Anda di halaman 1dari 24

WRAP UP

PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER

Kelompok A-9
Ketua : Deby Tri Widia Lestari (1102013073)
Sekretaris : Claraz Wanisada Erman (1102013066)
Anggota :
Cita Pratiwi (1102013065)
Dara Lalita Darmestari (1102013068)
Dara Mayangsari (1102013069)
Darayani Amalia (1102013070)
Dea Melinda Sabila (1102013072)
Dea Dwi Miranti (1102013071)
Dyah Arum Maharani (1102012072)

Dewi prasetyawati (1102010071)

UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
JL. LET. JEND. SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH,
JAKARTA PUSAT, 10510
Skenario 3
PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER
Seorang laki laki, usia 35 tahun datang ke IGD RS mengeluhkan terdapat benjolan ada
leher kanan sejak 1 bulan, semakin lama semakin besar. Demam terutama malam hari, berat
badan berkurang dan terkadang nyeri pada benjolan tersebut. Dari pemeriksaan fisik didapat
pembengkakan Kelenjar Getah Bening di regio Colli Dextra, satu buah, konsistensi sedikit
keras, ukuran 33 cm, tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan. Ditemukan juga
pembengkakan Kelenjar Getah Bening di kedua Inguinal masing masing satu buah, ukuran 11
cm, konsistensi sedikit keras, tidak ada inflamasi dan nyeri tekan. Dokter meminta pasien untuk
melakukan Biopsi Kelenjar Getah Bening untuk diagnostik dan pasien menyetujuinya.

2
Katakata sulit:
1. Inguinal: daerah yag terletak di pangkal paha / salah satu daerah lateral yang terendah
dari perut.
2. Regio Colli Dextra: daerah leher sebelah kanan dimana letak kelenjar getah bening
berada dan biasanya terjadi pembesaran .
3. Biopsi: Pengambilan dan pemeriksaan (biasanya mikroskopik) jaringan dari tubuh
organisme yang dikerjakan untuk menenggakkan diagnosis pasti.

Pertanyaan :
1. Mengapa demam terjadi pada malam hari ?
2. Apa diagnosis pasien terebut ?
3. Kelenjer Getah Bening selain di regio Colli Dextra , ada dimana lagi ?
4. Mengapa berat badan turun ?
5. Mengapa benjolan bertambah besar dan apa penyebabnya ?
6. Mengapa tidak ditemukan tanda inflamasi pada pasien tersebut ?
7. Apa yang menyebabkan benjolan tersebut tidak terasa nyeri saat tekan ?
Jawaban :
1. Karena metabolisme tubuh meningkat pada malam hari.
2. Limfadenopati.
3. Terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh, misalnya pada daerah submandibular,
supraclavicula, axilla, inguinal, dan lain-lain.
4. Karena terjadi penurunan nafsu makan sehingga berat badan pasien ini menjadi turun.
5. Benjolan bertambah besar karena terjadi penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal
dari kelenjar getah bening itu sendiri, seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,
terdapat sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi atau karena adanya
keganasan.
6. Karena kondisi pasien sudah keadaan kronik.
7. Nyeri tekan tersebut umumnya disebabkan oleh peradangan

3
Hipotesa:

Seorang laki laki mempunyai keluhan benjolan pada leher kanan ukuran 3 3 cm, pada
pembengkakan Kelenjar Getah Bening terdapat nyeri tekan, demam pada malam hari.
Ditemukan juga pembengkakan Kelenjar Getah bening pada inguinal ukuran 1 1 cm dan
terjadi penurunan berat badan. Dari gejala tersebut diduga pasien ini menderita limfadenopati
yaitu pembengkakan kelenjar getah bening. Untuk menegakkan diagnosis, maka dilakukan
biopsi pada pembengkakan getah bening tersebut.

4
SASARAN BELAJAR

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati

1.1. Definisi
1.2. Etiologi
1.3. Patofisiologi
1.4. Manifestasi Klinis
1.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.6. Tatalaksana

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Patologi Anatomi Limfadenopati

5
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati

1.1 Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari
1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau
karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka, atau
poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.

Berdasarkan luas, limfadenopati:


Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.

Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar
penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan limfadenopati
generalisata.

