Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN
Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi
oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun
pembelahan sel-sel kanker akan terhambat. Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan
radioterapi. Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif
yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan
sebagai adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker. Dengan
pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang mati dan tumor akan
mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari
tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi
bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang sehat merupakan penyebab
terjadinya efek samping radiasi. Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan yang
membelah dengan cepat.1
Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe dan stadium tumor bersamaan
dengan responnya terhadap radioterapi. Perhitungan yang rumit telah dilakukan untuk
menentukan dosis dan jadwal radiasi pada rencana terapi. Seringkali pengobatan diberikan dari
berbagai sudut yang berbeda untuk mendapatkan efek radiasi yang maksimal terhadap tumor
dan efek yang minimal terhadap jaringan yang sehat.1
Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi adalah: efek samping yang terjadi selama
radioterapi bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui tubuh pasien dan tidak tertinggal di
dalam tubuh sehingga pasien tidak bersifat radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi
yang dipengaruhi dan sel-sel normal yang terpapar radiasi akan segera memulihkan diri
beberapa jam setelah terkena paparan.1

II. BIOLOGI SEL TUMOR MALIGNA


Terdapat beberapa gen yang dapat dianggap bertanggungjawab terhadap proses terjadinya
tumor maligna, yang dikenal dengan sebutan onkogen. Terdapat beberapa hal yang bisa
mengakibatkan sel normal bermutasi menjadi onkogen, yaitu proses kongenital, dimana sejak
lahir sudah membawa onkogen, bahan kimia karsinogenik yang masuk ke dalam tubuh dan
bereaksi dengan DNA pada kromosom dan virus onkogen yang bila memasuki sel normal akan
berintegrasi dengan kromosom yang ada di dalam nukleus lalu melakukan transkripsi serta
radiasi kronik yang terus menerus mengenai sel-sel normal.1
Bila sel sudah berubah menjadi sel tumor maligna, maka ia memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki oleh sel-sel normal, seperti kemampuan mitosis yang sangat cepat, kemampuan
memproduksi enzim kolagenesis yang menyebabkan sel tumor maligna mampu melakukan
metastasis limfogen, hematogen ke jaringan sekitar, serta kemampuan sel tumor untuk
melakukan angiogenesis yakni membentuk neovaskularisasi yang menyebabkan tumor dapat
tumbuh besar.1

