Anda di halaman 1dari 10

Evaluasi Terapi Obat pada Pasien Sepsis Neonatal

Di Ruang Perinatologi RSUP Fatmawati


Januari Februari Tahun 2016

Setianti Haryani1 dan Yusna Fadlyyah Apriyanti2


1
Apoteker Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
2
Mahasiswi Program Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Abstrak

Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama
kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Pemberian
antibiotika yang sesuai merupakan salah satu kriteria dalam tata laksana sepsis. Kesulitan mendapatkan hasil
kultur berupa jenis bakteri dan uji kepekaan antibiotika dengan segera menyebabkan masalah pada pemilihan
jenis, waktu dan lama pemberian antibiotika, sehingga pemberian antibiotika hanya berdasarkan empiris yang
berpotensi menimbulkan resistensi dikemudian hari. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi terapi obat pada
pasien sepsis neonatal di ruang perina. Kajian dilakukan dengan cara observasi dan pencatatan langsung dari
rekam medik pasien serta hasil wawancara. Sebanyak 42 sampel dilakukan pemantauan terapi obat.
Karakteristik dominan bayi yang mengalami sepsis di ruang perina adalah 61,9% bayi laki-laki, terdapat
59,5% persalinan non spontan, dengan umur kehamilan 64,3% prematur, BBLR 69,1% dan 81% sepsis awitan
dini. Hasil laboratorium sangat signifikan ditunjukkan oleh bayi yang mengalami sepsis neonatal di ruang
perina adalah trombositopenia (76,2%), leukositosis (66,7%), peningkatan C-Reactive Protein (CRP) (54,7%),
leukositopenia (7,1%), dan immature (IT Ratio) 0,2 (4,7%). Kuman/Bakteri yang muncul pada hasil kultur
kebanyakan bakteri gram negatif yaitu Enterobacter aerogenes (5), Klebsiella sp (3), Acinotebacter baumanii
(2), Bukholderia cepacia (2), Serratia sp (1) dan bakteri gram positif yaitu Staphylococcus epidermidis (2).
Penggunaan antibiotika terbanyak pada pasien sepsis neonatal di ruang Perina adalah antibiotik kombinasi
Amoksisillin dan Gentamisin sebagai pengobatan lini pertama yaitu sebanyak 38 pasien, diikuti tahap lini
kedua penggunaan kombinasi Cefotaksim dan Mikasin (25 pasien) atau Fosfomycin Na (1 pasien), dan lini
ketiga penggunaan Ceftazidim (14 pasien) atau Meropenem (12 pasien).

Kata kunci : sepsis neonatal, antibiotika, BBLR, CRP


PENDAHULUAN sindrom klinis dengan adanya Systemic


Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan
Sepsis bakterial pada neonatus adalah
infeksi. Sepsis merupakan suatu proses
sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik
berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis,
dan diikuti dengan bakteremia pada bulan
sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi
pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun
multiorgan, dan akhirnya kematian.
terakhir terdapat beberapa perkembangan baru
Insiden sepsis di negara berkembang
mengenai definisi sepsis. Salah satunya
cukup tinggi, menurut perkiraan World Health
menurut The International Sepsis Definition
Organization (WHO), terdapat 5 juta kematian
Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah
neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas
neonatus (kematian dalam 28 hari pertama
Koresponden : Setianti Haryani, 1Apoteker
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran
Email: setianty@gmail.com hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari
negara berkembang. (Depkes, 2007)

Journal of Fatmawati Hospital



Sedangkan kasus sepsis neonatorum berkisar berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di
antara 1,5-3,72% pada beberapa rumah sakit negara berkembang sendiri ditemukan
rujukan di Indonesia seperti RS Cipto perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram
Mangunkusumo, sedangkan angka kematian negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari
berkisar antara 37,09-80%. sepsis neonatorum.

