun waktu 2000-2003. Salah satu penelitian di Cina
yang dilakukan terhadap 10.421 anak laki-laki, fimosis ditemukan 99.7% pada
bayi usia < 28 hari, sebanyak 84.43% pada bayi usia 1-12 bulan, sebesar 48.13%
pada balita usia 1-2 tahun, sejumlah 27.12% pada anak usia 3-6 tahun, dan
12.04% pada anak usia 7-10 tahun, serta 6.81% pada remaja 11-18 tahun.3,4
Gardiner menyatakan bahwa saat lahir <5% anak laki-laki dapat menarik
sepenuhnya prepusiumhingga ke korona gland penis, dan angka ini meningkat
sampai 15% pada usia 6 bulan, 50% pada umur 1 tahun, 80% pada umur 2 tahun
dan sekitar 90% pada umur 3% pada anak-anak di Inggris. Fimosis ditemukan
pada 88% bayi yang berusia 1 hingga 3 bulan dan 35% pada balita berusia 3
tahun. Insiden fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada
usia 16 sampai 18 tahun pada penelitian yang dilakukan di Jepang.4,5
Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1%
pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Beberapa penelitian mengatakan kejadian
fimosis saat lahir hanya 4% bayi yang prepusiumnya sudah bisa ditarik mundur
sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh, selanjutnya secara perlahan
terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun,
masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun,
10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang
bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil
yang bertahan secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.1,2

1
Saat fimosis menghambat kelancaran berkemih seperti balloning maka
sisa-sisa urin mudah terjebak di bagian dalam prepusium dan tempat yang baik
bagi pertumbuhan bakteri, maka berakibat terjadi infeksi saluran kemih (ISK) 2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Penis


Penis terdiri dari korpus penis, glans penis, sulkus koronal glans penis, dan
prepusium. Prepusium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang
menutupi glans penis. Normalnya, kulit prepusium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidak dapat ditarik kebelakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi
proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis
bagian dalam prepusium sehingga akhirnya kulit prepusium terpisah dari glans
penis.6,7
Pada penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang
korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut
korpus spongiosa. Kedua korpus kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang
disebut tunika albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan diluarnya
ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.8,9
Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut
sinusoid. Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi
untuk menghasilkan ereksi. Korpus kavernosa diperdarahi oleh arteriol yang
disebut arteria helicina. Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel.
Sinusoid tersebut berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang
mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan
darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.7,8
Penis dipersarafi oleh 2 jenis saraf yakni saraf otonom (para simpatis dan
simpatis) dan saraf somatik (motoris dan sensoris). Saraf-saraf simpatis dan
parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis
(sumsum tulang belakang). Khusus pada saraf otonom parasimpatis ke luar dari
medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4,
sebaliknya saraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th11
sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus
kavernosa. Saraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot-otot

3
polos. Saraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls
(rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada
badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang
menyatu dengan saraf-saraf lain yang membentuk nervus pudendus. Saraf ini juga
berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang) melalui kolumna
vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri atau bersama
sama melalui saraf-saraf diatas akan menghasilkan ereksi penis.7,8

Gambar 2.1 Anatomi Penis

Vaskularisasi untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi
arteriapenis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni
ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau
arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus
spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi
arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek
atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami
relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar
dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid.
Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi. Sebaliknya darah yang

4
mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica
albugenia. Saat sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya
darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi
tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena
dorsalis profunda lalu ke luar dari korpora kavernosa pada rongga penis ke sistem
vena yang besar.4

2.2 Definisi Fimosis


Fimosis adalah suatu kelainan prepusium penis yang tidak dapat diretraksi
(ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis merupakan penyempitan
ujung prepusium yang biasanya disebabkan oleh fibrosis tepi prepusium akibat
radang seperti balanopostitis atau setelah sirkumsisi yang tidak sempurna. Pada
fimosis, prepusium melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya
lubang saluran kencing, sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa
kesakitan pada saat buang air kecil.1,3,6

2.3 Klasifikasi Fimosis


a. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo phimosis) timbul
sejak lahir. Fimosis ini bukan
disebabkan oleh kelainan anatomi
melainkan karena adanya faktor
perlengketan antara kulit pada penis
bagian depan dengan glans penis
sehingga muara pada ujung kulit
kemaluan seakan-akan terlihat
Gambar 2.2 Fimosis Kongenital sempit. Sebenarnya merupakan
kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit prepusium
selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada
saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan
faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi
antara glans penis dan lapis bagian dalam prepusium sehingga akhirnya kulit
prepusium terpisah dari glans penis.