III. DASAR-DASAR BIOLOGI RADIOTERAPI


Jaringan bila terkena radiasi penyinaran, akan menyerap energi radiasi dan akan
menimbulkan ionisasi atom-atom. Ionisasi tersebut dapat menimbulkan perubahan kimia dan
biokimia yang pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan biologik. Kerusakan sel yang
terjadi itu dapat berupa kerusakan kromosom, mutasi, perlambatan pembelahan sel dan
kehilangan kemampuan untuk berproduksi.
Radiasi pengion adalah berkas pancaran energi atau partikel yang bila mengenai sebuah
atom akan menyebabkan terpentalnya elektron keluar dari orbit elektron tersebut. Pancaran
energi dapat berupa gelombang elektromagnetik, yang dapat berupa sinar gamma dan sinar X.
Pancaran partikel dapat berupa pancaran elektron (sinar beta) atau pancaran partikel netron,
alfa, proton.
Jenis radiasi pengion berupa sinar Gamma dan sinar X. Sinar Gamma merupakan
pancaran gelombang elektromagnetik yang berasal dari disintegrasi inti cobalt 60 radioaktif.
Akibat dari disintegrasi inti tersebut akan terbentuk satu pancaran energi berupa sinar gamma
dan 2 pancaran partikel, yaitu pancaran elektron disebut sinar beta dan pancaran inti helium
disebut sinar alfa. Sinar gamma digunakan dalam radioterapi, sedangkan sinar alfa dan sinar
beta digunakan dalam terapi radiasi internal. Sinar X atau photon merupakan pancaran
gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh pesawat liner akselerator, digunakan untuk
radiasi eksterna.
Radiasi pengion bila mengenai sel tumor maligna, akan menimbulkan ionisasi air dan
oksigen ekstraseluller dan intraseluller sehingga menjadi ion H+, ion OH- dan ion oksigen. Ion
ini bersifat tidak stabil dan dapat berubah menjadi radikal H, radikal OH dan radikal oksigen.
Radikal ini akan bereaksi dengan DNA dan menimbulkan kerusakan DNA dan akhirnya
menimbulkan kematian sel maligna.
Reaksi yang terjadi antara radiasi pengion dengan sel tumor maligna bisa berupa reaksi
direk dan reaksi indirek. Reaksi direk adalah interaksi yang terjadi antara radiasi pengion
dengan sel tumor maligna, dalam hal ini interaksi langsung antara radiasi pengion dengan DNA
didalam kromosom pada inti. Atom-atom yang menyusun molekul pada DNA, mengalami
ionisasi, akibatnya DNA kehilangan fungsi-fungsinya sehingga sel-sel tumor mengalami
kemandekan dalam proliferasinya. Reaksi indirek adalah reaksi terpenting dalam proses
interaksi radiasi pengion dengan sel tumor maligna. Molekul air dan molekul oksigen yang
terdapat intraseluller dan ekstraseluller akan terkena radiasi pengion. Akibatnya elektron akan
terlempar keluar orbit dan akan berubah menjadi ion H+ dan ion OH- serta ion oksigen. Ion-ion
ini bersifat tidak stabil dan akan berubah menjadi radikal H, radikal OH dan radikal oksigen.
Radikal-radikal tersebut secara kimiawi sangat berbeda dengan molekul asalnya dan
mempunyai kecenderungan besar untuk bereaksi dengan DNA. Akibat dari reaksi tersebut
maka akan terjadi kerusakan DNA yang dapat berupa putusnya kedua backbone DNA (double
strand break), satu backbone DNA putus (single strand break), kerusakan base (base damage),
kerusakan molekul gula (sugar damage), DNA-DNA crosslink dan DNA protein cross link.
Diantara reaksi yang terjadi didalam sel tumor maligna, selain kerusakan DNA pada
kromosom, akibat reaksi direk dan indirek dari radiasi pengion, juga terjadi suatu efek sitologis
yang disebut abrasi kromosom. Radiasi akan menghambat proses pembelahan sel. Radiasi yang
terjadi pada saat sel tumor dalam proses interfase dan mulai membelah, beberapa sel akan
mengalami aberasi kromosom. Akibat aberasi kromosom ini dapat terjadi beberapa
kemungkinan: (1) kematian sel yang segera terjadi (early cell death), (2) aberasi terus menerus
setelah beberapa kali sel membelah. Terdapat beberapa jenis aberasi kromosom: (1) satu
fragmen kromosom akan berpindah tempat ke kromosom lain, (2) satu fragmen kromosom
berpindah tempat pada lengan yang lain pada kromosom yang sama (3) satu fragmen
kromosom berpindah tempat pada lengan yang sama pada kromosom yang sama.1

IV. PERSIAPAN RADIOTERAPI


Persiapan radioterapi meliputi pemeriksan laboratorium lengkap, BNO-IVP, pemeriksaan
radiologik tulang-tulang pelvis dan lumbal, mempersiapkan mental penderita. Pemeriksaan
laboratorium meliputi darah tepi, gula darah, kimia darah, EKG. Bila ada anemia harus
dikoreksi dulu, karena keadaan anoksia akan mengurangi kepekaan sel-sel kanker terhadap
radiasi, infeksi lokal juga harus diobati dulu dengan antibiotika lokal ataupun sistemik.
Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk menetapkan fungsi ginjal dan untuk menentukan
apakah ureter terkena atau tidak. Mental penderita dipersiapkan dengan cara menjelaskan
tentang penyakitnya, cara radiasi (luar atau intrakaviter), efek samping, lama dirawat di rumah
sakit, tentang haid dan hubungan seksual di kemudian hari.
Persiapan radiasi meliputi konsultasi, stimulasi, potograf dan block and shields.
Konsultasi merupakan tahap paling awal dari pengobatan radioterapi. Pada saat konsultasi, ahli
radioterapi akan mengambil data pasien secara akurat, riwayat penyakit serta berbagai
pemeriksaan laboratorium lainnya yang mungkin diperlukan, Stimulasi kemudian dilakukan,
yakni perencanaan radioterapi yang akan diberikan. Pada tahap ini pasien akan datang ke
bagian radioterapi, kemudian berbaring dibawah suatu mesin yang disebut stimulator. Beberapa
peralatan mungkin diperlukan untuk mencegah pasien bergerak atau merubah posisi agar
pengobatan diberikan pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa tanda dan
mungkin beberapa foto rontgen yang akan diambil. Foto rontgen yang diambil itu pada
nantinya akan mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan di kemudian hari,
karena pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali. Stimulasi merupakan tahap
yang penting dalam proses radioterapi. Perlindungan dan pengaman diperlukan selama pasien
menjalani pengobatan radioterapi, yang akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi

V. JENIS RADIOTERAPI
Dikenal beberapa jenis radioterapi, yaitu radioterapi eksternal dimana terdapat jarak
antara sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau linear accelerator.
Lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau pada hari radiasi dan penderita
disuruh datang pada jam yang telah ditentukan tanpa persiapan khusus. Brachiterapi yaitu
sumber radiasi ditempelkan pada tumor, contohnya brachiterapi intracavitair karsinoma serviks
dan radiasi internal dengan memasukkan cairan radioaktif secara oral ataupun intravena.
Misalnya dengan menggunakan yodium 131 radioaktif untuk terapi adenokarsinoma
papiliferum dan folikular tiroid.

VI. RADIOTERAPI EKSTERNAL


Peranan Radioterapi Eksternal Seluruh Panggul (whole pelvis)
Radioterapi eksternal pada seluruh panggul (whole pelvis radiation) dapat
digunakan untuk radioterapi tumor-tumor yang terletak di panggul seperti karsinoma vesica
urinaria, prostat, serviks, uterus dan rektum. Kebijakan apakah metastasis limfonodi
dimasukkan dalam target volume lapangan radioterapi eksternal whole pelvis tergantung
pada derajat histologi, stadium tumor primer, pola infiltrasi tumor, pola metastasis jauh.
Dosis maksimum pada tumor-tumor di panggul tergantung dari dosis toleransi maksimal
jaringan normal di panggul. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi
eksternal whole pelvis adalah umur penderita dimana terapi radiasi kurang dapat ditoleransi
pada penderita umur tua dengan keadaan umum yang buruk, beberapa keadaan yang
menyebabkan turunnya dosis toleransi seperti pada kelainan vaskuler pada diabetes,
arteriosklerosis yang diikuti hipertensi, penyakit pada kolon dan rektum sebelumnya,
pembedahan maupun kemoterapi yang telah diberikan. Bagian superior panggul secara
normal terisi oleh usus halus ileum yang bergerak bebas dengan dosis toleransi maksimum
adalah 4 Gy dan 50 Gy dalam 4,5 sampai 5 minggu, sehingga dosis radiasi maksimum
whole pelvis tidak boleh melebihi dosis toleransi usus halus sebesar 45 Gy-50 Gy.
Dosis yang radikal, lebih tinggi dari 50 Gy, akan menyebabkan adhesi segmen usus
yang teradiasi serta atrofi villi chorialis sehingga fungsi absorbsi makanan dan cairan
terganggu. CT scan panggul menunjukkan vesica urinaria yang penuh terbukti dapat
mendorong usus halus ke superior, keluar lapangan radiasi whole pelvis, sehingga
disarankan pada saat radiasi whole pelvis, sebaiknya vesica urinaria penuh.
Struktur dalam panggul yang harus dilindungi adalah rektum, sigmoid serta caput
femoris yang terkena radiasi lapangan lateral. Proktitis dan tenesmus merupakan efek
samping radiasi.

Definisi target volume pada karsinoma serviks uteri


Target volume meliputi tumor primer, limfonodi pelvis, limfonodi parailiaka dan
limfonodi iliaka komunis. Target volume ini harus mendapatkan dosis yang homogen
sebesar 50. Agar setiap organ yang menjadi target volume mendapatkan dosis 50 Gy
secara homogen, dapat dilaksanakan dengan menggunakan 4 lapangan radiasi yaitu
lapangan anterior, posterior, lateral kanan, lateral kiri. Sehingga target volume berupa
sebuah "kotak" yang terdapat didalam panggul dimana serviks, korpus uteri,
parametrium, salfing, tuba, ovarium kelenjar limfe regional (limfonodi paraservikal,
limfonodi parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras,
bagian anterior rektum, bagian posterior vesika urinaria, semuanya masuk didalam
"kotak" target volume. Teknik ini disebut "box system" yang terutama digunakan pada
karsinoma serviks uteri stadium inoperable yaitu IIB, IIIA, IIIB yang tumornya masih
utuh, yang infiltratif ke parametrium atau vagina. Untuk karsinoma serviks uteri
stadium IA/1B post operasi pan histerektomi dan karsinoma serviks IIA post operasi
Wertheim, teknik radiasi whole pelvis 2 lapangan anterior-posterior dapat digunakan
karena yang harus dieradikasi dengan radioterapi berupa mikroskopik residual disease
karena stadiumnya masih dini sehingga 2 lapangan AP-PA sudah mencukupi.
Batas-batas lapangan anterior posterior whole pelvis meliputi batas atas tepi atas
vertebra lumbal V, batas bawah tepi bawah foramen obturatoria, batas lateral 2 cm
lateral dari linea inominata. Batas-batas lapangan radiasi lateral whole pelvis meliputi
batas atas corpus vertebra lumbal V, batas bawah foramen obturatoria, batas posterior
adalah tepi posterior simfisis ossis pubis.

Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri pasca wertheim


Indikasi radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium Ia, Ib, IIa
adalah terdapat metastasis limfonodi para iliaka dan para aorta, jenis histologi
karsinoma epidermoid berdiferensiasi buruk, sayatan operasi tidak bebas tumor.
Khusus untuk karsinoma serviks uteri pasca operasi wertheim karena yang
dihadapi adalah mikroskopik disease, radiasi eksternal dapat diberikan dengan dua
lapangan anterior posterior dan posteroanterior dengan dosis 48 Gy s/d 50 Gy dalam 25
fraksi radiasi, dosis perfraksi 2 Gy. Target volume adalah tumor bed bekas tempat
serviks, uterus dan adneksa, proksimal vagina pada punctum bekas operasi, limfonodi
parailiakal, parailiaka komunis.
Bila pada akhir radiasi box system masih didapatkan residual disease pada
punctum vagina, yang dibuktikan dengan pemeriksaan pap smear, dapat dilakukan
booster radiasi dengan brakiterapi ovoid kembar, dengan dosis 500 cGy 2 cm dari
source sebanyak 2 kali aplikasi.

Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium inoperable IIb, IIIA
dan I1Ib
Target volume adalah proksimal vagina, forniks vagina, portio uteri, serviks uteri,
korpus uteri, parametrium, salfing, tuba, ovarium, kelenjar limfe regional (Limfonodi
paraservikal, limfonodi parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral
panggul keras, bagian anterior rektum, bagian posterior vesika urinaria. Teknik radiasi
whole pelvis menggunakan sistem box 4 lapangan dengan batas lapangan seperti sudah
disebutkan sebelumnya.
Dosis yang digunakan adalah 46 Gy- 50 Gy dalam 23-25 fraksi radiasi, 2 Gy per
fraksi. Kontribusi dosis dari lapangan anterior 0,6 Gy, lapangan posterior 0,6 Gy,
lapangan lateral kanan 0,4 Gy, lapangan lateral kiri 0,4 Gy. Total dalam 1 hari
mendapat dosis per fraksi 2 Gy. Kontribusi dosis dapat berubah sesuai bentuk panggul,
panggul semakin besar dan pipih maka kontribusi dosis dari lapangan lateral makin
kecil < 0,4 Gy, kontribusi dari lapangan anterior dan posterior > 0,6 Gy.

VII. BRAKITERAPI KARSINOMA SERVIKS


Brakiterapi adalah radiasi dalam jarak yang dekat. Sumber radiasi berbentuk kabel,
lempengan yang dimasukkan ke dalam tumor untuk menyalurkan radiasi dengan dosis tinggi.
Sumber radioaktif ini adalah cesium, iridium dan iodine. Pengobatan tipe ini sangat efektif
untuk beberapa jenis kanker, seperti kanker serviks, beberapa kasus kanker leher dan kepala
serta kanker paru-paru.
Terdapat dua jenis brakiterapi. Radiasi intrakaviter adalah salah satu jenis brakiterapi
dimana sumber radiasi ditempatkan pada suatu gagang dan dimasukkan ke dalam organ tubuh,
seperti uterus atau vagina. Radiasi interstisial, pada jenis ini sumber radiasi langsung
dimasukkan pada jaringan tubuh dan diletakkan langsung pada tumor. "High dose rate
brachytherapy" merupakan jenis brakiterapi yang baru yang sangat populer belakangan ini.
Sebuah mesin yang memiliki sumber radiasi dengan aktivitas yang sangat tinggi, kemudian
sumber itu disalurkan melalui kateter ke organ yang ada di dekat tumor.
Brakiterapi intracaviter pada karsinoma serviks uteri memungkinkan memberikan dosis
yang tinggi pada sentral tumor primer di serviks uteri untuk mendapatkan kontrol tumor lokal
yang maksimal tanpa melebihi dosis toleransi maksimal pada jaringan normal sekitar tumor.
Hal ini dimungkinkan karena uterus normal dan vagina bersifat relatif radioresisten, sehingga
penurunan dosis yang tajam pada jarak 2 cm dari source radiactive didalam seviks dan uterus
serta vagina akan melindungi jaringan normal sekitar serviks yaitu rektum, vesika urinaria dan
intestinum ileum.

