Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER

Disusun Oleh:

Untung Wiguno

NIM G2A215092

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017
BAB I
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan
sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan
perilaku. (Wahyudi Nugroho, 2002, hal 176). Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat
degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta
mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah laku. (Sylvia, A. Price, 2006, hal
1134).
Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.(Arif
Muttaqin, 2008, hal 364). Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif
yang menyerang sel otak secara progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan
memori, berpikir tingkah laku dan kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65
tahun ke atas.

B. Etiologi
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui.
Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama
mengenai penyebabnya, yaitu :
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang
berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun
sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral
ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.
2. Proses Autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi
reaktif terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu
kompleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-
keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan yang
lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa komplek antigen-antibodi dikatabolisir
oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom.
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat
neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit
aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi
beberapa perubahan patologi yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada
keracunan aluminium. (Arif Muttaqin, 2008, hal 364-365).

C. Patofisiologi
Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran
sulci serebral, penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.Terjadinya penyakit
Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan hilangnya kemampuan
selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di kortikal maupun struktur
subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya produksi neurotransmiter
acethylcoline sampai dengan 75 %.
Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang
mengalami penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.Secara mikroskopik pasien
alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa Neuritic Plague,
Neurofibrillary tangles serta adanya degenerasi granulo vaskuler. Neuritic Plague
mengelilingi sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung amiloid
protein. Penumpukan Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan
penurunan fungsi. Neurofibrillary Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf.
Disamping itu kemungkinan degeneratif sel otak juga terjadi akibat proses metabolisme.
Dimana pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan terjadi penurunan
metabolisme sekitar 25 %. (Tarwoto, 2007, hal 181-182)

D. Manifestasi Klinis
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi
secara bertahap, termasuk :
1. Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat
2. Tidak mampu mengenali objek
3. Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil
4. Lupa mematikan kompor, menutup jendela, atau menutup pintu
5. Suasana hati dan kepribadian dapat berubah
6. Agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat
menimbulkan perilaku yang tidak biasa.
E. Stadium Demensia Alzheimer
Penyakit demensia alzheimer dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu :
1. Stadium awal(masa 1-3 tahun)
Gejala stadium awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau
sebagai bagian normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :
a. Kesulitan dalam berbahasa
b. Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakana
c. Disorientasi waktu dan tempat
d. Sering tersesat di tempat yang biasa dikenal
e. Kesulitan membuat keputusan
f. Kehilangan inisiatif dan motivasi
g. Menunjukan gejala depresi dan agitasi
h. Kehilangan minat dalam hobi dan aktifitas
2. Stadium menengah(masa 3-10 tahun)
Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan gejala
sebagai berikut :
a. Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang
b. Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah
c. Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja
d. Sangat bergantung pada orang lain
e. Semakin sulit berbicara
f. Membutuhkan bantuan untuk membersihkan diri
g. Terjadi perubahan perilaku
h. Adanya gangguan kepribadian
3. Stadium lanjut(masa 8-12 tahun)
Pada stadium ini terjadi :
a. Ketidak mandirian dan inaktif yang total
b. Tidak mengenali anggota keluarga (disorientasi personal)
c. Sukar memahami dan menilai peristiwa
d. Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri
e. Kesulitan berjalan
f. Mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi)
g. Menunjukan perilaku yang tidak wajar di masyarakat
h. Akhirnya bergantung pada kursi roda / tempat tidur
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan:
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa
bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa..
3. CT Scan
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
4. MRI
Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
5. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
6. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
Penurunan aliran darah
Metabolisme O2
Dan glukosa didaerah serebral
Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan
kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi
7. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin.
8. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam
folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.
(http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-
alzheimer/)

G. Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisai seperti:
Pneumonia
Inkontinensia urine dan bowel
Kontraktur
Dekubitus
H. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis
masih belum jelas.
1. Pengobatan Simptomatik
a. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin,
THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan
bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada
organ normal dan penderita Alzheimer.
b. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis.
Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral,
menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu,
didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
e. Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan
dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
(http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-
alzheimer/)
2. Terapi Nonfarmakologi
a. Support nutrisi dan cairan
b. Diet cair atau lunak
c. Fisioterapi
d. Istirahat yang cukup
e. Terapi musik
f. Terapi rekreasi

I. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak
ekstremitas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesa, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada
beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku
aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota
keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama.
Dan riwayat Sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer
pada usia empat puluhan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas.
Diperkirakan 10-30% klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan
sebagai penyakit Alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita hipertensi dan Diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya
komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.

