Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

DEMAM REMATIK AKUT

Disusun Oleh :
Onny Hernik Saputro
030.12.202

Pembimbing :
dr. Rosida Sihombing, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 6 NOVEMBER 13 JANUARI 2017
JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :

Demam Rematik Akut

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Budhi Asih

Periode 6 November 13 Januari 2017

Disusun oleh :

Onny Hernik Saputro

030.12.202

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Harmon Mawardi, Sp. A

Selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Anak RSUD Budhi Asih

Jakarta, 21 November 2017

Mengetahui,

dr. Rosida Sihombing, Sp. A


2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul "Demam rematik
akut" dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan kepaniteraan klinik ilmu penyakit anak di RSUD Budhi Asih.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Rosida Sihombing, Sp. A
sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga dan rekan-rekan sejawat yang telah memberikan dukungan, saran, dan kritik
yang membangun. Keberhasilan penyusunan laporan kasus ini tidak akan tercapai tanpa adanya
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak-pihak tersebut.

Jakarta, 12 April 2017

Onny Hernik Saputro

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 3

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 4

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 5

BAB II LAPORAN KASUS.... ...7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 26

BAB IV PEMBAHASAN KASUS ....................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 42

4
BAB I

Gambaran klinis demam reumatik akut (ARF) telah diketahui sejak tahun 1500an. Pada tahun
1800-an, hubungan antara ARF dan jantung digambarkan sebagai "dari tonsilitis sampai
karditis". Kondisi ini digambarkan sebagai "ARF menjilat sendi dan menggigit jantung" oleh
Laseque pada tahun 1884. Seperti pada kondisi lain yang sulit untuk didiagnosis, kriteria Jones
ditetapkan untuk diagnosis ARF pada tahun 1944 dan kriteria ini diperbarui pada tahun 1965,
1984 dan 1992.1
Demam reumatik akut biasanya terjadi akibat infeksi faringitis Streptococcus beta
hemolyticus grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir
meniadakan resiko demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari individu yang belum
pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis
streptokokus yang tidak diobati.2
Sementara kejadian ARF menurun seiring dengan tindakan yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Utara, namun terus menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di negara-negara
berkembang. Demam reumatik akut adalah penyebab paling umum penyakit jantung yang
didapat pada anak-anak dan dewasa muda di banyak wilayah di dunia dan terutama di negara-
negara berkembang. Setidaknya 15.600.000 pasien dengan penyakit jantung rematik tinggal di
dunia. Serangan pertama demam reumatik paling sering terjadi antara umur 5-15tahun. Demam
reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5 tahun.1
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan sebuah panduan untuk diagnosis ARF
pada tahun 2002, merekomendasikan kriteria Jones yang ditetapkan pada tahun 1992 untuk
diagnosis pada serangan pertama dan melemahkan kondisi untuk diagnosis serangan berulang.3
ARF telah terbukti berkembang pada kira-kira satu sampai tiga persen dari mereka yang
berada dalam situasi epidemi faringitis eksudatif yang tidak diobati dan / atau budaya positif
untuk GAS. Dalam sebuah studi Selandia Baru tentang pencegahan primer, tingkat serangan
setelah kultur faringitis GAS terbukti terbukti 0,2%.4

5
BAB II

LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Onny Hernik S Pembimbing : dr. Rosida S, Sp.A

NIM : 030.12.035 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Y

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 9 tahun

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 18 Mei 2008

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Jl Swadaya 3 rt 15 rw 06 No. 63 Jakarta Timur

6
ORANG TUA/ WALI

Ayah Ibu

Nama : Tn. S Nama : Ny. M


Umur : 45 Umur : 47
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Sunda
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jl Swadaya 3 rt 15 Alamat : Jl Swadaya 3 rt 15
rw 06 No. 63 Jakarta Timur rw 06 No. 63 Jakarta Timur

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.

I. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien di bangsal


Emerald Barat pada tanggal 10 November 2017.

Keluhan utama : Demam disertai kemerahan pada kulit sejak 4 hari SMRS.

Keluhan tambahan : Nyeri sendi sebelum masuk RS.

Nafsu makan menurun sebelum masuk RS.

A. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih dibawa orangtuanya dengan keluhan
demam yang disertai kemerahan pada seluruh tubuh sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit, Demam muncul secara tiba-tiba saat malam hari tanpa ada gejala lain
sebelumnya, demam dirasakan paling tinggi pada hari ke 2 yang diukur
menggunakan thermometer anak. Oleh kedua orang tua pasien, pasien sempat
diberikan obat penurun panas, demam sempat turun tetapi tidak bertahan lama.