VIII. RADIOTERAPI RADIKAL


Radioterapi radikal diindikasikan untuk kasus-kasus nonoperable. Pengobatan terdiri dari
radioterapi eksternal (24 kali pengobatan selama 5 minggu) dilanjutkan dengan pengobatan
intrakavitas selama 3 kali. Terapi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemberian
kemoterapi dengan sisplatin. Radioterapi ajuvan diindikasikan sebagai pengobatan lanjutan
pada pasien post operasi histerektomi radikal dimana didapatkan sel ganas pada limfonodi
pelvis dengan batas yang tertutup (25 kali pengobatan selama 5 minggu).
Kanker vagina
Ini merupakan kasus yang jarang dan manajemennya serupa dengan kanker serviks.

Kanker endometrium
Radioterapi ajuvan diberikan pada pasien dengan risiko tinggi pada stadium I
(stadium Ic dan semua stadium III). Idealnya radioterapi diberikan dalam konteks
percobaan ASTEC. Pengobatan terdiri dari radioterapi eksternal (20-25 pengobatan selama
3 hari). Radioterapi ajuvan dan brachiterapi diberikan pada wanita dengan stadium II-III.
Pada beberapa wanita dengan stadium IIa dengan grade 1-2 pemberian brakiterapi saja bisa
diterapkan (6 kali pemberian). Sarkoma uteri jarang ditemukan dan radioterapi adjuvant
bisa diberikan pada kasus ini.
Terapi sulih hormon setelah pemberian radioterapi
Pada wanita dengan uterus yang masih utuh diperlukan pemberian kombinasi
estrogen dan progesteron bila diagnosis ditegakkan pada saat premenopausal dan sebaiknya
pemberian diteruskan hingga usia 50 tahun. Terapi sulih hormon juga sebaiknya ditawarkan
pada wanita yang tidak memiliki gejala.

IX. EFEK SAMPING RADIOTERAPI


Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek samping tersebut
tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum pasien. Beberapa efek samping
berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah, nyeri, perubahan warna dan ulserasi),
penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada
setiap pengobatan radioterapi. Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena
radioterapi. Radiasi tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani
radiasi eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya bagi
orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau keempat dari
pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai.
Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa hal perlu dilakukan. Bila terdapat
kelelahan, pasien dianjurkan untuk tetap beraktivitas seperti biasa, bila memang diperlukan
maka aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa tidur nyenyak di malam hari serta
beristirahat yang cukup. Bila terjadi kehilangan nafsu makan maka sebaiknya pasien dianjurkan
untuk makan segala makanan yang diinginkan, makan dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari
memakan makanan yang kering, minum banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk
meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang terjadi bisa dikurangi dengan tidak
menggunakan produk-produk pada kulit sebelum radioterapi, menggunakan baju yang tidak
terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air hangat pada saat membasuh tubuh,
dilarang menggosok terlalu keras pada area yang terkena radioterapi, hindari temperatur yang
terlalu panas atau terlalu dingin serta hindari sinar matahari langsung. Pada umumnya efek
samping dari radioterapi akan hilang dengan sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Tetapi
pada beberapa kasus yang jarang akan terjadi efek samping yang berkepanjangan karena radiasi
menyebabkan kerusakan pada organ dalam yang berhubungan atau berdekatan dengan tempat
tumor.

Sumber:
Kreshnamurti, Irwan. Ginting, Radumuli. Dina, Farah. Radioterapi Pada Kanker Serviks.
Palembang: Dept. Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI.

Anda mungkin juga menyukai