Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolahan pangan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan karena
berkaitan dengan kualitas produk akhir pangan. Pengolahan pangan yang baik
akan menghasilkan produk pangan yang memiliki citarasa baik, dan nutrisi yang
terdapat dalam bahan pangan tetap terjaga. Hal ini akan berpengaruh terhadap
daya tarik konsumen dan nilai ekonomis produk akan meningkat.
Daging menjadi salah satu bahan pangan yang banyak diminati konsumen.
Daging merupakan produk pangan hewani yang memiliki banyak nutrisi, salah
satunya protein. Daging sebagai sumber protein hewani yang mengandung asam
amino esensial lengkap. Dewasa ini, telah banyak inovasi olahan daging yang
diminati masyarakat. Pengolahan daging perlu dilakukan dengan baik agar
dihasilkan produk olahan daging berkualitas. Protein yang terkandung dalam
daging menjadi zat gizi yang mudah rusak atau mengalami denaturasi protein
apabila tidak diolah dengan tepat. Hal ini mampu menurunkan kualitas produk.
Salah satu produk olahan daging adalah bakso. Menurut SNI (1995), Bakso
daging merupakan makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari
campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau
serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Produk bakso
yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti proses pengolahan tepat dan
total bahan pangan lain yang ditambahkan selama proses pembuatan sesuai.
Pada praktikum ini dapat diketahui tahapan proses pembuatan bakso dengan
beberapa perlakuan. Selain itu, juga dapat diketahui karakteristik fisik maupun
kimia bakso yang dipengaruhi oleh beberapa bahan pangan yang ditambahkan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui peranan tapioka
dalam pembuatan bakso.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bakso


Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik dari daging sapi, ayam
ikan, maupun udang dan dibentuk bulatan-bulatan kemudian direbus. Selain
protein hewani, aneka daging itu juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk
asam amino esensial yang penting bagi tubuh (Cahyadi, 2009). Menurut SNI
(1995), Bakso daging merupakan makanan berbentuk bulatan atau lain yang
diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan
pati atau serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan.
Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging
dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan
yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah daging, bahan perekat, bumbu
dan es batu/ air es (Singgih, 2009).
Kriteria mutu sensoris bakso daging menurut Wibowo (2009), diantaranya
sebagai berikut:
1. Penampakan: bentuk bulat, halus, berukuran seragam, bersih cemerlang
tidak kusam, sedikitpun tidak berjamur dan berlendir.
2. Warna: cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau cokelat
muda hingga cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut
merata tanpa warna lain yang mengganggu.
3. Bau khas daging segar rebus dominan tanpa bau tengik, masam, basi atau
busuk, bau bumbu cukup tajam.
4. Rasa: rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu menonjol
tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu.
5. Tekstur: tekstur kompak, e;astis, kenyal,tetapi tidak liat atau membal,
tidak ada serat daging, tidak lembek. Tidak basah berair dan tidak rapuh.

2.2 Jenis-jenis Bakso


Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat
bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan
bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing
bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan itu dilakukan atas
perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan
dalam pembuatan bakso.
1. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang
lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan.
2. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan jumlah daging yang digunakan.
3. Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar
dibandingkan jumlah pati, dan daging yang digunakan adalah daging yang
banyak mengandung jaringan ikat (Elviera, 1998).

2.3 Cara Pembuatan Bakso


Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan
tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih
besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat
adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan
menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu
atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi
adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit
ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji
cukup 15-20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003).

