Ny. Luna, umur 69 tahun, memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM tipe 2. Sejak
1,5 tahun yang lalu dia sukar berjalan karena kelemahan tubuh sebelah kanan. Sejak 1
tahun terakhir dia sering lupa meletakkan benda, sering ketinggalan belanjaan di pasar
dan sering lupa waktu makan dan mandi semakin berat. Lalu dia dibawa oleh
keluarganya ke dokter.
Hasil Pemeriksaan Fisik : GCS 15, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82x/menit
reguler, pernafasan 20x/menit, temperatur 37,2oC
Hasil Pemeriksaan Status Neurologis : Gerakan ekstremitas kanan menurun, kekuatan
ekstremitas kanan 4, refleks fisiologi kanan meningkat, refleks patologis sebelah
kanan (+)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium : GDS 240 mg/dL, kolesterol total 160 mg%, TG
120 mg%
Hasil Pemeriksaan Penunjang : CT scan kepala: infark lakunar di lobus temporalis
kiri
Hasil Pemeriksaan Kognitif : MMSE 17/30
I. Klarifikasi Istilah
1. DM tipe 2 : Sindrom kronik gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak akibat sekresi insulin yang tidak mencukupi
atau adanya resistensi insulin di jaringan target.
2. Hipertensi : Tingginya tekanan darah arteri secara
persisten. Tekanan sistol lebih dari 120 mmHg, tekanan diastole lebih dari
80 mmHg.
3. GCS : Glasgow Coma Scale, skala yang digunakan
untuk menilai kesadaran seseorang secara kuantitatif yang dinilai dari mata
4, verbal 5, dan gerak motorik 6.
4. Refleks fisiologi : Semua respon otomatis tertentu yang
diperantarai oleh system saraf yang normal terjadi.
5. Refleks patologis : Semua respon otomatis tertentu yang
diperantarai oleh system saraf yang menunjukkan keadaan tidak normal.
1
6. Infark lakunar : Lesi infark dengan ukuran diameter
kurang dari 15 mm yang diakibatkan biasanya oleh single depenetrating
artery.
7. MMSE : Mini Mental State Examination, salah satu
metode pemeriksaan yang menilaifungsi kognitif normalnya lebih dari 27
kalau gangguan sedang 19-24, kalau sudah agak berat 10-18
2
demensia vaskular pada laki-laki sebesar 34,5% dan perempuan sebesar
19,4%.
3
Hipertensi
Pembuluh
darah otak Nitrit Oxide
terganggu menurun
Tunica intima
dan media Vasokonstriksi
menebal
Arterosklerosis
Hipoperfusi
Infark otak
Gangguan fungsi
kognisi / fungsi luhur
(Demensia vaskular)
4
Hiperglikemia
Berikatan kovalen
Memperngaruhi kovalen dengan
endotel
protein
Perubahan
vasoreaktif Terbentuk AGEs
Arterosklerosis
Endothelial Nitrit Endotelin 1
Oxide Syntase meningkat
(eNOS menurun)
Vasokonstriksi
2. Sejak 1,5 tahun yang lalu dia sukar berjalan karena kelemahan tubuh sebelah
kanan. Sejak 1 tahun terakhir dia sering lupa meletakkan benda, sering
ketinggalan belanjaan di pasar dan sering lupa waktu makan dan mandi
semakin berat. Lalu dia dibawa oleh keluarganya ke dokter.
5
a. Apa saja yang menyebabkan Ny. Luna sukar berjalan karena kelemahan
tubuh sebelah kanan?
Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progesif cepat, berupa deficit neurologis fokal, atau/dan global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatic atau karena adanya obstruksi pembuluh darah
Hemiparesis dapat diakibatkan oleh kelainan-kelainan berikut ini : Infark
otak (80%)
1. Emboli
- Emboli kardiogenik
Dapat disebabkan oleh adanya kelaainan seperti ini :Fibrilasi atrium
dan aritmia lain, thrombus mural dan ventrikel kiri, penyakit katub
mitral atau aorta, endokarditis (infeksi atau non infeksi)
- Emboli arkus aorta
Dapat disebabkan oleh keadaan :aterotrombotik (penyakit pembuluh
darah sedang-besar)
- Penyakit ekstrakranial
Adanya kelainan pada :Arteri karotis interna, arteri vertebralis.