5
b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)
timbul kemudian setelah lahir.
Fimosis Patologis
didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk
menarik preputim setelah
sebelumnya yang dapat
ditarik kembali. Fimosis ini
Gambar 2.3 Balanitis Xerotica Obliterans
disebabkan oleh sempitnya
muara di ujung kulit kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan
kebersihan (higiene) yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit
prepusium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit prepusium
(forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit prepusium yang
membuka. Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis
(prepusium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh Balanitis
Xerotica Obliterans (BXO).8

Gambar 2.4 A.Fimosis Fisiologis; B.Fimosis Patologis

2.4 Patofisiologi
Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel
antara prepusium bagian dalam dengan glans penis. Ereksi penis yang terjadi
secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium
menjadi retraktil dan tidak dapat ditarik kearah proksimal. Jadi seiring dengan
bertambahnya usia fimosis fisiologis akan hilang. 6-9

6
Higienitas yang buruk pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis atau
balanophostitis berulang yang mengarah terbentuknya scar pada orificium
prepusium dapat mengakibatkan fimosis patologis. Retraksi prepusium secara
paksa juga dapat mengakibatkan luka kecil pada orificio prepusium yang dapat
mengarah ke scar dan berlanjut menjadi fimosis. Pada orang dewasa yang belum
berkhitan memiliki risiko fimosis sekunder karena kehilangan elastisitas kulit. 6-9
Pada kasus fimosis, lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga
tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat, kadang
hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan
terjadi fenomena balloning dimana prepusium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran urin yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung
prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning
maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam prepusium. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya infeksi.6-9
Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang
memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan
prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang
membentuk semacam lembah di bawah korona glans penis (bagian kepala penis
yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat, debris atau
kotoran, sel mati dan bakteri. Kotoran ini mudah dibersihkan bila tidak
terjadi fimosis, namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan
karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah
perlekatan prepusium dengan glans penis, debris dan sel
mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan. 6-9

Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini
terjadi peradangan pada permukaan prepusium dan glans penis. Terjadi
pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan
prepusium.6-9

2.5 Manisfestasi Klinis


1. Menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan dapat
menimbulkan retensi urin. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang

7
keluar terlebih dahulu masuk ke ruang antara prepusium dan glans penis
yang akan teregang membentuk kandung sebelum keluar melalui
muaranya yang sempit.
2. Gangguan aliran urin berupa sulit BAK, pancaran urin mengecil, kadang-
kadang menetes atau memancar dengan arah yang tidak diduga.
3. Biasanya bayi/anak menangis dan mengejan saat buang air kecil karena
timbul rasa sakit.
4. Higiene lokal yang kurang bersih dapat menyebabkan terjadinya infeksi
pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis), atau infeksi
pada glans dan prepusium penis (balanopostitis). Balanopostitis sukar
sembuh karena tindak hygiene biasa untuk membersihkan glans dan
permukaan dalam prepusium tidak dapat dilakukan.
5. Kadang pasien dibawa berobat oleh orangtuanya karena ada benjolan
lunak di ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan
smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel
mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada di dalamnya. 1,6

2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan berupa ujung kemaluan
menggembung saat buang air kecil, adanya gangguan aliran urin berupa pancaran
urin mengecil, bayi yang menangis dan mengejan saat buang air kecil karena
timbul rasa sakit, serta manifestasi klinis fimosis lainnya. 1,6
Pada pemeriksaan fisik kasus fimosis, dapat ditemukan kulit yang tidak
dapat diretraksi melewati gland penis, korpus smegma, inflamasi pada prepusium
atau pada glans penis. Pada fimosis fisiologis, bagian preputial orifice tidak ada
luka dan terlihat sehat, sedangkan pada fimosis patologis terdapat jaringan fibrus
berwana putih yang melingkar. 1,6
Pemeriksaan penujang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
komplikasi yang disebabkan oleh fimosis, infeksi saluran kemih (ISK).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap

8
untuk mengetahui adanya peningkatan kadar White Blood Cell (WBC), yang
berarti ada proses infeksi dalam tubuh. Pemeriksaan yang lain, yaitu Urinaysis
(UL) untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada urin, apabila terdapat
infeksi, WBC dan bakteri yang normalnya negatif pada urin menjadi positif. 1,6

2.7 Penatalaksanaan1,8,9,10
1. Terapi Konservatif
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-
0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari. Tetapi ini tidak dianjurkan untuk bayi
dan anak anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan
untuk usia sekitar 3 tahun.
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
fimosis, karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika
obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3
atau 4 kali per hari. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu,
prepusium dapat diretraksi spontan.
Pada kasus dengan komplikasi, seperti infrksi saluran kemih yang berulang
atau balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan
tanpa memperhitungkan usia pasien.

