Disusun Oleh:
Untung Wiguno
NIM G2A215092
2017
BAB I
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan
sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan
perilaku. (Wahyudi Nugroho, 2002, hal 176). Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat
degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta
mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah laku. (Sylvia, A. Price, 2006, hal
1134).
Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.(Arif
Muttaqin, 2008, hal 364). Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif
yang menyerang sel otak secara progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan
memori, berpikir tingkah laku dan kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65
tahun ke atas.
B. Etiologi
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui.
Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama
mengenai penyebabnya, yaitu :
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang
berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun
sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral
ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.
2. Proses Autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi
reaktif terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu
kompleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-
keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan yang
lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa komplek antigen-antibodi dikatabolisir
oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom.
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat
neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit
aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi
beberapa perubahan patologi yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada
keracunan aluminium. (Arif Muttaqin, 2008, hal 364-365).
C. Patofisiologi
Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran
sulci serebral, penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.Terjadinya penyakit
Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan hilangnya kemampuan
selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di kortikal maupun struktur
subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya produksi neurotransmiter
acethylcoline sampai dengan 75 %.
Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang
mengalami penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.Secara mikroskopik pasien
alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa Neuritic Plague,
Neurofibrillary tangles serta adanya degenerasi granulo vaskuler. Neuritic Plague
mengelilingi sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung amiloid
protein. Penumpukan Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan
penurunan fungsi. Neurofibrillary Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf.
Disamping itu kemungkinan degeneratif sel otak juga terjadi akibat proses metabolisme.
Dimana pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan terjadi penurunan
metabolisme sekitar 25 %. (Tarwoto, 2007, hal 181-182)
D. Manifestasi Klinis
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi
secara bertahap, termasuk :
1. Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat
2. Tidak mampu mengenali objek
3. Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil
4. Lupa mematikan kompor, menutup jendela, atau menutup pintu
5. Suasana hati dan kepribadian dapat berubah
6. Agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat
menimbulkan perilaku yang tidak biasa.
E. Stadium Demensia Alzheimer
Penyakit demensia alzheimer dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu :
1. Stadium awal(masa 1-3 tahun)
Gejala stadium awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau
sebagai bagian normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :
a. Kesulitan dalam berbahasa
b. Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakana
c. Disorientasi waktu dan tempat
d. Sering tersesat di tempat yang biasa dikenal
e. Kesulitan membuat keputusan
f. Kehilangan inisiatif dan motivasi
g. Menunjukan gejala depresi dan agitasi
h. Kehilangan minat dalam hobi dan aktifitas
2. Stadium menengah(masa 3-10 tahun)
Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan gejala
sebagai berikut :
a. Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang
b. Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah
c. Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja
d. Sangat bergantung pada orang lain
e. Semakin sulit berbicara
f. Membutuhkan bantuan untuk membersihkan diri
g. Terjadi perubahan perilaku
h. Adanya gangguan kepribadian
3. Stadium lanjut(masa 8-12 tahun)
Pada stadium ini terjadi :
a. Ketidak mandirian dan inaktif yang total
b. Tidak mengenali anggota keluarga (disorientasi personal)
c. Sukar memahami dan menilai peristiwa
d. Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri
e. Kesulitan berjalan
f. Mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi)
g. Menunjukan perilaku yang tidak wajar di masyarakat
h. Akhirnya bergantung pada kursi roda / tempat tidur
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan:
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa
bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa..
3. CT Scan
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
4. MRI
Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
5. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
6. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
Penurunan aliran darah
Metabolisme O2
Dan glukosa didaerah serebral
Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan
kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi
7. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin.
8. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam
folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.
(http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-
alzheimer/)
G. Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisai seperti:
Pneumonia
Inkontinensia urine dan bowel
Kontraktur
Dekubitus
H. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis
masih belum jelas.
1. Pengobatan Simptomatik
a. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin,
THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan
bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada
organ normal dan penderita Alzheimer.
b. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis.
Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral,
menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu,
didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
e. Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan
dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
(http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-
alzheimer/)
2. Terapi Nonfarmakologi
a. Support nutrisi dan cairan
b. Diet cair atau lunak
c. Fisioterapi
d. Istirahat yang cukup
e. Terapi musik
f. Terapi rekreasi
I. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak
ekstremitas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesa, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada
beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku
aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota
keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama.
Dan riwayat Sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer
pada usia empat puluhan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas.
Diperkirakan 10-30% klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan
sebagai penyakit Alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita hipertensi dan Diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya
komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan
perubahan proses pikir
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat dan perubahan proses pikir.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi
karena perkembangan penyakit
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya
dalam lingkungan
K. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan
memori dengan kriteria hasil :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan
berkurangnya gelisah
Intervensi Rasional
1. Perkenalkan namanya membantu mengingat hal
yang penting atau mendasar
2. Buat jadwal kegiatan Pasien dapat mengingat
kegiatan dan waktu
3. Pajang foto keluarga, mengingat diri dan keluarga
teman, dan rumah
4. Lakukan latihan memori membantu meningkatkan
yang sederhana memori pasien
5. Kaji orientasi pasien mengidentifikasi kemampuan
orientasi pasien
6. Panggil pasien dengan mengingat namanya sendiri
namanya
7. Pemberi perwatan mudah mengingat dan lebih
sebaiknya orang yang sama kooperatif
8. Lakukan pekerjaan yang melatih orientasi pasien
mudah secara rutin
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat dan perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi dengan kriteria hasil :
Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan makan Klien mengalami kesulitan dalam
klien mempertahankan berat badan mereka,
mulut mereka kering akibat obat-obatan
dan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi
karena perkembangan penyakit
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan kriteria hasil :
mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam
dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan
ketidakmampuan
2. Dukung kemampuan koping Kepatuhan terhadap program latihan
dan berjalan membantu memperlambat
kemajuan penyakit
3. Catat ketika klien menyatakan Mendukung penolakan terhadap
terpengaruh seperti sekarat perasaan negatif terhadap gambaran
tubuh
4. Beri dukungan psikologis secara Klien Alzheimer sering merasakan
menyeluruh malu, sehingga klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan
5. Bentuk program aktivitas pada Bentuk program aktivitas pada
keseluruhan hari keseluruhan hari untuk mencegah
waktu tidur yang terlalu banyak yang
dapat mengarah pada tidak adanya
keinginan dan apatis.
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan kriteria hasil :
Injuri dapat dicegah
Tidak terjadi injuri
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan Menetapkan kemungkinan jatuh
keseimbangan berjalan
2. Berikan alat bantu tongkat atau Membantu melakukan pergerakan
kursi roda dan mengurangi resiko jatuh
3. Jelaskan pada pasien setelah Postural hipotensi kemungkinan
bangun tidur tidak langsung terjadi sehingga dapat
melakukan pergerakan mengakibatkan pasien jatuh
4. Penerangan yang cukup dan lantai Mengurangi resiko jatuh
tidak licin
5. Letakkan benda-benda berbahaya Menghindari terjadinya cedera
pada tempat yang aman
6. Letakkan benda-benda pada tempat Tidak membingungkan pasien dan
semula dan hindari merubah-rubah meningkatkan daya ingat
tempat