- Penyakit intrakranial
Disebabkan oleh gangguang : arteri karotis interna , arteri serebri
interna, arteri basilaris, lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
2. Perdarahan intraserebral (15%)
- Hiipertensif
- Malformasi artei-vena
- Angipati amiloid
3. Perdarahan subaraknoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
- Trombus sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis system saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang
progesif)
6
- Migren
- Kondisi hiperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat
- Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistemia,atau
leukemia)
- Miksoma atrium
Pada kasus kemungkinan hemiparesis yang terjadi akibat adanya
gangguan vaskuler pada pembuluh darah otak yang mempengaruhi
bagian motorik otak pada hemisfer kiri, sehingga terjadi kelemahan sisi
tubuh sebelah kanan.
Di Learning Issue
7
3. Hasil Pemeriksaan Fisik : GCS 15, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi
82x/menit reguler, pernafasan 20x/menit, temperatur 37,2oC
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal hasil pemeriksaan
fisik?
8
rangsang nyeri) 4
Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di
sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
Tidak ada (flasid)
Interpretasi atau hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS
disajikan dalam simbol
EVM
Selanjutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang
tertinggi adalah 15 yaitu E4 V5 M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1 V1
M1. Biasanya, pasien dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi
yang sulit dipertahankan keselamatannya.
Derajat cedera kepala berdasarkan GCS:
GCS : 14-15 = CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9-13 = CKS (cedera kepala sedang)
GCS : 3-8 = CKB (cedera kepala berat)
9
c. Apa saja yang termasuk pemeriksaan refleks fisiologi dan patologis pada
kasus?
Refleks Fisiologis
o Refleks Bisep
Ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan
setengah ditekuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
o Refleks Trisep
Ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi .Respon : ekstensi lengan bawah disendi siku .
o Refleks Brakhioradialis
Sama dengan pemeriksaan refleks bisep. Respon: muncul terakan
menyentak pada lengan.
o Refleks Periosteum radialis
Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis. Respon: fleksi
lengan bawah dan supinasi lengan.
o Refleks Periosteum ulnaris
Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi
dan pronasi. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris. Respon: pronasi tangan
o Refleks Patela
Ketukan pada tendon patella. Respon : ekstensi tungkai bawah karena
kontraksi m.quadriceps femoris.
o Refleks Kremaster
Ujung tumpul palu refleks digoreskan pada paha bagian medial. Respon:
elevasi testis ipsilateral
o Refleks Plantar
Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks. Respon:
plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki.
o Refleks Gluteal
Bokong pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks. Respon:
kontraksi otot gluteus ipsilateral.
o Refleks Anal Eksterna
10
Kulit perianal digores dengan ujung tumpul palu refleks. Respon:
kontraksi otot sfingter ani eksterna.
Refleks Patologis
o Hoffmann tromer
Tangan pasein ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung jari
tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan
penderita. Reflek positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan adduksi ibu
jari
o Grasping
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan
telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari penderita, menjepit
jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderita dapat membebaskan jari
pemeriksa. Normal masih terdapat pada anak kecil. Jika positif pada
dewasa maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex
o Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus
mentali ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN
di atas inti saraf VII kontralateral
o Reflek snouting
Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris maka akan
menimbulkan reflek menyusu. Menggaruk bibir dengan tongue spatel akan
timbul reflek menyusu. Normal pada bayi, jika positif pada dewasa akan
menandakan lesi UMN bilateral
o Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, secara halus normal
akan timbul adduksi dan aposisi dari ibu jari. Absennya respon ini
menandakan lesi di tractus pyramidalis
o Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan
penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki
11
akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.
Normal pada bayi masih ada.
o Reflek oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke
bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan
timbul reflek seperti babinski
o Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan
timbul reflek seperti babinski
o Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul
refflek seperti babinski
o Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki,
dari tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
o Reflek rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan
terjadi fleksi jari-jari kaki.
o Reflek mendel-bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari
kaki.