2.4 Fungsi Bahan


2.4.1 Daging
Daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan
manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik
selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Daging adalah
seluruh bagian dari ternak yang suda dipotong dari tubuh ternak kecuali tanduk,
kuku, tulang dan bulunya. Dengan demikian hati, lympa, otak, dan isi perut
seperti usus juga termasuk daging (Soputan, 2004).
Pada umumnya bahan baku utama bakso biasanya terbuat dari daging
segar yang belum mengalami rigormortis. Daging sapi fase pre-
rigormortismemiliki daya ikat air yang tinggi, dalam arti kemampuan protein
daging mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga menghasilkan bakso
dengan kekenyalan tinggi. Hal ini didukung oleh perubahan daging sapi fase pre-
rigormortis ke rigormortis selama penggilingan, pencampuran, penghalusan,
pencetakan dan perebusan sangat memacu kekenyalan bakso. Pada kondisi
perubahan fase ini, disamping daya ikat air protein tinggi, protein aktin dan
miosin belum saling berinteraksi menjadi aktomiosin, pH cukup tinggi, akumulasi
asam laktat cukup rendah dan tekstur tidak lunak (Prastuti, 2010). Daging yang
tidak berlemak, merupakan bahan yang baik untuk membuat bakso. Daging yang
berkadar lemak tinggi mengakibatkan tekstur bakso menjadi kasar (Cahyadi,
2009).
2.4.2 Tepung Tapioka
Bahan yang tak kalah pentingnya berupa tepung tapioka. Kualitas bakso
akan makin baik, bila komponen daging lebih banyak dari tepung tapioka. Bakso
yang berkualitas biasanya mengandung 90% daging dan 10% tepung tapioka
(Cahyadi, 2009). Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak
kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.
Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi
zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga
digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Radiyati dan Agusto, 2008).
Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati
memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana
campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang
telah berubah menjadi gel bersifat irreversible, dimana molekul-molekul pati
saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin
meningkat (Handershot, 1970).
Fungsi dari tepung tapioka di dalam bakso atau bahan makanan lain
sebagai pengikat dan pengembang. Ini merupakan salah satu sifat pati yang
mudah membengkak dalam air panas. Selain itu penambahan tepung tapioka
dapat memberikan rasa kenyal dalam bakso (Sumoprastowo, 2000). Untuk
menghasilkan bakso daging yang bermutu tinggi, jumlah tepung tapioka yang
paling baik digunakan untuk pembuatan bakso adalah 10-15% dari berat
dagingnya. Tepung tapioka atau pati ditambahkan untuk meningkatkan
kelembutan, memudahkan penanganan, memperbaiki tekstur dan membantu
pengembangan pada pori (Suyanti, 2008).
2.4.3 Sodium Tripoli Fosfat
Fosfat sangat dibutuhkan untuk membuat bakso. Fosfat biasanya seing
disebut STPP (Sodium Tripolifosfat). Fosfat berfungsi sebagai penahan
(pelindung) agar cairan yang ada di dalam adonan bakso tidak keluar selama
penyimpanan dan pemasakan, sehingga bakso tetap juicy. Fosfat juga dapat
mencegah terbentuknya permukaan kasar dan rekahan pada bakso. Fosfat
berbentuk serbuk, berwarna putih, jika diraba terasa lengket, tidak mudah
menggumpal ketika dicampur dengan adonan. Penggunaan polifosfat biasanya
0,75% dari berat daging. Penambahan fosfat yang lebih tinggi dapat menyebabkan
rasa getir atau pahit (Yuyun, 2008).
2.4.4 Air Es
Es salah satu bahan tambahan yang wajib dalam pembuatan bakso. Jika
tidak ada es, pembuatan bakso tidak akan berhasil. Fungsi es adalah menjaga agar
adonan tetap dalam keadaan bersuhu rendah. Dalam adonan, air yang berasal dari
es berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata
keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dari daging dan
membantu dalam pembentukan emulsi. Es ditambahkan sampai adonan mencapai
tekstur yang dikehendaki. Jumlah penambahan es dipengaruhi oleh jumlah tepung
yang ditambahkan. Semakin banyak penambahan tepung, semakin banyak es yang
harus ditambahkan. Biasannya es yang digunakan berkisar antara 20-50% dari
berat adonan (Yuyun, 2008).
2.4.5 Garam Dapur
Garam dapur yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso biasanya 2,5% dari
berat daging, sebagai bumbu penyedap dapat digunakan bumbu campuran bawang
merah, bawang putih, dan merica bubuk. Garam dapur berfungsi untuk
memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi
garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Tekstur, warna, dan rasa
dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
2.4.6 Bumbu-bumbu
Selain memberi rasa, bau, dan aroma pada masakan, bumbu itu sendiri
mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan
bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan akan menghasilkan makanan
yang baik, enak, dan menggugah selera makan. Macam bumbu yang banyak
digunakan untuk memasak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bumbu segar
atau bumbu kering (Tarwotjo, 1998).
Fungsi bumbu selain memberikan rasa, bau dan aroma pada masakan juga
sebagai bahan pengawet (Ulfah, 2008). Bau harum khas yang tercium dari bumbu
aromatik ditimbulkan oleh senyawa asam lemak mudah menguap (volatile oil)
yang tersimpan dalam bumbu. Pencampuran bumbu secara merata pada daging
sebelum dimasak akan mengeluarkan cairan seperti minyak yang keluar dari
bumbu-bumbu. Hal ini yang memberi rasa dan aroma pada makanan serta daging
menjadi lebih tahan lama. Bawang dapat dikatakan sebagai bumbu dasar dari
semua masakan. Bawang putih memberikan aroma harum yang khas pada
masakan sekaligus menurunkan kadar kolestrol yang terkandung dalam bahan
makanan yang mengandung lemak. Bawang putih juga berfungsi sebagai bahan
pengawet makanan secara alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan. Biji lada
digemari karena dua sifat yang khas, yaitu memberikan rasa pedas dan aroma
yang khas. Rasa pedas lada disebabkan adanya zat piperin, piperanindan chavicin
yang merupakan perpaduan dari piperin dengan semacam alkaloida. Aroma biji
berasal dari minyak atsiri lada (Ketaren, 2001).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Timbangan analitik
2. Food processor
3. Kompor
4. Panci
5. Penetrometer
6. Color reader
7. Botol timbang
8. Oven
3.1.2 Bahan
1. Daging sapi 100 gram @2
2. Air es
3. Tapioka 10 gram
4. Merica halus 0,3 gram
5. Bawang putih 2 gram
6. Garam 2 gram
7. STPP 0,5 gram
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Daging 100 gram

