Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Asrama Yonkav I, Cimanggis, Depok
Masuk tanggal : 26 Juli 2017

II. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : luka pada kaki kiri yang tidak kunjung sembuh
Keluhan Tambahan : nyeri pada kaki kiri, demam

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke UGD RS Cijantung dengan keluhan luka pada jari telunjuk kaki kiri
sejak 5 hari SMRS. Luka disertai rasa nyeri nyut-nyutan yang menjalar sampai ke
punggung kaki. Pasien juga mengeluhkan kaki kiri menjadi lebih bengkak di sekitar
luka dan menyebabkan pasien menjadi sulit berjalan. Awalnya luka terjadi karena jari
telunjuk kaki kiri pasien tersangkut pintu besi, kemudian jari kaki pasien lebam merah
kebiruan tanpa disertai luka terbuka. Lama kelamaan, lebam kemerahan semakin
melebar hingga ke punggung dan telapak kaki serta timbul luka terbuka yang disertai
nanah pada jari telunjuk kaki kiri. Pasien sudah sempat berobat ke klinik dokter
umum sebelumnya, tapi masih belum ada perbaikan. Selain itu pasien juga mengeluh
demam meriang sejak 3 hari SMRS. Beberapa bulan terakhir pasien mnegaku menjadi
lebih sering merasa lapar dan haus. Penurunan berat badan selama beberapa bulan
terakhir tidak diketahui pasien karena jarang di periksa. Kebas-kebas atau kesemutan
pada kaki dan tangan disangkal. Mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. 1 hari yang lalu pasien sempat
mengukur gula darah di klinik, dan hasilnya tinggi. Riwayat diabetes melitus
disangkal. Riwayat darah tinggi, sakit jantung, kolesterol tinggi, dan stroke disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu dan kakak kandung pasien menderita DM, tetapi tidak ada riwayat luka pada kaki
yang sulit sembuh.

Riwayat Kebiasaan Pribadi


Pasien mengaku selama ini tidak pernah mengontrol makanan sehari-hari. Tidak
pernah olah raga. Sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak
merokok ataupun mengkonsumsi minuman beralkohol.

II. Pemeriksaan Fisik


Data Antopometri
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 155 cm
BMI : 26,6 kg.m2 (kesan Overweight)

Tanda-tanda Vital
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 108 x/menit
Frekuensi napas : 23 x/menit
Suhu : 36,5o C

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala : Normocephali
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
THT : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks :
o Paru : BND vesikuler, rh -/-, wh -/-
o Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak teraba membesar
o Lien : tidak teraba membesar
Ektremitas : akral dingin, CRT 2 detik, sensibilitas normal

Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Lokalis
Regio : digiti 2 pedis sinistra posterior
Tampak ulkus dangkal dengan diameter 2 cm, dasar fascia, hiperemis, pus (+)
kuning kehijauan

Regio : dorsum dan plantar pedis sinistra


Tampak hiperemis, hematom (+), eodem (+), hangat pada perabaan (+)

Klasifikasi Wagner : Wagner 1 (ulkus superfisial)

Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)


*tekanan kaki menggunakan a. dorsalis pedis perpalpasi
lokasi Hasil I Hasil II Rata rata
Lengan kiri 115 mmHg 115 mmHg 115 mmHg
Kaki kiri 100 mmHg 95 mmHg 97,5 mmHg

Lokasi Hasil I Hasil II Rata rata


Lengan kanan 110 mmHg 115 mmHg 112,5
Kaki kanan 100 mmHg 100 mmHg 100 mmHg

ABI kaki kiri : 97,5 mmHg / 115 mmHg = 0,84


ABI kaki kanan : 100 mmHg / 115 mmHg = 0,86

Interpretasi Hasil

III. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil
26/7/17 GDS 355 mg/dL
Hb 14,6 g/dL
Ht 42%
Leukosit 15.300/uL
Trombosit 277.000/uL

Elektrokardiografi

IV. Diagnosis
1. Ulkus Diabetikum digiti 2 pedis sinistra Wagner 1
2. Diabetes melitus tipe 2
3. Peripheral arterial disease (PAD)

