PENDAHULUAN
Lebih dari 90% sindrom koroner akut disebabkan oleh gangguan dari plak
arterosklerosis yang diikuti dengan agregasi platelet dan pembentukan trombus
intrakoroner. Trombus yang terbentuk menyebabkan penyempitan oklusi berat
atau total dan gangguan aliran darah yang mengakibatkan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung.1 Akibat dari
ketidakseimbangan tersebut, terjadi nekrosis miokard yang berkembang cepat
sehingga menyebabkan infark miokard. Lokasi dan luasnya miokard infark
bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral.2 Jika trombus
mengobstruksi total pembuluh darah koroner, maka dapat terjadi iskemia berat
dan nekrosis dalam jumlah besar yang dapat bermanifestasi sebagai infark
miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI).1
Sindrom koroner akut merupakan suatu masalah kardiovaskuler yang
utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian
yang tinggi.2 Data WHO pada tahun 2007 menyatakan serangan jantung
merupakan penyebab kematian nomor satu pada individu berusia lebih dari 40
tahun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Diagnosis infark miokard
didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri
dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan pertanda
biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan
aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q
yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Pada nekrosis otot
1
jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke
2
Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk
SKA. Beberapa stratifikasi risikko yang digunakan adalah TIMI (Thrombolysis in
Myocardial Infarction), dan Grace (Global Registry of Acute Coronary Events),
sedangkan CRUSADE (Can Rapid risk stratification of Unstable Angina Patients
Supress Adverse outcomes with Early implementation of the ACC/AHA guidelines)
digunakan untuk menstratifikaasi risiko terjadinya pendarahan.2
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit STEMI (ST-Elevation
Myocardial Infarction).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
STEMI (ST-Elevation Myocardial Infarction) serta melakukan
penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan
prognosis yang baik.
1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang STEMI (ST-
Elevation Myocardial Infarction).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai STEMI
(ST-Elevation Myocardial Infarction).
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikuler posterior di sebelah
benlakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior.7
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium,
terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium viseral dan perikardium parietal.
Permukaan jantung yang diliputi oleh perikardium viseral lebih dikenal sebagai
epikardium, yang meluas sampai beberapa sentimeter diatas pangkal aort dan
arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk (refleksi) menjadi
perikardium parietal sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan bening
licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah. Pada orang normal
jumlah cairan perikardium adalah sekitar 10-20 ml.7
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel
kanan dan kiri. Bagian kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan
berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium
kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan
darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari
atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk
memompakan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Oleh yang demikian
dinding ruang ventrikel lebih tebal dari dinding ruang atrium. 7
Antara atrium, ventrikuler dan pembuluh darah besar yang keluar dari
jantung terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrio-ventrikuler dan katup
semiluner. Bentuk katup semiluner aorta dan pulmonal adalah sama. Kedua katup
ini terletak pada alur keluar dari masing-masing ventrikel dengan katup pulmonal
yang terletak lebih antero-superior dan agak ke kiri. Aliran darah yang melewati
katup mitral atau trikuspid diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus,
daun katup, korda tendinea, otot papilaris dan otot ventrikel. Katup mitral terdiri
dari daun katup mitral anterior dan katup mitral posterior. Sedangkan katup
trikuspid terdiri dari 3 daun katup yang ukurannya tidak sama, yaitu katup
anterior, septal dan posterior. 7
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi derah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner, Saraf parasimpatis terutama
5
memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan serabut-
serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke dala ventrikel kiri. 7
Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah
koroner utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari
sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan di belakang arteri pulmonal
sebagai arteri koroner kiri utama (LMCA=left main coronary artery) sepanjang 1-
2cm kemudian bercabang menjadi arteri sirkumfleks (LCx=left circumflex artery)
dan arteri desendens anterior kiri (LAD=left anterior descendens artery). Arteri
sirkumfleks berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah atau
mengelilingi permukaan posterior jantung sedangkan arteri desenden anterior kiri
berjalan pada sulkus inter-ventrikuler sampai ke apeks. 7
6
Setelah keluar dari sinus valsalva aorta, arteri koroner kanan (RCA=right
coronary artery) berjalan didalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah
mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan (right atrial
anterior branch) yang memperdarahi nodus sino-atrial dan arteri desenden
posterior kanan (PDA=posterior descending coronary artery) yang mendarahi
nodus atrio-ventrikuler. 7
Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner
yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk kedalam atrium
kanan melalui sinus koronarius. Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3
kelompok pleksus, yaitu subendokardial, miokardial, subepikardial. Penampungan
cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus
subepikardial, dimana pembuluh-pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus
yang berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian akan meninggalkan jantung
di depan arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava
superior dan arteri inominata.7
2.2.1. Definisi
Sindroma koroner akut (SKA) mengacu pada spektrum presentasi klinis
mulai dari infark miokard elevasi ST-segmen sampai presentasi yang ditemukan
pada infark miokard Non-elevasi ST-segmen (NSTEMI) atau angina yang tidak
stabil. Hal ini hampir selalu dikaitkan dengan ruptur plak aterosklerotik dan
trombosis secara parsial atau total dari arteri terkait infark.8
7
Non modifiable risk factor :2,3,10
1. Usia
Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya
umur, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat
keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk
penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55
tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65
tahun.