Tabel 2.1 Pengobatan Topikal

2. Terapi Operatif
Tindakan operatif yang dipilih adalah sirkumsisi. Indikasi medis utama
dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.
Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung

9
prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis
atau balanitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada
balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi. Bila
ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang
disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda.
Prosedur Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara
memotong prepusium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang
penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan
kekanan sejajar sulkus koronarius. Langkahnya:
1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi
2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis
melingkar. Bila perlu tambahkan juga pada daerah prepusium yang
akan dipotong dan daerah ventral.
4. Tunggu 3 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan
mencubitkan pinset
5. Bila didapati fimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang
prepusium, lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde
atau klem sampai seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan.
6. Jepit kulit prepusium sebelah kanan dan kiri garis median bagian
dorsal dengan 2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah
ventral. (Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke
distal).
7. Gunting prepusium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem)
kira-kira sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius
(dorsumsisi),buat tali kendali. kulit Prepusium dijepit dengan klem
bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher.
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11) ke ujung distal sayatan (jam 12
dan 12). Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong
menuju frenulum di distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak
meruncing (huruf V), buat tali kendali).

10
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang
disiapkan.
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang
banyak ada di frenulum) siap untuk dijahit. Penjahitan dimulai dari
dorsal (jam 12), dengan patokan klem yang terpasang dan jahitan
kedua pada bagian ventral (jam 6). Tergantung banyaknya jahitan yang
diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat melingkar pada jam 3,6,9,12 dan
seterusnya.
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester.
Lubang uretra harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin
Komplikasi dari sirkumsisi termasuk:
1. Sepsis
2. Amputasi dari glans penis
3. Pemotongan berlebih dari prepusium
4. Fistel uretrokutan.
Kontraindikasi untuk sirkumsisi antara lain:
1. Hipospadia
2. Chordee tanpa hipospadia
3. Micropenis
4. Deformitas dorsal penis
2.8 Komplikasi6
1. Ketidaknyamanan atau nyeri saat berkemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian
terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Infeksi pada pada glans penis (balanitis), prepusium(postitis), atau
keduanya (balanopostitis)
5. Infeksi saluran kemih (ISK)
2.9 Diagnosis Banding 1,5,7
Parafimosis
Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium penis yang
diretraksi sampai ke sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan

11
semula dan menimbulkan jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius.
Jika prepusium tidak secepatnya dikembalikan ketempat semula,
menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial, sedangkan aliran arteri
tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan
nyeri. Jika dibiarkan bagian penis di sebelah distal jeratan makin membengkak
yang akhirnya bias mengalami nekrosis glans penis, warnanya akan menjadi
biru atau hitam dan glans penis akan terasa keras saat di palpasi.

Gambar 2.5 Parafimosis

Balanopostitis
Balanitis adalah istilah untuk peradangan glans penis. Postitis
didefinisikan sebagai peradangan prepusium. Balanopostitis merupakan suatu
kondisi dimana terjadi peradangan pada glans penis dan prepusium, hal ini
umumnya terjadi pada 4-11% anak laki-laki yang tidak disunat. Etiologinya
tidak jelas dan tidak ada penyebab yang diidentifikasikan dalam banyak kasus,
walaupun dapat terjadi karena infeksi, trauma mekanis, iritasi kontak dan
alergi.2
Terapi balanopostitis adalah berupa termasuk meningkatkan kesehatan
dengan retraksi prepusium secara lembut, mandi dan membersihkan
prepusium. Salep topikal dan antibiotik oral diinsikasikan jika dicurigai
balanopostitis akibat bakteri akut. Group A beta hemolitik streptokokus
merupakan bakteri penyebab umum terjadinya balanopostitis, sefalosporin
generasi pertama dan penisilin telah biasa dianjurkan sebagai pengobatannya.2