5. Pengkajian Psiko Sosio Spiritual


Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam masyarakat. Adanya pperubahan
hubungan dan peran kerana klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien, oemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan pada
B3(Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
7. Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubhan pada tanda
vital meliputi bradikardi, hipotensi, dan oenurunan frekuensi pernapasan.
a. B1(BREATHING)
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi ,
makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
1. Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2. Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
3. Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
4. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan
pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
c. B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan status kognitif klien.
1. Pemeriksaan Fungsi Serebri
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status
2. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.

3. Pemeriksaan saraf cranial


Saraf I. Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia.
Klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
Saraf III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada nervus ini.
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
dengan perubahan status kognitif.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
4. Sistem Motorik
Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan
pada fungsi motorik secara umum.
Tonus otot didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya
perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode
pemeriksaan.
5. Pemeriksaan Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan
refleks postural , apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan
kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti di dorong.
Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan(salah satunya ke depan atau
ke belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.
6. Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan
terhadap sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil
dari neuropati yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien
secara umum.
d. B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer. Penurunan
refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami
inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
e. B5(BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang
karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan
aktifitas umum, klien sering mengalami konstipasi
f. B6 (BONE)
Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola
aktifitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan
koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gay
berjalan dan kaku seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fifik bila
melakukan aktivitas

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan
perubahan proses pikir
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat dan perubahan proses pikir.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi
karena perkembangan penyakit
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya
dalam lingkungan

K. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan
memori dengan kriteria hasil :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan
berkurangnya gelisah
Intervensi Rasional
1. Perkenalkan namanya membantu mengingat hal
yang penting atau mendasar
2. Buat jadwal kegiatan Pasien dapat mengingat
kegiatan dan waktu
3. Pajang foto keluarga, mengingat diri dan keluarga
teman, dan rumah
4. Lakukan latihan memori membantu meningkatkan
yang sederhana memori pasien
5. Kaji orientasi pasien mengidentifikasi kemampuan
orientasi pasien
6. Panggil pasien dengan mengingat namanya sendiri
namanya
7. Pemberi perwatan mudah mengingat dan lebih
sebaiknya orang yang sama kooperatif
8. Lakukan pekerjaan yang melatih orientasi pasien
mudah secara rutin

2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan


perubahan proses pikir
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat
perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu
Intervensi Rasional
1. Hindari aktifitas yang tidak Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal
dapat dilakukan klien dan ini dilakaukan untuk mencegah frustasi dan
bantu bila perlu harga diri klien
2. Ajarkan dan dukung klien Dukungan pada klien selama aktifitas dapat
selama aktifitas meningkatkan perawatan diri
3. Gunakan pagar disekeliling Memberi bantuan dalam mendorong diri untuk
tempat tidur bangun tanpa bentuan orang lain serta mencegah
klien mengalami trauma
4. Modifikasi lingkungan Untuk mengkompensasi ketidakmampuan fungsi
5. Identifikasi kebiasaan BAB, Menigkatkan latihan dan menolong mencagah
anjurkan minum, dan konstipasi
meningkatkan aktifitas
6. Kolaborasi Pertolongan pertama terhadap fungsi bowell atau
Pemberian supositoria dan BAB
pelumas feses atau pencahar

3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat dan perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi dengan kriteria hasil :
Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan makan Klien mengalami kesulitan dalam
klien mempertahankan berat badan mereka,
mulut mereka kering akibat obat-obatan
dan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan

2. Observasi / timbang berat badan Tanda kehilangan berat badan dan


jika memungkinkan kekurangn intake nutrisi menunjang
terjadinya masalah katabolisme
3. Kaji fungsi sistem Fungsi sistem gastrointestinal sangant
Gastrointestinal yang meliputi penting untuk makanan
suara bising usus
4. Anjurkan pemberian cairan 2500 Mencegah terjadinya dehidrasi akibat
cc / hari selama tidak terjadi penggunaan ventilator selama tidak sadar
gangguan jantung dan mencegah terjadinya konstipasi
5. Lanjutkan pemeriksaan Memberikan informasi yang tepat tentang
laboratorium yang diindikasikan keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien
seperti serum, transferin, dan
glukosa