1.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
a. Infeksi
Infeksi virus

Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Virus lainnya, yaitu Epstein Barr Virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV), Rubela,
Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang merupakan salah satu
gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami
oleh sebagian orang pada beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain
termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit flu
(influenza like illness).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.
Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan menggandakan diri
dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV ada dalam darah. Sisanya
ada pada sistem limfatik, termasuk limpa, lapisan usus dan otak. Pada penderita HIV
positif, aspirat KGB dapat mengandung immunoblas yang sangat banyak. Pada beberapa
kasus juga tampak sel-sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit
dijumpai sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak dijumpai
sel-sel plasma.
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy /
PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB yang berjauhan, simetris
dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari
50% Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi
HIV-nya itu sendiri. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan
jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga kadar CD4
200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali.

6
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
- Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
- Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam setiap
kelompok
- Berlangsung lebih dari satu bulan
- Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya

Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan kebanyakan
terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di
tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak
karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit
dilihat, dan lebih mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini
berukuran sebesar kacang polong sampaisebesar buah anggur.

Infeksi bakteri

Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus


Grup A atau Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries
dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian.
Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan limfosit. Kemudian
mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa debris. Limfadenitis bakterial akut
biasanya menyebabkan KGB berwarna merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya penderita
demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi.
Pada infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, aspirat tampak karakteristik sel
epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma. Sel epiteloid berupa sel bentuk
poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas, kadang
seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk dengan
kromatin halus.

b. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga
dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan
tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan
biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin
berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar
dan tidak berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda
klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan
histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated
dengan sitoplasma yang banyak dan pucat.
Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati
dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan
teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma
daripada limfoma.

c. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki,
penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit
Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus (SLE).

7
d. Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul
setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti
allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).

e. Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti


setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.

Meskipun demikian, masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari


pembesaran KGB saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai pembesaran KGB
tersebut.

1.3 Patofisiologi

Limfadenopati atau hiperplasia limfoid adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respons
terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi
suatu mikroorganisme. Limfadenopati regional merupakan indikasi adanya infeksi lokal,
sedangkan limfadenopati generalisata biasanya merupakan indikasi adanya infeksi sistemik
seperti AIDS atau gangguan autoimun seperti artritis reumatoid atau lupus eritematosus
sistemik. Biasanya, limfadenopati dapat mengindikasikan adanya keganasan. (Corwin, 2009).

1.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala secara umum:

Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.


Sering keringat malam.
Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
Timbul benjolan di bagian leher.

Penyebab Karakteristik Diagnostik


Keganasan
- Limfoma Demam, keringat malam, Biopsi kelenjar
penurunan
berat badan, asimptomatik

- Leukemia Memar, splenomegali Pemeriksaan hematologi, aspirasi


sumsum tulang

- Neoplasma kulit Lesi kulit karakteristik Biopsi lesi

- Sarkoma Kaposi Lesi kulit karakteristik Biopsi lesi

- Metastasis Bervariasi tergantung tumor Biopsi


primer

Infeksi
- Bruselosis Demam, menggigil, malaise Kultur darah, serologi

- Cat-scratch disease Diagnosis klinis, biopsi

8
Demam, menggigil, atau
asimptomatik
- CMV Antibodi CMV, PCR
Hepatitis, pneumonitis,
asimptomatik,
infl uenza-like illness
- HIV, infeksi primer HIV RNA
Nyeri, promiskuitas seksual
- Limfogranuloma Diagnosis klinis, titer MIF
venereum Demam, malaise, splenomegali

- Mononukleosis Pemeriksaan hematologi, Monospot,


Demam, eksudat orofaringeal serologi EBV

- Faringitis Kultur tenggorokan


Ruam karakteristik, demam
- Rubela Serologi
Demam, keringat malam,
hemoptisis,
riwayat kontak
- Tuberkulosis PPD, kultur sputum, foto toraks
Demam, ulkus pada tempat
- Tularemia gigitan Kultur darah, serologi

Demam, konstipasi, diare, sakit


kepala, nyeri perut, rose spot
- Demam tifoid Kultur darah, kultur sumsum tulang
Ruam, ulkus tanpa nyeri
- Sifilis Rapid plasma reagin
Demam, mual, muntah, diare,
ikterus
- Hepatitis virus Serologi hepatitis, uji fungsi hati
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
penurunan berat badan

