Asuhan Kebidanan II
Makalah diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Persalinan
Dosen pembimbing: Dra. Hj. Tetty Supartini, SST.
- TFU sepusat
- Tidak ada janin kedua
- Uterus globuler
- Blas kosong
a. Kala III adalah dari lahirnya bayi sampai keluarnya placenta. Lamanya 5
sampai 30 menit.
(Oxorn, H dan William. (1990). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Andi Offset)
b. Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
(Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta : Erlangga)
c. Kala III (pelepasan uri) yaitu setelah kala II, kontraksi uterus berhenti
sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan
plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
(Manuaba, I. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC)
d. Kala III terjadi setelah anak lahir dan muncul his berikutnya, his ini
dinamakan his pelepasan uri yang melepaskan uri sehingga terletak pada
segmen bawah rahim atau bagian atas vagina. Lamanya kala uri 8,5
menit dan pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.
Pendarahan yang terjadi pada kala uri 250 cc, dan dianggap patologis
jika 500 cc.
(FK Unpad. (1983). Obstetri Patologi. Bandung: Elemen)
e. Kala tiga disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga
persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban.
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen
Kesehatan)
f. Kala III dimulai sejak lahir bayi sampai lahirnya plasenta. Kala III juga
disebut sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta dan selaput
ketuban bayi lahir. Lama kala II <10 menit pada sebagian besar pelahiran
dan <15 menit pada 95% pelahiran.
(Sumber: Fraser, D.M dan Cooper,M.A. (2009). Myles Textbooks for
Midwives. Jakarta: EGC)
g. Persalinan Kala III merupakan jangka waktu sejak bayi lahir hingga
keluarnya plasenta dan selaput ketuban dengan lengkap.
( Boston, H. (2011). Midwifery Essential. Jakarta: EGC)
1. Menurut Duncan
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) disertai dengan
adanya tanda darah yang keluar dari vagina apabila plasenta mulai
terlepas.
2. Menurut Schultz
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (sentral) dengan tanda adanya
pemanjangan tali pusat yang terlihat di vagina.
2. Secara Duncan
Pada pelepasan secara Duncan pelepasan mulai pada pinggir
placenta. Darah mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim,
jadi perdarahan sudah ada sejak sebagian dari placenta terlepas dan
terus berlangsung sampai seluruh placenta lepas.
Placenta lahir dengan pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan
secara Duncan terutama terjadi pada placenta letak rendah.
Banyak perubahan fisiologis normal terjadi selama kala satu dan dua
persalinan, yang berakhir ketika plasenta dikeluarkan, dan tanda-tanda vital
wanita kembali ke tingkat sebelum persalinan selama kala tiga :
Tekanan Darah
Tekanan sistolik dan tekanan diastolik mulai kembali ke tingkat sebelum
persalinan.
Nadi
Nadi secara bertahap kembali ke tingkat sebelim melahirkan
Respirasi
Kembali bernapas normal
Aktivitas Gastrointestinal
Jika tidak terpengaruh obat-obatan, motilitas lambung dan absrobsi
kembali mulai ke aktivitas normal. Wanita mengalami mual dan muntah
selama kala tiga adalah tidak wajar
Manajemen aktif kala III terdiri atas tiga langkah utama, yaitu sebagai berikut.
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
3. Masase fundus uteri.
Observasi yang lain adalah tanda-tanda vital ibu. Pengawasan ini juga
dilakukan secara ketat untuk mengetahui keadaaan umum ibu dan tanda-tanda
yang patologis (misalnya syok). Tindakan ini dilakukan tiap 15 menit pada jam
pertama dan 30 menit pada jam kedua pascapersalinan, demikian halnya
dengan kandung kemih karena kandung kemih yang penuh akan memengaruhi
kontraksi uterus yang juga dapat menyebabkan perdarahan. Kebersihan
vulvadan vagina ibu juga harus jadi perhatian penolong untuk mencegah
terjadinya infeksi.
