Anda di halaman 1dari 21

SMF/BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2017


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis


(SOPT)

Disusun Oleh :

Cindy Advenia Siar (1108012028)

Pembimbing :
dr. Herman P. L. Wungouw, Sp.Rad
dr. Elsye R. F. Thene, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMURADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z JOHANNES
KUPANG
2016

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasuss ini diajukan oleh :


Nama : Cindy Advenia Siar
NIM : 1108012028
Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif
di SMF/ bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr. Herman P. L. Wungouw, Sp.Rad 1. .


Pembimbing Klinik I
2. dr. Elsye R. F. Thene, Sp.Rad 2. .
Pembimbing Klinik II

Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : Januari 2017

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis yang
menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini, sehingga merupakan salah satu masalah
dunia (Depkes RI, 2009). Menurut WHO (2005), angka prevalensi tuberkulosis
paru di Indonesia 1,3 per 1000 penduduk. Penyakit ini merupakan penyebab
kematian urutan ke tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran
pernapasan. Selain itu sekitar 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok
usia produktif secara ekonomis, yaitu 15-50 tahun. (1)
Tidak hanya tuberkulosis paru saja yang dapat meresahkan seluruh
penduduk dunia. Tuberkulosis paru ini juga meninggalkan gejala sisa yang
dinamakan Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) yang cukup
meresahkan. Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB
dalam praktik klinik. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan
faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). (1)
Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian
terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang
dipengaruhi oleh reaksi imun seseorang yang menurun sehingga terjadi
mekanisme makrofag aktif yang menimbulkan peradangan nonspesifik yang luas.
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan faal paru yaitu
sesak napas, batuk berdahak dan batuk darah. Penelitian lainnya menunjukkan
bahwa puncak terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjaadi dalam
waktu 6 bulan setelah diagnosis.(2)
Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum tuntas walaupun obat dan
cara pengobatannya telah diketahui. SOPT dapat mengganggu kualitas hidup
pasien, serta berperan sebagai penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 1-3

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 3
tahun. Deteksi dini SOPT dengan uji faal paru pada pasien pasca TB berperan
untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. (2)

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Tn. Piter Ayub Manafe


Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 44 Tahun
Alamat : Tarus
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Supir truk
Tanggal Foto : 6 Januari 2017
Ruang : Kelimutu

II. ANAMNESA
Diambil dari : Alloanamnesa
Tanggal : 6 Januari 2016

a. Keluhan Utama

Sesak napas yang memberat 3 hari SMRS

b. Keluhan tambahan

Batuk berlendir , kadang disertai darah segar serta nafsu makan yang menurun.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 7 bulan yang lalu dan memberat
3 hari sebelum masuk Rumah sakit. Sesak sering terjadi pada malam hari waktu
pasien beristirahat. Pasien juga batuk sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu. Batuk
berlendir putih, terkadang kuning bercampur darah. Hal ini dirasakan sangat
mengganggu dan menghalangi aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengeluh berat
badan yang dirasakan menurun akibat dari nafsu makan pasien yang juga menurun

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 5
dan pasien juga sering merasa lemah pada seluruh tubuh. Pasien juga belum BAB
2 hari yang lalu. Demam(-). Mual muntah (-)

d. Riwayat penyakit dahulu


Tuberculosis 3tahun yang lalu.

e. Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku sudah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan dan sudah
dinyatakan sembuh oleh dokter.

f. Riwayat penyakit keluarga

Pasien menyatakan tidak ada dalam keluarga yang pernah mengalami keadaan
seperti ini sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN
a. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : kesadaran kompos mentis, tampak sesak

Tanda vital : Tekanan darah : 110/70mmHg

Nadi :82x.menit

Laju napas : 32x/menit

Suhu : 36,8 C (axiler)

Kepala : mesocephal, rambut merata tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva palpebra anemis, skelra ikterik (-), pupil ishokor,


refleks cahaya (+/+)

Hidung : Naas cuping hidung (-)

Mulut : mukosa bibir lembab, papil lidah atrofi (-), hipertrofi gingiva (-
), perdarahan gusi (-)

Leher : JVP R+2c,. Trakea ditengah, pembesaran kelenjar (-)

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 6
Dada : bentuk simetris, sela iga tidak melebar, nyeri tekan(-),

Jantung

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : teraba ictus cordis di ICS V medial lineal clavikula sinistra,


kuat angkat (-).