Autoimun Klinis, ANA,ds DNA, LED,


- Lupus eritematosus Artitis simetris, kaku pada pagi hematologi
sistemik hari, demam
Klinis, radiologi, faktor reumatoid,
- Artritis reumatoid Perubahan kulit, kelemahan otot LED,Hematologi
Proksimal
EMG, kreatin kinase serum, biopsi
- Dermatomiositis Keratokonjungtivitis, gangguan otot
ginjal, vaskulitis
Uji Schimmer, biopsi bibir, LED,
- Sindrom Sjogren Demam, konjungtivitis, Hematologi
strawberry
Tongue
Lain-lain/kondisi tak-
lazim Kriteria klinis

9
- Penyakit Kawasaki
Perubahan kulit, dispnea,
adenopati ACE serum, foto toraks, biopsi paru/
- Sarkoidosis Hilar kelenjar hilus

Iatrogenik Demam, urtikaria, fatigue Klinis, kadar komplemen


- Serum sickness
Penghentian obat
- Obat Limfadenopati asimptomatik

1.5 Diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang apabila diperlukan.
a. Anamnesis
Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian
besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang
teraba. Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab
yang bersifat jinak.
Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena
limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79%
penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39%
penderita di atas 50 tahun.
Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan
limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun,
risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.2 Limfadenopati yang
berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran
mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.

Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan
oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki
umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik)
dapat disebabkan infeksi oleh Mycobacterium, Toksoplasma, Epstein Barr Virus atau
Citomegalovirus.

Gejala penyerta
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai limfadenopat
servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis. Demam, keringat malam,
dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom.
Pada limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68%
penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada10% penderita limfoma non-
Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan kemungkinan
adanya penyakit autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus, atau
dermatomiositis. Nyeri pada limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal
yang jarang, tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.

10
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarah
kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa
lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit
serum (serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau produk
darah.

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil sebelumnya,
mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus, luka lecet pada wajah atau leher atau
tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphylococcus, dan adanya infeksi
gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah
sebelumnya dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.

Riwayat pemakaian obat


Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,
cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida,
sulindac. Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).

Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya
perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis,
orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena Tularemia.

Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan
binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan riwayat
infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian
dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati
persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis, tularemia,
bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat
berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau
kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati.
Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal
dan servikal yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati, risiko
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada
kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial
dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab
limfadenopati.

b. Pemeriksaan Fisik
Karakter dan ukuran kelenjar getah bening

11
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh.
Karakteristik dari kelenjar getah bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau
tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
- Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
- Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
- Konsistensi: keras seperti batu mengarah kepada keganasan, padat seperti karet
mengarah kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarah kepada terjadinya abses/pernanahan.
- Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan, dapat terjadi akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.

Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan
penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa
nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal.
Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak
nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya
disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang
nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul
kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm, tetapi
beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar
getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa
pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran kelenjar
dibawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran kelenjar 1-2,25
cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm.
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan
merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis,
catscratchdisease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). Tidak ada ketentuan
pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada
laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan
penyakit granulomatosa

Lokasi limfadenopati

1. Limfadenopati daerah kepala dan leher


Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan
juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi,
sedangkan pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi
mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi,
sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung selama
beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%)
disebabkan oleh keganasan.
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat
infeksi Staphylococcus dan Streptococcus. Kelenjar getah bening servikal yang

12
berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda
inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi Mycobacterium,
mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratchdisease).
Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77%kasus), disebut skrofula. Kelainan
ini dapatjuga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.

2. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi
infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifilis
sekunder.

3. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah
bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau, apabila bermanifestasi, hanya
dikelenjar getah bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat
disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke
kelenjar getah bening ipsilateral.

4. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Pada
penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling tinggi
ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan
berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal
(lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).

5. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang
normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan
infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal
jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva,
limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.

6. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab
jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat
disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker pada stadium lanjut.
Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun (immunocompromised) dan
AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis,
sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat
bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.