+Tapioka

(0; 10 gram)
+ bawang putih,
merica, STPP, Pengulenan
penyedap rasa, air es
Pencetakan

Perebusan (80oC)

Penirisan

Pengujian

Fungsi Perlakuan:

Prosedur pertama yang dilakukan pada pembuatan bakso yaitu persiapan alat
dan bahan. Bahan yang digunakan diantaranya dua sampel daging sapi dengan
berat masing-masing 100 gram, tepung tapioka 10 gram, STPP, garam, air es, dan
bumbu-bumbu. Pembuatan bakso menggunakan 2 perlakuan; perlakuan pertama
yaitu tidak dilakukan penambahan tapioka dan perlakuan kedua yaitu penambahan
tapioka sebanyak 10 gram.

Mulanya 100 gram daging disiapkan dan dimasukkan ke dalam food


processor. Food processor adalah alat yang digunakan untuk mencampur dan
menghaluskan bahan hingga terbentuk adonan bakso. Kemudian ditambahkan
bawang putih, merica, STPP, garam dan air es pada perlakuan pertama.
Sedangkan pada perlakuan kedua ditambahkan 10 gram tepung tapioka, bawang
putih, merica, STPP, garam, dan air es. Tepung tapioka atau pati ditambahkan
untuk meningkatkan kelembutan, memudahkan penanganan, memperbaiki tekstur
dan membantu pengembangan pada pori. Garam dapur berfungsi untuk
memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Fosfat berfungsi
sebagai penahan (pelindung) agar cairan yang ada di dalam adonan bakso tidak
keluar selama penyimpanan dan pemasakan, sehingga bakso tetap juicy. Es
berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata keseluruh
bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dari daging dan membantu
dalam pembentukan emulsi. Sedangkan pencampuran bumbu secara merata pada
daging sebelum dimasak akan mengeluarkan cairan seperti minyak yang keluar
dari bumbu-bumbu. Hal ini yang memberi rasa dan aroma pada makanan serta
daging menjadi lebih tahan lama. Semua bahan dihaluskan dan dicampur hingga
homogen. Namun, penambahan es dilakukan secara perlahan selama melakukan
pencampuran hingga terbentuk adonan bakso yang dikehendaki. Setelah adonan
homogen, dilakukan pengulenan adonan hingga adonan kalis atau terbentuk
adonan yang dikehendaki.