7
Demam muncul juga disertai bercak-bercak kemerahan, bercak kemerahan
pertamakali terlihat pada bagian badan, kaki dan tangan pasien. Umumnya bercak
kemerahan tersebut tampak cukup merata di pada tubuh pasien, namun paling
jelas terlihat pada bagian punggung dan bagian pangkal jari-jari kedua tangan
pasien sedangkan pada bagian tubuh lain seperti wajah bercak kemerahan tersebut
tidak ditemukan. Becak kemerahan semakin hari terlihat semakin jelas dan
menimbulkan warna kehitaman. Pada bercak kemerahan tersebut apabila disentuh
akan teraba hangat dan menimbulkan rasa nyeri tetapi pasien mengaku tidak
merasa gatal. Bentuknya sendiri seperti lingkaran dan ditengahnya terlihat lebih
pucat.
Pasien juga mengeluh badan pegal-pegal sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pegal-pegal lebih terasa pada sendi jari-jari tangan, siku tangan dan
bahkan di lutut. Dirasakan lebih pegal saat berjalan. Pada Sendi-sendi sendi
tersebut masih dapat digerakkan dan tidak terdapat kaku di pagi hari. Pasien
mengaku akhir-akhir ini tidak berselera untuk makan, kurangnya minat dan hanya
terbaring di tempat tidur.
Sebelumnya 3 minggu yang lalu pasien pernah mengalami demam disertai
radang tenggorokan dimana sang pasien nyeri saat menelan. Demam berlangsung
3 hari dan oleh sang ayah dibawa ke praktek klinik umum. Disana dia diberikan 3
jenis obat salah satunya antibiotik yang diminum selama 3 hari. Gejala pada
pasien awalnya dirasakan mereda dan pasien sempat untuk kembali makan dan
minum. Namun setelah 4 minggu pasien kembali terkena demam namun dengan
bercak kemerahan sehingga ayah pasien memutuskan untuk membawa anaknya
ke RSBA.
Mimisan, gusi berdarah, dan kejang disangkal oleh pasien. Tidak terdapat
batuk dan pilek maupun mual muntah pada pasien. Ibu pasien juga mengatakan
tidak ada keluhan dalam buang air besar maupun buang air kecil, urin kuning
jernih frekuensi dan banyaknya urin normal sama. Pasien baru pertama kali
mengalami hal seperti ini selama ini dan tidak ada tetangga maupun teman
sekolah pasien yang mengalami hal serupa.

8
B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit jantung (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien belum pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya.

C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan

Morbiditas kehamilan Anemia (-), hipertensi (-), diabetes


mellitus (-), penyakit jantung (-), penyakit
paru (-), merokok (-), infeksi (-), minum
KEHAMILAN alkohol (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke bidan 1 bulan sekali dan
selalu datang sesuai anjuran.

Tempat persalinan Rumah Sakit

Penolong persalinan Dokter

Normal
KELAHIRAN Cara persalinan
Penyulit : -

Masa gestasi Cukup bulan

Keadaan bayi Berat lahir : 3200 gram

9
Panjang lahir : Ibu pasien lupa

Lingkar kepala : Ibu pasien lupa

Langsung menangis (+)


Kemerahan (+)
Kuning (-)
Nilai APGAR : Ibu pasien tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan :. Pasien lahir normal

D. Riwayat Perkembangan

- Pertumbuhan gigi I : 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)

- Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

- Psikomotor :

Tengkurap : 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 14 bulan (Normal: 12-18 bulan)

Bicara : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

- Perkembangan pubertas :

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Tidak terdapat keterlambatan


perkembangan pasien, baik sesuai usia

E. Riwayat Makanan

Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)

10
02 ASI - - -

24 ASI - - -

46 ASI - - -

68 ASI + + -

8 10 ASI + + +

10 -12 ASI + + +

Kesimpulan Riwayat Makanan : Pasien mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan .


Dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping berupa bubur susu dan nasi tim
saring

F. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

Hepatitis B 0bln 2 bln 6 bln - - -

DPT - 2 bln - - - -

Polio 2 bln 4 bln 6 bln - - -

BCG 2 bln 4 bln 6 bln - - -

Campak 2 bln 4 bln 6 bln - - -

MMR - - 9 bln - - -

Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap.

G. Riwayat Keluarga

a. Corak Reproduksi

11
Tanggal
Jenis Lahir Mati Keterangan
No lahir Hidup Abortus
kelamin mati (sebab) kesehatan
/Usia

1. 16 Th Laki-laki - - - - Sehat

2 9 tahun Laki-laki + - - - Pasien

Kesimpulan corak reproduksi : Pasien merupakan anak kedua

b. Riwayat Pernikahan

Ayah Ibu

Nama Tn. S Ny. M

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 25 tahun 27 tahun

Pendidikan terakhir S1 SMA

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Sunda

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

12
Penyakit, bila ada - -

Kesimpulan Riwayat Keluarga :


Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala atau penyakit yang sama seperti
yang dialami oleh pasien.

H. Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua. Rumah merupakan rumah sendiri, satu
lantai, beratap genteng, berlantai keramik, dan berdinding tembok. Ventilasi dan
pencahayaan baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air yang dikonsumsi isi ulang merk
Aqua. Rumah pasien terletak di kawasan penduduk yang padat, rumah berdempet-
dempetan.

Kesimpulan Riwayat lingkungan pasien: Rumah pasien berada di lingkungan yang


padat penduduk.

I. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi Cukup

DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan sekarang : 30 kg
Berat Badan sebelum sakit : 30 kg
Tinggi Badan : 136 cm
STATUS GIZI
- BB / U = 30/28 x 100% = 107 %
- TB/U = 136/134 x 100% = 101%

13
- BB/TB = 30/30 x 100% = 100%
Kesimpulan status gizi : Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan kesan
gizi Cukup
TANDA VITAL
Tekanan darah : 120/68
Nadi : 95 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 38,4o C
KEPALA : Normocephali, deformitas (-), hematoma (-).
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :
Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Refleks konvergensi : tidak dilakukan Pupil : 3mm/3mm, bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+

TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/- Ruam merah : -/-

HIDUNG :
Bentuk : Simetris Napas cuping hidung : -/-
14
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+
BIBIR: : Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (-)
MULUT:
Trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-), mukosa gusi berwarna merah muda,
mukosa pipi berwarna merah muda, arcus palatum simetris dengan mukosa palatum
berwarna merah muda, ulkus (-), halitosis (-).
- Lidah : Normoglosia, pucat (-), ulkus (-), hiperemis (-) massa (-), atrofi papil (-), coated
tongue (-).

TENGGOROKAN:
Dinding posterior faring tidak hiperemis, uvula terletak di tengah, ukuran tonsil T1/T1
tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus
LEHER:
- Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak
tampak deviasi trakea.
- Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak teraba pembesaran KGB submandibula, konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan.
- Trakea teraba di tengah.
THORAKS :
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III V linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi
Retraksi substernal (-), subcostal (-), intercostall (-), bentuk thoraks simetris pada saat
statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang tertinggal.
15
Palpasi
Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus teraba
simetris pada kedua hemithoraks.
Perkusi
Redup dikedua lapang paru.
Batas paru-lambung : ICS VII linea axillaris anterior
Batas paru-hepar : ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi : Suara napas vesikuler , ronkhi (-/-) di seluruh lapang paru, wheezing (-),
stridor (-)
ABDOMEN :
Inspeksi :
Warna kulit sawo matang, ruam (-), kulit keriput (-), umbilikus normal, gerak dinding
perut saat pernapasan simetris, gerakan peristaltik (-)
Auskultasi :Bising usus (+) 3x/menit.
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen. Shifting dullness (-).
Palpasi :
- Supel, nyeri tekan epigastrium (-), turgor kulit baik.
- Hepar : Tidak teraba membesar.
- Lien : Tidak teraba membesar.
- Ginjal : Ballotement -/-

ANOGENITALIA:
Jenis kelamin Laki-laki
KGB :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
EKSTREMITAS :
16
Simetris, tampak ruam kemerahan pada pangkal jari tangan teraba lebih hangat, nyeri
tekan (+). tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap
badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas,
sianosis (-), edema (-), capillary refill time <3 detik.
KULIT :
Tampak kemerahan tersebar ke seluruh tubuh pasien dengan bentuk bulat ireguler
berbatas tegas dan bagian tengah tampak lebih pucat tidak gatal dan nyeri bila disentuh.

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot Normotonus Normotonus

Sendi Aktif Aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain Edema (-) Edema (-)


Ruam (+) Ruam (+)

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot Normotonus Normotonus

Sendi Aktif Aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain Edema (-) Edema (-)

J.PEMERIKSAAN PENUNJANG

17
Tanggal Hasil Nilai normal
08/11/17
Hematologi Rutin
Eritrosit 4.6 3,6-5,8 juta/ uL
Hemoglobin 12.1 10,7-12,8 g/ dL
Hematokrit 36 33-45%
Leukosit 10.9 5.5-15.5 ribu/ L
Trombosit 319 217-497 ribu/ L
MCV 83.1 73-101 fL
MCH 28.0 23-31 pg
MCHC 33.7 26-34 g/ dL
RDW 11,2 <14%
LED 91 0-30
Kimia Klinik
GDS 111 33-111 mg/ dL
Elektrolit
Natrium 139 135-155
Kalium 3,5 3.6-5.5
Klorida 100 98-109
Hitung Jenis