13
Kelompok kelenjar getah bening dan daerah drainasenya dapat dilihat pada gambar
berikut:

14
Kesulitan diagnosis adalah jika anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada
diagnosis tertentu yang dapat dilanjutkan dengan uji spesifik. Tidak ada bukti yang
mendukung manfaat pemberian antibiotik atau steroid pada keadaan ini, bahkan sebaiknya
dihindari karena akan mengaburkan atau memperlambat diagnosis. Belum terdapat
kesepakatan lama observasi yang diperlukan pada keadaan limfadenopati yang tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa ahli merekomendasikan perlunya evaluasi lebih spesifik
atau biopsi pada limfadenopati noninguinal yang tidak diketahui penyebabnya dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.

c. Biopsi kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling besar,
paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar getah
bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik
pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi aspirasi
jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya gambaran
arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang tepat,
terutama untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.

d. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan
spesivisitas 95%.

CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau
lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada

15
penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang
signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.

Gambar 6. Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak adanya hypoechoic, round,
tanpa echogenic hilus (tanda panah). Adanya nekrosis koagulasi (tanda kepala panah).

Diagnosis Banding

1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)


Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya pada kelenjar limfe dan limpa.
Penyakit ini adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai pada dewasa muda,
terutama pria muda. Penyakit Hodgkin merupakan gangguan klonal yang berasal dari satu sel
abnormal. Populasi sel abnormal tampak diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang dari sel
T atau monosit. (Corwin, 2009)
Walaupun tumor yang berasal dari sel T juga ditemukan (jarang), sekarang disepakati
bahwa, pada sebagian besar kasus limfoma Hodgkin adalah neoplasma sel B pusat
germinativum yang mengalami transformasi. Prognosis setelah radioterapi dan kemoterapi
agresif untuk pasien dengan penyakit ini, termasuk mereka yang mengidap penyakit diseminata
(stadium III dan IV), umumnya sangat baik. (Kumar, 2007)

Gambaran klinis:
Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri, terutama di daerah leher dan di bawah
lengan
Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
Penurunan berat badan pada dtadium penyakit
(Corwin, 2009)

2. Limfoma maligna non-Hodgkin


Limfoma non-Hodgkin biasanya terjadi pada individu yang lebih lanjut dan biasanya
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut dari limfoma Hodgkin. Limfoma non-Hodgkin tidak
terbatas pada satu kelompok kelenjar limfe seperti limfoma Hodgkin, tetapi lebih menyebar
luas melalui organ limfoid, termasuk kelenjar limfe, hati, limpa, dan sumsum tulang.
Penyebab limfoma non-Hodgkin masih belum jelas, tetapi infeksi virus, termasuk infeksi
HIV, tampaknya bertanggung jawab pada beberapa kasus. Secara keseluruhan, limfoma non-
Hodgkin memiliki prognosis yang lebih buruk dari limfoma Hodgkin. (Corwin, 2009)

Gambaran klinis:

16
Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri
Splenomegali
Dapat timbul komplikasi saluran cerna
Demam, keletihan
Penurunan berat badan
Nyeri punggung dan leher disertai hiper-refleksia
(Corwin, 2009)

3. Limfadenitis tuberkulosis
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi
pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada
kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula
diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.)
menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009).
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Basil TB
adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m dan
tidak berspora. M. tuberculosis merupakan bakteri tahan asam dan mudah mengikat pewarna
Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin (Kumar, 2004).

Gambaran klinis:
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal
maupun multipel.
Benjolan biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu
sampai bulan, paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang
di regio supraklavikular
Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan
keringat malam.

4. Limfadenitis kronik non spesifik


Merupakan radang kronis dari kelenjar limfe yang sering terjadi sekunder terhadap suatu
radang menahun ditempat lain. Misalnya radang kronis di tonsil akan berakibat limfadenitis di
kelenjar limfe leher. Limfadenitis kronik nonspesifik itu sendiri dapat terjadi karena:
Infeksi virus: yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus,
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Infeksi bakteri: peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus
betahemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob
bila berhubungandengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses
tubo-ovarian.
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
jugadapatmenyebabkan limfadenopati.
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat -
scratch, penyakit Castleman, Rhematoid arthritis dan Sistetmic lupus erithematosus
(SLE).
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul
setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.