V. Tatalaksana
Periksa GDP, G2PP, Lipid profile, Ur, Cr
Periksa USG Doppler vaskular
Diet DM
Minum air putih minimal 1 liter perhari
IVFD RL 1500 cc/24 jam
Insulin short acting 7 IU 7 IU 6 IU
Insulin long acting 13 IU perhari malam sebelum tidur
Inj. Ceftriaxon 1x1 gram
Paracetamol 3x1 tablet
Metformin tablet 3x500 mg
Cilostazol 2 x 100 mg tablet
Konsultasi spesialis penyakit dalam
Konsultasi spesialis bedah

VI. Analisa Kasus


Pasien wanita usia 53 tahun datang dengan keluhan luka pada jari kaki kiri
yang tidak kunjung sembuh. Awalnya luka hanya berbentuk memar kebiruan
saja, 5 hari kemudian timbul luka terbuka disertai nanah dan rasa nyeri. Pasien
menyangkal adanya riwayat DM sebelumnya, tetapi sehari SMRS pasien
sempat mengecek gula darah dan hasilnya tinggi. Pada kasus ini, perlu
dipastikan terlebih dahulu apakah pasien memiliki faktor komorbiditas seperti
diabetes melitus. Dimana diagnosis DM ditegakkan berdasarkan adanya gejala
klasik ditambah dengan hasil GDS >200 mg/dL, atau GDP >126 mg/dL, atau
HbA1C >6,5. Pada pasien ini didapatkan gejala klasik seperti lebih sering
merasa haus dan lapar, dan hasil GDS menunjukkan angka 355 mg/dL,
sehingga pasien sudah dapat didiagnosis dengan DM tipe 2. Untuk selanjutnya
diperlukan pemeriksaan tambahan seperti HbA1C.
DM memiliki komplikasi kronis seperti komplikasi mikrovaskular dan
makrovaskular. Mikrovaskular antara lain nefropati DM, retinoapati DM,
neuropati. Sedangkan komplikasi makrovaskular seperti penyakit
kardiovaskular, serebrovaskular, dan penyakit arteri perifer (PAP). Oleh
karena itu pada pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan EKG, dan
penilaian fungsi ginjal (melalui pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin).
Selain itu pasien juga dilakukan pemeriksaan ankle-brachial index (ABI)
untuk menilai ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer terutama PAP. Dari
hasil pemeriksaan EKG tidak tampak adanya gangguan, irama sinus normal.
Pada hasil pemeriksaan fungsi ginjal juga didapatkan kadar ureum dan
kreatinin masih dalam batas normal. Sedangkan pada hasil pemeriksaan ABI,
kaki kanan 0,86 dan kaki kiri 0,84. Dimana hasil ABI 0,8 0,9 sudah
termasuk ke dalam kategori penyakit arteri perifer, menandakan adanya
gangguan arteri perifer ringan. Oleh karena itu dianjurkan selanjutnya
dilakukan pemeriksaaan USG Doppler Vaskular pada kedua kaki.
Saat masuk rumah sakit, pasien mengeluh adanya luka pada jari kaki kiri yang
tidak kunjung sembuh dan semakin memberat. Pada hasil pemeriksaan ABI
didapatkan hasil yg menandakan adanya PAP. Pada kasus DM, terjadinya
PAP atau atherosklerosis akan meningkat 4x lipat. Resiko pembuluh darah
mengalami penebalan endotel, hyalinosis arteriol dna proliferasi endotel juga
akan meningkat pada pasien DM. Terjadinya ulkus diabetik juga dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu faktor neuropati, faktor vaskular dan faktor sistem
imun.
Faktor neuropati yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetes adalah
dikarenakan keadaan hiperglikemia menghasilka oxidative stress pada serabut-
serabut saraf dan terjadi glikosilasi dari protein sel saraf yang mengakibatkan
iskemia. Perubahan selular inilah kemudian mengganggu fungsi-fungsi saraf,
seperti kerusakan pada neuron motorik pada otot-otot kaki sehingga terjadi
ketidakseimbangan fleksor dan ekstensor, deformitas anatomi dan akhirnya
ulserasi kulit. Saraf autonom juga rusak sehingga mengganggu fungsi kelenjar
keringat yang mengakibatkan retakan epidermal dan rusaknya kulit. Dan yang
terakhir keadaan neuropati akan mengurangi sensasi perifer.
Faktor vaskular yang mempengaruhi adalah keadaan hiperglikemia
menyebabkan terjadinya perubahan pada arteri perifer pada kaki yang dimulai
dari tingkat sel. Kerusakan endotel yang terjadi mengakibatkan penurunan
vasodilator serta thromboxan A2 akan meningkat. Efek yang ditimbulkan dari
vasokonstriksi dan hiperkoagulasi plasma adalah iskemia dan peningkatan
resiko ulserasi. Pada kaki yang mengalami ulserasi, kebutuhan akan suplai
darah semakin tinggi, tetapi pada pasien diabetes, aliran darah justru
berkurang akibat hal-hal tersebut.
Faktor sistem imun juga mempengaruhi ulkus DM. perubahan sistem imun
pada pasien DM menyebabkan menurunnya respon penyembuhan, serta
terjdadi peningkatan apoptosis sel limfosit T yang kemudian menghambat
proses penyembuhan.
Ulkus diabetes dapat berkembang menjadi proses infeksi. Tanda tanda
seperti demam, takikardia atau tachypnoe mengindikasikan adanya ulkus yang
terinfeksi. Pada pasien ini teradapat riwayat demam selama 3 hari dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan takikardia. Selain itu, adanya pus dan eritem
pada sekitar ulkus juga menandakan adanya proses infeksi. Pada pasien ini
kulit sekitar luka yaitu pada dorsum pedis dan plantar pedis bagian metatarsal
tampak eritem, hangat pada perabaan, dan pada ulkus didapatkan pus yang
berwarna kuning kehijauan. Lalu pada pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan nilai leukosit yang tinggi, yaitu 15.300/uL.
Untuk penatalaksanaan oleh karena adanya bukti infeksi perlu pemberian
antibiotik dan tindakan debridement pada luka. Selain itu oleh karena
penyebab ulkus diabetes adalah keadaan hiperglikemia, maka perlu dilakukan
kontrol kadar gula darah agar mencapai normal sehingga tidak memperparah
ulkus yang sudah ada.

