Anda di halaman 1dari 8

Sertif p13

Akhlak secara etimologis berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk jamak dari khulq yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.ahmad alim mengatakan akhlak ialah kebiasaan
kehendak. Jadi apabila kehendak itu di biasakan maka kebiasaanya itu di sebut akhlak. Imam Ghazali
dan Iyha Ulumuddin mengemukakan : al-khulq ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.

Pada hakikatnya akhlak (budi pekerti, perangai) adalah suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan
menjadi kepribadian, dari situ munculkanperilaku/perbuatan yang spontan, mudah tanpa di buat-
buat dan tanpa pemikiran. Apabila perilaku yang muncul dengan mudah tanpa di buat-buat itu
adalah perilaku yang baik, maka dia berakhlak baik, akan tetapi perilaku yang muncul dengan mudah
dan tanpa di buat-buat itu perilaku yang jelek/buruk,maka dia berakhlak buruk, atau budi yang
tercela.

C. Akhlak akhlak yang harus ada di dalam suatu negara

Di dalam bernegara sering terjadi konflik yang sangat serius, salah satu penyebabnya adalah
kurangnya akhlak yang baik di dalam Negara kita. Akhlak yang baik di dalam suatu Negara
seharusnya sesama masayarakat dan penduduk Negara harus saling menghargai satu sama lain agar
tidak menimbulkan masalah-masalah yang tidak semestinya di peributkan.

akhlak dalam bernegara dapat di capai dengan baik jika telah di dasari berbagai hal-hal yang mampu
menunjang akhlak-akhlak yang baik juga di dalam suatu Negara seperti sebagai berikut:

1. Akhlak manusia terhadap Tuhan

Sebagaimana yang telah diyakini, Allah merupakan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta,
Dialah yang telah memelihara dan mencukupi segala kebutuhan hidup makhluk-Nya. Dia merupakan
rahasia yang kita lihat dari segala keindahan, ketertiban dan kerapihan. Dialah yang memberikan
rahmat dan kenikmatan yang tidak pernah berhenti dan habis kepada makhluk-Nya. Manusia wajib
untuk beribadah untuk mentaati-Nya maupun berterima kasih atas segala kenikmatan yang telah
diberika-Nya. Kaitanya dengan itu, orang tua harus mengajarkan tentang tata cara berakhlak kepada
Allah. Adapun bentuk-bentuk akhlak dapat diwujudkan dengan beriman, taat, ikhlas, tadaruh dan
khusuk, ar-raja dan dhua, husnuddhan, tawakal, tasyakur dan qanaah, malu, taubah dan istiqhfar.
Hal ini tercantum dalam QS. Al-Imran: 132.

2. Akhlak Pemimpin dengan rakyat

Semua manusia di dunia ini tidak akan hidup tertip dan teratur di suatu Negara atau tempat yang di
huninya tanpa adanya pemimpin. Seorang pemimpin yang baik itu ialah pemimpin yang mampu
memakmurkan negaranya tanpa ada masyarakat yang mengeluh terhadap keputusan dan segala
perintahnya. Sebagai rakyat juga harus bisa menghargai pemimpinya sendiri seperti yang telah di
lakuan sejak pada zaman para Nabi dahulu kala.

3. Akhlak manusia terhadap sesama manusia

Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan campur tangan antara manusia yang satu
dengan yang lain, karena disamping menjadi makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial.
Oleh karena itu manusia harus membina akhlak di antara sesamanya. Yasadipura II dalam kitabnya
menerangkan tatacara bagaimana menghormati tamu. Apabila ada tamu yamg datang, maka tuan
rumah wajib menghormatinya dengan kata-kata yang ramah, jangan sampai membuat hati tamu
menjadi sedih, jangan dibedakan apakah tamu itu seorang pembesar atau hanya seorang abdi
(utusan). Jika tamu tersebut berpamitan, maka tuan rumah harus menghormatinya dan
mengantarkanya seprit pada saat menjemputnya.