12
Gambar 2.6 Balanopostitis

Balanitis Xerotica Obliterans


Balaniotias xerotica obliterans, yang dikenal dengan liken sclerosus
adalah kondisi kulit yang menyebabkan infiltratif fimosis patologis dan lesi
diujung prepusium. Penyebab umum terjadinya pada masa pubertas dan lesi
jarang terjadi pada anak laki-laki dibawah umur 5 tahun. Gejala klinsinya
yaitu ketidakmampuan untuk retraksi prepusium, ketidaknyamanan saat
berkemih dan sesekali terdapat tanda obstruktif minor.2
Diagnosis dapat dilakukan dengan biopsi, yang menunjukkan
hiperkeratosis dengan palk folikular, atrofi stratum spinosum malpigi dengan
degenerasi hidropik sel basal, limfadema, hyalinosis, dan homogenisasi
kolagen pada dermis bagian atas, dan infiltrasi inflamasi pada pertengahan
dermis.1
Terapi dengan menggunakan steroid pada balanitis xderotic obliterns
masih belum jelas, meskipun steroid topikal telah terbukti efektif 80% sebagai
pengobatan fimosis fisiologis. Secara histologis dievaluasi pengguanaan
steroid topikal BXO, dan menyimpulkan bahwa pengobatan steroid cenderung
efektif bila mekanisme inflamasi aktif dan kerusakan jaringan yang
irreversibel belum terjadi, sedangkan pada akhir penyakit ketika dimana
perubahan yang irreversibel seperti degenerasi yang buruk dan atrofi kulit
kelamin, pengobatan tidak efektif dan hanya memperlambat perburukan
penyakit.1
Pengobatan yang dianjurkan BXO adalah dengan sirkumsisi, sirkumsisi
dapat menghapus semua jaringan yang terkena. Preputioplasty tidak
dianjurkan karena proses inflamasi dapat berulang. Sisa lesi pada glans penis

13
dapat sembuh dengan dilakukan sirkumsis. Steroid topikal pasca operasi dapat
mengurangi resiko restenosis.

Gambar 2.7 Balanitis Xerotica Obliterans

2.10 Prognosis
Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan
ditangani dengan tepat. Tidak ada catatan aspek jangka panjang pada fimosis
fisiologis. Jika terjadi setelah pubertas pada saat memasuki hubungan seksual,
bagaimanapun dapan menyebabkan gangguan aktivitas seksual.

14
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Kadek Adi Wiratama

Umur : 7 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Suwug

Agama : Hindu

Tanggal pemeriksaan : 22 Juni 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan utama

Nyeri saat kencing

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Buleleng dengan keluhan


nyeri saat kencing. Ibu pasien mengatakan keluhan sudah sejak kurang
lebih 2 minggu yang lalu. Dikatakan setiap kencing penis terlihat
menggelembung. Tidak ada riwayat demam dan tumbuh kembang anak
terlihat normal.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.


Riwayat alergi, asma dan kejang disangkal.

15
Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya.

Riwayat Penyakit di keluarga:

Anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang


sama seperti pasien. Riwayat alergi serta penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes atau asma disangkal pasien.

Riwayat Sosial :

Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Tinggal bersama


kedua orang tua dan saudaranya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present

KU : baik

Nadi : 84x/menit

RR : 20x/menit

Tax : 36,6 C

BB : 25 kg

TB : 115 cm

Status general

Kepala : normochepali

Mata : anemia -/- , ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

hiperemi konjungtiva -/-

Thorax : Cor S1S2 tunggal regular murmur(-)