VII. Follow Up
Tgl S O A P
27/07/17 Pusing, nyeri Kes: CM Ulkus DM - SC/6 jam
IPD nyut-nyutan TD: 130/80 wagner 1 - IVFD NaCl
pada kaki N: 80x; RR: Selulitis 0,9% 500 cc/8
kiri 20x DM tipe 2 jam
S: 36,5o C PAP - Inj. Ranitidin
2x1 amp
St. Lokalis: - Inj
Ulkus digiti 2 Metronidazol
pedis sinistra, e 3x500 mg
pus (+), - Inj.
hiperemis, Ceftriaxone
plak eritem 1x2 g
dorsum pedis - Konsultasi
et plantar pedis Bedah
pars
metatarsal,
hangat pada
perabaan
Tgl S O A P
28/07/17 Kaki kiri Kes: CM Infeksi - Terapi lain
BEDAH masih terasa TD: 100/70 Digiti 2 lajut sesuai
nyeri N: 80x; RR: pedis Sin TS IPD
18x dengan - Rawat
S: 36,5o C nekrotik Bersama
jaringan - Cilostazol
St. Lokalis: DM tipe 2 2x1 tab
Digiti II pedis - Pro
sinistra : Debridement
Kemerahan,
radang,
gangguan
vaskular

Tgl S O A P
29/07/17 Kaki masih Kes: CM Abses DM - Pro
IPD nyeri, lemas, TD: 110/70 DM tipe 2 debrideme
tidak bisa tidur N: 80x; RR: 21x nt sesuai
S: 36,4o C TS Bedah
- Apidra
St. Lokalis: 3x8 unit
Ulkus digiti 2
pedis sin, pus
(+), hiperemis,
hangat

Tgl S O A P
31/07/17 Nyeri pada Kes: CM Abses DM - Apidra
IPD kaki kiri TD: 120/80 DM tipe 2 10-10-8
N: 82x; RR: 20x - Pro Op
S: 36,6o C jika GDS
<200
St. Lokalis: - Jika GDS
Ulkus digiti 2 >200 -->
pedis sin, pus extra
(+), hiperemis, apidra 5 U
hangat -