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan. Hal ini diduga
karena adanya faktor hormonal seperti estrogen yang melindungi wanita.
Walaupun setelah menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit
jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki- laki akibat
penyakit jantung.
3. Ras/Suku
Insidensi kematian pada PJK pada orang Asia yang tinggal di inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat
pada ras Apro-Karibia.
1. Merokok
Peran rokok dalam PJK, antara lain menimbulkan aterosklerosis,
peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi, peningkatan tekanan darah, pemicu
aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam
sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibandingkan individu yang tidak
merokok.Hal tersebut dapat terjadi karena rokok mengandung nikotin dan karbon
monoksida yang dapat mengurangi HDL dalam darah dan meningkatkan LDL
dalam darah sehingga merusak dinding arteri.
8
2. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang secara tidak langsung
akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang
pada akhirnya meningkatkan kebutuhan jantung.
3. Kolestrol LDL
Kolestrol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung.
Kolestrol akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner.
Jika hal tersebut terus berlangsung, maka akan terbentuk plak sehingga pembuluh
arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan
mengalami aterosklerosis.
4. Obesitas
Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolestrol total
dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Perubahan- perubahan ini
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.
2.2.3. Klasifikasi12
Umumnya terdapat 3 tipe ACS, yaitu ST elevasi Miokard Infark (Q-wave),
Non-ST elevasi Miokard Infark (non-Q wave), Unstable angina (UA). STEMI
dan Non-STEMI secara tipikal dikarakteristikan dengan peningkatan dan/atau
penurunan pada biomarker injury myocyte.
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.
9
Gambar 2.3. Perbedaan Antara STEMI, NSTEMI dan UAP
2.2.4. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard).5,11,12
Bila arteri left anterior descending yang oklusi, infark mengenai dinding
anterior ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri left circumflex yang
oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri
koroner kanan yang oklusi, infark terutama mengenai dinding inferior dari
ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel kanan.7
Merokok dapat merangsang proses arterosklerosi karena efek langsung terhadap
dinding arteri. Karbon monoksid dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri,
nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan
10
glikoprotein tembakau dapaat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.
Hipertensi dapat merangsang terjadinya arterosklerosis karena tekanan tinggi ini
dapat menyebabkan beban tekanan pada dinding arteri.Diabetes melitus
menybabkan gangguan lipoprotein. Ini diduga sebagai penyebab gangguan
vaskuler berupa mikroangiopati. Kegemukan sendiri bukan faktor resiko yang
berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lain 7
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis dua
sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan
menunggu hasil peningkatan marker jantung.6,11,12
11
ST pada lead yang merekan aktivitas listrik pada regio miokardium yang
terlibat.13
2.3.2. Diagnosis2,9,10
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat
nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik
dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke
leher, rahang bawah atau lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG
perlu dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan STEMI. Diagnosis STEMI
perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12
sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk mendukung
penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal pada pasien dengan
tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan
perlunya tindakan segera.
2.3.2.1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa
rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia.
12
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia miokard
(nyeri dada nonkardiak):
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
13
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus
dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi
iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan
terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
memikirkan diagnosis banding SKA.2
14
Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan
permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali
jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan
elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplit)
baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi.
Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera
mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Sadapan dengan deviasi ST segmen Lokasi iskemik atau infark
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, Avl Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V$R Ventrikel kanan
15
1. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan
CKMB
2. Troponin T : ada 2 jenis yaitu Troponin T dan Troponin I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam. Enzim cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan
cTn I setelah 5-10 hari.
