Anda di halaman 1dari 12

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Kompetensi (Kemampuan Akhir Yang Diharapkan)


Setelah mempelajari Bab ini mahasiswa memahamitentang Pancasila sebagai etika dalam
kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Deskripsi
Dalam Bab ini Anda akan mempelajari pengertian tentang etika; pengertian nilai, norma dan moral; aliran-
aliran etika; dan etika Pancasila.
1.PENDAHULUAN
Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar negara, pandangan
hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Oleh karena itu, Pancasila secara normatif
dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian
atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain,
nilai-nilai tersebut bersifat universal, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu
kesatuan nilai yang utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-an karena merupakan
komponen utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila. Meskipun para founding fathers mendapat pendidikan
dari Barat, namun causa materialis Pancasila digali dan bersumber dari agama, adat dan kebudayaan
yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila yang pada awalnya merupakan konsensus politik
yang memberi dasar bagi berdirinya negara Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang
digunakan sebagai sistem etika yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks
hubungan berbangsa dan bernegara.

Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan
Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari
segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya.

Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis atau kehidupan nyata dalam masyarakat,
bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma
itu meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk,
sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam
pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulahPancasila berkedudukan sebagai sumber dari
segala sumber hukum.

Dengan demikian, Pancasila pada hakekatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif ataupun praktis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah- masalah yang
berkaitan dengan predikat nilai susila dan tidak susila, baik dan buruk.
2.PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa
yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung
jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1) Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2) Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika sosial)
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak kesusilaan atau
adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga
berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-
hari dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang
sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13).
Dalam bahasa Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamakkhuluk yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20.)
3.PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1)
Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada
hakekatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka
nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain
kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan
berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah
berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subyek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa,
karsa dan kepercayaan.

Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu
wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu :
nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria, sehingga
merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai
berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia.Nilai manusia berada dalam
hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai
sistem nilai.

2)Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah
ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia.Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah-kaedah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan
mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.

3)Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu
peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal
(Tuhan), horisontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat manusia
sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur
yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat
berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.

Hubungan antara nilai, norma dan moral


Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap
waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu,
masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana
tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.
Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan
maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran
moral.
4.
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKSIS

a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca indra manusia, tetapi dalam
kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam
prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu berupa hakekat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari
nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari segala
sesuatu. Contohnya : hakekat Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan
hakekat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima(penyebab pertama).
Segala sesuatu yang diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakekat
manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakekat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum
yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakekat
suatu benda (kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai norma yang
direalisasikan dalam kehidupan yang praktis, namun nilai yang bersumber dari kebendaan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi
sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum
dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan
konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari
maka nilai itu akan menjadi norma moral. Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi
atau negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber
pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi
dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat
ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.

c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata
dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai
instrumental. Oleh karena itu, nilai praksis dijiwai kedua nilai tersebut di atas dan tidak bertentangan
dengannya. Undang-undang organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua perundang-
undangan yang berada di bawah UUD sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh
pemerintah.
5.
ALIRAN ALIRAN BESAR ETIKA
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran
memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk.
a)
Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu
sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut,
baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat suatu
tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjamin universalitas
dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan (Keraf, 2002: 9).
Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap
diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris sudah dibekali
pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan
tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat (imperatif kategoris).
Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan tindakan tanpa syarat yang harus
dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih,
namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa korupsi adalah tindakan yang dinilai
buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh motivasi
dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan
(Kuswanjono, 2008: 7).
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas.
Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh kewajiban moral dan demi
kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguh-
sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonomi
bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.