31/07/17 Dilakukan tindakan debridement


Diagnosa : DM & gang. Vaskular digiti 2 pedis sinistra

Tgl S O A P
31/07/17 Post Op Kes: CM DM Instruksi Post
BEDAH TD: 120/90 Gang. Op:
N: 88x; RR: 20x Vaskular Bed rest
S: 36,4o C digiti 2 Terapi lanjut
pedis GV tiap hari
St. Lokalis : sinistra
Luka post op
terbalut verban

Tgl S O A P
01/08/17 Masih sedikit Kes: CM Abses digiti Rawat jalan
IPD nyeri di luka TD: 120/70 2 pedis sin Kontrol 5 hari
post op N: 80x; RR: 18x post op hari lagi ke Poli
S: 36,4o C 1 Penyakit Dalam
DM tipe 2
St. Lokalis :
Luka post op
terbalut verban

Tgl S O A P
01/08/17 Nyeri sudah Kes: CM Post Op hari ACC Rawat jalan
BEDAH mulai TD: 130/80 1 Kontrol poli
berkurang N: 80x; RR: 19x DM tipe 2 bedah 1 minggu
pada luka S: 36,4o C kemudian
bekas operasi
St. Lokalis :
Luka post op
terbalut verban,
pus (+)
TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS DIABETES

I. Latar Belakang
Ulkus diabetes merupakan salah satu komplikasi dari diabetes yang sangat
mengangu kualitas hidup seseorang. Komplikasi ini terjadi karena tidak
terkontrolnya kadar gula darah yang tinggi, neuropati perifer, insufisiensi arteri
perifer, dan imunosupresan. Berdasarkan riset, 15 20% dari kurang lebih 16 juta
penduduk Amerika yang menderita diabetes akan mengalami rawat inap akibat
komplikasi pada kaki. Dan sayangnya masih banyak juga pasien yang
memerlukan amputasi atas-lutut sebagai konsekuensi dari infeksi berat akibat
iskemia perifer, yaitu sekitar 80.000 amputasi per tahunnya terjadi di Amerika.
Bentuk lesi yang paling khas dari kaki diabetes adalah ulserasi mal perforans,
yang kemudian menjadi faktor resiko utama terjadinya amputasi. 1, 2
II. Etiologi dan Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya ulkus diabetes terbagi-bagi berdasarkan etiologinya.
Faktor etiologi yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetes antara lain3,4 :
Hiperglikemia kronis
Keadaan hiperglikemia terutama pada keadaan kronis akan menproduksi suatu
stres oksidatif terhadap sel sel saraf yang kemudian akan merusak sel saraf
tersebut. Selain itu, kerusakan saraf juga terjadi karena adanya proses
glikosilasi dari protein sel saraf yang mengakibatkan iskemia.5
Neuropati
Pada pasien diabetes akan terjadi kerusakan pada pada sel sel saraf yang
disebut dengan neuropati. Pada neuropati sensorik, hilangnya sensasi
melindungi akan mengarah kepada kurangnya kesadaran akan adanya suatu
ulserasi yang terjadi.5 Pada neuropati motorik, hilangnya suplai neural ke otot
otot instinsik kaki akan mengakibatkan ketidak seimbangan antara gerakan
tendon fleksor panjang dan tendon ekstensor sehingga mempengaruhi otot
otot yang diperlukan untuk pergerakan kaki normal, merubah distribusi
tekanan saat gerakan berjalan dan akhirnya menyebabkan terbentuknya callus
(penebalan kulit) pada titik titik tumpuan terberat. Selain itu dapat pula
terjadi kerusakan pada serabut saraf autonom, yang akan mengakibatkan
gangguan kelenjar keringat sehingga kulit mengalami kegagalan untuk tetap
melembabkan diri dan selanjutnya kulit mengalami kerusakan.5,6
Disfungsi vaskular/iskemia
Iskemia yang terjadi pada jaringan kaki dapat terjadi akibat pennyakit
makrovaskular (aterosklerosis) ataupun penyakit mikrovaskular (penebalan
membran basalis, kerapuhan dinsing kapiler, dan trombosis). Disfungsi
endotel akan menyebabkan penurunan produksi vasodilator dan juga plasma
tromboksan A2 akan meningkat sehingga akan mengakibatkan suplai darah ke
perifer semakin menurun dan terjadilah iskemia. Aterosklerosis memiliki
kemungkinan terjadi 2 3 kali lipat lebih besar pada penderita diabetes dan
memiliki tempat predileksi pada arteri tibialis dan arteri peroneal. 1,2,7
Perubahan imun
Perubahan imun pada pasien diabetes adalah berkurangnya respon
penyembuhan pada kaki yang mengalami luka. Dimana terjadi penurunan efek
kemotaktik untuk menarik sel sel inflamasi ke jaringan yang mengalami
luka, sehingga memperlambat proses penyembuhan dan meningkatkan resiko
terjadinya infeksi. Apabila proses tersebut akhirnya terjadi (respon inflamasi),
proses yang selanjutnya terjadi akan berganti menjadi menjadi eksaserbasi dari
inflamasi dan proteolisis. Hasil dari paparan hiperglikemia kronis juga akan
mencetuskan glikasi protein dan gangguan respon sel yang akan
mengakibatkan hambatan pada proses fibrosis dan perbaikan jaringan. 3,4,5
Gambar 1. Skema Patofisiologi Ulkus Diabetes2
III. Klasifikasi Ulkus Diabetes
Para klinisi telah mengklasifikasikan ulkus pada kaki menjadi beberapa kategori
dan stadium yang bertujuan untuk pemberian terapi yang tepat. Ada beberapa
klasifikasi yang sering digunakan yaitu, klasifikasi berdasarkan University of
Texas dan Wagner.