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis Diagnosis sepsis neonatorum sering


neonatal dapat diklasifikasikan menjadi dua sulit ditegakkan karena gejala klinis yang tidak
bentuk yaitu sepsis neonatal awitan dini spesifik pada neonatus. Pemeriksaan kultur
(early-onset neonatal sepsis) dan sepsis darah merupakan baku emas dalam
neonatorum awitan lambat (late-onset menegakkan diagnosis sepsis neonatorum
neonatal sepsis). namun pemeriksaan tersebut hasilnya baru
dapat diketahui setelah 48 sampai 72 jam,
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan
sehingga penatalaksanaan sepsis sering terjadi
infeksi perinatal yang terjadi segera dalam
keterlambatan pengobatan yang dapat
periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan
memperburuk keadaan bayi bahkan dapat
biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran
menyebabkan kematian.
atau in utero. Incidence rate sepsis neonatal
Pengobatan hanya berdasarkan
awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000
gambaran klinis dapat menimbulkan
kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut
penanganan yang berlebihan dan terjadi
meninggal.
peningkatan pola resistensi terhadap antibiotik
Sepsis awitan lambat (SAL)
dan efek toksisitasnya dikemudian hari. Hal
merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72
tersebut menyebabkan perlunya dilakukan
jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar
Pemantauan Terapi Obat (PTO) dalam praktek
atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses
profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan
infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas
Apoteker sebagai bagian dari tim
SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-
pelayanan kesehatan memiliki peran penting
kira 10-20%. SAD sering dihubungkan dengan
dalam Pemantauan Terapi Obat. Pengetahuan
infeksi intranatal, sedangkan SAL sering
penunjang dalam melakukan PTO adalah
dihubungkan dengan infeksi postnatal
patofisiologi penyakit, farmakoterapi, serta
terutama nosokomial.
interpretasi hasil pemeriksaan fisik,
Berbagai macam kuman seperti
laboratorium dan diagnostik. Selain itu,
bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
diperlukan keterampilan berkomunikasi,
menyebabkan infeksi berat yang mengarah
kemampuan membina hubungan interpersonal,
pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab
dan menganalisis masalah.
sepsis berbeda-beda antar negara dan selalu

Journal of Fatmawati Hospital



Tabel 1. Distribusi Karakteristik Bayi
No Karakteristik Bayi Jumlah %
1. Jenis Kelamin
Laki laki 26 61,9
Perempuan 16 38,1
2. Cara Persalinan
Spontan 17 40,5
Non Spontan 25 59,5
3. Umur Kehamilan
Prematur (<37 27 64,3
minggu)
Aterm (37-40 15 35,7
minggu)
4. Berat Lahir
<2,5 kg 29 69,1

Proses PTO merupakan proses yang ruang perina dengan melihat rekam medik
komprehensif mulai dari seleksi pasien, pasien, dan hasil wawancara; yaitu hasil
pengumplan data pasien, identifikasi masalah serangkaian tanya jawab secara langsung
terkait obat, rekomendasi terapi, rencana dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
pemantauan sampai dengan tindak lanjut. perawatan pasien seperti dokter dan perawat,
Proses tersebut harus dilakukan secara serta penelusuran literatur yang dipublikasikan
berkesinambungan sampai tujuan terapi dan berkaitan dengan penyakit pasien.
tercapai. Tahapan pengkajian dilakukan dengan
METODOLOGI PENGKAJIAN cara mengumpulkan data pasien, identifikasi
masalah terkait obat, pengkajian data
Data-data yang dikumpulkan berasal
dibandingkan literatur dan pembahasan
dari hasil observasi langsung pada pasien di

HASIL DAN PEMBAHASAN


persalinan, umur kelahiran, berat lahir) dapat
Proporsi penderita sepsis berdasarkan
dilihat pada tabel di bawah ini.
karakteristik bayi (jenis kelamin, cara

Journal of Fatmawati Hospital



Tabel 1. Distribusi Karakteristik Bayi
No Karakteristik Bayi Jumlah %
1. Jenis Kelamin
Laki laki 26 61,9
Perempuan 16 38,1
2. Cara Persalinan
Spontan 17 40,5
Non Spontan 25 59,5
3. Umur Kehamilan
Prematur (<37 minggu) 27 64,3
Aterm (37-40 minggu) 15 35,7
4. Berat Lahir
<2,5 kg 29 69,1
>2,5 kg 13 30,9
5. Klasifikasi Sepsis
Sepsis neonatus awitan dini 34 81,0
Sepsis neonatus awitan lambat 8 19,1