Selanjutnya, disiapkan panci berisi air panas untuk merebus adonan bakso.
Adonan bakso dicetak menjadi bulatan kecil untuk memudahkan pemasakan dan
memudahkan konsumsi. Setelah suhu air panas mencapai suhu 80oC, adonan
bakso yang telah dicetak dimasukkan ke dalam panci. Perebusan adonan
membutuhkan waktu beberapa menit. Bakso yang telah matang ditandai dengan
mengapungnya bakso pada permukaan air. Setelah itu, bakso dapat diangkat dan
ditiriskan. Prosedur terakhir adalah pengujian secara fisik pada bakso. Pengujian
yang dilakukan adalah pengujian warna menggunakan colorreader, pengujian
tekstur menggunakan pnetrometer, dan pengujian kenampakan permukaan irisan.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Warna
Sampel dL dA dB
1 -25,3 3,7 2,3
P1 2 -28,1 3,2 1,7
3 -26 4,0 3,2
1 -32,9 9,1 -0,1
P2 2 -27,1 4,2 1,7
3 -30 6,8 0,3

4.1.2 Tekstur
Sampel Sesudah Sebelum
1 130 205
2 132 208
P1 3 135 208
4 132 208
5 135 207
1 132 210
2 135 208
P2 3 135 208
4 132 200
5 130 203

4.1.3 Kenampakan Permukaan Irisan


Parameter P1 P2

Kehalusan ++ ++++
Kekompakan ++ ++++
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Warna
Sampel dL dA dB
P1 55,33234 3,55 6,8
P2 50,12344 5,85 5,475

4.2.2 Tekstur
Sampel Rata-rata
P1 74,4
P2 73

4.2.3 Kenampakan Permukaan Irisan


Tidak dilakukan perhitungan.

Keterangan:
P1 : tanpa tapioka
P2 : dengan tapioka
W1 : berat sampel sebelum dikeringkan
W2 : berat sampel setelah dikeringkan
W3 : selisih berat sampel sebelum dan setelah dikeringkan
L : lightness/kecerahan (64)
A : merah-hijau (3,3)
B : kuning-biru (20)
Semakin tinggi jumlah (+) maka semakin halus, rata, dan padat permukaan bakso.
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Warna
Pengujian warna dilakukan menggunakan colorreader, dengan 3 kali
pengulangan pada masing-masing sampel. Pada pengujian ini, nilai L digunakan
untuk menentukan tingkat kecerahan sampel. Semakin tinggi nilai L, maka
semakin cerah warna sampel. Semakin rendah nilai L, semakin geap warna
sampel.

Gambar 1. Pengujian Warna


Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa nilai L pada perlakuan tanpa
penambahan tapioka sebesar 55,3, sedangkan nilai L pada perlakuan penambahan
tapioka sebesar 50,1. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tanpa penambahan
tapioka memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi daripada sampel dengan
perlakuan penambahan tapioka 10%. Warna yang terbentuk pada bakso
dipengaruhi oleh penggunaan daging sebagai bahan utama. Selain itu, bahan
tambahan lain juga berpengaruh pada warna bakso. Sampel bakso dengan
penambahan tapioka memiliki warna lebih gelap. Hal ini dipengaruhi oleh
tapiokayang merupakan sumber karbohidrat. Bahan pangan yang mengandung
karbohidrat mengandung gula reduksi. Selama pengolahan gula reduksi akan
bersenyawa dengan gugus amina pada daging sapi sehingga terjadi reaksi mailard.
Menurut Blackweel (2012), Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara
karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi
tersebut menghasilkan bahan berwarna cokelat atau menjadi lebih gelap
5.2 Tekstur
Pengujian tekstur dilakukan menggunakan pnetrometer. Pengujian dilakukan
dengan 5 kali pengulangan.