17
Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,
cephalosporin, emas, hidralazine, penicillin, pirimetamine, quinidine,
sulfonamida, sulindac.

Makroskopik
1. Kelenjar limfe membesar
2. Dapat digerakan dari jaringan sekitar
3. Berkapsul
4. Konsistensi keras, terutama jika ada fibrosis
Mikroskopik
1. Gambaran jaringan kelenjar limfe dengan sentrum germinativum membesar dan aktif
mengandung limfosit-limfosit muda yang menunjukkan mitosis atau proliferasi sel
retikulum yang sering mengandung kuman atau debris seluler yang telah difagositosis
2. Penambahan sel retikulum dan limfosit dalam sinus disebut sinus catarrh.
3. Fibrosis diantara jaringan limfoid.
4. Kapsul dari nodus limfatikus bisa mengalami periadenitis akan tampak tebal dengan
infiltrasi sel-sel radang kronis.

1.6 Tata Laksana

Pengobatan limfadenopati kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.


Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6
minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi
dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.
Kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang
adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan oleh
Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam
10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi
menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya. Pembedahan
mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG
diperlukan untuk menangani pasien ini.

Penatalaksanaan menurut penyakit :

1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)


Kemoterapi dengan multiobat
Terapi radiasi
Transplantasi sumsum tulang
Terapi berdasarkan target biologis, seperti penggunaan reseptor spesifik antibodi,
penghambat jalur antiapoptotik, dan induksi sitotoksitas spesifik, dapat ditoleransi
dengan lebih baik oleh pasien dan memiliki komplikasi jangka panjang yang lebih
sedikit.
(Corwin, 2009)

2. Limfoma maligna non-Hodgkin


Kemoterapi yang agresif digunakan untuk penyakit tahap lanjut
Kemotrapi konservatif mungkin digunakan untuk pertumbuhan limfoma yang lambat
Radioterapi
18
Pembedahan untuk mengangkat tumor yang berukuran besar
Pada praktik mutakhir, kombinasi obat yang diketahui sebagai CHOP (siklofosfamid,
doksorubisin, vinkristin dan prednison) ditambah radioterapi adjuvant telah digunakan.
Untuk pasien yang berusia kurang dari 61 tahun yang menderita limfoma sel-B luas yang
terlokalisasi, regimen intensif dengan kombinasi obat lainnya. ACVBP (doksorubisin,
siklofosfamid, vindesin, bleomisin, prednison) tampak lebih kuat dari CHOP.
(Corwin, 2009)

3. Limfadenitis tuberkulosis
Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan
Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang utama, karena pembedahan
tidak memberikan keuntungan tambahan dibandingkan terapi farmakologis biasa.
Namun pembedahan dapat dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini:
- Biopsy eksisional: Limfadenitis yang disebabkan oleh atypical mycobacteria bisa
mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi.
- Aspirasi
- Insisi dan drainase

Terapi farmakologis
Memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. Menurut
panduan WHO, regimen pengobatan TB terdiri atas 2 fase, yaitu fase awal dan fase
lanjutan. Regimen ini ditulis dengan kode baku sebagai berikut: angka di depan satu fase
menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut dalam bulan. Huruf menunjukkan
obat dan angka di belakang/di samping bawah huruf menunjukkan frekuensi pemberian
obat per minggu. Kalau tidak ada angka di belakang/ di samping bawah huruf,
menunjukkan pemberian obat setiap hari/minggu. Di mana huruf R artinya Rifampisin,
huruf H artinya isoniazid, huruf Z artinya pirazinamid dan huruf E artinya Etambutol.
(Gunawan, 2007)
Berdasarkan beberapa pedoman pengobatan TB, terdapat perbedaan pemberian
regimen. Pedoman internasional dan nasional menurut WHO memasukan limfadenitis
TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan dengan
regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE. American Thoracic society
(ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan sampai 9 bulan, sedangkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB
kedalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society
Research Committee and Campbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama
9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH.
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
a. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis
berdasarkan sifatnya yaitu:
- Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid atau isonikotinil
hidrazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.
- Bakteriostatik, yaitu etambutol.

b. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs)


Terdiri dari asam paraaminosalisilat (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga
kurang dipakai lagi.