12
Dari pemeriksaan GDS di dapatkan bahwa kadar gula darah sewaktu nya
meningkat, normalnya dibawah200 mg/dL. Hal ini disebabkan karena
pasien memiliki riwayat diabetes melitus.
13
Mekanisme diabetes dan hipertensi menyebabkan infark telah dijelaskan
diatas.
14
c. Bagaimana cara pemeriksaan kognitif?
15
Max Patients Questions
Score score
5 Orientasi Tahun berapa ? musim apa ? tanggal ?
bulan ? hari ?
5 Dimana kita saat ini : Negara ? provinsi ?
kota ? rumah sakit ? lantai ?
3 Registrasi Sebutkan nama 3 benda, masing masing
berselang 1 detik. Kemudian suruh pasien
menyebutkan ketiga nama benda tadi.
Masing masing jawaban benar bernilai 1
5 Berhitung Kelipatan 7, beri 1 nilai untuk jawaban
dan yang benar, hentikan setelah 5 jawaban.
Perhatian Alternative : membalik kata (W-O-R-L-D
D-L-R-O-W)
3 Recall Menyebutkan kembali nama benda
sebelumnya
2 Bahasa Tunjukkan pasien benda (pensil,arloji) dan
suruh pasien menyebutkan nama benda
tersebut
1 Mengulang kata dan, tetapi
3 Letakkan kertas di tangan kanan, dilipat
menjadi setengah, letakkan dilantai
1 Pasien disuruh membaca dan mematuhinya
TUTUPLAH MATA
1 Pasien disuruh menulis kalimat sendiri
1 Menggambar kembali 2 segilima berikut
30
16
IV. Hipotesis
Ny. Luna, 69 tahun, menderita dementia vaskular dengan hipertensi, DM tipe 2, serta
hemiparesis tubuh sebelah kanan
V. Learning Issue
1. Anatomi Fisiologi Lobus Temporalis
17
Lobus temporalis merupakan salah satu dari keempat lobus yang terdapat di
otak. Lobus ini berada dibawah sylvian fissure, dan berada di anterior
korteks oksipital dan parietal. sylvian fissure berisi jaringan yang
membentuk insula yang meliputi gustatory cortex. Superior temporal sulcus
(STS) memisahkan girus seperior dan middle serta berisi jumlah yang
signifikan dari neocortex yang bisa dibagi dalam beberapa regio. Korteks
dari STS bersifat multimodal, menerima input dari auditory, visual, dan region
somatik. Lobus temporal memiliki dua sulci penting yang terletak secara
horizontal dan parallel dengan Sylvian fissure. Mereka membagi lobus temporal
menjadi 3 gyri: Superior Temporal Gyrus, Middle Temporal Gyrus, dan Inferior
Temporal Gyrus. Inferior Temporal Gyrus ukurannya lebih besar daripada yang
kita lihat biasa dari samping korteks karena itu letaknya di permukaan bawah
dalam tengkorak.
Pusat otak primer menerima stimulus dari pancaindra dan semua informasi
sensibilitas. Masing-masing informasi akan masuk ke masing-masing zona
primer. Sebagai contoh informasi visual ke area visual primer area 17 dan 18.
Informasi auditorik akan masuk ke lobus temporalis sebagai area auditorik
primer , area 41 dan 42.
Pada zona primer tidak terdapat lateralisasi, semua masukan informasi belum
dapat dikenali dan lesi pada zona primer kelainanannya bukan pada fungsi
kognisi atau fungsi luhur melainkan kelainan fokal : hemiparesis, hemihipestesi,
gangguan visus, atau gangguan pendengaran.
Zona sekunder merupakan korteks asosiasi yang menerima masukan dari zona
primer. Zona sekunder auditorik berada pada lobus temporalis sebagai area
asosiasi auditorik (area 22) . Pada area sekunder fungsi hemisfer kanan dan kiri
18
berbeda sudah terjadi lateralisasi fungsi. Informasi yang masuk zona primer di
integrasikan sehingga timbul persepsi dan pengenalan. Lesi pada zona primer
akan menyebabkan gangguan fungsi kognitif atau fungsi luhur.
Diterima alat visual Pusat otak primer penglihatan Pusat otak asosiasi
penglihatan: (di sini terjadi pengenalan informasi) Girus angularis area
Wernicke area Broca (gerakan pembicaraan) area motorik primer dan
suplementer, sehingga pada akhirnya tulisan dapat dimengerti.