16
2.3.4. Tatalaksana
2.3.4.1. Tatalaksana dan Langkah Awal
Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera
menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan
selanjutnya. Yang dimaks ud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan
pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau
marker jantung.14,15
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. 14,15
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <90% atau yang mengalami distress respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien
STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, atau
Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor
ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti.
17
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
18
mampu memberikan pelayanan IKP primer harus dapat memberikan pelayanan
setiap saat (24 jam selama 7 hari) serta dapat memulai IKP primer sesegera
mungkin di bawah 90 menit sejak panggilan inisial.2
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam
penanganan pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi segala penundaan yang
terjadi dan berusaha untuk mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut
ini:
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama 10
menit
2. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi
reperfusi:
Untuk fibrinolisis 30 menit
Untuk IKP primer 90 menit (60 menit apabila pasien datang
dengan awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah
sakit yang mampu melakukan IKP)2
2.3.4.2. Terapi Referpusi2,10,16
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan
untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi
segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga)
baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila
terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung,
bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan
perubahan EKG tampak tersendat.2
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada
tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung
pilih terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian
(baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih
dari 2 jam. Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah
fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat
dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP. 2
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120
menit dari waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien
19
dengan gagal jatung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila
diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien datang
dengan awitan gejala yang telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan
angioplasti balon untuk IKP primer. Pasien yang akan menjalani IKP primer
sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan
penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi, disertai dengan
antikoagulan intravena. Aspirin dapat dikonsumsi secara oral (160-320 mg).
Pilihan penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan antara lain:
1. Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua
kali sehari)
2. Atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading
600 mg diikuti 150 mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau
dikontraindikasikan.
Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer. Pilihannya:
1. Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP
IIb/IIIa rutin) harus digunakan pada pasien yang tidak mendapatkan
bivarlirudin atau enoksaparin.
2. Enoksaparin (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP IIb/IIIa) dapat
lebih dipilih dibandingkan heparin yang tidak terfraksi.
3. Fondaparinuks tidak disarankan untuk IKP primer.
4. Tidak disarankan menggunakan fibrinolisis pada pasien yang
direncanakan untuk IKP primer.
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada
tempat-tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu
yang disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam
sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer
tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak
medis pertama. 2
Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala)
dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu
dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon
lebih dari 90 menit. 2
20
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekplase, alteplase, reteplase) lebih
disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin
(streptokinase). Aspirin oral atau intravena harus diberikan. Clopidogrel diberikan
sebagai tambahan untuk aspirin. Antikoagulan direkomendasikan pada pasien
STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan)
atau selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari. 2
Pemindahan pasien ke pusat pelayanan medis yang mapu melakukan IKP
setelah fibrinolisis diindikasikan pada semua pasien. Angiografi emergensi
dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi diindikasikan untuk gagal
jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisi inisial. Jika memungkinkan,
angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada arteri yang
mengalami infark) diindikasikan setelah fibrinolisis yang berhasil. 2
21
Jenis-jenis obat fibrinolitik adalah :2,10
1. Streptokinase : Regimen 1,5 juta unit dilarutkan dalam 100 NaCl 0,9% atau
dekstrose 5% diberikan dalam 1 jam. Terapi dinyatakan berhasil bila dijumpai
VES (ventricular extrasystole) pada pantauan elektrokardiografi yang
menandakan lisisnya tromboemboli.
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA) : Dosisnya 15 mg IV bolus dilanjutkan 0,75
mg/kgBB selama 30 menit, kemudian 0,5 mg/kgBB selama 60 menit. Penggunaan
tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang telah mendapatkan
streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap streptokinase, hipotensi
(TDS < 90 mmHg).
22
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan
penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati
50%. Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung 18
mmHg. Selain itu, diuresis biasanya 90 mmHg. Syok kardiogenik biasanya
dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada
infark ventrikel kanan. Gambaran klinis penderita ini adalah hipotensi
disertai keringat dingin, akral dingin, gelisah dan keadaan memburuk terus
sampai tekanan darah tidak terukur. Baik mortalitas jangka pendek maupun
jangka panjang tampaknya berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri
awal dan beratnya regurgitasi mitral.
23
Gambar 2.6. Klasifikasi KILLIP
24
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
ANAMNESIS
Autoanamnesis Alloanamnese
25
- Riwayat sesak napas pada malam hari hingga terbangun disangkal oleh
pasien. Riwayat sesak karena cuaca, debu, atau alergen lainnya tidak
dijumpai.