Gambar 2. Pengujian Tekstur


Berdasarkan grafik, diketahui bahwa sampel dengan perlakuan tanpa
penambahan tapioka memiliki rata-rata tekstur sebesar 74,4 mm/10detik
sedangkan sampel dengan penambahan tapioka memilki rata-rata tekstur sebesar
73 mm/10 detik. Tekstur yang terbentuk dipengaruhi oleh bahan pengisi pada
pembuatan bakso. Semakin tinggi penambahan tepung tapioka sebagai bahan
pengisis, maka kekenyalan bakso semakin meningkat. Tepung tapioka memiliki
kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan penting dalam
menentukan tekstur, dimana campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan
membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi gel bersifat irreversible, dimana
molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga
viskositasnya semakin meningkat penambahan tepung tapioka dapat memberikan
rasa kenyal dalam bakso (Sumoprastowo, 2000). Peningkatan viskositas
disebabkan air yang sebelumnya berada di luar granula bergerak bebas
sebelum dipanaskan, sedangkan yang berada di dalam butir pati sudah tidak
dapat bergerak dengan bebas saat dipanaskan (Winarno, 1997)
5.3 Kenampakan Permukaan Irisan
Kenampakan permukaan irisan dilakukan dengan membelah bakso menjadi
dua bagian. Selanjutnya, potongan bakso diamati bagian permukaannya dan
ditentukan kenampakan permukaan irisan yang nampak.

Tapioka 0% Tapioka 10%


Gambar 3. Kenampakan Permukaan Irisan
Berdasarkan gambar diatas, diketahui bahwa sampel dengan penambahan
tapioka memiliki kenampakan permukaan irisan yang lebih halus dibandingkan
dengan kenampakan permukaan irisan sampel yang tidak ditambahkan tapioka.
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tapioka berpengaruh terhadap
kenampakan permukaan bakso. Protein dalam daging merupakan bahan pengikat
dan tapioka sebagai bahan pengisi yang ditambahkan akan membentuk struktur
yang kompak serta adanya mekanisme gelatinisasi tepung tapioka (pati) dan
mekanisme ikatan pati dan miofibril (daging). Butiran tepung tapioka yang
ditambahkan akan mengisi rongga-rongga dalam matrik miofibril sehingga
menghasilkan struktur yang lebih padat (Linda, 2005).
Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa bakso dengan penambahan
tapioka memiliki struktur yang lebih kompak. Hal ini berkaitan dengan dengan
permukaan bakso dimana bakso dengan penambahan tapioka memiliki
kenampakan permukaan yang lebih halus. Sampel bakso yang tidak ditambahkan
tapioka memiliki permukaan berongga atau terdapat matriks karena hanya terdiri
dari daging yang mengandung protein sebagai bahan pengikat. Selain itu, pada
sampel ini tidak terdapat bahan pengisi yang menyebabkan permukaannya
berongga.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini ialah penambahan
tapioka pada bakso berpengaruh terhadap karakteristik bakso. Secara keseluruhan,
bakso dengan penambahan tepung tapioka memiliki kenampakan fisik lebih baik
dibandingkan dengan bakso tanpa penambahan tapioka. Bakso dengan
penambahan tapioka memiliki tingkat kecerahan lebih rendah atau berwarna
gelap. Secara tekstur, semakin banyak penambahan tapioka maka kekenyalan
bakso semakin meningkat. Sedangkan pada kenampakan permukaan irisan, bakso
dengan penambahan tapioka memiliki kenampakan lebih halus.