2. Fisiologi Memori
19
Secara garis besar proses memory terdiri dari :
- Encoding
Encoding merupakan awal dari proses penyimpanan informasi di otak
(memory). Encoding juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menerjemahkan berbagai informasi yang diterima agar dapat dipahami
dan disimpan dalam memory.
- Storage
Yaitu proses penyimpanan memori setelah stimulus masuk.
- Retrieval
Retrival adalah kemampuan untuk menyusun kembali dan
mengeluarkan berbagai informasi yang telah tersimpan memory.
Proses retival terbagi atas :
- Recall : kemampuan menggambarkan suatu informasi dengan kata-
kata sendiri secara bebas.
- Recognition : kemampuan untuk menetapkan satu pilihan di antara
pilihan-pilihan yang ada.
- Relearning : berarti belajar kembali. Yaitu hal-hal yang sebetulnya
pernah bisa dikerjakan, dipelajari lagi untuk tujuan-tujuan tertentu
Jenis-jenis memori :
1. Memori eksplisit
20
i. Memori segera korteks prefrontal dan
dorsal medial thalamus atau korteks sensoris primer dan
sekunder
ii. Memori jangka pendek hipokampus
dan lobus temporalis, badan mamilaris, dienchepalon. Memori
jangka pendek dapat menjadi memori jangka panjang jika terus
terjadi pengulangan, atau disebut konsolidasi.
iii. Memori jangka panjang tersebar di
seluruh serebrum
2. Memori implisit
a) Motorik serebellum, ganglia basalis, korteks motorik
sekunder
b) Memori implisit yang berhubungan dengan emosi amigdala
21
Kemampuan memori jangka panjang didasari oleh adanya proses long term
potentiation (LTP). Ketika terdapat stimulus lalu stimulus tersebut terus diulang-
ulang, makan menyebabkan kemampuan neuron presinaps untuk mengeksitasi
neuron post sinaps akan meningkat. Akan terbentuk koneksi antara pre dan pos
sinaps yang semakin kuat. Sehingga terbentuklah excitatory post synaptic
potential (EPSPs) di pos sinaps, akibatnya adalah banyak potensial aksi yang
dikirimkan, sehingga terjadilah long term potentiation.
Presinaps mengeluarkan
glutamat
Reseptor Reseptor
NMDA di pos AMDA di pos
sinaps sinaps
Second
messenger aktif EPSP
terbentuk
Depolarisasi
Sel neuron
tambahan
mengeluarkan
parakrin retrograde
Mg2+ keluar
Berdifusi ke presinaps
Presinaps
melepaskan
glutamat
22
Penjagaan LTP
Glutamat yang berikatan dengan reseptor NMDA tidak langsung menyebabkan
Ca2+ masuk, tapi harus Mg2+ keluar terlebih dahulu dan terjadinya dopalarisasi
dari aktivitas eksitatori lainnya.
Semakin banyak reseptor AMDA respons EPSP dari pos sinaps akan semakin
besar terhadap pengikatan glutamat, sehingga LTP akan terus terjaga dan
memori akan diingat dalam jangka waktu panjang.
23
melekat.
Kapasitas penyimpanan Terbatas Sangat besar
Ketidakmampuan untuk Dapat dilupakan secara Biasanya hanya tidak bisa
melupakan permanen diakses sebagian; relatif
stabil
Mekanisme penyimpanan Melibatkan modifikasi Melibatkan perubahan
sementara pada sinaps yang fungsional dan struktural
sudah ada, seperti perubahan yang relatif permanen pada
jumlah neurotransmiter yang neuron seperti pembentukan
dilepaskan sinaps baru dan sintesis
protein baru yang berkaitan.
3. Dementia
a. DD
Gambaran Demensia Demensia Delirium
Vaskular Alzheimer
24
tidur bangun ada kadang ada
Penyakit Parkinson
Demensia dengan kumpulan Lewy
Fronto Temporal Lobar Degeneration (FTLD)
Penyakit Huntington
b. WD (pemeriksaan penunjang)
25
1) Afasia (gangguan berbahasa)
2) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas
motorik, sementara fungsi motorik normal).
3) Agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasi suatu
benda walaupun fungsi sensoriknya normal).
4) Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang,
mengorganisasikan, daya abstraksi, dan membuat urutan).
b) Defisit kognitif pada kriteria a) yang menyebabkan gangguan fungsi
sosial dan okupasional yang jelas.
c) Tanda dan gejala neurologik fokal (refleks fisiologik meningkat, refleks
patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan
anggota gerak) atau bukti laboratorium dan radiologik yang
membuktikan adanya gangguan peredaran darah otak (GPOD), seperti
infark multipleks yang melibatkan korteks dan subkorteks, yang dapat
menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.
d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.
26
lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
5. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
6. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
7. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
8. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel
mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik
menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat.
c. Definisi
27
hemoragik dan iskemik, juga disebabkan oleh penyakit substansia alba
iskemik atau sekuale dari hipotensi atau hipoksia.
d. Etiologi
e. Epidemiologi
28
Demensia vaskular merupakan demensia yang dapat dicegah sehingga
mempunyai peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian
demensia dan perbaikan kualitas hidup orang-orang dengan usia lanjut.
f. Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko DVa sama seperti faktor risiko stroke
meliputi: usia, hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit jantung,
penyakit arteri perifer, plak pada arteri karotis interna, alkohol, merokok, ras
dan pendidikan rendah.
Berbagai studi prospektif menunjukkan risiko vaskular seperti
hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko terjadinya
DVa. Studi Kohort di Kanada menujukkan, penderita diabetes risiko
mengalami DVa 2,15 kali lebih besar, penderita hipertensi 2,05 kali lebih
besar, penderita kelainan jantung 2,52 kali lebih besar. Sedangkan mereka
yang makan kerang-kerangan (shellfish) dan berolahraga secara teratur
merupakan faktor pencegah terjadinya Dva.
g. Patofisiologi
Demensia vaskular, atau gangguan kognitif vaskular, adalah hasil akhir dari
kerusakan otak yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Adanya
infark multiple, infark lakunar, infark tunggal di daerah tertentu pada otak,
sindrom Binswanger, angiopati amiloid serebral, hipoperfusi, perdarahan,
dan berbagai mekanisme lain menjadi patogenesis timbulnya demensia
vaskular.
1. Infark Multiple
Demensia multi infark merupakan akibat dariinfark multipel dan
bilateral. Terdapat riwayat satuatau beberapa kali serangan stroke dengan
gejalafokal seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia,hemianopsia. Pseudobulbar
palsy sering disertaidisartria, gangguan berjalan (small step gait),forced
laughing/crying, refleks Babinski daninkontinensia. Computed tomography
imaging (CT scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi
kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel.
2. Infark Lakunar
29
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan
pada small penetratingarteries di daerah diencephalon, batang otak dansub
kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat
asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadigangguan sensorik,
transient ischaemic attack hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar
bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai
pseudobulbar palsy. Pada derajatyang berat terjadi lacunar state. CT scan
otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga
tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di
daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan
pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya
lakunar terutamadi daerah batang otak (pons).
4. Sindrom Binswanger
Sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan
riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering
disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan
(gait) dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter, pembesaran ventrikel
dengan korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah small artery
diseases (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah
di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung,
aritmia dan hipotensi.
30
5. Angiopati Amiloid Serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunikamedia dan adventisia
arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia.
Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.
6. Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti
jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis,
kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-
kondisi tersebutmenyebabkan lesi vaskular di otak yang multipelterutama di
daerah white matter.
7. Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma
subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma
serebral. Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid
serebral idiopatik atau herediter.
8. Mekanisme Lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan
pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa,
limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya).
h. Manifestasi Klinis
31
gangguan memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain seperti atensi,
bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif.
Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada demensia vaskular, dapat
berupa perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, delusion,
apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat terjadi pada 25-50%
pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom depresi dengan gejala paling
sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan somatik.
Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada 50%, termasuk pikiran
curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi yang
melibatkan struktur temporoparietal.
i. Tatalaksana
Kontrol DM tipe 2 dan Hipertensi
Penatalaksanaan terdiri dari non-medikamentosa dan medikamentosa:
1. Non-Medikamentosa
a. Memperbaiki memori
The Heart and Stroke Foundation of Canada mengusulkan beberapa cara
untuk mengatasi defisit memori dengan lebih baik
Membawa nota untuk mencatat nama, tanggal, dan tugas yang perlu
dilakukan. Dengan ini stres dapat dikurangkan.
Melatih otak dengan mengingat kembali acara sepanjang hari
sebelum tidur. Ini dapat membina kapasiti memori
Menjauhi distraksi seperti televisyen atau radio ketika coba
memahami mesej atau instruksi panjang.
Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu hal baru. Coba merencana
sebelum melakukannya.
Banyak besabar. Marah hanya akan menyebabkan pasien lebih sukar
untuk mengingat sesuatu. Belajar teknik relaksasi juga berkesan.
b. Diet
Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan resiko demensia
vaskular berhubungan dengan konsumsi lemak total. Tingkat folat,
vitamin B6 dan vitamin B12 yang rendah juga berhubungan dengan
peningkatan homosisteine yang merupakan faktor resiko stroke.
2. Medikamentosa
32
a. Mencegah demensia vaskular memburuk
Progresifitas demensia vaskular dapat diperlambat jika faktor resiko
vaskular seperti hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati.
Agen anti platlet berguna untuk mencegah stroke berulang. Pada
demensia vaskular, aspirin mempunyai efek positif pada defisit kognitif.
Agen antiplatelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel.
Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2 dengan
memblokir aksi prostaglandin sintetase seterusnya mencegah sintesis
prostaglandin
Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap
terapi aspirin atau gagal dengan terapi aspirin.
Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP
ke reseptor platlet secara direk.
Agen hemorheologik meningkatkan kualiti darah dengan menurunkan
viskositi, meningkatkan fleksibiliti eritrosit, menginhibisi agregasi platlet
dan formasi trombus serta supresi adhesi leukosit.
Pentoxifylline dan ergoid mesylate (Hydergine) dapat meningkatkan
aliran darah otak. Dalam satu penelitian yang melibatkan 29 pusat di
Eropa, perbaikan intelektual dan fungsi kognitif dalam waktu 9 bulan
didapatkan. Di European Pentoxifylline Multi-Infarct Dementia
Study, pengobatan dengan pentoxifylline didapati berguna untuk
pasien demensia multi-infark.
33
sedang mg/hr sehingga dosis diare,
maksimal 24 mg/hr anoreksia
Rivastigmine Penghambat Demensia Dosis awal 2 x 1.5 mg/hr. Mual,
kolinesterase ringan- Setiap bulan dinaikkan 2 muntah,
sedang x 1.5 mg/hr hingga pusing,
maksimal 2 x6mg/hr diare,
anoreksia
Memantine Penghambat Demensia Dosis awal 5 mg/hr, Pusing,
reseptor sedang- stelah 1 minggu dosis nyeri kepala,
NMDA berat dinaikkan menjadi 2x5 konstipasi
mg/hr hingga maksimal 2
x 10 mg/hr
j. Pencegahan
34
Secara umum:
- Pencegahan primer saat ini ditujukan pada edukasi agar orang selalu
mengaktifkan fungsi otaknya dengan bekerja atau melakukan aktivitas,
bersosialisasi, berpikir kreatif dan menyelesaikan tantangan hidup.
Aktivitas fisik teratur seperti berjalan kaki dilaporkan juga berperan
mempertahankan fungsi otak selain aktivitas mental.
o Menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak seperti:
o Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
o Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
o Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
Seperti kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.tetap berintraksi
dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi.
o Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat
- Di tingkat sekunder, pencegahan progresivitas penyakit dilakukan dengan
pemberian obat yang dapat menahan laju perkembangan demensia.
Dalam hal ini diperlukan keteraturan dan kesinambungan obat dalam
jangka waktu lama.
- Pada tingkat tersier, upaya pencegahan perburukan fungsi kognitif
dilakukan dengan program aktivitas dan stimulasi, terapi kenangan
(reminiscence), validation, snoezelen, penyesuaian lingkungan dan
latihan orientasi realitas. Rehabilitasi kognitif dalam hal ini berarti
mengawetkan (preserve) fungsi-fungsi (aset) kognitif yang masih ada,
bukan mengembalikan kepada fungsi semula.