Penataaksanaan pasif
Penatalaksanaan pasif adalah penatalaksanaan kelahiran plasenta tanpa
intervensi-tanpa obat oksitosin, tanpa pengkleman tali pusat kecuali jika
denyutan telah berhenti, tapa terkendali. Kelahiran plasenta terjadi atas upaya
ibu, dibantu gaya gravitasi dan bayi yang mengisap payudara ibu. Terlihat tanda-
tanda pelepasan dan penurunan plasenta. Hal ni berkaitan dengan kehilangan
darah yang lebih banyak, yang sebagian disebabkan oleh pengukuran darah yag
lebih banyak, yang sebagian disebabkan oleh pengukuran dara yang lebih
akurat. Seama darah yang keluar tidak terlalu banyak dan kondisi ibu tidak
memburuk, perdarahan tersebut masih bersifat fisiologis yang masih dapat
diatasi oleh tubuh ibu. Penatalaksanaan fisiologis atau pasif terhadap persalinan
kala III memerlukan waktu yang lebih lama daripada penatalaksanaan kala III
yang aktif, yaitu sampai satu jam. Selama kondisi ibu tetap stabil, tanpa
perdarahan yang berlebihan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saat ini
merupakan waktu yang tepat untuk memulai pemberian ASI, yang memberikan
manfaat tambahan berupa peningkatan pelepasan oksitosin yang meningkatkan
kontraksi uterus.
Prinsip Penatalaksanaan Pasif
Bidan masih memakai sarung tangan yang telah dipakai untuk menolong
kelahiran bayi
Catat waktu kelahiran bayi
Anjurkan ibu untuk menggunakan posisi tubuh tegak
Letakkan pispot atau wajah lain yang sesuai di bawah ibu untuk
menampung plasenta yang akan keluar
Observasi kondisi ibu secara menyeluruh, terutama untuk adanya
perdarahan per vaginam, dan ukur nadi ibu setiap 15 menit sekali atau
lebih sering sesuai indikasi
Jangan menyentuh tali pusat, biarkan tali pusat berhenti berdenyut secara
lami
Anjurkan dan bantu ibu untuk menyusui
Jangan melakukan palpasi pada uterus kecuali jika terjadi perdarahan
hebat
Anjurkan ibu untuk melahirkan plasenta dengan kekuatannya sendiri,
mengejan untuk mengeluarkan plasenta
Catat waktu plasenta keluar (biasanya dalam satu jam setelah bayi lahir)
Tali pusat dapat diklem kemudian dipotong bila telah berhenti berdenyut,
pasang klem 3-4cm dri dinding perut bayi (lebih jauh bila bayi praterm,
karena dapat diperlukan kateterisasi pada vena umbilikalis ; prosedur
tersebut akan lebih berhasil bila tali pusat lebih panjang)
Kaji kondisi ibu, catat kondisi uterus, jumlah darah yang keluar, nadi dan
tekanan darah setelah kala III berakhir. Kondisi saluran genitalia juga
harus diperiksa, dilakukan penjahitan bila perlu
Bantu ibu ke posisi yang nyaman, ganti semua kain yang kotor, bila hasil
observasi ibu semua dalam batas normal, biarkan ibu bersama bayinya
(bersama suami atau orang yang menemaninya selama persalinan) ,
pastikan bahwa bel panggil terletak ditempat yang mudah dijangkau ibu.
Periksa plasenta dan catat jumlah darah yang keluar
Buang plasenta dan bereskan alat dengan benar
Dokumentasikan hasil dan lakukan tindakan yang sesuai
Bila ibu menginginkan dilakukannya penatalaksanaan pasif pada kala II
namun kondisi pusat memburuk, klem yang berada di ujung tali pusat yang
menempel pada ibu harus dilepas, kemudian ujung tali pusat tersebut diletakkan
di wadah steril. Hal ini membuat sejumah darah mengalir dan plasenta, dan
membantu menurunkan ukuran plasenta secara keseluruhan. Prinsip
penatalaksanaannya sama. Tetapi hal ini tidak efektif dan dapat menghambat
proses fisiologis. Bila terdapat tanda-tanda perdarahan, dapat diperlukan obat
oksitosik dan penatalaksanaan kala III dilakukan secara aktif. Darah yang
mengalir dari plasenta tidak boleh diumlahkan dengan perkiraan jumlah darah
yang keluar setelah persalinan, karena merupakan darah plasenta bukan matern
Hasil Diskusi