Jumlah bayi laki-laki yang mengalami yang lahir prematur sering kali memiliki berat
sepsis lebih banyak dari bayi perempuan, badan yang kurang dan organ-organnya yang
sesuai dengan beberapa penelitian yang belum sempurna. Bayi prematur juga memiliki
terlebih dahulu sudah dilakukan. Cara imunitas yang rendah, pada saat terserang
persalinan yang non spontan, seperti infeksi tubuh belum mampu melawannya,
caesarean section atau vacum juga menjadi sehingga infeksi itu semakin bebas menyebar
salah satu faktor risiko meningkatnya angka keseluruh tubuh pasien. Angka kejadian sepsis
kejadian sepsis neonatal. Bayi yang dilahirkan neonatal awitan dini masih menjadi kasus yang
sebelum umur kelahiran yang seharusnya, terbanyak dibandingkan sepsis awitan lambat
akibat ketuban pecah dini, ibu Preeklamsia yang kebanyakan diakibatkan oleh proses
Berat (PEB) atau alasan lainnya juga persalinan sampai pascapersalinan.
meningkatkan angka kejadian sepsis. Bayi

Tabel 2. Jumlah Hasil Data Laboratoium Pasien Sepsis

No Data Lab Normal Jumlah %

1. Trombositopenia 150.000-250.000 sel/mm3 32 76,2


2. Leukositosis 5.000-10.000 (/ul) 28 66,7

3. CRP > 1 < 1 mg/dL 23 54,7
4. Lekositopenia 5.000-10.000 (/ul) 3 7,1

5 I/T Ratio > 0,2 neutrophil ratio <0,2 2 4,7

Journal of Fatmawati Hospital



Data laboratorium yang sangat (76,2%), diikuti dengan leukositosis (66,7%),
signifikan ditunjukkan oleh bayi yang peningkatan C-Reactive Protein (CRP) yang
mengalami sepsis neonatal di ruang perina tinggi (54,7%), leukositopenia (7,1%) dan
RSUP Fatmawati adalah trombositopenia immature (IT Ratio) 0,2 (4,7%).

Tabel 3. Hasil Kultur pada Pasien Sepsis

No. Nama Bakteri Bahan Gram (+/-) Jumlah

1. Hasil kultur negatif (-) 20


2. Belum ada hasil kultur 7

3. Enterobacter aerogenes Darah - 5
4. Staphylococcus epidermidis Darah + 2

5. Bukholderia Cepacia Darah - 2


6. Acinerobacter baumanii Darah - 2

7. Seratia Odorifera Darah - 1
8. Klebsiella terrigena Darah - 1
9. Klebsiella Ozaenae Darah - 1
10. Klebsiella Pneumoniae Darah - 1
Total 42

Sekitar 20 pasien menunjukkan hasil yaitu Enterobacter aerogenes (5), Klebsiella


kultur negatif, hal ini menunjukkan terapi yang sp (3), Acinotebacter baumanii (2),
diberikan tepat dan sesuai tata laksana. Namun Bukholderia cepacia (2), Serratia sp (1) dan
ada juga pasien yang hasil kulturnya belum bakteri gram positif yaitu Staphylococcus
keluar walaupun sudah melewati 3 hari dari epidermidis (2). Hasil kultur negatif terbanyak
awal pengambilan sampel darah, hal tersebut karena telah diberikan terapi profilaksis
membuat terapi antibiotik yang telah diberikan selama observasi bayi, bila adanya salah satu
sulit untuk dilakukan evaluasi. gejala klinis yang nampak pada pasien.
Kuman/Bakteri yang muncul pada
hasil kultur kebanyakan bakteri gram negatif

Journal of Fatmawati Hospital



Tabel 4. Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Sepsis neonatal

Jumlah
No Penggunaan Antibiotik
Pasien
1. Antibiotik Lini 1 saja (Amoxicillin dan Gentamisin) 14
2. Antibiotik lini 1 dan 2 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim dan 10
Amikasin)
3. Antibiotik Lini 1, 2 dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim, 6
Amikasin, ceftazidime dan meropenem)
4. Antibiotik Lini 1, 2 dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim, 5
Amikasin dan Ceftazidime)
5. Antibiotik Lini 1, 2 dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim, 2
Amikasin dan Meropenem)
6. Antibiotik Lini 3 saja (Meropenem) 2
7. Antibiotik lini 1 dan 2 (Amoxicillin, Gentamisin dan Ceftazidime) 1