- Keluhan kaki bengkak atau perut membesar tidak dijumpai pada pasien.
- Demam dan batuk pada malam hari disangkal oleh os.
- Pasien juga mengaku merokok 15 tahun dengan 1-2 bungkus/hari
- Riwayat darah tinggi dijumpai 3 tahun ini, dengan tensi tertinggi 200
mmHg, namun tidak rutin minum obat. Riwayat sakit gula dan kolestrol
tinggi disangkal.
Status Presens:
KU : Sedang Kesadaran : CM
TD : 150/70 mmHg HR : 100x/i, reguler
RR : 24 x/i Suhu : 36, 10C
Sianosis : (-) Ortopnu : (-) Dispnu : (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Trakea medial, TVJ R+2 cmH2O
Dinding toraks Batas Jantung
Inspeksi : Simetris fusiformis Atas: ICS II LMCS
Palpasi : SF kanan = kiri Kiri:1cm medial LMCS ICS V
Perkusi : Sonor pada kedua Kanan: LPSD ICS V
Lapangan paru Bawah: Diafragma
26
Auskultasi
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) regular gallop (-)
Murmur (-) Tipe : - Grade :-
Punctum maximum : - Radiasi : -
Paru : Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan :-
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : Tidak teraba
Asites (-)
Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat (+/+)
Elektrokardiografi
27
Interpretasi Rekaman EKG
Irama: Sinus ritme, QRS rate 93 x/menit, Axis: Normoaxis; P wave (+) durasi
0,08 detik, PR interval 0,20 detik ; QRS normal durasi 0,10 detik; ST elevasi di
lead II, III, aVF; T inversi di lead III, aVF; LVH (-) ; VES (-)
Kesan EKG : Sinus Rhitem + STEMI inferior
28
Hasil Laboratorium (18-11-2017)
Darah Lengkap
Hb : 15,4 g/dL (13-18)
Eritrosit : 5,15 juta /L (4,50-6,50)
Leukosit : 17.360/L (4000-11000)
Hematokrit : 46% (39-54)
Trombosit : 216 x 103/L (150 000-450 000)
MCV : 88 fl (81-99)
MCH : 29,9 pg (27,0 31,0)
MCHC : 33,8 g/dl (31.0 37.0)
RDW : 13,5 % (11,5 14,5)
MPV : 11,0 fL (6,5 9,5)
PCT : 0,240 % (0,100 0,500)
PDW : 12,9 % (10,0 -18,0)
Hitung jenis
Neutrofil : 81,40% (50,00 70,00)
Limfosit : 10,30% (20,00 40,00)
Monosit : 8,20% (2,00 8,00)
Eosinofil : 0,00% (1,00 3,00)
Basofil : 0,10% (0,00 1,00)
Metabolisme Karbohidrat
KGD puasa : 126 mg/dl (70-105)
KGD 2 jam PP : 123 mg/dL (76-140)
Hb-A1c : 6.2 % (4.0-6.0)
Lemak
Kolesterol total :187 mg/dL (<200)
Trigliserida :126 mg/dL (<150)
Kolesterol HDL :37 mg/dL (>40)
Kolesterol LDL :113 mg/dL (<160)
Elektrolit
Natrium (Na) : 134 mEq/L (135-155)
Kalium (K) : 4,5 mEq/L (3,6-5,5)
29
Klorida (Cl) : 102 mEq/L (96-106)
Enzim Jantung
CK-MB : 282 U/L (< 24)
Ginjal
BUN : 14 mg/dL (8-26)
Ureum : 30 mg/dL (18-55)
Kreatinin : 1,04 mg/dL (0,7-1,3)
Kimia Klinik
Troponin I : 29,64 ng/mL (<0,1)
Diagnosa kerja : STEMI inferior onset 33 jam Killip I TIMI Risk 4/14
1. Fungsional : Killip I TIMI Risk 4/14
2. Anatomi : Arteri Koroner
3. Etiologi : Arterosklerosis
Diferensial Diagnosis:
1. Perikarditis
2. Diseksi Aorta
Pengobatan:
Bed rest
O2 2-4 L/i via nasal kanul
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i (mikro)
ISDN 3x 5 mg
Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Captopril 3x12,5mg
Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
Inj. Furosemide 20mg/8 jam
Simvastatin 1x40 mg
Inj. Pethidine 25 mg
Clobazam 1x10 mg
Laxadin syr 1 x CI
30
Rencana pemeriksaan lanjutan
- KGD puasa, KGD 2 jam pp, HbA1c, lipid profile