Tabel 1. Klasifikasi Kaki Diabetes berdasarkan University of Texas


Tabel 2. Klasifikasi Ulkus Diabetes Wagner

Gambar 2 (a) ulkus superfisial; (b) ulkus dalam dan jaringan nekrotik

Gambar 3. Gangren ekstensif


IV. Pemeriksaan
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis pada kaki diabetes harus termasuk diantaranya
pemeriksaan refleks achiles, tes getaran (dengan menggunakan garpu tala 128
Hz), dan pemeriksaan sensibilitas (menggunakan monofilament). Hilang atau
terganggunya salah satu fungsi neurologi diatas mengindikasikan adanya
hubungan ulkus diabetes yang terjadi dengan neuropati.

Gambar 4. Pemeriksaan Neuropati

Pemeriksaan Sirkulasi Perifer


Pemeriksaan sirkulasi perifer pada pasein ulkus diabetes diantaranya adalah
evaluasi nadi pedis, pemeriksaan ankle-brachial index (ABI), dan toe-brachial
index. Pemeriksaan ankle brachial index sendiri sebaiknya menggunakan usg
doppler agar tekanan dapat terpantau secara optimal. ABI dapat dilakukan
pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior.8 Hasil ABI kurang dari
0,90 90 98% menandakan adanya stenosis pada ekstremitas bawah lebih
dari 50%. Meski demikian, metode yang lebih akurat adalah dengan
pemeriksaan toe-brachial index. Pemeriksaan toe brachial index biasanya
dillakukan bila pada pemeriksaan ABI, didapatkan hasil yang tinggi atau tidak
dapat diinterpretasikan. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk menilai
proses penyembuhan. Hasil TBI dibawah 0,7 mengidikasikan adanya
gangguan sirkulasi perifer.2,8
Gambar 5. Pemeriksaan ABI

Tabel 3. Interpretasi ABI


Gambar 6. Toe-Brachial Index

Tabel 4. Interpretasi Hasil Toe-Brachial Index


Pemeriksaan Radiologi
Semua pasien dengan ulkus diabetes harus dilakukan evaluasi rontgen agar
dapat diketahui ada tidaknya lesi radiopaque dan untuk mengevaluasi
perubahan anatomi pada kaki yang dapat mengindikasikan neuroartropati
(Charcot joint), ataupun tanda tanda osteomyelitis. 4

V. Pengelolaan Kaki Diabetes


Pengelolaan kaki diabetes dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetes & terjadinya ulkus (penvegahan primer) serta pencegahan
terjadinya kecacatan lebih lanjut (pencegahan sekunder).