19
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip--prinsip yang dipakai adalah: Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah
timbulnya kekebalan terhadap OAT.

4. Limfadenitis kronik non spesifik


Penatalaksanaan yang spesifik pada limfadenitis tidak ada. Limfadenitis dapat terjadi
setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri
seperti Streptococcus atau Staphylococcus. Terkadang juga dapat disebabkan oleh infeksi
seperti tuberculosis atau cat scratch disease (Bartonella). Oleh karena itu, untuk mengatasi
limfadenitis adalah dengan mengeliminasi penyebab utama infeksi yang menyebabkan
limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotik, penderita limfadenitis mungkin mengalami
pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis spesifik, misalnya
oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau biakan untuk menetapkan
diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
- Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
- Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
- Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
- Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan

Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk


infeksi bakteri, biasanya diberikan antibiotic per-oral (melalui mulut) atau intravena
(melalui pembuluh darah). Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening
yang terkena bisa dikompres hangat.
Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa sakit
akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi terasa lunak
pada perabaan. Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,
walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan.
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari
dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila
ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penicillin dapat
diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau
erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.

LO 2 Memahami dan Menjelaskan Patologi Anatomi Limfadenopati

1. Limfadenitis Akut Non Spesifik


Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang
mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terjadi infeksi bakteri
atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar yang
memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh organisme
piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada
infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami nekrosis sehingga terbentuk abses.
Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak normal atau terjadi
pembentukan jaringan parut apabila dekstruktif.

20
Makroskopik: KGB membengkak, abu-abu kemerahan
Mikroskopik: sentrum germinativum besar dengan beberapa mitosis.

2. Limfadenitis Kronik Non Spesifik


Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel,
hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus.
Hiperplasia folikel
Disebabkan oleh proses yg mengaktivasi respon imun humoral (sel B). Beberapa
penyebabnya adalah artritis reumatoid, toksoplasmosis dan HIV. Diagnosis banding:
limfoma folikuler.
Beberapa hal yang dapat membantu diagnosis hiperplasia folikular:
- Masih terlihat susunan kelenjar limfe dengan jaringan limfoid normal diantara
sentrum germinativum
- Variasi bentuk & ukuran nodul limfoid yang jelas
- Campuran populasi limfosit dalam berbagai tahap diferensiasi
- Fagositik lebih banyak dalam sentrum germinativum

Mikroskopik: sentrum germinativum berukuran besar, terdapat dua daerah, yaitu zona
gelap mengandung sel B blast (sentroblast) dan zona terang mengandung sel B berinti
irregular atau cleave / terbelah (sentrosit)

Hiperplasia limfoid parakortikal


Hiperplasia ini disebabkan oleh proses yang mengaktivasi respon imun selular (sel T)
yang ditandai dengan perubahan reaktif di dalam daerah sel T yang mengalami proliferasi
dan transformasi menjadi imunoblas. Hiperplasia limfoid parakortikal dapat ditemukan
pada infeksi virus akut atau pasca vaksinasi dan induksi obat tertentu (misalnya fenitoin
/ dilantin)

Histiositosis sinus (hiperplasia retikular)


Ditandai dengan pelebaran dan penonjolan sinusoid limfatik akibat hipertrofi sel
endotelial dan infiltrasi histiosit. Hiperplasia ini sering ditemukan pada kelenjar limfe
yang mendrainase kanker dan dapat mencerminkan adanya suatu respon imun terhadap
tumor.

3. Limfadenitis Kronik Spesifik (Tuberkulosis)


Limfadenitis tuberkulosis merupakan peradangan kelenjar getah bening yang disebabkan
spesies Mycobacterium tuberculosis sehingga dikatakan limfadenitis spesifik. Limfadenitis
TB dalam mikroskopis tampak kumpulan sel epiteloid dikelilingi oleh limfosit
membentuk tubercle (soft maupun hard tubercle) disertai nekrosis kaseosa pada daerah
tengah dari soft tubercle. Terdapat sel datia langhans (tapal kuda) dan banyak infiltrasi sel-
sel radang mononuklear (MN).