8. Antibiotik Lini 2 dan 3 (Cefotaxim, Amikasin, ceftazidime dan 1


meropenem)
9. Antibiotik Lini 1, 2, dan 3 (Amoxicillin, Gentamisin, Cefotaxim, 1
Amikasin, meropenem, ceftazidime, dan fosfomycin sodium)
TOTAL PASIEN 42

Penatalaksanaan pasien dengan belum juga keluar, maka sering kali dengan
diagnosis sepsis adalah pemberian antibiotik cepat pasien diberikan antibiotik lini ketiga,
yang sensitive sesuai pola kuman diruangan. yaitu Meropenem atau Ceftazidime. Bila hasil
Antibiotik lini pertama yang digunakan yaitu kultur telah keluar, maka terapi antibiotik
Amoxicillin dan Gentamisin. Bila keadaan disesuaikan dengan hasil tersebut. Namun
umum (KU) pasien memburuk setelah 3 hari sayangnya, pembuatan laporan pola kuman
dan hasil kultur belum keluar, maka antibiotik ruangan tidak dilakukan secara rutin, sehingga
diganti dengan kombinasi lini keduanya yaitu tatalaksana masih menggunakan hasil
Cefotaksim dan Amikasin. Namun, bila KU pendataan pola kuman yang lama.
tidak kunjung membaik pula, dan hasil kultur

Journal of Fatmawati Hospital



Tabel 5. Lama Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis

No Penggunaan Waktu Waktu Waktu Total


Antibiotik Penggunaan Penggunaan Penggunaan Pasien
(7 hari) diantara (14 hari)
7-14 hari
1. Antibiotik Lini 1
Amoxicillin 33 3 2 38
dan
Gentamisin 30 6 2 38
2. Antibiotik Lini 2
Cefotaxim 15 7 4 25
dan
Amikasin 13 10 2 25
Atau
Fosfomycin Na 1 1
3 Antibiotik Lini 3
Ceftazidime 9 - 5 14
Atau
Meropenem 2 1 9 12

Penggunaan antibiotik pada satu berperan pada penghentian otomatis


pasien dengan pasien yang lain, tidaklah sama. pemberian antibiotik (automatic stop order).
Semua tergantung kondisi klinik pasien yang Penghentian otomatis pemberian antibiotik
menunjukkan KU yang semakin membaik atau dilakukan bila penggunaan sudah sesuai
bahkan memburuk. Bila KU pasien semakin dengan kebijakan yang telah ditetapkan dan
memburuk, maka pasien akan diberikan telah disetujui oleh Dokter Penanggung Jawab
antibiotik lini pertama, kemudian antibiotik pasien (DPJP). Rata-rata lama penggunaan
lini kedua dan bisa juga diberikan antibiotik antibiotik untuk septikemia adalah 5-7 hari.
lini ketiga. Namun bila pada penggunaan Penggunaan terapi antibiotik tersebut juga
antibiotik lini pertama, KU pasien membaik harus mempertimbangkan aktivitas antibiotik
dan hasil kultur darah menunjukkan negatif, agar dapat ditetapkan berapa lama penggunaan
maka pasien dinyatakan sembuh dari sepsis setiap antibiotik. Penggunaan antibiotik harus
dan diperbolehkan pulang. Hasil evaluasi dipantau agar tidak terjadi pemberian
terapi antibiotik pada pasien sepsis antibiotik yang tidak rasional karena diberikan
menunjukkan banyaknya pasien yang terlalu singkat atau terlalu lama. Lamanya
menggunakan antibiotik lini pertama saja (38 pemberian antibiotik empiris adalah dalam
pasien). jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus
Penggunaan antibiotik oleh pasien dilakukan evaluasi berdasarkan data
harus memperhatikan waktu, frekuensi dan mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta
lama pemberian sesuai rejimen terapi dan data penunjang lainnya. Penggunaan antibiotik
memperhatikan kondisi klinik pasien. Pada lini pertama, lini kedua dan lini ketiga yang
proses penggunaan antibiotik, Apoteker dapat diberikan lebih dari 14 hari juga banyak