Pencegahan Primer
Edukasi dan penyuluhan merupakan komponen penting dari perncegahan primer
kaki diabetes. Penyuluhan sebaiknya dilakukaan di tiap kesempatan bertemu
dengan penyandang diabetes. Dan anjuran ini berlaku bagi seluruh poihak terkait
seperti dokter, perawat, ataupun ahli gizi.5

Pencegahan Sekunder
Kontrol metabolik dan vaskular
Sebagian besar pasien dengan ulkus DM memiliki kontrol gula darah yang
buruk, yang mengakibatkan terjadinya neuropati. Konsentrasi gula darah
diusahakn mencapai nilai senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi gula darah.
Status nutrisi juga harus diperhatikan, karena nutrisi yang baik jelas membantu
kesembuhan luka.5,9
Keadaan vaskular yang buruk juga tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan vaskulari perifer. Setelah dialkukan diagnosis keadaan, maka
selanjutnya dilakukan modifikasi faktor resiko seperti stop merokok,
mengontrol penyakit penyerta seperti dyslipidemia dan hipertensi, serta
melakukan walking program (latihan kaki), selama 30 menit, 3 kali sehari
(atas konsultasi dengan dokter).3,5,7
Manajemen luka
1. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah.Debridemen mekanik
dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan
sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen
secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein.
Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses
ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan
melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid
dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan
bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses
granulasi.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah
adalah untuk :
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal

2. Mengurangi Beban Tekanan (off loading)


Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada
penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun
iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun
sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah
mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off
loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki,
istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast,
walker, sepatu boot ambulatory. Total contact cast merupakan metode off loading
yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian bahwa
dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan
antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang
agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah
diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi
depan dan belakang (tumit).1,2,4,5

3. Perawatan Luka
Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar
luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat
dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan
kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.
Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan
sebagainya.5,10
4. Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil
kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara
empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada kaki diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum,
diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection
dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau
ceftazidime+clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi
berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif
antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/tazobactam
+ vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime, imipenem/cilastatin atau
fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian
antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.Bila ulkus disertai osteomielitis
penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan
osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah.
Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan
kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang
telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya
memerlukan waktu 2 minggu.5,11

Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio intermiten
yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan
revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas. Untuk oklusi yang panjang dianjurkan untuk
tindakan operasi bedah pintas terbuka. Sedangkan untuk oklusi yang pendek dapat
dilakukan tindakan endovaskular seperti percutaneus transluminal angioplasty
(PTA).6,7,11

Gambar 7. Peercutaneus Transluminal Angioplasty (PTA)


Dan pada keadaan sumbatan akut dapat dilakukan tindakan trombo-eterektomi.
Terapi hiperbarik juga dilaporkan bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan
oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Walaupun
demikian masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada
pengeloalaan umum kakai diabetes.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aumiller WD, Anderson H. Pathogenesis and management of diabetic foot


ulcers. American Academy of Physician Assistants. 2015; 28: 28-34.
2. Robert G, Frykberg D. Diabetic foot ulcers: Pathogenesis and Management.
American Family Physician. 2002; 66: 1655-1662.
3. Keith Bowering C. Diabetic foot ulcers: Pathophysiology, assessment, and
therapy. Canadian Family Physician. 2001; 47: 1007-1016.
4. Leung PC. Diabetic foot ulcers a comprehensive review. The Royal Colleges
of Surgeons of Edinburgh and Ireland. 2007; 5; 4: 219-31.
5. Waspadji S. Kaki Diabetes. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing. Edisi VI. 2014; II: 2367-72
6. Falanga V. Wound healing and its impariment in the diabetic foot. Lancet.
USA. 2005; 366: 1736-43.
7. Jeffcoate WJ, harding KG. Diabetic foot ulcers. The Lancet. 2003; 361:1545-
51.
8. Park C. Ankle-Brachial Index Measurement. Medscape. 2016
9. American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease in People With
Diabetes. Diabetes Care. 2003;26:12: 3333-41.
10. Luscher T, et al. Diabetes and Vascular Disease: Pathophysiolgy, Clinical
Consequences, and Medical Therapy Part II. Circulation. AHA. 2003;108:
1655-1661.
11. Antono D. Tatalaksanan Gangguan Sirkulasi Perifer. Divisi KArdiologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. 2016

Anda mungkin juga menyukai