Makroskopik: berwarna putih kecoklatan, konsistensi lunak, pada penampang tampak


bagian yang nekrosis
Mikroskopik: sediaan kelenjar getah bening dengan kapsul jaringan ikat fibrosa yang
menebal. Tampak tuberkel-tuberkel dari sel-sel epiteloid, sebagian dengan nekrosis sentral
serta nekrosis luas. Tampak pula sebukan sel-sel radang menahun dan sel Datia Langhans.

21
4. Limfoma Non Hodgkin
Limfoma Non-Hodgkin terbagi atas sel Limfoma Sel T & B dimana sel Limfoma Sel B
kemudian terbagi lagi menjadi beberapa Limfoma kelas rendah atau kelas tinggi. Sulit untuk
menentukan penyebab pasti untuk pasien Limfoma Non-Hodgkin. Akan tetapi beberapa
faktor yang diketahui terkait dengan perkembangan Limfoma. Faktor-faktor tersebut
meliputi virus seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus), Virus Epstein Barr (EBV),
HTLV-1 dan HHV-8. Faktor lainnya yang menjadi faktor penyebab adalah karsinogen yang
ada di lingkungan sekitar serta kelainan genetik tertentu seperti Wiskott-Aldrich Syndrome
Gejala-gejala yang paling umum terjadi adalah:
Demam terus menerus dan berulang
Hilangnya berat badan tanpa alasan
Membengkaknya kelenjar getah bening
Keringat yang timbul di malam hari
Hilangnya selera makan

Klinik: limfadenopati lokal atau generalisata yangg tidak nyeri, diikuti splenomegali,
hepatomegali & terjangkitnya organ viseral, konsistensi lunak, abu-abu. Bila sudah lanjut
kelenjar yang terkena akan bersatu & melekat ke jaringan sekitar. Lebih banyak pada
usia lanjut, tetapi dapat ditemukan pada anak-anak.

Makroskopik: konsistensi kenyal, penampang putih pucat


Mikroskopik: Struktur folikel limfoid sudah tidak jelas lagi, tampak sel-sel tumor berukuran
lebih besar dari sel limfosit dengan inti hiperkromatik, kromatin menggumpal dan tersebar
difus. Tumor ini merupakan Diffuse non-Hodgkin lymphoma, lymphocytic type.

5. Limfoma Hodgkin

22
Limfoma Hodgkin adalah kondisi medis yang ditandai dengan kanker pada sistem getah
bening (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang mengalirkan saluran getah bening menuju
jantung). Kondisi ini berkembang ketika limfosit, biasanya sel B, berubah menjadi kanker
akibat mutasi genetik yang penyebabnya tidak diketahui. Sel-sel B yang mutasi ini diketahui
sebagai sel Reed-Sternberg (R-S), yang terus membelah dan menghasilkan sel-sel abnormal
lebih banyak, yang menyebar melalui sistem getah bening ke kelenjar getah bening yang
berdekatan dan bahkan ke organ di luar sistem getah bening. Penderita limfoma Hodgkin
biasanya menunjukkan gejala tidak nyeri, pembengkakan kelenjar getah bening di leher,
lipat paha atau daerah ketiak.

Perjalanan penyakit:
Mula-mula hanya pembesaran 1 atau lebih KGB tanpa nyeri
Lalu timbul gejala demam, keringat malam, berat badan menurun, gatal
Prognosis ditentukan dari tingkat penyebaran tumor

Makroskopik: Jaringan kelenjar getah bening, putih kecoklatan, konsistensi kenyal padat
Mikroskopik: Struktur folikel sudah tidak jelas lagi, tampak sel-sel tumor berukuran
besar dengan inti besar, satu atau beberapa inti yang disebut sel Reed-Sternberg, ada sel-
sel inflamasi non neoplastik, serta eosinofil, tampak susunan sklerotik noduler.

Gambaran limfoma Hodgkin: sel reed sternberg, eosinofil

Gambaran Limfoma Hodgkin sklerotik noduler

23
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC

Gunawan, S.G., Setiabudy, R.N. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FKUI

Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S. 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi 7, Volume 2. Jakarta:
EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31369/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 5


November 2014

http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis%20Limfadenopati.
pdf diakses pada 5 November 2014

Sudiono, J., Budi, K., etc. 2001. Penuntun Pratikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

24

Anda mungkin juga menyukai