Journal of Fatmawati Hospital



ditemukan. Distribusi lamanya penggunaan pemberian dosis rejimen seharusnya.
setiap antibiotik pada pasien sepsis yang Amoxicillin adalah golongan antibiotik
dirawat di ruang perina dapat dilihat pada Penisilin, dimana strategi terapi yang diberikan
Tabel 5. sebaiknya dengan memaksimalkan lama
Parameter Farmakodinamik dari setiap paparan, begitu juga Cefotaxim dan
antibiotik penting untuk menilai hubungan Ceftazidime yang merupakan golongan
kadar-kadar antibiotik terhadap efek Sefalosporin dan Meropenem yang merupakan
antibiotiknya. Penentuan dosis pada pasien golongan Karbapenem. Sedangkan Amikasin
sepsis ini ditentukan dengan dosis per Kg berat dan Gentamisin merupakan golongan
badan pasien. Aktivitas antibiotik yang Aminogikosida yang sebaiknya strategi terapi
berbeda juga menentukan bagaimana diberikan dengan memaksimalkan kadar obat.

Tabel 6. Kesesuaian Dosis pada pasien Sepsis

19%

21,5%

Dosis yang diberikan pada setiap badan saat pasien yang memiliki bilangan pada
pasien sepsis di ruang Perina ini, belum satuannya, maka sebaiknya mengambil
terlaksana dengan tepat karena masih adanya inisiatif untuk membulatkan pada dosis yang
dosis Gentamisin dan Amikasin yang lebih besar, karena sifat obat parenteral yang
diberikan kurang dari dosis seharusnya. Bila sering kali masih tertinggal dalam spuit.
dosis yang tepat sulit diberikan karena berat

Tabel 7. Jumlah Pasien yang Diberikan Terapi Penunjang

No. Terapi Penunjang Jumlah Pasien %


1. Aminophilin 6 14,2
2. Metronidazole 5 11,9
3. Fluconazole 5 11,9
4. Ranitidine 2 4,7

Journal of Fatmawati Hospital



Terapi penunjang yang sering digunakan menunjukkan gejala sesak lebih dari sekali
adalah pemberian antibiotik Metronidazole sampai membutuhkan resusitasi. Asam
bila gejala klinis menunjukkan adanya bakteri lambung merupakan mekanisme pertahanan
anaerob, seperti distersi abdomen dan non imun utama untuk melawan infeksi,
keluarnya cairan lambung pada OGT (Oral sehingga Ranitidine diberikan dengan indikasi
Gastric Tube). Pemberian antijamur seperti tersering adalah sebagai profilaksis atau terapi
Fluconazol diberikan bila hasil kultur stress ulcers dan refluks gastroesofageal
menunjukkan adanya jamur Candida. (GERD), namun efikasinya pada neonates
Aminofilin untuk pasien sepsis yang masih diperdebatkan.
KESIMPULAN 2. Penggunaan antibiotik pada sepsis neonatal
Karakteristik dominan bayi yang seharusnya didasarkan pada hasil data pola
mengalami sepsis di ruang Perina RSUP kuman penyebab infeksi yang diperoleh
Fatmawati adalah bayi laki-laki (61,9%), dari biakan darah dan hasil uji sensitifitas.
persalinan non spontan (59,5%), prematuritas Pola kuman dan hasil uji sensitifitas
(64,3%), berat lahir rendah (69,1%) dan sepsis tersebut dapat dipakai sebagai dasar
neonatal awitan dini (81%). pemberian antibiotik secara empiris,
Masih adanya penggunaan antibiotik yang sehingga, diharapkan dapat dilaksanakan
tidak rasional karena digunakan terlalu lama pendataan pola kuman yang berkala
(>14 hari) atau singkat (<7 hari), bahkan baru khususnya di ruang Perina.
digunakan 1 hari langsung diganti. 3. Disediakan sarana penunjang penyiapan
Perlu dibuat ketetapan terkait lama obat parenteral yaitu ruangan aseptic
penggunaan antibiotik di ruang Perina agar dispensing dan petugas farmasi khusus
ketidakrasionalan penggunaan antibiotik dapat untuk melayani kebutuhan obat pasien bayi
dicegah. Perlu diadakan kesepakatan di ruang Perina RSUP Fatmawati agar
pembulatan dosis rejimen obat, karena pola dapat memberikan terapi antibiotik yang
aktifitas antibiotik yang berbeda, salah satunya tepat dan meminimalisir kontaminasi, serta
sebaiknya digunakan dengan memaksimalkan agar obat parenteral yang hanya dibutuhkan
dosis. sangat sedikit dapat digunakan secara
Terapi penunjang yang sering efektif dan efisien untuk seluruh pasien di
digunakan adalah Metronidazole, Fluconazole, ruang Perina.
Ranitidin dan Aminofilin. 4. Mengadakan penelitian lebih lanjut terkait
penyebab kondisi pasien yang cepat
SARAN memburuk setelah mendapat terapi
1. Mensosialisasikan PPK kasus sepsis di antibiotik lini 1 sehingga menyebabkan
Perina sehingga ada standar khusus dalam pergantian antibiotik ke lini 2 seringkali
penggunaan antibiotika. dilakukan sangat cepat (< 3 hari).