4. Akhlak rakyat dengan rakyat

Di dalam hidup bernegara tentu ada yang namanya rakyat. Sesama rakyat harus saling menghormati
satusama lain agar tidak terjadi perselisihan.selalu mengadakan permusyawarahan yang mampu
mengeluarkan pendapat atau keputusan yang telah di sepakati oleh orang banyak. Sesama rakyat
juga harus selalu hidup rukun agar di dalam kehidupan sebuah Negara tersebut tentram. Rakyat juga
wajib menjunjung tinggi dan mengharumkan nama negaranya agar suatu Negara tersebut dapat di
percaya dan di kenal baik oleh Negara tetangga.

D. Ideology untuk mengatur suatu masyarakat, bangsa atau Negara

Setiap orang, baik itu muslim atau kafir, kaya atau miskin, pasti akan menginginkan kehidupan
masyarakatnya aman, tentram, damai dan sejahtera. Sayangnya, tidak banyak orang yang tahu
bagaimana cara mewujudkan masyarakat ideal tersebut. Karena banyak yang tidak tahu caranya
maka bermunculanlah faham atau ideology yang diyakini, disebarkan, kemudian digunakan untuk
mengatur suatu masyarakat, bangsa atau Negara. Beberapa ideology itu antara lain:

a. Komunisme/Sosialisme

Komunisme menyakini tidak ada tuhan yang harus disembah dan ditaati aturannya. Tidak ada yang
mengatur manusia kecuali manusia itu sendiri. Oleh karenanya, hak-hak manusia harus sama rata
dan diatur oleh Negara supaya muncul keadilan.

b. Liberalisme

Liberalisme muncul menjadi lawan bagi komunisme/sosialisme. Liberalisme memberikan kebebasan


secara (nyaris) penuh kepada setiap warga untuk mengelola modal dan bekerja sesuai keinginannya.
c. Demokrasi

Demokrasi muncul dari Yunani. Sistem ini mengatur kehidupan warganya dengan cara musyawarah
antar perwakilan warga Negara. Dengan demikian diharapkan semua kepentingan dapat
terakomodir secara umum.

d. Monarki

Monarki merupakan nama lain dari system kerajaan. Kekuasaan mutlak di tangan raja dan dijalankan
sepenuhnya secara teknis oleh perdana menteri atau kanselir. Rakyat tidak diberi keleluasaan untuk
berpendapat dan mengatur Negara atau kehidupannya. Sekarang sudah tidak ada yang murni
menggunakan satu isme atau ideology saja. Umumnya sudah merupakan kombinasi antar beberapa
ideology. Prosentasenya dapat bervariasi tergantung kondisi Negara tersebut.

E. Faktor penyebab kegagalan Semua konsep ideology dalam suatu Negara

Semua konsep, isme atau ideology di atas gagal. Gagal karena tidak mampu memenuhi syarat-syarat
pokok untuk terbentuknya suatu susunan atau tatanan masyarakat yang didambakan warganya.
Faktor lain penyebab kegagalan tersebut adalah tidak adanya upaya keras untuk menjadikan
warganya sebagai warga yang memiliki karakter. Karakter seperti apa yang harus dimiliki oleh warga
atau anggota suatu masyarakat agar dapat mewujudkan masyarakat yang ideal?

Berikut karakter-karakter tersebut:

1. Adil

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S. An-Nahl [16]: 90)

Adil didefinisikan sebagai sama rata, seimbang atau menempatkan sesuatu pada tempatnya. Hal ini
mengandung pengertian bahwa ketika memutuskan suatu perkara maka dia harus ditempatkan
sesuai dengan aturan yang ada. Hubungan kekeluargaan, atasan, dermawan dan hal-hal lainnya
tidak boleh menggeser hukuman atau keputusan dari yang semestinya. Allah berfirman:

135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika
ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala
apa yang kamu kerjakan. (Q.S.An-Nisa [4]: 135)

Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.

Ayat lain juga menjelaskan;

8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah [5]: 8)

Allah SWT jelas memerintahkan untuk menegakan perilaku adil dan menjadi saksi karena Allah.
Berlaku adil baik terhadap diri sendiri, keluarga, kerabat, orang kaya atau miskin tatap harus
diperlakukan dengan adil. Lebih dari itu, Allah SWT juga memerintahkan berlaku adil bahkan
terhadap orang yang kita benci. Menjadi saksi karena Allah maksudnya adalah ketika bersaksi harus
diyakini Allah SWT mengawasi, mencatat dan akan membalas prilaku kita.