Basofil 0 0-1

Eosinofil 0 2-4

Netrofil batang 1 3-5

Netrofil segmen 76 50-70

Limfosit 14 25-40

Monosit 9 2-8

18
URINALISIS 8/11/2017

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

pH 6.0 4,6-8

Berat jenis 1.005 1.005-1030

Albumin Urine Negatif Negatif

Urobilinogen 0.2 0.1-1

Nitrit Negatif Negatif

Darah Negatif Negatif

Esterase Lekosit Negatif Negatif

Sedimen Urin

Leukosit 2-3 <5/LPB

EritrositEpitel 0-1 <2/LPB

Silinder Negatif Positif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

19
Jamur Negatif Negatif

B-HCG Urine Rapid Negatif

KIMIA KLINIK JANTUNG 8/11/17


Troponin I 0,001 ng/ml <0,020

K. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Budi Asih dibawa orangtuanya dengan keluhan demam sejak 4
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Muncul bercak kemerahan pada tubuh pasien
terutama pada siku tangan, pangkal jari-jari kedua tangan pasien pasien dan bagian punggung
pasien. Pada bercak dirasakan hangat dan nyeri bila di tekan, tetapi bercak tidak menimbulkan
gatal bercak kemerahan tampak berbentuk seperti cincin dan terdapat pucat pada bagian
tengahnya. Pasien juga mengeluh pegal- pegal pada bagian sendi pasien. Pegal dirasakan lebih
berat bila berjalan namun tidak terdapat kaku di pagi hari.
Sebelumnya 3 minggu yang lalu pasien pernah menderita demam yang disertai radang
tenggorokan dimana pasien kesulitan untuk makan. Pasien sempat berobat ke klinik umum dan
diberikan 3 macam obat salah satunya antibiotik yang hanya diminum selama 3 hari. Setelah
dirasakan gejala pasien mereda pengobatan tidak dilanjutkan.
. Riwayat imunisasi dasar lengkap. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos
mentis dengan keadaan umum tampak sakit sedang, gizi normal. Kepala, leher, thoraks,
abdomen normal. Pada kulit pasien terdapat bercak kemerahan berbentuk bulat berbatas tegas
menyebar keseluruh tubuh dengan tengahnya berwarna lebih pucat. Pada pemeriksaan
laboratorium darah ditemukan trombosit normal, leukosit normal, hematokrit meningkat,
hipokalemi.

L. DIAGNOSIS BANDING

- SLE

20
- Rheumatoid arthritis

- Morbili

- Urtikaria akut ec infeksi

- Artritis Bakterial

M. DIAGNOSIS KERJA

Demam rematik akut

N. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Echocardiography

-Troponin I

- EKG

- Rheumatoid Factor

-Swab tenggorok

O. TATALAKSANA

1. Medika mentosa
IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam
Parasetamol 500 mg p.r.n

Inj Benzathine penicilin G1,2 juta iu

Cefotaxime 3x750 mg
2. Non medika mentosa
Rawat inap
Tirah baring
3. Edukasi
Memberikan informasi kepada keluarga mengenai penyakit pasien

O.PROGNOSIS
21
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

P.FOLLOW UP
Hari
ke- Tanggal Keterangan
S. Demam hari ke 5, ruam muncul di seluruh badan (+) gatal (-),
1 9/11/2017 nyeri sendi kaki tangan(+).
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu= 37.5C,
Nafas= 20x/menit, Nadi = 98x/menit, TD: 110/70 mmHg
Mata : ca -/- si-/-
Thorax ,pul : SNV wh-/- rh-/-
Abdomen : supel, BU +
Ext : crt < 3 detik ,
Kulit inspeksi: tampak ruam berbentuk bulat menyebar keseluruh
badan dengan inti berwarna lebih pucat berbatas tegas.
A. Demam Rematik akut
Rheumatoid arthritis

P. IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam


Parasetamol 500 mg p.r.n

Inj Benzathine penicilin G1,2 juta iu

Cefotaxime 3x750 mg
Anjuran ECG
Troponin I

IMUNOSEROLOGI 09/11/17

ASTO 200 IU/Ml <200 IU/Ml

Faktor Negatif Negatif


Rheumatoid

AUTOIMUNE
CRP kuantitatif 71 mg/L <5

22
2 10/11/2017 S. Demam sudah mulai turun(+), ruam (+) Nyeri sendi (+)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu= 37.2C,
Nafas= 20x/menit, Nadi = 98x/menit, TD: 110/70 mmHg
Mata : ca -/- si-/-
Thorax ,pul : SNV wh-/- rh-/-
Abdomen : supel, BU +
Ext : crt < 3 detik ,
Kulit inspeksi: tampak kemerahan telah berkurang yang
berbentuk bulat menyebar keseluruh badan dengan inti berwarna
lebih pucat berbatas tegas (Erythema Marginatum)
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (+)
Hasil Penunjang