b)Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan
dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu kesulitan etika
deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih
kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi
bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar
kewajiban, nilai norma yang lain.
Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini maka memenuhi
kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor
tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajiban membayar
pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian
etika teleologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak
dipenuhi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik menurut
pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
egoisme etis dan utilitarianisme
1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik untuk
pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap
salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.
2) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya
terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar
dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan suatu tindakan
yang dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan
kedua dari kemanfaatan itu mana yang paling menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi
kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika
utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma
sangat mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang
ditimbulkan akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.
Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan maka
harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka
terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang
menguntungkan banyak orang. Utilitarians try to produce maximum pleasure and minimum pain,
counting their own pleasure and pain as no more or less important than anyone elses (Wenz, 2001: 86).
Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak oranglah yang
lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus dibagi
kepada yang lain. Utilitarianisme, meskipun demikian, juga memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002: 19-
21) mencatat ada enam kelemahan etika ini, yaitu:
(1) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan
terutama terhadap minoritas.
(2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang
kuantitasmaterialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti kasih sayang,
nama baik, hak dan lain-lain.
(3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan
masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal seperti nasionalisme,
martabat bangsa akan terabaikan, misalnya atas nama memasukkan investor asing maka aset-aset
negara dijual kepada pihak asing, atau atas nama meningkatkan devisa negara maka pengiriman
TKW ditingkatkan. Hal yang menimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusak atas nama
untuk menyejahterakan masyarakat.
(4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tidak
melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang
dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.
(5) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasi
hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya
perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
(6) Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan kemanfaatan
yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak dirasakan
banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.

Menyadari kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan, yaitu
utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :
Pertama, setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau
tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipun memiliki
kemanfaatan yang besar.
Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik seperti
kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
Ketiga, terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadai
untuk memperkecil kerugian material dan non-material.

c. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada penilaian moral pada
kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap
orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik. Karakter
moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya mengandung nilai-nilai
keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam
masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep
keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan
sosial.

Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur tokoh,
tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip
umum tentang karakter yang bermoral itu seperti apa.
6.ETIKA PANCASILA
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yang
mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum
dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut,
namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia,
namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Nilai
yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena
menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian
secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik
itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya
pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan
konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana
alam, dan lain-lain
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-
nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah keadilan dan keadaban.
Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk
bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan
manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan
itu dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan
dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang
memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama
agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut
pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam
kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan
tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang
sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar
anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah
Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas dimenangkan atas
pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk
orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep
hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih
dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada
konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat
banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan
masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang
lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat
kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam
kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan
nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas
kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum
dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan
menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan,
tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai
cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai
perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi,
kemajuan bersama dan lain-lain.
7.MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-
masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari
masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun
demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka
berikut ini kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini
terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan
Yang Maha esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak
dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah
dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang
meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).

2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa,
karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari
nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sesuai
dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab
sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus
senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini
mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia
dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia,
maupun terhadap alam dan hewan.
Hakekat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan .... Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya
dalam Batang Tubuh UUD.

3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya
bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga
ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan
Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong
untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang
Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak
sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan,
suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi,
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.... Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam
Batang Tubuh UUD 1945.

4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan


Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara
tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan
rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan
persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung
jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara
khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat
sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga
perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya ikut
dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai
asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi :...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan
rakyat ...

5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil
maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila
kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai
bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
a) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti pihak
negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan,
bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
b) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini
pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam negara.
c) Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara timbal balik.
Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan
harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :dan perjuangan
kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.

Definisi Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari
bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin-dari hal-hal tindakan
yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami
oleh pikiran manusia.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai
berikut:
Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang
mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat
dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu
tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of
morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The
rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human
character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
5. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut
ukuran dan nilai yang baik.
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan
manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu secara umumnya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk
sebagai akibatnya. .
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari
kesadaran dirinya.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan
yang salah harus mendapat sanksi.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
Menurut Maryani & Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur
perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok
atau segolongan masyarakat atau prifesi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua
yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika
yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in
human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Menurut Kamus Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara
moral.
Menurut Ahli filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
Menurut Ahli Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya dalam
berperilaku.
2. Definisi tentang etika dapat di klasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut :
Jenis Pertama, Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan
buruk dari perilaku manusia
Jenis Kedua, Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku
manusia dalam kehidupan bersama.
Jenis Ketiga, Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya
memberikan nilai baik buruknya terh
Pengertian Etika Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral).
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai the discipline which can act as the performance index or
reference for our control system.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
etika adalah:
Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika terbagi atas dua :
Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia itu bertindak
secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai
tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis,
atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim,
pustakawan, dan lainnya).

Anda mungkin juga menyukai