Perkusi : batas atas ICS III linea parasternal snistra

Batas kanan line parasternal dekstra

Batas kiri ICS V media lineal mid clavikula sinistra

Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, murmur(-), gallop (-)

Paru depan

inspeksi : sela iga tidak melebar, paru kanan dan kiri simetris

Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, rhonki basah dan wheezing

Paru belakang

Inspeksi : paru kanan dan kiri simetris

Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, ronki basah halus dan wheezing

Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+)

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 7
Perkusi : pekak

Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : edema (-)

b. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan thorax foto tanggal 6 Januari 2016

foto polos thorax posisi PA


- foto layak dibaca karena terdapat marker, foto mencakup seluruh lapangan
paru, inspirasi cukup, kekuatan sinar cukup, simetris,
- tampak perselubungan inhomogen/ bercak infiltrat pada kedua apeks paru
- terdapat jaringan fibrosis pada lobus superior paru kiri
- kedua sinus costo frenikus lancip
- tulang iga intak
- CTR = 54%
- apeks jantung tertanam

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 8
- pinggang jantung menghilang

Kesan :

1. cardiomegali
2. sesuai gambaran TB paru dengan gambaaran :
- fibroinfiltrat di suprahiler kanan
- fibrosis supra hiler kiri
IV. DIAGNOSIS KERJA
- SOPT

V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Resume
A. ANAMNESIS:
Seorang laki-laki berusia 44 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang
juga disertai dengan batuk berlendir kadang disertai darah. Pasien juga
mengeluh adanya penurunan berat badan dan berkurangnya nafsu makan
sering merasa lemas. Pasien belum BAB sejak 2 hari yang lalu.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pada pemeriksaan radiologi foto polos thorax posisi PA didapatkan
cardiomegali dan infiltrat pada suprahiler kanan serta adanya fibrosis pada
suprahiller kiri.(3)

3.2 Diagnosis
Klinis
Kasus :sesak napas, batuk berdarah, berat badan terasa menurun, nafsu
makan berkurang.

1. Teori : pada kasus SOPT ditemukan gejala klinis seperti demam, sesak napas,
batuk Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa).
Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh
darah). Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru. Nyeri dada,
jika infiltrasi sudah ke pleura kadang ada kadang tidak. Riwayat TB (+) dan
Malaise. (1)

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 10
Penunjang

Kasus : Pada pemeriksaan penunjang, dalam kasus ini dilakukan pemeriksaan


radiologi, berupa foto thorax posisi PA didapatkan hasil sebagai berikut :

Kesan :

1. cardiomegali
2. sesuai gambaran TB paru dengan gambaaran :
- fibroinfiltrat di suprahiler kanan
- fibrosis supra hiler kiri

Teori : gambaran radiologis dari SOPT yakni terdapat gambaran jaringan


fibrosis + kalsifikasi yang disertai tanda-tanda dari PPOK yakni emfisema
dan bronkitis kronik.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 11
Gambaran radiologis pada emfisema yakni :

-hiperiflasi,

-hiperlusen,

-ruang retrosternal melebar,

-diafragma mendatar,

-jantung menggantung (tear drop)

Sedangkan pada bronkitis kronik yakni :


-corakan bronkovaskuler bertambah
Pada gambaran radiologi pada pasien ditemukan adanya kp aktif yang
ditandai dengan adanya infiltrat serta jaringan fibrosis. Hal ini berbeda dengan
teori SOPT yang merupakan bekas dari TB dimana sudah tidak terdapat kp yang
aktif lagi.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 12
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PARU

Bagian-bagian utama paru-paru adalah alveoli, trachea, diapragm, bronchi,


dan bronchioles. Trachea atau batang tenggorokan berupa pipa tempat lalunya
udara. Udara yang dihirup dari hidung dan mulut akan ditarik ke trachea menuju
paru-paru.Bronchi merupakan batang yang menghubungkan paru-paru kanan dan
kiri dengan trachea. Udara dari trachea akan di bawa keparu-paru lewat batang
ini.Bronchioles merupakan cabang-cabang dari bronchi berupa tabung-tabung
kecil yang jumlahnya sekitar 30.000 buah untuk satu paru-paru. Bronchioles ini
akan membawa oksigen lebih jauh ke dalam paru-paru. Alveoli merupakan ujung
dari bronchioles yang jumlahnya sekitar 600 juta pada paru-paru manusia dewasa.
Pada aveoli ini oksigen akan didifusi menjadi karbondioksida yang diambil dari
dalamdarah.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 13
Jika dibentangkan luas permukaannya 90 m2. Banyaknya gelembung
paru-paru ini Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari
Apeks Pulmo Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati
apartura torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.
Basis Pulmo Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan
cembung diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,
maka basis paru kanan lebih kontak dari pada paru-paru kiri.
Insisura atau Pulmo
Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada umumnya, paru-paru dapat
dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis.Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obligus.
Insisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus yaitu:

1. Lobus superior adalah bagian paru-paru yang terletak di atas dan sebagian di
depan insisura.
2. Lobus inferior adalah bagian paru-paru yang terletak di belakang dan di
bawah insisura.