6.2 Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya, perlakuan yang dilakukan lebih
bervariasi sehingga praktikan dapat mengetahui perbedaan penggunaan bahan
pada pembuatan bakso.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Bakso Daging. SNI 01-3818-1995.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Blackweel, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd (ed). New
York.
Cahyadi. W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Elviera, G. 1988. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi Terhadap Mutu Bakso. Skripsi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Handershot, C. H., 1970. A Literature Review and Research Recommendation on
Cassava (Manihot esculenta, Crantz). Rome: Food and Agricultural
Organization of The Nation.
Ketaren, S. 2001. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit PNBP.
Linda. 2005. Kajian Penambahan Tepung Tapioka dan Putih Telur Terhadap Kaar
Air, Hardness, Elastic Limit, Cooking Loss, Organoleptik dan Profil Asam
Lemak Bakso Kelinci. Skripsi. Malang: Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
Ngadiwaluyo, S & Suharjito. 2003. Pengaruh Penggunaan Sodium Tripolyphosfat
Terhadap Daya Simpan Bakso Sapi dalam Berbagai Suhu Penyimpanan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Prastuti, N. T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit Cakar Ayam
terhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan Kadar Abu Bakso. Skripsi.
Semarang: Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Radiyati dan Agusto, W.M. 2008. Tepung tapioka. Subang: BPTTG Puslitbang
Fisika Terapan LIPI.
Singgih Santoso. 2009. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Soputan, J. E. M. 2004. Dendeng Sapi Sebagai Alternatif Pengawetan Daging.
Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Sumoprastowo. 2000. Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur, Buah Buahan dan
Bahan Makanan. Jakarta: Bumi Aksara.
Suyanti, S. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas dari Pengawet. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Tarwotjo, L 5., S. Hartini, S. Soekirman dan Sumartono. 1998. Komposisi Tiga
Jenis Bakso di Jakarta. Jakarta: Akademi Gizi.
Ulfah, M. 2009. Pemanfaatan Iota Karaginan (Eucheuma spinosum) dan Kappa
Karaginan (Kappaphycus alvarezii) Sebagai Sumber Serat Untuk
Meningkatkan Kekenyalan Mie Kering. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Wibowo. 2009. Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak. Jakarta: Swadaya.
Widyaningsih, T.D dan Murtini E.S, dan A. Prasetyo. 2006. Potensi Kitosan dari
Limbah Udang sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri
Tekstil. Surabaya: Intitus Teknoogi Sepuluh November.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Yuyun, A. 2008. Panduan Wirausaha Membuat Aneka Bakso. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. TEKSTUR
Tapioka 0%
# Tekstur = Akhir - Awal
U1= 205 130 = 75
U2= 208 132 = 76
U3= 208 135 = 73
U4= 208 - 132 = 76
U5= 207 135 = 72
75+76+73+76+72
# Rata-rata = = 74,4 mm/10sec
5

Tapioka 10%
# Tekstur = Akhir - Awal
U1= 210 132 = 78
U2= 208 135 = 73
U3= 208 135 = 73
U4= 200 132 = 68
U5= 203 130 = 73
78+73+73+68+73
# Rata-rata = = 73 mm/10sec
5

2. WARNA
Tapioka 0%
( + )
# Lightness =
(25,3+64) 94,35
U1 = = 57,05
64
(28,1+64) 94,35
U2 = = 52, 92
64
(26+64) 94,35
U3 = = 56, 02
64

Rata-Rata Lightness = 55, 33


Tapioka 10%
( + )
# Lightness =
(32,9+64) 94,35
U1 = = 45,85
64
(27,1+64) 94,35
U2 = = 54,30
64
(30+64) 94,35
U3 = = 50,12
64

Rata-Rata Lightness = 50,12


LAMPIRAN DOKUMENTASI

Bumbu-bumbu Daging sapi Penimbangan

Penggilingan Pencetakan Perebusan

Penirisan Tanpa tapioka + tapioka 10%

Anda mungkin juga menyukai