ECG : dalam batas normal


Rheumatoid Factor ( Negatif)
A. Demam rematik akut

P. IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam


Inj.Parasetamol 500 mg p.r.n

Cefotaxime 3x750 mg

Ibuprofen 2x 400 mg

Zinkid 1x1 tab

23
S. demam (-), rawat hari ke 3 kemerahan berkurang (-) nyeri
3 11/11/2017 sendi (+)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu= 36,6C,
Nafas= 20x/menit, Nadi = 96x/menit, TD: 100/70 mmHg
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-)

A. Demam Rematik akut

P IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam


Inj.Parasetamol 500 mg p.r.n

Cefotaxime 3x750 mg

Ibuprofen 2x 400 mg

Zinkid 1x1 tab

4 12/04/2017 S. ruam (-), nyeri sendii (-) demam berkurang


O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu= 36,7C,
Nafas= 22x/menit, Nadi = 98x/menit. TD: 100/70 mmHg
Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-)

A. Demam Rematik akut

P IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam


Inj.Parasetamol 500 mg p.r.n

Cefotaxime 3x750 mg

Ibuprofen 2x 400 mg

Zinkid 1x1 tab

Aspilet 2x 80mg (po)

24
S. ruam sudah mulai berkurang (-), nyeri
5 13/04/2017 sendi (-) demam berkurang

O. KU: sakit sedang, K: compos mentis,


TTV: Suhu= 36,7C, Nafas= 22x/menit,
Nadi = 98x/menit. TD: 100/70 mmHg

Abdomen: Nyeri tekan epigastrium (-)

A. Demam Rematik akut

P. IVFD Asering 3 cc/kgBB/jam


Inj.Parasetamol 500 mg p.r.n

Cefotaxime 3x750 mg

Ibuprofen 2x 400 mg

Zinkid 1x1 tab

Aspilet 2x 80mg (po)

Cetirizine 1x10mg malam

Caladin lotion 2x1 setelah


mandi

PCT 4x 500mg Maintenance

25
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM REMATIK AKUT

2.1.1 Etiologi
Demam reumatik akut (ARF) dianggap sebagai konsekuensi auto-imun dari infeksi
dengan kelompok bakteri A streptococcus (GAS). Ini menyebabkan respons inflamasi umum
akut dan penyakit yang hanya mempengaruhi bagian tubuh tertentu, terutama pada jantung,
sendi, otak dan kulit.. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang menderita
demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara
6 sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).7

2.1.2. Patologi
Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan multisitem akut,di perantarai secara
imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus grup A setelah interval
beberapa minggu yang biasanya selama 1 3 minggu. Faringitis itu terkadang hampir
asimtomatik. Beberapa strain reumatogenik streptokokus grup A tampaknya berkaitan erat
dengan peningkatan resiko demam rematik, mungkin karena adanya kapsul sempurna yang
sangat antigenik.
Seperti diketahui, sel kuman streptokokus berbentuk suatu fimbriae yang terdiri dari
mukopeptid, karbohidrat grup C dan M-protein. Bagian luar fimbriae sendiri diselaputi oleh
kapsul asam hialuronik. Semua bahan bahan itu ternyata mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menentukan virulensi kuman dan sifat antigeniknya.
Apabila terjadi infeksi kuman streptokokus pada jaringan tubuh, maka sel-sel kuman
streptokokus akan mengeluarkan komponen-komponen yang bersifat antigenik seperti
hialuronidase, streptodornase, streptokinase, M protein dan sebagainya. Karena komponen
tersebut bersifat antigenic maka tubuh pun akan membentuk banyak antibody untuk
menetralisirnya. Diperkiarakan antibody yang ditujukan untuk menetralisir M-protein dari
kuman streptokokus bereaksi silang dengan protein normal yang terdapat di jantung, sendi dan
jaringan lain. Kenyataannya bahwa gejala biasanya belum muncul sampai 2-3 minggu setelah

26
infeksi dan bahwa streptokokus tidak ditemukan pada lesi mendukung konsep bahwa demam
reumatik terjadi akibat respon imun terhadap bakteri penyebab.