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir


Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang
efektif dengan kriteria hasil:
membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk Gangguan bicara ada pada banyak klien
berkomunikasi yang mengalami penyakit Alzheimer
2. Menentukan cara-cara komunksi Mempertahankan kontak mata akan
seperti mempertahankan kontak mata membuat klien tertarik selama
komunikasi
3. Letakkan bel/lampu panggilan Ketergantungan klien pada ventilator
ditempat yang mudah dijangkau dan akan lebh baik, rileks, perasaan aman,
berikan penjelasan cara dan mengerti bahwa selama
menggunakannya menggunakan ventilator perawat akan
memenuhi segala kebutuhannya
4. Buatlah catatan dikantor perawatan Mengingatkan staf perawat untuk
tentang keadaan klien yang tak dapat berespons dengan klien selama
berbicara memberikan perawatan

5. Anjurkan keluarga/orang lain yang Keluarga dapat merasakan akrab dengan


dekat dengan klien untuk berbicara berada dekat klien selama berbicara
dengan klien memberikan informasi
tentang keluarganya
6. Kolaborasi dengan ahli wicara Ahli terapi wicara bahasa dapat
bahasa membantu dalam membentuk
peningkatan latihan percakapan dan
membantu patugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi
karena perkembangan penyakit
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan kriteria hasil :
mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam
dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan
ketidakmampuan
2. Dukung kemampuan koping Kepatuhan terhadap program latihan
dan berjalan membantu memperlambat
kemajuan penyakit
3. Catat ketika klien menyatakan Mendukung penolakan terhadap
terpengaruh seperti sekarat perasaan negatif terhadap gambaran
tubuh
4. Beri dukungan psikologis secara Klien Alzheimer sering merasakan
menyeluruh malu, sehingga klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan
5. Bentuk program aktivitas pada Bentuk program aktivitas pada
keseluruhan hari keseluruhan hari untuk mencegah
waktu tidur yang terlalu banyak yang
dapat mengarah pada tidak adanya
keinginan dan apatis.

6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan kriteria hasil :
Injuri dapat dicegah
Tidak terjadi injuri
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan Menetapkan kemungkinan jatuh
keseimbangan berjalan
2. Berikan alat bantu tongkat atau Membantu melakukan pergerakan
kursi roda dan mengurangi resiko jatuh
3. Jelaskan pada pasien setelah Postural hipotensi kemungkinan
bangun tidur tidak langsung terjadi sehingga dapat
melakukan pergerakan mengakibatkan pasien jatuh
4. Penerangan yang cukup dan lantai Mengurangi resiko jatuh
tidak licin
5. Letakkan benda-benda berbahaya Menghindari terjadinya cedera
pada tempat yang aman
6. Letakkan benda-benda pada tempat Tidak membingungkan pasien dan
semula dan hindari merubah-rubah meningkatkan daya ingat
tempat

7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya


dalam lingkungan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil:
Tidak mengalami trauma
Keluarga mengenali risiko potensial di lingkungan
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat gangguan Mengidentifikasi resiko potensial
kemampuan atau kompetensi, dilingkungan dan mempertinggi kesadaran
munculnya tingkah laku yang sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan
impulsif. bahaya
2. Hilangkan atau minimalkan Seseorang dengan gangguan kognitif
sumber bahaya dalam lingkungan. merupakan awal untuk mengalami trauma
sebagai akibat ketidakmampuan untuk
bertanggung jawab terhadap keamanan
3. Alihkan perhatian pasien keitka Mempertahankan keamanan dengan
berperilaku berbahaya menghindari konfrontasi yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya trauma
4. Kenakan pakaian sesuai Perlambatan proses metabolisme secara
lingkungan fisik atau kebutuhan umum mengakibatkan penurunan suhu
individu tubuh
5. Lakukan pemantauan terhadap Pasien mungkin tidak dapat melaporkan
efek samping obat tanda atau gejala dan obat dapat dengan
mudah menimbulkan kadar toksisitas pada
lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Muttaqin, Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta :
Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2002. Keperawatan Gerontik & Geriatik. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Tarwoto dan Wartonah, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Sagung Seto
http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-alzheimer/

Anda mungkin juga menyukai