- Cek enzim jantung serial
- EKG serial
- Echocardiography
- Angiografi koroner
Prognosis :
Dubia et bonam
31
BAB 4
FOLLOW UP
Tanggal S O A P Keterangan
19/11/2017 Nyeri Sens = CM STEMI Tirah baring Hasil Lab :
dada(+) TD= 120/80mmhg Inferior O2 4-6 L/i Hb : 15,4
HR = 70x/i onset 33 jam via nasal mg/dl
RR = 22x/i killip I TIMI kanul Eritrosit:5,15
T = 36,4 4/14 IVFD NaCl juta/l,
Kepala ec HHD 0,9% 10gtt/i Leukosit:
Mata=Konjungtiva HT stage I mikro 17360l,
anemis (-/-) Aspilet Trombosit:216
Konjungtiva 1x80mg 000
ikterik (-/-) Clopidogrel Hematokrit:
Leher= trakea 1x75mg 46%
medial,TVJ Inj Neutrofil :
R+2cm H2O furosemide 81,4 %
Thorax 20mg/8 jam Limfosit:
Cor:S1S2(N) ,
Inj lovenox 10,3%
reguler, murmur(- 0,6cc/12jam Monosit:8,2%
),gallop(-)
Captopril Eosinofil:0,00
Pulmonal :
3x12,5mg %
Sp : vesikuler
St : ronki basah ISDN 3x5mg Basofil:0,10%
basal Ureum:30mg/
Abdomen dL
Soepel, BU(+)N Creatinin:1,04
Ekstremitas mg/dL
Akral BUN:14mg/dl
hangat,edema(-/-) Troponin
I:29,64ng/mL
CK-MB:
282U/L
HbsAg:non
reaktif
Anti HCV:non
20/11/2017 Nyeri Sens = CM STEMI Tirah baring Hasil Lab:
dada(-) TD= 114/70mmhg Inferior O2 via nasal KGD
HR = 92x/i onset 33 jam kanul 2-4 L/i sewaktu:
RR = 20x/i killip I IVFD NaCl 126mg/dL
T = 36,4oC TIMI 4/14 0,9% 10gtt/i KGD 2jam
Kepala ec HHD mikro PP:123mg/dL
Mata=Konjungtiva HT stage I Aspilet Kolesterol
anemis (-/-) 1x80mg total:187mg/d
Konjungtiva Clopidogrel
ikterik (-/-)
L
1x75mg Trigliseride:1
Leher= trakea inj
medial,TVJ 26mg/dL
furosemide
R+2cm H2O HDL:37mg/d
20mg/8 jam
L
32
Thorax Inj pethidine LDL:113mg/d
Cor:S1S2(N) , 25 mg (klp) L
reguler, murmur(- Inj lovenox Urinalisa:
),gallop(-) 0,6cc/12jam Warna:kuning
Pulmonal : Captopril keruh
Sp : vesikuler 3x12,5mg Leukosit: +
St : ronki basah ISDN Darah: +
basal 5mg(klp)
Abdomen Inj.
Soepel, BU(+)N Ranitidine
Ekstremitas 50/12jam
Akral Simvastatin
hangat,edema(-/-) 1x40mg
Clobazam
1x10mg
Laxadyne
1xC1
33
BAB 5
DISKUSI KASUS
TEORI DISKUSI
Etiologi
SKA hampir selalu dikaitkan dengan ruptur Pada pasien diduga adanya penyumbatan
plak aterosklerotik dan trombosis secara pada arteri koroner jantung.
parsial atau total dari arteri terkait infark.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini
akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner.
Diagnosis Anamnesis
STEMI KU : Nyeri dada
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, - Telaah : Hal ini dialami oleh os
pemeriksaan fisik, foto toraks, sejak 33 jam sebelum masuk
elektrokardiografi, ekokardiografi, dan rumah sakit. Nyeri dada di
kateterisasi.
rasakan berat dan panas di dada
sebelah kiri dan tembus
Anamnesa
kepunggung, berlangsung >20
Keluhan pasien dengan iskemia miokard
menit disertai keringat dingin dan
dapat berupa dada yang tipikal (angina
mual, nyeri tidak berkurang
tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika dengan isitrahat. Riwayat nyeri
keluhan tersebut ditemukan pada pasien dada yang sama juga dijumpai
dengan karakteristik sebagai berikut : sejak 5 hari saat sedang
1. Pria beraktivitas biasa, namun
2.Diketahui mempunyai penyakit berkurang saat pasien
aterosklerosis non koroner beristirahat. Riwayat sesak napas
3. Diketahui mempunyai PJK
dijumpai sudah 2 hari ini.