Gambar 2.1 Overview of the pathogenesis of acute rheumatic fever5

Infeksi demam rematik sering terjadi secara berulang dan dikenal sebagai reaktivasi
rema. Walaupun penyakit ini merupakan suatu inflamasi sistemik, tetapi penyakit jantung
rematik meruapakan satu-satunya komplikasi demam rematik yang paling permanen sifatnya.
Tampaknya komplikasi ini ditentukan oleh beratnya infeksi demam rematik yang pertama kali
dan seringnya terjadi reaktivasi rema. Itu sebabnya, tidak semua demam rematik akan
berkembang menjadi penyakit jantung rematik. Sebaliknya, tidak semua penyakit jantung
rematik mempunyai riwayat demam rematik yang jelas sebelumnya. Hal ini mungkin karena
gejala-gejala demam rematik pada fase dini memang tidak mudah dikenali, atau demam rematik
memang tak jarang hanya bersifat silent attack, tanpa disertai gejala klinis yang nyata.
Demam rematik biasanya menyerang jaringan otot miokard, endokard dan perikard,
terutama pada katup mitral dan katup aorta. Kelainan pada katup trikuspid sangat jarang
disebabkan oleh infeksi rema. Secara histopatologis, infeksi demam rematik ditandai dengan
27
adanya proses Aschoff bodies yang khas, walaupun secara klinis tidak ada tanda-tanda reaktivasi
rema yang jelas. Daun katup dan korda tendinae akan mengalami edema, proses fibrosis,
penebalan, vegetasi-vegetasi dan mungkin kalsifikasi
Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada jantung, otak,
sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai pankarditis, dengan miokarditis
sebagai bagian yang paling utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin
sama atau lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada
miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan dan kadar troponin
serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi
kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup
mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).7,8
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami kerusakan
dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan pulmonalis. Badan
Aschoff yang ditemukan pada otot jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam
rematik. Badan Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan,
serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang saat ini dianggap
sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis.7

2.1.3. Manifestasi Klinis


Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria tersebut
dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor, dan (3) bukti
pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A.5,7,8 Lihat tabel 2.1.
Karditis
Poliartritis
Gejala Mayor Khorea
Eritema marginatum
Nodul subkutan
Temuan klinis :
Gejala Minor Riwayat demam rematik atau penyakit jantung
rematik

28
Arthralgia
Demam 38.5C
Temuan laboratorium:
Peningkatan reaktan fase akut ( laju pengendapan
eritrosit 60mm/jam , protein C-reaktif 3.0 mg/dL)
Pemanjangan interval PR
Bukti yang Kultur tenggorok atau pemeriksaan antigen
mendukung adanya streptokokus hasilnya (+)
infeksi streptokokus Peningkatan titer antibodi streptokokus
grup A

Tabel.2.1 Kriteria Jones1


Kriteria Mayor
1. Karditis Secara global, sekitar 50-65% penderita demam rematik memiliki karditis
yang terdeteksi secara klinis (radang pada selebaran katup jantung yang mengarah ke
regurgitasi katup). Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik
berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising
organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung
merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara
tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada
keadaan yang lebih berat. 5
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling
sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya
berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah,
sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada
waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang
lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi
(monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu criteria mayor. Fitur penting dari
arthritis ARF adalah respon cepat terhadap terapi anti-inflamasi. Jika gejala sendi tidak
merespons aspirin atau obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau pengobatan
29
glukokortikoid dalam 48 jam, maka diagnosis ARF harus dipertimbangkan kembali.5
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan
yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot
dan ketidakstabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun
atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Sydenham
merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat
dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria
yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat,
sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea
mulai timbul.5,7
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik
dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa
gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara
sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan
terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak
pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap,
berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan
oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Manifestasi kulit ARF terjadi pada
kurang dari 10% pasien, dan jarang terjadi sebagai satu-satunya manifestasi ARF.5

Gambar 2.2 Eritema marginatum

30
5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat
di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini
berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya,
dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya
tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.5,7

Gambar 2.3 Nodul Subkutan

Gambar 2.4 Manifestasi klinis demam rematik akut


Kriteria Minor
1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada
kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung
rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara
baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.5,7

31
2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi
pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.5
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam
derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak
spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini
tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.5
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan
atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam
rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal
jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi
mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein
C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif
tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat
dipertanyakan. 5,8
5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai
pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam
rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang
memadai akan adanya karditis rematik.5,7
Bukti yang mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam
rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO
dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd
pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus
demam rematik akut.5
32
Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan
yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut.5