Journal of Fatmawati Hospital



DAFTAR PUSTAKA 14. The International Sepsis Definition
Conferences . 2001
1. Apriliana, E., Rukmono, P., Erdian, D. 15. Wahyuningsih, R., Rozalyani, A., El
N., Tania, F., Unila, B. M. F., Unila, Jannah, S. M., Amir, I., & Prihartono,
B. I., K. A. F., & Unila, P. D. F. J. (2008). Kandidemia pada neonatus
(2013, November). Bakteri Penyebab yang mengalami kegagalan terapi
Sepsis Neonatorum dan Pola antibiotik. Majalah Kedokteran
Kepekaannya Terhadap Antibiotika. In Indonesia, 58(4), 110-115.
Seminar Nasional Sains dan Teknologi 16. Wibowo S.,2007. Perbandingan kadar
V Lembaga Penelitian Universitas bilirubin neonatus dengan dan tanpa
Lampung 19-20 November 2013. defisiensi glucose-6-phosphate
2. Departemen Kesehatan. 2007. dehydrogenase, infeksi dan tidak
Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum infeksi. Fakultas Kedokteran
3. Formularium RSUP Fatmawati Edisi Universitas Diponegoro, Semarang:
VII. 2014 43-4
4. IDAI . 2010. Buku Ajar Neonatologi 17. Wijayanto, D., Amir, I.,
Edisi Pertama. Wahyuningsih, R., & Windiastuti, E.
5. Juniatiningsih, A., Aminullah, A., & 2009. Prevalens dan Sebaran Faktor
Firmansyah, A. (2008). Profil Risiko Mikosis Sistemik pada
mikroorganisme penyebab sepsis Neonatus dengan Sepsis Awitan
neonatorum di Departemen Lambat di RS Dr. Cipto
IlmuKesehatan Anak Rumah Sakit Mangunkusumo. Sari Pediatri
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari 2009;11(4):229-37
pediatri,10, 60-5.
6. Kementerian Kesehatan RI, Bina
Kefarmasian, and Alat Kesehatan.
2015. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik
7. Mayetti, I. I. (2010). Pola
bakteriologis dan uji sensitivitas pada
sepsis neonatorum awitan dini. Sari
pediatri, 11, 326-9.
8. Mendoza, U.A., 2000. Sepsis
Neonatorum at Manila Central
University Filemon D, Tanchoco Med
Foundation (MCU-FDTMF).
Calacoon City.Manila.
9. Peraturan Mentri Kesehatan
2406/MENKES/PER/XII/2011.
10. Putra, P.J. 2012. insiden dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan
sepsis neonatus di RSUP Sanglah
Denpasar. Sari pediatri, 14(3),205-210
11. Sianturi, P., Hasibuan, B. S., Lubis, B.
M., Azlin, E., & Tjipta, G. D. (2013).
Gambaran Pola Resistensi Bakteri di
Unit Perawatan Neonatus. Sari
Pediatri, 13, 431-6.
12. Sulistijono, E., & RVC, B. I. (2013).
Faktor risiko sepsis awitan dini pada
neonatus. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 27(4), pp-232.
13. Surasmi, Asrining, dkk. 2003.
Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC.

Journal of Fatmawati Hospital

Anda mungkin juga menyukai