Insisura obligue (interlobularies primer): mulai daerah atas dan ke belakang


sampai ke hilus setinggi vertebrata torakalis ke-4 terus ke bawah dan ke depan
searah dengan iga ke-6 sampai linie aksilaris media ke ruang interkostal ke-6
memotong margo inferior setinggi artikulasi iga ke-6 dan kembali ke hilus.
Insisura interlobularies sekunder: mulai insisura obligue pada aksilaris media
berjalan horizontal memotong margo anterior pada artikulasio kosta kondralis
keenam terus ke hilus. Insisura obligue memisahkan lobus inferior dari lobus
medius dan lobus posterior. Insisura horizontal memisahkan lobus medius dari
lobus superior.(4)

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 14
B. DEFINISI

Sindrom obstruksi Pasca Tuberculosis (SOPT) adalah obstruksi jalan nafas


yang muncul setelah tuberculosis (TB) akibat mekanisme imunolois selama
proses TB. Pada sebagian penderita TB secara klinis timbul gejala sesak terutama
pada aktivitas. (3)

C. EPIDEMIOLOGI

SOPT dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan sebagai


penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 1-3 tahun. Deteksi dini SOPT
dengan uji faal paru pada pasien pasca TB berperan untuk memperbaiki kualitas
hidup pasien. (5)

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi timbulnya SOPT sangat kompleks dinyatakan pada penelitian


terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang
dipengaruhi oleh reaksi imun seseorang yang menurun sehingga terjadi
mekanisme magrofag aktif yang menimbulkan peradangan non spesifik yang luas.
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan faal paru berupa
adanya sputum, terjadinya perubahan pola pernapasan, relaksasimenurun,
perubahan postur tubuh, berat badan menurun, dan gerak lapang paru menjadi
tidak maksimal.(2)

Apabila tubuh terinfeksi M.Tuberculosis maka sistem imun host akan bekerja
melawan infeksi tersebut. Akibatnya M.TB akan melepaskan komponen toksik ke
dalam jaringan yang akan menginduksi hipersensitivitas seluler sehingga akan
meningkatkan respon terhadap antigen bakteri yang menimbulkan kerusakan
jaringan, nekrosis, dan penyebaran bakteri lebih lanjut. (6)

Perjalanan dan interaksi imunologi dimulai ketika makrofag bertemu dengan


M.TB. dalam keadaan normal, infeksi TB merangsang linfosit untuk
mengaktifkan magrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh bakteri.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 15
Magrofag aktif melepaskan IL-1 yang merangsang limfosit T. Limfosit T
melepaskan IL-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain untuk bereplikasi,
matang, dan memberi respon lebih baik terhadap antigen. Limfosit T supresi (TS)
mengatur keseimbangan imunitas melalui peranan yang kompleks dan sirkuit
imunitas terganggu sehingga timbul alergi dan prognosis yang jelek.(6)

Pada magrofag yang aktif, metabolisme oksidatif meningkat dan melepaskan


zat bakterisidal seperti anion superoksida, hidrogenperoksida, dan radikalhidroksil
yang menimbulkan kerusakan pada membran sel dan dinding M.TB. beberapa
hasil infeksi M.TB dapat bertahan dan mengaktifkan makrofag sehingga dapat
terjadi proses infeksi yang dapat mendekstruksi matriks alveoli. Diduga proses
proteolisis mendekstruksi protein yang membentuk matriks dinding alveoli oleh
rotease, sedangkan oksidasi berarti pelepasan elektron daru suatu molekul.
Kehilangan elektron pada suatu struktur dapat mengakibatkan fungsi molekul
akan berubah.(6)

Sasaran oksidasi adalah protein jaringan ikat, sel epitel, sel endotel, dan anti
protease. Sel neutrofil melepas beberapa protease, yaitu; 1) elastase yang paling
kuat memecah elastin dan protein jaringan ikat lain sehingga sanggup
menghancurkan dinding alveoli. 2) catepsin G yang menyerupai elastase tetapi
potensinya lebih rendah dan dilepas bersama elastase. 3) kolagenase, cukp kuat
tetapi hanya bisa memecahkan kolagen tipe I, bila sendiri maka tidak dapt
mengakibatkan emfisema. 4) plasminogen aktivator urokinase dan tissue plasmin
activator yang merubah plasminogen jadi plasmin. Plasmin selian merusak fbrin
juga mengaktifkan proenzim elastase dan bekerja sama dengan elastase.(6)