2.1.4. Diagnosis
Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana didapatkan minimal
dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya bukti
pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat
dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau pemanjangan interval
PR tidak dapat digunakan sebagai gejala minor ketika menggunakan karditis dan arthritis sebagai
gejala mayor. Tidak adanya bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A
merupakan peringatan bahwa demam rematik akut mungkin tidak terjadi pada pasien (kecuali
bila ditemukan adanya khorea). Murmur innocent (Stills) sering salah interpretasi sebagai
murmur dari regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab yang sering
dari kesalahan diagnosis dari demam rematik akut. Murmur dari MR merupakan tipe regurgitan
sistolik (berawal dari bunyi jantung I) sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan
nada rendah dan tipe ejeksi.7
Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:
1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam rematik.
2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang datang ke tenaga
medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam rematik.
3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak memenuhi kriteria
Jones.
Dasar Diagnosis
Highly probable (sangat mungkin)
2 mayor atau 1 mayor + 2 minor
Disertai bukti infeksi streptococcus hemolyticus group A
ASTO
Kultur (+)
Doubtful diagnosis (meragukan)
33
2 mayor
1 mayor + 2 minor
Tidak terdapat bukti infeksi streptococcus hemolyticus group A
ASTO
Kultur (+)
Exception (pengecualian)
Diagnosa DRA dapat ditegakkan bila hanya ditemukan Korea saja atau Karditis
indolen saja
2.1.5. Diagnosis Banding
Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut. Temuan
klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain : keterlibatan dari sendi-sendi
kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah,
kepucatan pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan penyakit
yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi salisilat selama 24 sampai 48
jam.7
Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit jaringan
penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis poststreptococcal; serum
sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus), kadang-kadang perlu dibedakan.7
Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus hepatitis B,
herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit-penyakit hematologi
seperti anemia sel sabit dan leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai diagnosis
banding. 7
Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jantung. Tanda klinis
ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam jangka waktu mingguan, tetapi pada pasien
dengan karditis berat baru hilang setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang setelah 6
sampai 7 bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel neurologis yang
permanen.7

2.1.6. Penatalaksanaan
Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan darah lengkap,
34
reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer
antibodi kedua, terutama pada pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan elektrokardiografi.
Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada
jantung : pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.5,7
Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara intramuskular,
diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang mempunyai alergi penisilin, dapat
diberikan eritromisin dengan dosis 40 mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama
10 hari. Terapi anti-inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh diberikan
sampai ditegakkannya diagnosis pasti.
Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien dan
orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah
infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis
untuk menangani endokarditis infektif.5,7,9
Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari gejala dan berkisar
dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu untuk karditis berat. Tirah baring diikuti
periode untuk ambulasi di dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan
untuk kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah sudah kembali ke
normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang cukup berat. Untuk lebih jelasnya
lihat pada tabel 2.2 5,7
Tabel 2.2 Durasi tirah baring dan ambulasi indoor

Hanya Carditis Karditis Karditis


arthritis ringan* sedang** berat***
Tirah baring Selama masih
adanya gagal
1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu
jantung
kongestif
Ambulasi
1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
indoor

* kardiomegali diragukan

35
** kardiomegali ringan
*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam rematik
akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai
anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4
sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL.
Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah
perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut.7
Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap
selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin
merupakan bukti yang mendukung arthritis pada demam rematik akut. Pemberian prednisone ( 2
mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan hanya pada kasus
karditis berat. 5,7
Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi setengah duduk
(orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat dengan onset akut. Digoksin
digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa, karena beberapa
pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis. Furosemid dengan
dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat indikasi. 7
Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan emosional.
Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2 juta unit, sebagai awalan
eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi, seperti pada pasien
dengan gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien dengan khorea (tanpa
adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup jantung rematik pada follow-up 20 tahun
berikutnya. Pada kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg
setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai
2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau steroid.5,

36
2.1.7. Prognosis
Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis. Perkembangan
penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan jantung pada
saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya kemungkinan insiden penyakit
jantung residual.
2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup meningkat pada
setiap kekambuhan.
3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada serangan
awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering membaik ketika
diikuti dengan terapi profilaksis. 7

2.1.8. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama 10
hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis
faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya
berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis
streptokokus.7,8,9
b. Pencegahan sekunder
Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada pasien
dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam remati akut
harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam jangka waktu tidak
terbatas. Lihat tabel 2.3 7

Tabel 2.3 Durasi profilaksis untuk demam remati


Kategori Durasi
Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai usia
21 tahun, yang mana lebih lama
Demam rematik dengan karditis tetapi Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,

37
tanpa penyakit jantung residual (tidak ada yang mana lebih lama
kelainan katup)
Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode terakhir
penyakit jantung residual (kelainan katup dan minimal sampai usia 40 tahun, kadang-
persisten) kadang selama seumur hidup