Pencegahan tambahan pada kasus ini: Hindari stress & mengontrol tekanan
darah
35
k. Komplikasi
- Malnutrisi
Kebanyakan penderita demensia lama kelamaan akan mengurangi atau
berhenti makan dan minum. Mereka dapat lupa makan atau berpikir bahwa
mereka sudah makan. Pada orang demensia juga dapat terjadi kehilangan
rasa lapar yang menyebabkan menurunnya keinginan untuk makan.
- Pneumonia
Pada demesia sedang dapat terjadi kehilangan kontral pada otot otot untuk
mengunyah atau menelan. Hal ini dapat meningkatkan resiko tersedak atau
aspirasi makanan ke saluran pernafasan. Ini dapat menyebabkan obstruksi
saluran napas dan mengakibatkan pneumonia.
- Hygiene menurun
Pada demensia sedang atau berat, penderita lama kelamaan dapat kehilangan
kemampuan untuk melakukan kebiasaan sehari hari seperti mandi,
berpakaian rapi, menggosok gigi, atau menggunakan toilet sendiri.
- Efek samping medikasi
Penderita demensia dapat mengalami kesulitan dalam pemakaian obat secara
teratur dengan dosis yang tepat dalam waktu yang tepat.
- Kesulitan komunikasi
Penderita demensia dapat kehilangan kemampuan untuk mengingat nama
orang ataupun benda. Penderita demensia juga dapat mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi atau mengerti orang lain. Kesulitan komunikasi ini
lama kelamaan dapat menyebabkan agitasi, isolasi dan depresi.
- Delusi dan halusinasi
Penderita demensia dapat mengalami delusi dimana mereka memiliki
gagasan atau anggapan keliru pada orang lain atau situasi tertentu. Beberapa
penderita terutama dengan lewy body dementia dapat mengalami halusinasi
visual.
- Gangguan kesehatan emosional
Demensia mengubah perilaku dan kepribadian. Perubahan ini dapat
diakibatkan oleh deteriorasi yang terjadi pada otak, dan dapat juga terjadi
akibat reaksi emosional sebagai penyesuaian terhadap perubahan pada otak.
36
- Gangguan tidur
Penderita demensia dapat mengalami gangguan tidur seperti terbangun
terlalu pagi, dan sebagainya.
- Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)
OSAS dapat terjadi seiring meningkatnya umur penderita. OSAS dapat
menyebabkan hypoxia, disfungsi kognitif, kantuk pada siang hari, tidur yang
terputus putus, dan kerusakan otak akibat hipoperfusi otak, ischemia,
microvascular reactivity.
- Infeksi saluran kemih
Penderita demensia dapat mengalami gangguan miksi atau inkonsistensi
mikturisi sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi saluran
kemih
- Ancaman keselamatan
Karena penurunan kapasitas atau kemampuan untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan masalah, kegiatan sehari hari dapat berbahaya bagi penderita
demensia. Kegiatan kegiatan tersebut meliputi berkemudi, memasak, jatuh,
dan kehilangan arah
l. Prognosis
m. SKDI
Demensia 3A
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,
dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
37
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
VI. Kerangka Konsep
Gangguan Vaskular
Gangguan motorik,
Demensia hemiparesis dextra
VII. Kesimpulan
Ny. Luna menderita demensia vaskular subkortikal et causa infark lakunar.
38
Daftar Pustaka
Anandani, Esti Tantri. 2009. Perbandingan Hasil Tes Clock Drawing Test (CDT)
pada Penderita Diabetes Melitus dan Penderita Hipertensi pada Lansia.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Dponegoro.
Indiyarti, Riani. 2004. Diagnosis dan pengobatan terkini demensia vaskular. Dalam
Jurnal Kedokteran Trisakti Januari-Maret 2004, Vol. 23 No.1.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:
EGC
Snell, Richard .S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Ed. 6. Jakarta.
EGC
Zidny, Shabrina Nur. 2010. Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan MMSE Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Sebeles Maret
39