Kisah Fathimah Al-Makhzumiyah.Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga
bangsawan Suku al-Makhzumiyah bernama Fatimah al-Makhzumiyah ketahuan mencuri bokor emas.
Pencurian ini membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi,
jerat hukum saat itu mustahil dihindarkan, karena Nabi Muhammad Saw sendiri yang menjadi
hakim-nya. Bayang-bayang Fatimah al-Makhzumiyah akan menerima hukum potong (Surah al-
Maidah/5: 38) tangan terus menghantui mereka. Dan jika hukum potongan tangan ini benar-benar
diterapkan, mereka akan menanggung aib maha dahsyat, karena dalam pandangan mereka seorang
keluarga bangsawan tidak layak memiliki cacat fisik. Lobi-lobi politis pun digalakkan supaya hukum
potong tangan itu bisa diringankan atau bahkan diloloskan sama sekali dari Fatimah al-
Makhzumiyah. Uang berdinar-dinar emas dihamburkan untuk upaya itu.
Puncaknya, Usamah bin Zaid, cucu Nabi Muhammad Saw dari anak angkatnya yang bernama Zaid
bin Haritsah, lantas dinobatkan sebagai pelobi oleh Suku al-Makzumiyah. Kenapa Usamah? Karena
Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi. Melalui orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi
itu akan menemui jalan mulus tanpa rintangan apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari
jerat hukun bisa tercapai.

Apa yang terjadi?

Upaya lobi Usamah bin Zaid, orang dekatnya, itu justru mendulang dampratan keras dari Nabi
Muhammad Saw, bukannya simpati. Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat ditawar
sedikitpun, hatta oleh orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang: Rusaknya orang-
orang terdahulu, itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka mereka
melepaskannya dari jerat hukum. Tapi ketika yang mencuri orang lemah, maka mereka menjeratnya
dengan hukuman. Saksikanlah! Andai Fatimah bint Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang
akan memotong tangannya. Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan hukum, hatta pada orang
yang paling disayanginya sekalipun.

2. Amanah

Amanah adalah salah satu sifat atau perilaku terpuji yang menjadi pilar tegaknya masyarakat ideal.
Amanah didefinisikan sebagai sesuatu yang memunculkan perasaan atau keyakinan bahwa
seseorang yang kita percayai akan membawa, menjaga atau menyampaikan sesuatu kepada yang
berhak.

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. An-Nisaa [4]: 58)

Bersifat amanah bukan perkara mudah. Sama sulitnya dengan bersikap adil. Bila seseorang
diamanahi untuk mengurus, mengatur atau mempermudah urusan seseorang atau orang banyak
tetapi ternyata malah sibuk memperkaya diri sendiri atau keluarganya saja, berarti ia amanah. Bila
ada orang yang diamanahi untuk mengurus orang banyak supaya dapat hidup layak tapi tidak
melaksananakn amanah dengan sebaik-baiknya, berarti ia tidak amanah. Seseorang yang mendapat
tugas untuk mengatur atau mengelola uang orang banyak tapi ternyata malah memakannya padahal
sudah digaji, berarti ia tidak amanah.

Islam mengajarkan, setiap aktifitas, profesi ataupun pekerjaan adalah amanah. Oleh karenanya jadi
apapun profesi, status, pekerjaan atau aktifitas kita, maka itu adalah amanah untuk dijalankan
dengan sebaik-baiknya.

3. Jujur
Jujur adalah sikap menyampaiakn apa adanya, tanpa ada yang ditutup, ditambah atau dikurangi.
Namuan sebenarnya lebih dari itu. Prinsip jujur juga mengandung unsure keadilan. Adil, kepada siap
harus menyampaikan, adil pada waktunya, supaya pesan dapat diterima dengan baik dan tidak
menimbilkan bias informasi atau malah menimbulkan pengertian yang buruk.

1. kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,

2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,

3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (Q.S. Al-
Muthaffifin [83] : 1 3)

Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam
menakar dan menimbang.

58. dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka
kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat. (Q.S. Al-Anfal [8]: 58)

Jujur kini menjadi barang langka. Kita bisa melihat aktifitas itu dalam kehidupan sehari-hari. Mulai
dari retorika para pejabat sampai pada jawaban soal UN para siswa. Jujur merupakan pangkal dari
munculnya kepercayaan, jika sudah muncul rasa saling percaya, maka masing-masing orang akan
menjadi amanah dalam menjalankan perannya. Namun jika hilang kejujuran, maka yang muncul
adalah saling curiga. Jika sudah muncul rasa saling curiga, bagaimana mungkin sebuah masyarakat
akan tentram?

4. Taawun

Tawaun banyak difahami dengan saling tolong menolong atau saling membantu sebagaimana
firman Allah :

2.dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
(Q.S. Al-Maidah [5]: 2)
Padahal yang dimaksud dengan istilah Taawun dalam Islam lebih dari sekedar saling membantu atau
saling tolong menolong. Tetapi berusaha sekuat tenaga untuk menolong atau melepaskan dari
kesusahannya. Sehingga ada yang memberikan pengertian bahwa Taawun adalah saling menjamin.

Contoh: Bila ada teman yang meminjam uang untuk suatu keperluan, maka kalau ada uang kita beri
pinjaman kalau tidak ada, maka tidak kita beri pinjaman. Itu adalah menolong. Tetapi taawun
adalah apabila kita punya uang kita beri pinjaman, namun apabila tidak memiliki uang maka kita
bantu mencarikan supaya terpenuhi keperluannya. Ayat tersebut juga memerintahkan untuk saling
tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan ketaqwaan.

Bila prinsip ini telah dijalankan maka insyaAllah, tidak aka nada lagi orang miskin, tidak aka nada lagi
orang yang teraniaya. Karena telah ada budaya untuk saling menjamin dengan pertolongan sekuat
tenaga.

5. Menjalankan syariat Allah SWT.

Menjalankan syariat Allah, bukan sekedar shalat, zakat, puasa dan haji. Tetapi lebih dari itu.
Menjalankan syariat berarti melaksakan segala ketentuan yang telah diatur oleh Allah dan RasulNya.
Dalam segala aspek kehidupn. Mulai dari system pendidikan, system ekonomi, system hukum dan
undang-undang termasuk dalam system pemerintahan. Sebab kalau tidak berusaha untuk
menjalankan syariat Allah...

49. dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah,
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa
Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan
sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik. (Q.S. Al-Maidah [5]: 49)

Bila ternyata keluarga, masyarakat atau negara kita belum memenuhi criteria menjalankan syariat,
maka menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mulai menjalankan syariat itu dari lingkup
terkecil; yaitu pribadi dan keluarga. Mengusahan pelaksanaan syariat harus menggunakan cara-cara
yang santun, penuh kemuliaan akhlak dan jauh dari prilaku terror.

Bila ternyata masyarakat yang kita cintai ini tetap tidak menjalankan syariat Allah, maka:
96. Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al-Araf [7] : 96)

Demikianlah 5 pilar untuk membangun masyrakat yang diberkahi Allah SWT. Mari kita mulai dari diri
kita, dari hal yang kecil juga mulai dari sekarang.

16. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah
masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka
adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Hadiid [57]: 16)

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam bernegara kita seharusnya bisa menjalankan aturan-aturan sebagaimana yang ditawarkan
oleh Rasulullah yaitu Akhlak bernegara seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dalam
kepemimpinannya. Dan salah satu yang diajarkan Rasul dalam bernegara, yaitu menyelesaikan
persoalan negara dengan Musyawarah guna untuk mendapatkan sebuah Mufakat, karena persoalan
negara tidak bisa hanya diselesaikan oleh individu, makanya dibutuhkan musyawarah.Tapi perlu kita
pahami dalam musyawarahpun ada aturan-aturan main yang harus dijalankan.Yang kedua Dalam
kepemimpinan disebuah negara dibutuhkan sebuah sifat adil, keadilan sangatdiperlukan karena
dalam Al-Quran sendiri keadilan harus dijalankan dalam kepemimpinan negara bahkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu, bahkan terhadap musuhpun kita dianjurkan untuk adil. Yang
ketiga sebagai orang yang dipimpin, kita mau menjalankan apa saja yang diperintahkan oleh
pemimpin, selama apa yang diperintahkan tidak melanggar hokum syariat.

Anda mungkin juga menyukai