38
PEMBAHASAN KASUS

Seorang anak berusia 9 tahun datang diantar oleh kedua orang tuanya mengeluh demam dan
muncul bercak kemerahan di seluruh badan sejak 4 hari SMRS. Yang lalu mengarahkan
diagnosis ke infeksi bakteri, virus dan autoimun. Infeksi virus lebih cendrung mengarah kepada
pemikiran akan diagnosis awal dikarenakan terdapat ruam dan demam yang cukup tinggi. Infeksi
virus tersebut kemungkinan adalah infeksi morbili. Morbili merupakan salah satu penyakit
penyebab kematian tertinggi pada anak, sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa
prodromal (4 hari sebelum muncul ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.11

Tetapi diagnosis campak tidak dapat dijadikan diagnosis utama karena pada pasien memiliki
karakteristik ruam yang berbeda yang ditemukan pada pasien ruam pada pasien muncul
bersamaan dengan timbulnya demam sedangkan pada campak ruam muncul setelah fase
prodormal atau setelah demam 4 hari. Selain itu pada pasien tidak ditemukan gejala saluran
pernapasan bagian atas seperti pilek, batuk, serta mata merah dan berair.11
Diagnosis Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) sangat mendekati
diagnosis utama yang terjadi pada pasien. SLE merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis
dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis

39
yang sangat beragam. Tetapi pada klinis pasien tidak memenuhi kriteria dari ACR mengingat
bahwa penyakit SLE manifestasi klinisnya sangat luas.

Diagnosis rheumatoid arthritis merupakan diagnosis yang juga paling mendekati gejala klinis
pasien. Karena pasien mengeluh nyeri sendi, terutama pada jari dan lutut. Namun diagnosis
rheumatoid belum dapat dijadikan diagnosis utama karena pada pemeriksaan klinis didapatkan
gejala khas yaitu erythema marginatum pada kulit pasien dan pada pemeriksaan penunjang
rheumatoid factor didapatkan hasil negatif sedangkan pada rheumatoid arthritis gejala yang
paling menonjol adalah masalah pada sendi 12.
Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan utama berupa demam yang
muncul mendadak yang disertai dengan bercak kemerahan yang terdapat pada seluruh tubuh
yang telah berlangsung selama 4 hari. Mempunyai riwayat demam disertai radang
tenggorokan yang pengobatanya tidak adekuat kurang lebih 3 minggu yang lalu. Dari
40
pemeriksaan fisik didapatkan suhu >38 derajat celcius. Pada kulit terdapat erythema
marginatum yang khas terjadi pada demam rematik.
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan sebagai upaya untuk mengkonfirmasi penegakan diagnosis.
Pada pemeriksaan darah rutin tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Dilanjutkan dengan
pemeriksaan kadar ASTO > 200 yang berarti hasil Positif mengindikasikan bahwa pasien
mempunyai antigen dari GAS (grup a streptokokus). Pemeriksaan rheumatoid factor didapatkan
hasil negatif sekaligus menyingkirkan diagnosis rheumatoid arthritis. LED meningkat, CRP 71
mg/L.
Dari beberapa keluhan dan hasil pemeriksaan penunjang tersebut tersebut, dengan menggunakan
kriteria Jones yang sudah direvisi pada tahun 2015
Didapatkan 2 kriteria mayor dengan 4 kriteria minor sehingga penegakan diagnosis
didapatkan demam rematik akut.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Erolu AG. Update on diagnosis of acute rheumatic fever: 2015 Jones criteria. Turkish
Archives of Pediatrics/Trk Pediatri Arivi. 2016 Mar;51(1):1.
2. Seckeler MD, Hoke TR. The worldwide epidemiology of acute rheumatic fever and
rheumatic heart disease. Clin Epidemiol 2011; 3: 68-84.
3. World Health Organization Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease: Report of a
WHO Expert Consultation; Geneva. 29 October1 November 2001; Geneva,
Switzerland: World Health Organization; 2001. WHO Technical Report Series
923.http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/en/cvd_trs923.pdf. Eriim
tarihi:31.10.2014.
4. Lennon DL et al. School-based prevention of acute rheumatic fever: A group randomized
trial in New Zealand. Pediatr Infect Dis J. 2009; 28: 787-794.
5. Ferretti, J.J., Stevens, D.L. and Fischetti, V.A., 2016. The Streptococcal Proteome--
Streptococcus pyogenes: Basic Biology to Clinical Manifestations. University of
Oklahoma Health Sciences Center Oklahoma City (OK)
6. Soeroso S dkk. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada
Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk (ed). Naskah Lengkap Simposium dan
Seminar Kardiologi Anak. Semarang. 27 September 1986: 1-11
7. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
2008
8. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of
Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. p.1961-63
9. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002. 599-613.
10. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 613-27
11. Halim RG. Campak pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2016 Mar 1;43(3):186-9.
12. Fitzpatrick R, Newman S, Revenson T, Skevington S, Williams G. Understanding
rheumatoid arthritis. Routledge; 2005 Aug 2.

42

Anda mungkin juga menyukai