Tuberkulosis paru merupakan infeksi menahun sehingga sistem imun


diaktifkan untuk jangka lama akibatnya beban proteolisis dan beban oksidasi
sangat meningkat untuk waktu yang lama sehingga destruksi matriks alveoli
cukup luas menuju kerusakan paru menahun(kronik) dan gangguan faal paru yang
akhirnya dapat dideteksi dengan spirometri.(6)

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 16
E. DIAGNOSIS

Gejala dan tanda SOPT sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga gejala berat. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan yang
terarah dan sistematis meliputi gambaran klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisis)
dan pemeriksaan penunjang baik yang bersifat rutin maupun pemeriksaan
khusus.(3)

Anamnesis

o Riwayat TB sebelumnya
o Riwayat mengkonsumsi OAT sebelumnya
o Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
o Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
o Riwayat penyakit TB pada keluarga
o Batuk berulang dengan atau tanpa dahak atau darah
o Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi yang terjadi lama
o Demam
o Malaise
o Penurunan berat badan
o Penurunan nafsu makan

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis pasien SOPT umumnya tidak ditemukan kelainan. Pada


inspeksi didapatkan:

o Purse-lips breathing, yaitu sikap seseorang yang bernapas dengan


mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik
o Barrel chest (diameter toraks anteroposterior sebanding dengan
diameter transversal)
o Penggunaan otot bantu napas
o otot bantu napas

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 17
o Pelebaran sela iga
o Terlihat denyut vena jugularis dan edema tungkai (bila telah terjadi
gagal jantung)

Pemeriksaan penunjang :

1. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau


VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk


menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,


APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada


gunakan APE meter.

-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -


20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. analisa gas darah

Untuk menilai gagal napas kronik stabil, dan gagal napas akut pada gagal
napas kronik.

3. Radiologi(7)

Gambaran radiologi pada SOPT adalah terdapat jaringan fibrosis + kalsifikasi.


Dan dapat pula disertai dengan gambaran radiologi dari PPOK yang termasuk
dalam emfisema serta bronkitis kronik.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 18
Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari SOPT yakni :


- TB Paru relaps
- Emfisema paru
- bronkitis kronik
- asma bronkhial
- pneumonia

F. TATALAKSANA

Pada sebagian bekas penderita TB masih mengeluhkan batuk bahkan timbul


sesak bertahun-tahun. Gejala ini terjadi karena adanya kerusakan paru yang
permanen. Biasanya penderita SOPT ini reversible pada pemberian obat golongan
bronkodilator dan bahkan dengan kortikosteroid. Namun, SOPT termasuk dalam
enyakit obstruksi paru yang gejalnaya mirip dengan PPOK, maka pemberian
terapi mirip dengan PPOK. Pilihan terapi pada SOPT (8):
1. Bronkodilator
o Golongan antikolinergik : ipratropium bromida
o Golongan agonis B-2 : salbutamol
o Kombinasi : ipratropium bromida dengan salbutamol ->
nebulasi
o Golongan xantin : aminofilin
2. Antiinflamasi : prednison atau metilprednisolon
3. Anti-oksidan : N-acetyl cystein
4. Antibiotika (hanya diberikan jika terdapat infeksi) : golongan B-lactam
dan makrolid
5. Terapi oksigen
6. Rehabilitasi medik

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 19
BAB V

KESIMPULAN

Sindrom obstruksi Pasca Tuberculosis (SOPT) adalah obstruksi jalan nafas


yang muncul setelah tuberculosis (TB) akibat mekanisme imunolois selama
proses TB. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru
dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK).
Penegakan diagnosis pada SOPT direkomendasikan dengan pemeriksaan
faal paru terlebih dahulu baru dilakukan pemeriksaan radiologi. Gambaran
radiologi yang khas dari SOPT adalah adanya infiltrat dan kalsifikasi.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 20
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberculosis Paru. pedoman


penatalaksanaan Tuberc Di Indones. 2011;2.
2. Irawati A. Naskah Publikasi Kejadian Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Fakultas Kedokteran
Tanjung Pura; 2013.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronik). In: Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Jakarta: PDPI; 2011.
4. Algasaff H. Anatomi dan Fisiologi Paru. Surabaya: Airlangga University
Press; 2011.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
RI. Indonesia; 2013.
6. Aida N. Patogenesis Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis. Jakarta:
Bagian Pulmonologi FKUI; 2006.
7. Patel PR. Lecture Notes Radiologi. 2nd ed. Safitri A, editor. Jakarta: PT.
gelora Aksara Pratama; 2006.
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Pedoman Diagnosis penatalaksanaan Asma Di Indones.
Indonesia; 2003;2.

SMF/Bagian Radiologi RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SOPT Page 21

Anda mungkin juga menyukai