Pulmo: Vesikuler +/+, Rales -/-, Wheezing -/-

16
Abdomen : distensi (-), nyeri tekan (-) meteorismus (-) BU (+) normal

Extremitas : ektremitas atas dan bawah, hangat, edema (-), CRT < 2
detik

Genitalia : penis terlihat menggembung, prepusium menutup tidak


bisa diretraksi

17
3.4 Diagnosis Kerja

Fimosis

3.5 Rencana Diagnostik:

Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium : DL, UL
- Rontgen P/A

3.6 Terapi

- Sirkumsisi

3.8 Prognosis
Ad vitam : Dubius ad bonam
Ad functionam : Dubius ad bonam
Ad Sanationam : Dubius ad bonam

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien, laki-laki usia 7 tahun, datang dengan keluhan nyeri saat kencing
dan penis yang menggembung. Pada pemeriksaan fisik terlihat prepusium
menutup dan tidak bisa di retraksi. Pada kasus fimosis pasien biasanya datang
dengan keluhan kesulitan saat kencing dan penis yang menggelembung saat
berkemih. Normalnya, kulit prepusium selalu melekat erat pada glans penis dan
tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia
dan pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara
glans penis dan lapis bagian dalam prepusium sehingga akhirnya kulit prepusium
terpisah dari glans penis. Sedangkan pada fimosis lubang prepusium sempit
bahkan menutup ujung gland penis. Hal ini menyebabkan prepusium tidak bisa
diretraksi dan menyebabkan penis menggelembung atau disebut fenomena
ballooning dimana terjadi desakan pancaran urin yang tidak diimbangi
besarnya lubang di ujung prepusium.
Pasien ini didiagnosis dengan fimosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yaitu pasien merupakan anak laki-laki usia 7 tahun, keluhan nyeri kencing
dan penis menggelembung, didapatkan prepusium menutup tidak bisa diretraksi.
Berdasarkan teori untuk menegakkan diagnosis fimosis didapatkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis :
- ujung kemaluan menggembung saat buang air kecil
- gangguan aliran urine
- bayi yang menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.
Pemeriksaan fisik :
- kulit tidak bisa diretraksi melewati gland penis
- Korpussmegma
- inflamasi pada prepusium atau pada glans penis.
Terapi untuk kasus fimosis terdiri dari terapi konservatif dan terapi operatif.
Terapi konservatif berupa pemberian antibiotika topical dengan indikasi adanya

19
komplikasi berupa infeksi saluran kemih. Untuk terapi operatif bisa dilakukan
preputiaplasty dan sirkumsisi. Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi,
menggelembungnya ujung prepeusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai
dengan infeksi postitis atau balanitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi. Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan sirkumsisi, yaitu
tindakan memotong atau menghilangkan sebagian prepusium sehingga glan penis
menjadi terbuka. Sebelum dilakukan tindakan sirkumsisi, pada pasien ini
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemerikaan
laboratorium darah lengkap dan urin, serta foto rontgen dada. Pemeriksaan darah
dan urin digunakan untuk mengetahui apakah ada komplikasi berupa infeksi.
Selain itu pemeriksaan tersebut ditambah dengan foto rontgen juga digunakan
untuk persiapan operasi.
Secara umum prognosis fimosis baik, semakin baik bila cepat didiagnosis dan
ditangani dengan tepat.

20
BAB V
KESIMPULAN

Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat
diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis terjadi
penyempitan pada ujung prepusium. Kelainan ini menyebabkan bayi atau anak
sulit berkemih, sehingga prepusium menggelembung seperti balon. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit BAK, pancaran urin mengecil,
menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan
retensi urin. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi
pada prepusium(postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada
glans dan prepusiumpenis (balanopostitis).
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
fimosis karena dapat menimbulkan luka dan terbentuknya sikatrik pada ujung
prepusium. Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya
ujung prepeusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi
postitis atau balanitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya
pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi.

Pasien laki-laki usia 7 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD Buleleng


dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan penis menggelembung. Pada
pemeriksaan didapatkan prepusium menutup tidak bisa diretraksi ke proksimal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan fimosis
dan rencana penatalaksanaannya adalah dilakukan sirkumsisi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung


Seto; 2009.
2. Santoso A. Fimosis`dan Parafimosis. Tim Penyusun Panduan
Penatalaksanaan Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli
Urologi Indonesia; 2005.
3. McGregor TB, Pike JG, Leonard MP. PhimosisA Diagnostic Dilemma?.
The Canadian Journal of Urology 2005;12(2):2598:2602.
4. Yang C, Liu X, Wei GH. Foreskin development in 10421 Chinese boys
aged 0-18 years. World J Pediatr 2009;5(4):312-315.
5. Hayashi Y, et al. Prepuce: Phimosis, Paraphimosis and circumcision.
Departement of Nephro-urology, Nagoya city University graduate school
of Medical sciences, Japan. The scientific world journal (2011) 11, 289-
301 TSW Urology. ISSN 157-744X; DOI 10.1100/tsw.2011.31
6. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki.
Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta: EGC, 2004. p 801
7. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smiths General Urology. Sixteen
edition. USA: Appleton and Lange; 2004.
8. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision
for phimosis and other medical indications in Western Australian boys".
Med. J. Aust. 178 (4): 1558; 2003.
9. Brunicardi FC, et al. Schwartzs Principle of Surgery Eight Edition
Volume 2. USA: Mc Graw Hill.
10. Van Howe RS. Cost-effective Treatment of Phimosis. Pediatrics
1998;102;e43.

22

Anda mungkin juga menyukai