4. Mempunyai faktor risiko: umur,
- Untuk keluhan ini, pasien berobat
hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
ke RS Rantau Prapat dan disebut
34
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga. mengalami serangan jantung dan
telah diberi obat di bawah lidah,
Elektrokardiografi obat kunyah 2 tablet dan obat 4
Didapati gelombang ST elevasi pada J point
tablet sekaligus di telan,
dan ditemukan pada 2 sadapan yang
kemudian dirujuk ke RSUP
bersebelahan.
HAM untuk terapi lebih lanjut.
- Riwayat sesak napas pada malam
Marka Jantung
hari hingga terbangun (-).
Pada pasien STEMI didapati peningkatan
marka jantung yaitu CK-MB dan Troponin Riwayat sesak karena cuaca,
I/T. debu, atau alergen lainnya (-).
- Keluhan kaki bengkak (-)
Definitif SKA adalah dengan gejala dan - Demam dan batuk pada malam
tanda: hari (-)
1. Angina tipikal. - Merokok 15 tahun dengan 1-2
2. EKG dengan gambaran elevasi yang
bungkus/hari
diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau
- Riwayat Hipertensi.
inversi T yang diagnostik sebagai keadaan
Status Presens
iskemia miokard, atau LBBB
Kesadaran : CM
baru/persangkaan baru.
TD : 150/70 mmHg
3. Peningkatan marka jantung.
HR : 100 x/i, reguler
RR : 24x/i
Suhu : 36,10C
Status Lokalisata
Kepala : konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi :Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi: SP = Vesikuler (+/+); ST = -/-
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba
Ekstremitas : Superior/Inferior: dbn
35
Pemeriksaan penunjang
EKG : Sinus rhitem + STEMI Inferior
Foto Thorax: Suspek kardiomegali
Lab : CK-MB : 282 U/L
Troponin I:29,64 ng/mL
Penatalaksanaan
Terapi awal adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Bed rest
Aspirin (disingkat MONA), yang tidak O2 2-4 L/i via nasal kanul
harus diberikan semua atau bersamaan.
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i
1. Tirah baring
(mikro)
2. Suplemen oksigen
ISDN 3x 5 mg
3. Aspirin 160-320 mg
4.Penghambat reseptor ADP (adenosine Aspilet 1x80 mg
36
BAB 6
KESIMPULAN
Laporan kasus pasien atas nama Ramadhan, Laki-laki, usia 50 tahun, berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis
dengan STEMI Inferior onset 33 jam killip I TIMI 4/14 ec HHD HT stage I. Selama
dirawat inap pasien diterapi awal dengan :
Tirah baring
O2 via nasal kanul 2-4 L/i
IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
Aspilet 1x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Inj furosemide 20mg/8 jam
Inj pethidine 25 mg (klp)
Inj lovenox 0,6cc/12jam
Captopril 3x12,5mg
ISDN 5mg(klp)
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Simvastatin 1x40mg
Clobazam 1x10mg
Laxadyne 1xC1
37
DAFTAR PUSTAKA
38
12. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in
patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal
2012;33:2569-261
13. ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation Myocardial
Infarction : Task Force on Practice Guidelines A Report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association 2013.
AHA National Center on December 18, 2012. Available at
http://circ.ahajournals.org/content/early/2012/12/17/CIR.0b013e3182742cf
6.citati on
14. Rahmatini, Gestina Aliska, and Masrul Syafri. "OVERVIEW
CHARACTERISTICS AND P2Y12 REACTIVITY UNIT (PRU)
VALUES OF ACUTE CORONARY SYNDROME AGE PRODUCTIVE
PATIENTS WITH CLOPIDOGREL THERAPY." Medical and Health
Science Journal 1.1 (2017).
15. Dharma, Surya, and F. I. H. A. SpJP. "Sistematika Interpretasi EKG
Pedoman Praktis." EGC, 2010
16. Fujino M, Ishihara M, Ogawa H, Nakao K, Yasuda S, Noguchi T, Ozaki
Y, Kimura K, Suwa S, Fujimoto K, Nakama Y. Impact of symptom
presentation on in-hospital outcomes in patients with acute myocardial
infarction. Journal of cardiology. 2017 Jul 31;70(1):29-34
17. Guys SR, Harold LK : Criteria for the diagnosis of acute mi. UpToDate.
2016. Jul 5.
39